BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning
karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan
suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi
juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah
bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain. (Widya,1999)
Di Negara maju seperti Amerika Serikat terdapat sekitar 60% bayi menderita ikterus sejak
lahir, lebih dari 50% bayi tersebut mengalami hiperbilirubin, sedangkan di RSCM proporsi ikterus
neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%. Bagi
tenaga kesehatan hal ini tidak dapat dianggap sepele, karena kejadian ikterus pada neonatus dapat
berakibat buruk bagi kelangsungan hidup neonatus nantinya. (www.artikelkedokteranpediatrik.com)
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis kasus, agar dapat melakukan
asuhan kebidanan dengan benar yaitu dengan menegakkan diagnosa secara tepat, sehingga dapat
mengetahui penanganan yang cepat dan tepat dari kasus tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus melalui
pendekatan manajemen kebidanan dengan 7 langkah Varney dan pendokumentasian SOAP.
Tujuan Khusus :
b. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa kebidanan pada by. Ny. L dengan ikterus neonatorum.
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa dan masalah potensial pada by. Ny. L dengan ikterus
neonatorum
d. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi by.
Ny. L dengan ikterus neonatorum.
e. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan asuhan kebidanan by. Ny. L dengan ikterus neonatorum.
f. Mahasiswa mampu melakukan pelaksanaan atas rencana manajemen yang telah direncanakan by.
Ny. L dengan ikterus neonatorum
g. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan kebidanan pada by. Ny. L dengan ikterus neonatorum
1.3 Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan berbagai metode deskriptif dengan
pendekatan studi kasus melalui tehnik :
2. Observasi Partisipasi
3. Wawancara
Yaitu dengan dengan mewawancarai secara langsung petugas dan keluarga pasien.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN : terdiri dari latar belakang tujuan metode penulisan dan sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA : terdiri dari konsep medis dan asuhan kebidanan
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifitasnya fungsi paru untuk bernafas
(pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk
mempertahankan homeostasis kimia darah.
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekskresi bahan racun yang tidak diperlukan badan.
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersbut
diatas.
1. Perubahan suhu, dimana ketika di dalam rahim suhu berkisar 100 0F namun suhu diluar berkisar 60 0-
700F.
2. Bernafas, jika tali pusat diputus maka bayi mulai harus bernafas sendiri.
3. Menghisap dan menelan, bayi sudah tidak dapat lagi mendapat makanan melalui tali pusat tetapi
memperoleh makanan dengan cara menghisap dan menelan.
1. Masa bayi neonatal merupakan periode yang tersingkat dari semua periode perkembangan. Masa ini
hanya dimulai dari kelahiran sampai tali pusat lepat dari pusatnya.
2. Masa bayi Neonatal merupakan masa terjadinya penyesuaian yang radikal. Masa ini dimana suatu
peralihan dari lingkungan dalam ke lingkungan luar.
3. Masa Neonatal merupakan masa terhentinya perkembangan. Ketika periode perinatal sedang
berkembang terhenti pada kelahiran.
Ikterus neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau
kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%,
maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar
bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirect
(unconjugated) dan kadar bilirubin direct (conjugated). Bilirubin indirect akan mudah melewati
darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia dan hipoglikemia
(Markum H, 2005).
Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa oleh karena
adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus
neonatorum ialah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Ikterus neonatorum ialah
suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir yang terbagi menjadi ikterus fisiologi dan
ikterus patologi.
Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa.
Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi antara darah janin dan darah dewasa yang
mampu menarik O2 dari udara dan mengeluarkan CO 2 melalui paru-paru. Pengahncuran darah janin
inilah yang menyebabkan terjadi icterus yang sifatnya fisiologis. Sebagai gambaran dapat
dikemukakan bahwa kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar 15 mg % sedangkan bayi cukup
bulan 10 mg %. Di atas angka tersebut dianggap hiperbilirubinemia, yang dapat membedakan
kernikterus. (Manuaba, 2010)
Kernikterus adalah akumulasi bilirubin dalam jaringan otak sehingga dapat mengganggu
fungsi otak dan menimbulkan gejala klinis sesuai tempat akumulasi tersebut.
Kesimpulannya ikterus neonatorum adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan
mukosa oleh karena keadaannya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin
darah yang sering ditemukan pada BBL yang terbagi ikterus fisiologis dan patalogis.
2.1.3 Macam-macam Ikterus
1. Ikterus Fisiologi
Ikterus Fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang mempunyai
dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan, atau mempunyai potensi
menjadi kern-ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya
menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama.
2. Kadar bilirubin indirek sesudah 2 - 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10
mg % pada neonatus kurang bulan.
2. Ikterus Patologik
Ikterus Patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologik ini misalnya, jenis bilirubin,
saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus
kurang bulan.
1. Etiologi
Etiologi ikterus pada neonatus dapat berdiri sendiri atau disebabkan oleh beberapa
faktor menurut (Ngastiyah, 2005) :
Hematoma, memar
Spheratisosis kongental
3) Gangguan transportasi
Albumin rendah
4) Gangguan ekresi
Obstruksi usus
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih (ikterus nonfisiologis) menurut Moeslichan (2004)
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini :
a) Faktor Maternal
4) ASI
5) Mengonsumsi jamu-jamuan
b) Faktor perinatal
1) Trauma lahir (chepalhematom, ekamosis)
c) Faktor Neonatus
1) Prematuritas
2) Faktor genetik
5) Hipoglikemia
6) Hiperbilirubinemia
1. Usia Ibu
2. Tingkat pendidikan
5. Masa gestasi
6. Jenis persalinan
7. Inkomtabilitas Rhesus
8. Inkomtabilitas ABO
10. Asfiksia
11. Prematur
12. APGAR score
13. Asupan ASI
Tanda dan gejala yang timbul dari ikterus menurut Surasmi (2003) yaitu :
b. Letargis (lemas)
c. Kejang
f. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, episiototonus, kejang, stenosis
yang disertai ketegangan otot.
g. Perut membuncit
2. Gejala
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernicterus pada neonatus adalah letargi,
tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melenking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang
selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.
b. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap
persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
c. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran.
2.1.6 Penilaian
Penilaian ikterus secara klinis dengan menggunakan rumus KRAMER (Sri agung Lestari, 2009) :
2.1.7 Kern – Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada
korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar
ventrikulus ke IV.
Tanda-tanda kliniknya adalah mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, tonus
otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus.
Pada umur yang lebih lanjut bila bayi hidup dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang,
atetosis, yang disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan gangguan bicara
dan retardasi mental.
2.1.8 Pemeriksaan diagnostik
Pengobatan yang diberikan sesuai dengan analisa penyebab yang meungkin dan memastikan
kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis. Tujuan
pengobatan adalah mencegah agar konsentrasi bilirubin indirect dalam darah tidak mencapai kadar
yang menimbulkan neurotoksisitas, dianjurkan dilakukan transfuse tukar dan atau fisioterapi. Resiko
cidera susunan saraf pusat akibat bilirubin harus diimbangi dengan resiko pengobatan masing-
masing bayi. Kriteria yang harus dipergunakan untuk memulai fototerapi. Oleh karena fototerapi
membutuhkan waktu 12-24 jam, sebelum memperlihatkan panjang yang dapat diukur, maka
tindakan ini harus dimulai pada kadar bilirubin, kurang dari kadar yang diberikan. Penggunaan
fototerapi sesuai dengan anjuran dokter biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin
tidak lebih dari 10 mg%.
1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan ikterus secara umum menurut Surasmi (2003) antara lain yaitu :
a. Memeriksa golongan darah Ibu (Rh, ABO) dan lain-lain pada waktu hamil
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir, yang dapat
menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru
lahir imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
4) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD biakan darah atau biopsy hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir. Pemeriksaan yang perlu diperhatikan.
1) Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi .
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama Ikterus yang timbul pada akhir
minggu pertama dan selanjutnya.
3. Ragam Terapi
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus segera
mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang
ada.
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah
kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan
dan menjadi mudah laurt dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga
berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang
lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang
gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara parallel. Dibagian
bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar
sehingga intensitasnya lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh
pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kalamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa.
Tujuannya untuk mencegah efek cahaya dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan
mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya, begitu pula alat
kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
b) Terapi transfusi