Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia selama periode 2003-2017

mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2003 AKB mencapai

35/1.000 kelahiran hidup, tahun 2007 AKB mengalami penurunan hingga

angka 34/1.000 kelahiran hidup, tahun 2012 turun menjadi 32/1.000 kelahiran

hidup, dan pada tahun 2017 AKB turun hingga mencapai angka 24/1.000

kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2018).

Menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta

bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di

Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa

BBL (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat satu bayi meninggal.

Penyebab kematian BBL di indonesia adalah BBLR 29%, Asfiksia 27%,

trauma lahir, Tetanus Neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital

(JNPK-KR, 2008; h.145).

Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut, yaitu

salah satunya asfiksia sebesar 37% yang merupakan penyebab kedua kematian

bayi baru lahir (Depkes.RI, 2008). Sementara target Millenium Development

Goals (MDGs) tahun 2015 adalah 32 / 1. 000 KH.

Sustainable Development Goals (SDGs) yang lebih dikenal dengan

kerangka kerja 15 tahun kedepan yang dimulai dari tahun 2016 dengan salah

satu tujuan dari SDGs yaitu menurunkan AKI dan AKB, SDGs menargetkan

1
pada tahun 2030 penurunan AKI secara global menjadi 70 per 100.000

kelahiran hidup, dan mengurangi AKB menjadi 12 per 1.000 kelahiran hidup

(Prapti, 2015).

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi

penyebab utama kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas,

asuhan persalinan normal/dasar dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga

professional, di antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat

dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin

tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan BBL.

Pemerintah juga meningkatkan akses bayi untuk memperoleh pelayanan

kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit,

pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas

hidup bayi (Kemenkes RI, 2018).

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif

dengan menggunakan pendekatan manajemen kebidanan pada bayi baru

lahir dengan ikterus fisiologis di PMB Safrana Cot Murong.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian data pada Bayi Ny. L di PMB Safrana

Cot Murong.

b. Mampu menginterpretasikan data subjektif dan objektif pada Bayi

Ny.L di PMB Safrana Cot Murong.

2
c. Mampu merumuskan diagnosa potensial pada Bayi Ny. L di PMB

Safrana Cot Murong.

d. Mampu mengantisipasi tindakan segera pada Bayi Ny. L di PMB

Safrana Cot Murong.

e. Mampu menyusun rencana tindakan pada Bayi Ny. L di PMB Safrana

Cot Murong.

f. Mampu melaksanakan rencana tindakan pada Bayi Ny. L di PMB

Safrana Cot Murong.

g. Mampu mengevaluasi tindakan pada Bayi Ny. L di PMB Safrana Cot

Murong.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi pendidikan

Setelah disusunnya karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat

digunakan sebagai keefektifan proses belajar dapat ditingkatkan. Serta

lebih meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan

mahasiswa dalam hal penanganan kasus ikterus fisiologis. Serta kedepan

dapat menerapkan dan mengaplikasikan hasil dari studi yang telah didapat

pada lahan kerja. Selain itu diharapkan juga dapat menjadi sumber ilmu

dan bacaan yang dapat memberi informasi terbaru serta menjadi sumber

referensi yang dapat digunakan sebagai pelengkap dalam pembuatan karya

tulis ilmiah pada semester akhir berikutnya.

2. Bagi Penulis

Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan penatalaksanaan

3
Ikterus fisiologis dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan antara

teori yang di dapat di bangku kuliah dan dilahan praktek.

3. Bagi Lahan Praktik

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih

meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan kebidanan,

khususnya pada kasus ikterus dan di PMB Safrana Cot Murong dapat lebih

meningkatakan kualitas pelayanan secara komprehensif khususnya dalam

menangani bayi baru lahir dengan ikterik, sehingga AKB dapat

diturunkan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teoritis kasus

1. Pengertian ikterus

Ikterus atau Hiperbilirubinemia pada BBL adalah meningginya

kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit,

konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. Ikterus

pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan

lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir

merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat merupakan hal

patologis. Ikterus atau warna kuning pada bayi baru lahir dalam batas

normal pada hari ke 2-3 dan menghilang pada hari ke-10.

Ikterik neonatorum dikelompokkan menjadi dua yaitu :

a. Ikterus Fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak

terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan

yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya

sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan

menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat

sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang

mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih

tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi

dalam waktu 2 – 4 minggu bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.

5
b. Ikterus Patologis

Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam. Peningkatan kadar bilirubin

total serum 0,5 mg/dL/jam. Ikterus diikuti dengan adanya tanda – tanda

penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas

menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu

yang tidak stabil ). Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan

atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.

2. Penyebab dan faktor resiko

Kuning pada bayi timbul karena adanya timbunan bilirubin (zat/

komponen yang berasal dari pemecahan hemoglobin dalam sel darah merah)

di bawah kulit. Pada saat masih dalam kandungan, janin membutuhkan sel

darah merah yang banyak karena paru-parunya belum berfungsi. Sel darah

merah mengangkut oksigen dan nutrisi dari ibu ke bayi melalui plasenta.

Sesudah bayi lahir, paru-parunya sudah berfungsi, sehingga darah merah ini

tidak dibutuhkan lagi dan dihancurkan. Salah satu hasil pemecahan itu adalah

bilirubin.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu:

a. Prahepatik (ikterus hemolitik)

Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat

pada proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan

bilirubin dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah

infeksi, kelainan sel darah merah, dan toksin dari luar tubuh, serta dari

tubuh itu sendiri.

6
b. Pascahepatik (obstruktif)

Adanya obstruksi pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin

konjungasi akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk ke dalam aliran

darah, kemudian sebagian masuk dalam ginjal dan diekskresikan dalam urine.

Sementara itu, sebagian lagi tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sklera

berwarna kuning kehijauan serta gatal. Sebagai akibat dari obstruksi saluran

empedu menyebabkan ekresi bilirubin ke dalam saluran pencernaan

berkurang, sehingga fases akan berwarna putih keabu-abuan, liat, dan seperti

dempul.

c. Hepatoseluler (ikterus hepatik)

Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami

kerusakan maka secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin

sehingga bilirubin direct meningkat dalam aliran darah. Bilirubindirect mudah

dieksresikan oleh ginjal karena sifatnya mudah larut dalam air, namun

sebagian masih tertimbun dalam aliran darah.

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum :

a. Faktor Maternal :

1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)

2) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)

3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.

4) ASI

b. Faktor Perinatal :

1) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)

7
2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus :

1) Prematuritas

d. Faktor genetik :

1) Polisitemia

2) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

3) Rendahnya asupan ASI

4) Hipoglikemia

5) Hipoalbuminemia

3. Tanda dan gejala

a. Fisiologis :

1) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.

2) Kadar bilirubin inderect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup

bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.

4) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%

5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama

6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis

b. Patologis :

1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

2) Kadar bilirubin inderect melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan

atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.

3) Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg% per hari.

8
4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama

5) Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%

6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

4. Penanganan

a. Ikterus fisiologis

1) Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya

2) Memandikan

3) Melakukan perawatan tali pusat

4) Membersihkan jalan nafas

5) Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin

6) Menjemur bayi di bawah sinar matahari dengan kondisi telanjang

selama 30 menit,15 menit dalam posisi terlentang, dan 15 menit sisanya

dalam posisi tengkurap

7) Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu,

8) Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu

9) Apabila ada tanda ikterus yang lebih parah (misalnya feses berwarna

putih keabu-abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera

membawa bayinya ke puskesmas. Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 2

hari.

b. Ikterus sedang

1) Berikan ASI secara adekuat

2) Lakukan pencegahan hipotermi

9
3) Letakkan bayi di tempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit, selama

3-4 hari

4) Lakukan pemeriksaan ulang 2 hari kemudian

5) Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan

bayi bertambah parah serta mengeluarkan feses bewarna putih keabu-

abuan dan liat seperti dempul

c. Ikterik berat

1) Berikan informer consent pada keluarga untuk segera merujuk bayinya

2) Selama persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat

3) Lakukan pencegahan hipotermi

4) Bila mungkin, ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml.

B. Teoritis manajemen asuhan kebidanan menurut varney

Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis

sistematis dalam member asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah

pihak baik klien maupun pemberi asuhan. Oleh karena itu, manajemen

kebidanan merupakan alur fikir bagi seorang bidan dalam memberikan

arah/kerangka dalam menangani kasus yang menjadi tanggung jawabnya.

Langkah langkah manajemen kebidanan sebagai berikut :

1. Langkah I : Tahap Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang akurat

dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah

berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi

10
yang akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam

tahap selanjutnya. Sehingga dalam pendekatan ini harus komprehensif

meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan sehingga dapat

menggambarkan kondisi pasien yang sebenarnya dan valid.

2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau

masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan.

Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat

merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosis dan

masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan

seperti diagnosis tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering

berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi

oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai

diagnosis.

3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan

Mengantisipasi Penanganannya.

Pada langkah ini bidan mengidantifikasi masalah potensial atau

diagnosis potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan

dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap

mencegah diagnosis atau masalah potensial ini menjadi benar-benar

terjadi. Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.

Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi

11
masalah potensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan

terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau

diagnosis potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar merupakan

langkah yang bersifat antisipasi yang rasional atau logis.

4. Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera

untuk Melakukan Konsultasi, Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan

Lain Berdasarkan Kondisi Klien.

Mengindentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter

dan atau tenaga konsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim

kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.

5. LangkahV : Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh.

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan

oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan

manajemen terhadap masalah atau diagnose yang telah diidentifikasi atau

diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat

dilengkapi.

6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan

Aman.

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang

telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman.

Perencanaan ini bias dilakukan seluruh oleh bidan atau sebagian lagi oleh

klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak

melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggungjawab untuk

12
mengarahkan pelaksanaannya, misalnya memastikan langkah-langkah

tersebut benar-benar terlaksana.

7. Langkah VII : Mengevaluasi

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi kefektifan dari asuhan

yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah

benar-benar telah terpenuhi sesuai kebutuhan sebagaimana telah

diidentifikasi dalam diagnose dan masalah. Rencana tersebut dapat

dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.

C. Teori teknik pendokumentasian kebidanan (SOAP)

Pada asuhan kebidanan ini penulis menggunakan pendokumentasian 4

langkah yang menggunakan SOAP. Metode ini merupakan inti sari proses

pemikiran penatalaksanaan kebidanan 7 langkah Varney (JHPIEGO,2003).

Pendokumentasian manajemen kebidanan dengan metode SOAP yaitu :

1. Data Subyektif

Data Subyektif ( S ) merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Helen Varney langkah pertama (pengkajian data)

terutama data yang diperoleh melalui anamnesis. Data subjektif ini

berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien

mengenai kekhawatiran dan keluhannya yang dicatat sebagai kutipan

langsung dengan diagnosis. Data subjektif ini nantinya akan menguatkan

diagnosis yang akan disusun.

13
2. Data Obyektif

Data Objektif ( O ) merupakan pendokumentasian manajemen

kebidanan menurut Helen Varney pertama (pengkajian data) terutama data

yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik

pasien, pemeriksaan laboratorium atau diagnostic lain. Catatan medic dan

informasi darikeluarga atau orang lain dapat dimasukkan dalam data objektif

ini. Data ini akan memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang

berhubungan dengan diagnosis.

3. Assesment

Analysis atau assessment (A) merupakan pendokumentasian

manajemen kebidanan menurut Helen Varney langkah ke-2, ke-3 dan ke-4

sehingga mencakup hal-hal berikut ini : diagnosis atau masalah kebidanan,

diagnosis atau masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan

tindakan segera untuk antisipasi diagnosis atau masalah potensial dan

kebutuhan tindakan segera harus diidentifikasi menurut kewenangan bidan,

meliputi tindakan mandiri, tindakan kolaborasi dan tindakan merujuk klien.

4. Planning

Planning atau perencanaan (P) adalah membuat rencana asuhan saat ini

dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan

interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan

tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan

kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus bisa mencapai kriteria tujuan yang

14
ingin dicapai dalam batas tertentu. Tindakan yang akan dilaksanakan harus

mampu membantu pasien mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil

kolaborasi tenaga kesehatan lain antara lain dokter.

SOAP merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan

tertulis.

15
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Manajemen Asuhan Kebidanan

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR DENGAN IKTERUS


FISIOLOGIS TERHADAP BAYI NY. L DI PMB SAFRANA
KECAMATAN DEWANTARA KABUPATEN
ACEH UTARA

I. PENGKAJIAN

Tanggal : 22 April 2019

Tempat : Lancang Barat

Pukul : 09.30 Wib

a. Identitas

1). Biodata bayi

Nama : Bayi Ny. L

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Lancang Barat

Tanggal lahir : 19 April 2019

Pukul : 16.30 Wib

2). Biodata orang tua

Nama ibu : Ny. L Nama ayah : Tn. M

Umur : 23 Tahun Umur : 31 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

16
Suku : Aceh Suku : Aceh

Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA

Pekerjan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Lancang Barat Alamat : Lc. Barat

2) Data Subjektif

- Bayi Ny. L lahir melalui persalinan normal di PMB Safrana tanpa

komplikasi apapun.

- Bayi Ny. L sudah berumur 4 hari, ibu mengatakan bayi kuning sejak 2 hari

yang lalu.

- Ny. L mengatakan bayi tidur pulas, tidak rewel, dan malas menyusu.

3) Data Objektif

Keadaan umum : Sedang

Tanda vital

Nadi : 144 x/menit

Pernafasan : 42 x/menit

Suhu : 36,8 ºC

BB sekarang : 2.700 gram

PB : 48 cm

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Tidak tampak simetris dan berbentuk lonjong

Mata : Simetris kiri dan kanan, ikterik

Telinga : Simetris kiri dan kanan

17
Hidung : Normal

Leher : Normal

Dada : Simetris

Tali pusat : Tali pusat tidak berdarah, bernanah, bengkak,

merah dan tidak berbau

Punggung : Normal

Ekstremitas : Simetris

Genetalia : Lengkap, terdapat dua skrotum

Anus : Terdapat lubang anus

Menangis : Kuat

Menghisap : Lemah

Tonus otot : Aktif

Warna kulit : kuning (ikterik), dibagian muka, badan, dan kaki

Sianosis : Tidak ada

Lanugo : Tidak ada

Verniks kaseosa : Tidak ada

Refleks Moro :+

Refleks Rooting :+

Refleks Sucking :+

Refleks Graphs :+

Lingkar kepala : 35 cm

Lingkar dada : 34 cm

BAB / BAK : Ada

18
II. Identifikasi Masalah, Diagnosa danKebutuhan

1. Diagnosa : Bayi Ny. L usia 4 hari dengan ikterus fisiologis

2. Data Dasar

a) Data Subjektif :

- Bayi Ny. L lahir melalui persalinan normal di PMB Safrana tanpa

komplikasi apapun.

- Bayi Ny. L sudah berumur 4 hari, ibu mengatakan bayi kuning

sejak 2 hari yang lalu.

- Ny. L mengatakan bayi tidur pulas, tidak rewel dan malas

menyusu.

b) Data Objektif

K/U : Sedang

Kulit : Kuning (ikterik), dibagian muka, badan dan kaki

Menangis : Kuat

Menghisap : Lemah

Tonus otot : Aktif

Cyanosis : Tidak ada

Mata : Ikterik

Nadi : 144 x/menit

Pernafasan : 42 x/menit

Suhu : 36,8 ºC

BB : 2.700 gram

PB : 48 cm

19
c) Masalah : Ikterik

d) Kebutuhan : Menjemur bayi dipagi hari dan susui bayi setiap 2

jam sekali.

III. Antisipasi Masalah Potensial

Ikterus Patologis

IV. Tindakan Segera

Tidak ada

V. Rencana Asuhan

1. Informasikan kepada keluarga tentang kondisi bayi saat ini.

2. Jaga kehangatan bayi agar terhindar dari hipotermi

3. Berikan asi sesering mungkin setiap 2 jam sekali

4. Jemur bayi di bawah sinar matahari ± 30 menit, selama 3-4 hari

5. Lakukan perawatan tali pusat

6. Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan

bayi bertambah parah

7. Lakukan pendokumentasian

VI. Pelaksanaan

1. Menginformasikan kepada keluarga tentang kondisi bayi saat ini

mengalami ikterus fisiologis.

2. Menjaga kehangatan bayi dengan mengganti pakaian dan popok bayi

bila sudah basah untuk mecegah hipotermi

20
3. Memberikan asi sesering mungkin setiap 2 jam sekali untuk menurunkan

kadar bilirubin dengan memberikan cukup ASI, karena bilirubin dapat

pecah jika bayi banyak mengeluarkan fases dan urine.

4. Menjemur bayi di bawah sinar matahari ± 30 menit, 15 menit dalam

posisi terlentang dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap, selama 3-

4 hari.

5. Melakukan perawatan tali pusat, dengan cara tali pusat tetap kering dan

tidak perlu dibubuhi apapun.

6. Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya ke rumah sakit

bayinya jika keadaan bayi bertambah parah serta mengeluarkan feses

bewarna putih keabu-abuan seperti dempul.

7. Melakukan pendokumentasian.

VII. Evaluasi

1. Keluarga mengetahui dan mengerti tentang keadaan bayi.

2. Pakaian / popok bayi yang basah dan kotor sudah diganti, bayi tampak

nyaman dan tidak ada tanda diaper rush.

3. Bayi sudah diberikan ASI dengan disusui setiap 2 jam sekali.

4. Ibu bersedia untuk menjemur bayi di pagi hari.

5. Tali pusat tidak ada perdarahan, pembengkakan, kemerahan, nanah, dan

bau yang tidak enak.

6. Ibu bersedia mengikuti anjuran bidan.

7. Semua tindakan telah didokumentasikan dalam rekam medik

21
PENDOKUMENTASIAN DALAM BENTUK SOAP

Hari / Tanggal : Senin / 22 April 2019 Pukul : 09.30 Wib

S:

- Bayi Ny. L lahir melalui persalinan normal di PMB Safrana tanpa

komplikasi apapun.

- Bayi Ny. L sudah berumur 4 hari, ibu mengatakan bayi kuning sejak 2 hari

yang lalu.

- Ny. L mengatakan bayi tidur pulas, tidak rewel, dan malas menyusu.

O:

K/U : Sedang

Kulit : Kuning (ikterik), dibagian muka, badan dan kaki

Menangis : Kuat

Menghisap : Lemah

Tonus otot : Aktif

Cyanosis : Tidak ada

Mata : Ikterik

Nadi : 144 x/menit

Pernafasan : 42 x/menit

Suhu : 36,8 ºC

BB : 2.700 gram

PB : 48 cm

A : Bayi Ny. L usia 4 hari dengan ikterus fisiologis

22
P:

1. Menginformasikan kepada keluarga tentang kondisi bayi saat ini

mengalami ikterus fisiologis. Keluarga mengetahui dan mengerti tentang

keadaan bayi.

2. Menjaga kehangatan bayi dengan mengganti pakaian dan popok bayi bila

sudah basah untuk mecegah hipotermi. Pakaian / popok bayi yang basah

dan kotor sudah diganti, bayi nyaman dan tidak ada tanda diaper rush.

3. Memberikan asi sesering mungkin setiap 2 jam sekali untuk menurunkan

kadar bilirubin dengan memberikan cukup ASI, karena bilirubin dapat

pecah jika bayi banyak mengeluarkan fases dan urine. Bayi sudah

diberikan ASI dengan disusui setiap 2 jam sekali.

4. Menjemur bayi di bawah sinar matahari ± 30 menit, 15 menit dalam

posisi terlentang dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap, selama 3-4

hari. Ibu bersedia untuk menjemur bayi di pagi hari.

5. Melakukan perawatan tali pusat, dengan cara tali pusat tetap kering dan

tidak perlu dibubuhi apapun. Tali pusat tidak ada perdarahan,

pembengkakan, kemerahan, nanah, dan bau yang tidak enak.

6. Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya ke rumah sakit

bayinya jika keadaan bayi bertambah parah serta mengeluarkan feses

bewarna putih keabu-abuan seperti dempul. Ibu bersedia mengikuti

anjuran bidan.

7. Melakukan pendokumentasian. Semua tindakan telah didokumentasikan

dalam rekam medik

23
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Terhadap

Bayi Ny. L Di PMB Safrana Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

didapatkan hasil pemeriksaan bayi mengalami ikterik fisiologis, ditandai dengan

warna kulit bayi kekuningan dan muncul 2 hari setelah bayi lahir sesuai dengan

teori. Bayi Ny. L lahir secara spontan pada tanggal 19 April 2019 di PMB Safrana

Cot Murong pukul 16.30 Wib.

Pada tahap pengkajian data subjektif di peroleh melalui wawancara dan

observasi langsung yaitu Ny. L mengatakan kulit bayi berwarna kuning sejak 2

hari yang lalu, bayi males menyusu, tidur pulas dan tidak rewel. Data objektif

diperoleh dengan melakukan pemeriksaan fisik pada bayi dengan inspeksi dengan

hasil bagian muka, badan kaki dan bola mata bayi berwarna kuning. Lalu

ditegakkannya analisa kebidanan pada Bayi Ny. L umur 4 hari dengan ikterus

fisiologis. Diagnosa potensial yang dapat terjadi pada Bayi Ny. L jika tidak

ditangani yaitu ikterus fisiologis dan harus mendapatkan perawatan dari rumah

sakit. Belum diperlukan tindakan segera dalam kasus Bayi Ny. L.

Pada langkah perencanaan yang terdapat dalam teori meliputi konseling

holistik, menjaga kehangatan bayi dengan mengganti pakaian dan popok bayi bila

sudah basah untuk mecegah hipotermi. Memberikan asi sesering mungkin setiap 2

jam sekali untuk menurunkan kadar bilirubin dengan memberikan cukup ASI,

karena bilirubin dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan fases dan urine.

Menjemur bayi di bawah sinar matahari ± 30 menit, 15 menit dalam posisi

24
terlentang dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap, selama 3-4 hari.

Melakukan perawatan tali pusat, dengan cara tali pusat tetap kering dan tidak

perlu dibubuhi apapun. Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya

ke rumah sakit bayinya jika keadaan bayi bertambah parah serta mengeluarkan

feses bewarna putih keabu-abuan seperti dempul.

Pada kasus ini pelaksanaan tindakan terapi terhadap Bayi Ny. L umur 4

hari dengan ikterus fisiologis sudah sesuai dengan rencana asuhan yang

menyeluruh. Setiap rencana dapat dilakukan dengan baik terhadap pasien. Hal ini

didukung oleh adanya kerjasama baik antara pasien, keluarga, bidan maupun

tenaga kesehatan lainnya.

Berdasarkan kasus diatas tidak terdapat kesenjangan antara teori dan

praktek karena dalam pelaksanaan penanganan kasus tersebut sudah dilakukan

sesuai dengan teori mengenai asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan ikterus

fisiologis.

25
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis mempelajari teori dan pengalaman langsung di lahan

praktek melalui studi kasus tentang Manajemen Asuhan Kebidanan Bayi

Baru Lahir dengan Ikterus Fisiologis di PMB Safrana Cot Murong, maka

penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Bayi Ny. L lahir tanggal 19 April 2019 jam 16.30 Wib, pada tanggal 22

April 2019 dilakukan kunjungan masa nifas di dapatkan hasil mkulit bayi

berwarna kuning dan bayi malas menyusu.

2. Penanganan yang dilakukan pada Bayi Ny. L dengan ikterus fisiologis

adalah dengan memberikan asi sesering mungkin setiap 2 jam sekali dan

menjemur bayi di bawah sinar matahari ± 30 menit, selama 3-4 hari.

3. Dengan kerjasama baik antara pasien, keluarga, bidan maupun tenaga

kesehatan lainnya maka ikterus fisiologis pada Bayi Ny. L dapat

ditangani dengan cepat sehingga masalah potensial seperti ikterus

patologis tidak terjadi.

B. Saran

1. Klien

a. Diharapkan kepada para klien mampu menerapkan asuhan yang telah

diberikan oleh tenaga kesehatan.

26
b. Secepatnya membawa ke pelayanan kesehatan apabila terdapat

keluhan serta kelainan yang dirasakan sedini mungkin, untuk

mendapatkan pelayanan pengobatan.

c. Dalam anamnesa pasien mampu mengemukakan keluhan yang

dirasakanya sehingga petugas kesehatan (bidan) dapat merencanakan

asuhan yang akan diberikan kepada klien tersebut, sehingga dapat

mengantisipasi masalah yang mungkin terjadi

2. Institusi Pendidikan

Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk menambah buku

sumber terbaru agar mempermudah mahasiswa dalam meningkatkan

pengetahuan, wawasan dan teknologi terkini.

3. Mahasiswa

a. Dengan adanya manjemen kebidanan diharapkan mahasiswa dapat

menerapkan pada ibu dan bayi, asuhan yang diberikan sesuai dengan

standar profesi kebidanan.

b. Diharapkan kepada mahasiswa, anamnesa pasien dilakukuan sesuai

dengan daftar tilik yang ada dan anmanesa dilakukan dengan

pendekatan pada pasien sehingga pasien terbuka dalam menyampaikan

keluhan yang dirasakan

27
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI (2007) Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Untuk Bidan. Jakarta

Hidayat, A. (2005) Pengantar Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Kemenkes RI (2018) Profil Kesehatan Indonesia 2017 [Internet], Tersedia dalam:


< http: //www.depkes.go.id/ resources/ download/ pusdatin/ profil–
kesehatan-indonesia/ Profil-Kesehatan-Indonesia-tahun-2017.pdf >
[Diakses 14 Januari 2019].
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Patologi. YBP-SP
Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC
Prapti, R (2015) Sustainble Development Goals (SDGs) [Internet], Tersedia
dalam: < http : // www.rutgerswspfindo.org/ assets/ upload/ sdgs- paper –
digital -2015.pdf> [Diakses 27 Februari 2019]
Prawirohardjo, S. (2002) Buku Acuan Nasiona Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Suriadi (2001) Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi I. Jakarta : CV Sagung
Seto.

28

Anda mungkin juga menyukai