Jawab:
Sebelum melaksanakan pembagian harta waris, terlebih dahulu memetakan harta pribadi isteri [almarhumah] dan harta
bersama. Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 85, 86 dan 87 ditegasnya adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak
menutup kemugkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Pada Pasal 86 : ayat (1) dijelaskan bahwa pada
dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan. Dimana harta isteri tetap menjadi hak isteri
dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya. Adapun kategori
harta masing-masing meliputi harta bawaan, warisan orang tua masing-masing, dan hibah. Adapun harta bersama atau syirkan
adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan
selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.
Adapun harta yang masuk sebagai warisan almarhumah adalah harta pribadi dan separuh harta bersama, dimana separuh harta
bersama menjadi hak suami dan separuh lagi menjadi hak almarhumah.
Sebagai contoh jika harta almarhumah sebesar Rp. 500.000.000, maka dibagikan kepada ahli warisnya yaitu suami, saudara
kandung laki-laki dan saudara kandung perempuan. Saudara kandung mendapatkan hak waris karena pemilik harta tidak memiliki
keturunan atau disebut dengan istilah kalalah, sebagaimana dalam firman Allah SWT:
خ َو ٗة َ ۚ ر6
6ۡ ِانُ ٓو ْا إ66ك َوإِن َك َ 6َان ِم َّما ت6 ۚ
ِ 6َا ٱلثُّلُث66ا ۡٱثنَت َۡي ِن فَلَهُ َم66َإِن َكانَت6َد ف6ٞ 6َا َول66َك َوهُ َو يَ ِرثُهَٓا إِن لَّمۡ يَ ُكن لَّه َ ۚ صفُ َما تَ َر ۡ ِت فَلَهَا نٞ د َولَ ٓۥهُ أُ ۡخٞ َس لَهۥُ َول َ َك قُ ِل ٱهَّلل ُ ي ُۡفتِي ُكمۡ فِي ۡٱل َك ٰلَلَ ۚ ِة إِ ِن ٱمۡ ُر ٌؤ ْا هَل
َ ك لَ ۡي َ َيَ ۡست َۡفتُون
١٧٦ ۡي ٍء َعلِي ۢ ُم666666666666666666 ِّل َش666666666666666666وا َوٱهَّلل ُ بِ ُك ْ ۗ ُّل666666666666666666َض
ِ ِّن ٱهَّلل ُ لَ ُكمۡ أَن ت6ُ ظِّ ٱأۡل ُنثَيَ ۡي ۗ ِن يُبَي666666666666666666 ُل َح666666666666666666 َّذ َك ِر ِم ۡث666666666666666666ٓاءٗ فَلِل666666666666666666 ااٗل َونِ َس666666666666666666رِّ َج
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara
perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka
bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu,
supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS. An Nisa: 176].
Jadi, suami mendapatkan ½, dan saudara kandung almarhumah mendapatkan sisa harta. Jika saudara kandung terdiri laki-laki dan
perempuan maka bagian saudara laki-laki sebanyak 2x lebih besar dari bagian saudara perempuan. Adapun skema pembagian waris
berdasarkan keberadaan ahli waris, sebagai berikut:
1. Suami dan 1 saudara laki-laki = suami mendapat ½ dan 1 saudara Lk mendapat sisa yaitu ½
2. Suami dan 1 saudara perempuan = suami mendapat ½ dan 1 saudara perempuan mendapatkan ½ .
3. Suami dan 2 saudara perempuan = suami mendapat ½ dan 2 saudara perempuan mendapatkan 2/3
4. Suami, saudara laki-laki dan saudara perempuan = Suami mendapat ½ dan saudara laki-laki serta saudara perempuan mendapatkan
sisa dengan ketentuan perbandingan 2:1.
Jawab: orang yang pada saat meninggal/ dinyatakan meninggal oleh pengadilan meninggalkan ahli waris.
Jawab: orang yang pada saat meninggal dunia memiliki perhubungan darah atau ikatan perkawinan.
Jawab: hokum waris yang diyakini dan dijalankan oleh suku tertentu diindonesia.
Jawab: hokum waris islam hanya berlaku pada masyarakat yang memeluk agama islam dimana sistem pembagian warisannya
menggunakan prinsip individual bilateral.
Jawab: hukum waris perdata adalah hukum yang paling umum diindonesia dan beberapa aturannya mirip dengan budaya barat.
10. Apa yang dimaksud dengan faraidh?
Jawab: faraidh adalah jamak dari faraidh yang berarti suatu bahagian tertentu, jadi faraidh berarti beberapa bagian tertentu menurut
istilah berpindahnya hak milik dari simayat kepada ahli waris yang lain.
Jawab: pada masa pra-islam, pembagian hartawarisan dilakukan dengan memakai dua sistem, yaitu sistem keturunan dan sistem.
Jawab:1.prinsip ijbari.
2.prinsip individual.
3.prinsip bilateral.
13. Apa Persamaan dan perbedaan antara sistem hukum Islam dengan Perdata ?
Jawab : Persamaan tersebut disebabkan karena pola dan kebutuhan masyarakat yang universal itu adalah sama, sedangkan
perbedaan-perbedaan itu disebabkan karena cara berfikir orang-orang barat adalah abstrak, analistis dan sistematis, dan pandangan
hidup mereka adalah individulaistis dan materialistis, sedangkan hukum Islam dilatar belakangi oleh cara berfikir yang logis, riil dan
konkrit, dan pandangan hidup dalam hukum Islam didasarkan pada sistem kekeluargaan dan bersifat rohani (magis).
1. Nasab
Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah, satu sama lain lebih berhak (waris-mewaris).” (QS al-Ahzaab: 6)
2. Wala’ (Loyalitas budak yang telah dimerdekakan kepada orang yang memerdekakannya):
Dari Ibnu Umar dari Nabi saw, ia bersabda, “al-Walaa’ itu adalah kekerabatan seperti kekerabatan senasab.” (Shahih: Shahihul
Jami’us Shaghir no: 7157, Mustadrak Hakim IV: 341, Baihaqi X: 292).
3. Nikah
Allah swt menegaskan:
“Dan bagimu (suami-isteri) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu.” (QS an-Nisaa’: 12)
16. Apa yang dimaksud dengan harta warisan?
Jawab: adalah harta dalam istilah fara’id dinamakan tirkah ( peninggalan ) merupakan sesuatu atau harta kekayaan oleh yang
meninggal, baik berupa uang atau materi lainnya yang dibenarkan oleh syari’at islam untuk diwariskan kepada ahli warisannya.