a) Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make up
politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
b) Penyalahgunaan kekuasaan/wewenanng, takut dianggap bodoh kalau tidak
menggunakan kesempatan.
c) Langkanya lingkungan yang antikorup, sistem dan pedoman antikorupsi hanya
dilakukan sebatas formalitas.
d) Rendahnya pendapatan penyelenggara Negara. Pendapatan yang diperoleh
harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara Negara, mampu mendorong
penyelenggara Negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat.
e) Kemiskinan, keserakahan, masyarakat kurang mampu melakukan korupsi
karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan
korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan.
f) Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah.
g) Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumannya.
h) Budaya permisif/serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa bila
sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
i) Gagalnya pendidikan agama dan etika. Pendapat Franz Magnis Suseno bahwa
agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi
karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Sebenarnya agama
bisa memainkan peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial
dibandingkan institusi lainnya, sebab agama memiliki relasi atau hubungan
emosional dengan para pemeluknya. Jika diterapkan dengan benar kekuatan relasi
emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa
membawa dampak yang sangat buruk (Indopos.co.id, 27 September 2005).
Mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE
Theory[2], bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
1. Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang
secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
2. Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau
instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
3. Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4. Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi
yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan
melakukan kecurangan.
Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Faktor-faktor
penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal
dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang berbuat Korupsi.
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua
hal yang jelas, yakni[3] :
1. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan
sebagainya).
2. Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang
kontrol dan sebagainya.
A. Kesimpulan
Korupsi pada dasarnya dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, menyentuh
semua kalangan di dalam masyarakat. Korupsi muncul bukan tanpa sebab.
Korupsi merupakan akibat dari sebuah situasi kondisi di mana seseorang
membutuhkan penghasilan lebih, atau merasa kurang terhadap apa yang dia
peroleh jika menjalankan usaha dengan cara-cara yang sah. Korupsi merupakan
tindakan yang tidak lepas dari pengaruh kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki
oleh individu maupun kelompok, dan dilaksanakan baik sebagai kejahatan
individu (professional) maupun sebagai bentuk dari kejahatan korporasi
(dilakukan denga kerjasama antara berbagai pihak yang ingin mendapatkan
keuntungan sehingga membentuk suatu struktur organisasi yang saling
melindungi dan menutupi keburukan masing-masing). Korupsi merupakan
cerminan dari krisis kebijakan dan representasi dari rendahnya akuntabilitas
birokrasi publik.
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
PRESENTASE
OLEH:
UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
MEDAN