Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat
tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada
neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi
dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit
pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir,
terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab
bayi kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi
hati bayi untuk memproses eritrosit ( sel darah merah).
Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya,
eritrosit harus diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik
untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin,
bilirubin ini yang menyebabkan kuning pada bayi. Kejadian ikterus pada bayi
baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi
kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara
tertentu dan beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami
banyak kemajuan. BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim
hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara
efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar,
infeksi, dan hemolisis.
BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak
jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ikterik ?
2. Apa penyebab dan faktor resiko dari Ikterik ?
3. Apa tanda dan gejala dari Ikterik ?

1
4. Bagaimana pengananan dari Ikterik ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk menambah ilmu pengetahuan bagi semua mahasiswa yang
membaca makalah ini.
2. Tujuan khusus
a. Pengertian Ikterik
b. Penyebab dari Ikterik
c. Tanda dan gejala Ikterik
d. Penanganan dari Ikterik

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Pengertian
Ikterus atau Hiperbilirubinemia pada BBL adalah meningginya kadar
bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat
pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus
kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir merupakan suatu gejala fisiologis
atau dapat merupakan hal patologis. Ikterus atau warna kuning pada bayi baru
lahir dalam batas normal pada hari ke 2-3 dan menghilang pada hari ke-10.
Ikterik neonatorum dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1. Ikterus Fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi
pada minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat
susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8
mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat
selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL
selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar
bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL )
dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu
bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.
2. Ikterus Patologis
Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam. Peningkatan kadar bilirubin total
serum 0,5 mg/dL/jam. Ikterus diikuti dengan adanya tanda – tanda
penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas
menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu
yang tidak stabil ). Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan
atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.

B. Penyebab dan faktor resiko


Kuning pada bayi timbul karena adanya timbunan bilirubin (zat/
komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah)
di bawah kulit. Pada saat masih dalam kandungan, janin membutuhkan sel

3
darah merah yang banyak karena paru-parunya belum berfungsi. Sel darah
merah mengangkut oksigen dan nutrisi dari ibu ke bayi melalui plasenta.
Sesudah bayi lahir, paru-parunya sudah berfungsi, sehingga darah merah ini
tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan. Salah satu hasil pemecahan itu adalah
bilirubin.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu
sebagai berikut:
1. Prahepatik (ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat
pada proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan
bilirubin dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
infeksi, kelainan sel darah merah, dan toksin dari luar tubuh, serta dari
tubuh itu sendiri.
2. Pascahepatik (obstruktif)
Adanya obstruksi pada saluran empedu yang mengakibatkan
bilirubin konjungasi akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk ke
dalam aliran darah, kemudian sebagian masuk dalam ginjal dan
diekskresikan dalam urine. Sementara itu, sebagian lagi tertimbun dalam
tubuh sehingga kulit dan sklera berwarna kuning kehijauan serta gatal.
Sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan ekresi
bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang, sehingga fases akan
berwarna putih keabu-abuan, liat, dan seperti dempul.
3. Hepatoseluler (ikterus hepatik)
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami
kerusakan maka secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi
bilirubin sehingga bilirubin direct meningkat dalam aliran darah. Bilirubin
direct mudah dieksresikan oleh ginjal karena sifatnya mudah larut dalam
air, namun sebagian masih tertimbun dalam aliran darah.
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum :
1. Faktor Maternal :
 Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
 Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
 Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

4
 ASI
2. Faktor Perinatal :
 Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
 Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus :
 Prematuritas
4. Faktor genetik :
 Polisitemia
 Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
 Rendahnya asupan ASI
 Hipoglikemia
 Hipoalbuminemia

C. Tanda dan gejala


a. Fisiologis :
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi
baru lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi
menjadi kern ikterus. Ikterus fisiologis ini memiliki tanda-tanda berikut:
a) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
b) Kadar bilirubin inderect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.
d) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
e) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
b. Patologis :
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis
dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Ikterus patologis memiliki tanda dan gejala sebagai
berikut:
a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b) Kadar bilirubin inderect melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
c) Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg% per hari.
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
e) Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)


1 Kepala dan leher 5

5
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9
3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan 11
tungkai
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki d bawah 12
tungkai
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16

D. Penanganan
1. Ikterus fisiologis
a. Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya
b. Lakukan perawatan bayi sehari-hari, seperti:
 Memandikan
 Melakukan perawatan tali pusat
 Membersihkan jalan nafas
 Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi, kurang lebih 30
menit
c. Jelaskan pentingnya hal-hal seperti :
 Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin
 Menjemur bayi di bawah sinar matahari dengan kondisi
telanjang selama 30 menit,15 menit dalam posisi terlentang, dan
15 menit sisanya dalam posisi tengkurap
 Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu,
 Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu
d. Apabila ada tanda ikterus yang lebih parah (misalnya feses berwarna
putih keabu-abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera
membawa bayinya ke puskesmas. Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 2
hari.

2. Hiperbilirubinemia sedang
a. Berikan ASI secara adekuat
b. Lakukan pencegahan hipotermi
c. Letakkan bayi di tempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit, selama
3-4 hari
d. Lakukan pemeriksaan ulang 2 hari kemudian
e. Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan
bayi bertambah parah serta mengeluarkan feses bewarna putih keabu-
abuan dan liat seperti dempul

6
3. Hiperbilirubenemia berat
a. Berikan informer consent pada keluarga untuk segera merujuk bayinya
b. Selama persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat
c. Lakukan pencegahan hipotermi
d. Bila mungkin, ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml.

Bentuk terapi bermacam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan


yang ada, yaitu :
1. Terapi sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan
fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi
mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi
sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat
sehingga menimbulkan resiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan pada
fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang
tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara
paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flaxy glass
yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih
efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada
tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin
harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah
efek cahaya yang berlebihan dari lampu-lampu tersbut. Seperti diketahui,
pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan
merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak
terjadi resiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah,
terlentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Jika sudah
turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa
dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari sibayi sudah boleh
dibawa pulang.

7
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi.
Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami
dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin
justru akan meningkatkan pengeluaran cairan empedu ke organ usus.
Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare.
Memang tak semua bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu
saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang
tua mesti tetap memberikan ASI pada bayi.

Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat terapi sinar
adalah :
a. Peningkatan kehilangan cairan yang tidak teratur (insensible water loss)
Energi fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan
menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit, terutama bayi
premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat diantisipasi
dengan pemberian cairan tambahan.
b. Frekuensi defekasi meningkat
Meningkatnya bilirubin indirek pada usus akan meningkatkan
pembentukan enzim laktase yang dapat meningkatkan peristaltic usus.
Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi
timbulnya diare.
c. Timbul kelainan kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan
ekstrimitas
Kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan. Dilaporkan
pada beberapa terjadi “Bronze baby syndrom” hal ini terjadi karena
tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar.
Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi
proses tumbuh kembang bayi.
d. Peningkatan suhu
Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan
suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh
bayi pada bayi premature fungsi termostat atau yang belum matang.
Pada keadaan ini fototerapi dapat dilanjutkan dengan mematikan

8
sebagian lampu yang digunakan dan dilakukan pemantauan suhu tubuh
neontus dengan jangka waktu (unterval) yang lebih singkat.
e. Kadang ditemukan kelainan, seperti gangguan minum, lateragi, dan
iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan
sendirinya.
f. Gangguan pada mata dan pertumbuhan
Kelainan retina dan gangguan pertumbuhan ditemukan pada binatang
percoban. Pada neonatus yang mendapat terapi sinar, gangguan pada
retina dan fungsi penglihatan lainnya serta gangguan tumbuh kembang
tidak dapat dibuktikan dan belum ditemukan, walupun demikian
diperlukan kewaspadaan perawat tentang kemungkinan timbulnya
keadaan tersebut.
2. Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar
bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka
perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin
dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah
yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan
perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebrel palsy,
gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan
pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan
ditukar dengan darah lain.
3. Terapi Obat-obatan
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya phenobarbital
atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati
sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga
obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk
mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ
hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti
fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan, maka terapi obat-obatan ini
dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk dan

9
akibatnya bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga
dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru
memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan
menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya
dengan fototerpi si kecil sudah bisa ditangani.
4. Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses
dan urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui,
ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air
besar dan buang air kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di
bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru
meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice).
Kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi
lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu
tidak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru
boleh disusui lagi.
5. Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan.
Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya,
bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda.
Caranya seperempat jam dalam keadaaan terlentang, misalnya, seperempat
jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 07.00 sampai 09.00. Inilah
waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah
jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam
sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit.
Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena
dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan
udara harus bersih.

BAB III

10
TINJAUAN KASUS

Tanggal : 09 september 2019


Data Subjektif
A. Identistas
Nama bayi : Bayi Ny.F
Umur Bayi : 4 hari
Tgl/jam lahir : 25 Januari 2008 pkl 07.00 WIB
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Status reg :
Berat Badan : 2850 gram
Panjang Badan : 48 cm
Nama Ibu : Ny. F NAMA Ayah : Tn. A
Umur : 23 tahun Umur : 27 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja Pekerjaan : Wiraswasta

B. Anamnesa
1. Riwayat penyakit kehamilan
Eklamsi
2. Kebiasaan saat hamil
 Makan : 3x sehari, porsi biasa menu : nasi beserta laukpauknya
 Minum : 6 - 8 gelas per hari
 Obat-obatan : mengkonsumsi obat-obatan dari bidan saja
 Merokok : Tidak pernah

3. Riwayat persalinan sekarang


Jenis persalian : SC
Ditolong oleh : Dokter Nursyamsi SPOG

11
Tempat Persalinan: RSUD 45 Kuningan
Umur kehamilan : 37 minggu
Komplikasi persalinan
Ibu : Tidak ada
Bayi : Tidak ada
Keadaan bayi baru lahir : Tidak ada kelainan bayi langsung menangis

Data Objektif
Keadaan umum : Sedang
Suhu : 37oC
Pernafasan : 48x / menit
Nadi : 125 x / menit
Berat badan lahir : 2850 gram
Berat badan sekarang : 2750 gram
Pemeriksaan fisik secara klinis :
kepala : Bentuk kepala bulat, terlihat permukaan kulit berwarna
kuning.
Muka : Tidak ada kelainan dan kulit berwarna kuning.
Telinga : Bentuk simetris, tidak ada kelainan, pada permukaan kulit
terlihat kuning.
Mulut : Tidak ada kelainan, reflek hisap (+)
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada cuping hidung, pada permukaan
kulit terlihat kuning.
Leher : Tidak ada pembengkakan ataupun benjolan, pada
permukaan kulit terlihat kuning.
Dada : Bentuk simetris, tidak ada wheezing atu ronchi dan irama
jantung reguler, pada permukaan kulit terlihat kuning.
Tali pusat : Tidak ada kelainan dan tidak terdapat tandaa-tanda infeksi,
Punggung : Posisi tulang belakang normal, tidak ada pembengkal:an
ataupun tonjolan, permukaan kulit terlihat kuning.
Ektremitas : Bentuk simetris. Jari-jari normal.

12
Genitalia : Bentuk normal, skrotum berada di bawah / sudah turun.
Anus : Terdapat lubang anus, lubang penis (+), tidak ada kelainan.
Eliminasi :
BAK : Frekuensi : 2 - 5 x per hari
Warna : kuning
BAB : Frekuensi : 1 - 3 x per hari
Warna : Kuning
Konsistensi : Lembek
Warna kulit :
Terdapat warna kuning pada bagian kepala, leher, badan bagian atas dan bawah
Laboratorium :
Golongan darah ibu : A
Golongan darah ayah : A
Golongan darah bayi : belum dilakukan pemeriksaan
Bilirubin total / indirek: 9,35%

Assesement
Dx : NCB SMK usia 4 hari dengan ikterus patologis derajat 2
Masalah : Orang tua merasa cemas akan keadaan bayinya yang tidak
kunjung sembuh setelah berobat ke dokter dan bayi di sinar dengan matahari pada
pagi hari.
Kebutuhan : Memberikan penyuluhan agar orang tua tidak merasa cemas
karena dapat mengganggu ibu dari bayi karena masih dalam keadaar post partum.
Potensial : Kern ikterus (kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak).

Planning
Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
1. Mengobservasi tanda-tanda vital, berat badan, asupan nutrisi dan penyinaran
dengan blue light incubator  Hasil observasi tercatat dalam lembar observasi

13
2. Bayi diistirahatkan untuk diberi ASI  Bayi mendapatkan cukup ASI dari
ibunya dan PASI.
3. Mencatat waktu istirahat dan mencuci areal perional setiap bayi BAK / BAB
dan observasi iritasi  Tidak terdapat iritasi pada kulit bayi.
4. Memberikan terapi antibioti 3x 0,75 ml  sudah diberikan
5. Menjelaskan kepada orang tua bayi tentang sebab-sebab serta manfaat
pemberian terapi sinar blue light incubator dan manfaat dari sinar matahari pagi
 orang tua tahu dan mengerti akan penjelasan tentang keadaan bayinya serta
manfaat dari terapi penyinaran yang dilakukan.
6. Melibatkan orang tua dalam perawatan bayi dan memberi kesempatan pada
bayi untuk menetek serta membina hubungan ibu dan bayinya  Ibu dan keluarga
mengerti akan pentingnya ASI dan perhatian yang dibutuhkan bayi.
7. Memberikan konseling tentang perawatan bayi, pentingnya gizi / nutrisi
untuk perkembangan bayinya, termasuk frekuensi menyusui kapanpun bayi ingin
menyusu harus diberikan  Ibu dan keluarga mengerti akan penjelasan dan
mengerti akan kebutuhan bayinya.

Tanggal 12 september pukul 16.15 WIB


S : Ibu mengatakan bayinya sudah mau menyusu dan merasa bayinya lebih
baik.
O : P : 84x / menit Bilirubin total 8,35
R : 46x /menit direk 1,64
S : 36,9oC indirek 6,71
BB : 2850 gr
Terlihat kuning di bagian kulit muka, bayi sudah mau menyusu
A : NCB SMK usia 7 hari dengan ikterus patologis derajat I. Diagnosa dan
masalah potensial tidak ada.
P : - Memberikan hasil px pada ibu dan keluarga ibu dan keluarga
tampak tenang mengetahui kondisi bayinya membaik

14
- Mengobservasi TTV, BB, asupan nutrisi  P : 84x /menit, R : 48x /
menit S : 36,8oC. BB 2850 kg
- Menganjurkan ibu untuk memberi ASI 2x3 jam sekali atau kapan pun
bila bayi menginginkannya  ibu mengerti
- Memberikan terapi Nymiko 4x 0,25 ml  sudash diberikan
- Menanjurkan ibu untuk datang kontrol 1 minggu yagn akan datang
atau bila ada tanda-tanda bahaya  ibu mengatakan akan datang
tanggal 19 september 2019 atau bila ada tanda bahaya.
- Menyiapkan kepulangan bayi

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ikterus adalah keadaan dimana meningginya kadar bilirubin didalam
jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning. Ini disebabkan oleh karena adanya timbunan
bilirubin (zat/ komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel
darah merah) di bawah kulit. Ikterus dikelompokkan menjadi dua yaitu
Ikterus fisiologis yang biasanya timbul pada hari kedua dan ketiga dan tanpa
ada dasar patologis sedangkan Ikterus patologis muncul pada 24 jam pertama
bayi lahir dan akan menetap selama 2 minggu dan kadar bilirubinnya
melampaui batas kadar hiperbilirubinemia. Penanganan pada bayi ikterus
bermacam-macam sesuai tingkatan dan kadar bilirubinnya.

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini , masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, sangat diperlukan kritik dan saran yang membangun agar
dalam pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Selain itu, makalah ini
disarankan pula untuk dijadikan tolak ukur dalam pembuatan makalah-
makalah selanjutnya.

16
SOAL

1. Seorang bayi perempuan lahir 5 hari yang lalu di rumah klien. Hasil
anamnesis: Bayi meyusu ASI eksklusif, BAK lancar, BAB 3x/sehari. Hasil
pemeriksaan: BB lahir 2900 gram, PB: 46 cm, S:36C, Frekuensi Jantung
120x/menit, refleks hisap kuat, dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan
warna kuning di daerah muka.
Asuhan yang harus diberikan kepada bayi pada kasus tersebut?
A. Melanjutkan pemberian ASI eksklusif
B. Meletakkan bayi dibawah lampu blue light
C. Menjemur bayi pada pagi hari
D. Melakukan pijatan bayi
E. Merujuk segera

2. Seorang bayi perempuan, umur 3 hari, dibawa ibunya ke BPM untuk


kontrol. Hasil anamnesis: malas menyusu, BAB dan BAK lancar. Hasil
pemeriksaan: tampak kuning pada muka, leher, sampai ke pusat, FJ 110
x/menit, P 40 x/menit, S 37C.
Diagnosis apakah yang paling mungkin pada kasus tersebut?
A. Ikterus fisiologis
B. Jaundice patologis
C. Bayi normal
D. Kern ikterus
E. Letargi

3. Seorang bayi dirujuk ke rumah sakit dengan keluhan kulit bayi menjadi
kuning. Hasil pemeriksaan menunjukkan kadar bilirubin 11,4 mg%.
Diagnosa yang tepat untuk keadaan bayi tersebut adalah?
A. Ikterus derajat I
B. Ikterus derajat II
C. Ikterus derajat III
D. Ikterus derajat IV
E. Ikterus derajat V

4. Bayi “S” umur 3 hari dibawa ke BPM dengan keluhan kulit berubah
menjadi kuning pada muka. Hasil pemeriksaan menunjukkan bayi “S”
mengalami ikterus fisiologis. Bidan menganjurkan ibu untuk memberi
minum bayi lebih sering dan jaga bayi tetap hangat. Yang menjadi ciri
ikterus fisiologis adalah?

17
A. Timbul pada 24 jam pertama kehidupan
B. Timbul setelah 24 jam pertama kehidupan
C. Kuning menetap >14 hari
D. Kuning mencapai lutut/siku
E. Tinja seperti dempul

5. Seorang bayi berusia 5 hari di bawa ke puskesmas dengan keluhan malas


menyusu dan tidur terus. Hasil pemeriksaan kulit bayi kuning di daerah
wajah, vital sign dalam batas normal dan pemeriksaan penunjang
menunjukkan kadar bilirubin 6 mg/dl.
Apakah diagnosa pada kasus di atas?
A. Kern ikterus
B. Ikterus patologis
C. Ikterus fisiologis
D. Hepatitis A
E. Hepatitis B

DAFTAR PUSTAKA

FKUI .1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: EGC


Mansjoer, A dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Pelatihan PONED Komponen Neonatal 28-30 Oktober 2004)
Saifudin, Sbdul Bari. 2002. Buku Acuan National Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Salman. 2006. Asuhan Antenatal. Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai