Anda di halaman 1dari 13

Nurlaela Kurnia Rahayu

Kebidanan Harapan Kita - POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


 Beranda ARTIKEL MENU ▼

Senin, 23 Juli 2012

Laporan Kasus Bayi Ikterus

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang

Kemampuan pelayanan kesehatan suatu Negara ditentukan dengan perbandingan tinggi


rendahnya angka kematian ibu dan kematian bayi. Untuk itu dalam menurunkan angka kematian
perinatal dibidang pelayanan keperawatan memerlukan perhatian yang serius, karena pelayanan
yang tidak adekuat pada bayi baru lahir dapat menyebabkan meningginya angka kematian pada
perinatal.

Angka kematian neonatus di Negara-negara berkembang merupakan masalah besar, namun


angka kematian yang cukup besar ini tidak dilaporkan serta dicatat secara resmi dalam statistik
kematian neonatus. Menurut survey demografidan kesehatan Indonesia tahun 2008 angka kematian
perinatal adalah 35 per 1000 kelahiran hidup, itu artinya dalam satu tahun sekitar 175.000 bayi
meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. (http://www.kapanlagi.com)

Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning
karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan
suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi
juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah
bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain. (Widya,1999)

Di Negara maju seperti Amerika Serikat terdapat sekitar 60% bayi menderita ikterus sejak
lahir, lebih dari 50% bayi tersebut mengalami hiperbilirubin, sedangkan di RSCM proporsi ikterus
neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%. Bagi
tenaga kesehatan hal ini tidak dapat dianggap sepele, karena kejadian ikterus pada neonatus dapat
berakibat buruk bagi kelangsungan hidup neonatus nantinya. (www.artikelkedokteranpediatrik.com)
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis kasus, agar dapat melakukan
asuhan kebidanan dengan benar yaitu dengan menegakkan diagnosa secara tepat, sehingga dapat
mengetahui penanganan yang cepat dan tepat dari kasus tersebut.

1.2    Tujuan

Tujuan Umum :

 Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan pada neonatus dengan ikterus melalui
pendekatan manajemen kebidanan dengan 7 langkah Varney dan pendokumentasian SOAP.

Tujuan Khusus :

a.   Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada by. Ny. L dengan ikterus neonatorum.

b.  Mahasiswa mampu menentukan diagnosa kebidanan pada by. Ny. L dengan ikterus neonatorum.

c.  Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa dan masalah potensial pada by. Ny. L dengan ikterus
neonatorum

d.   Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi by.
Ny. L dengan ikterus neonatorum.

e.   Mahasiswa mampu merencanakan tindakan asuhan kebidanan by. Ny. L dengan ikterus neonatorum.

f.   Mahasiswa mampu melakukan pelaksanaan atas rencana manajemen yang telah direncanakan by.
Ny. L dengan ikterus neonatorum

g.  Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan kebidanan pada by. Ny. L dengan ikterus neonatorum

1.3    Metode Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan berbagai metode deskriptif dengan
pendekatan studi kasus melalui tehnik :

1.      Studi Pustaka

Yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan ikterus neonatorum.

2.   Observasi Partisipasi

Yaitu dengan observasi dalam melakukan asuhan kebidanan secara langsung.

3.   Wawancara

Yaitu dengan dengan mewawancarai secara langsung petugas dan keluarga pasien.
1.4    Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun secara sistematika terdiri dari :

BAB I        :    PENDAHULUAN : terdiri dari latar belakang tujuan metode penulisan dan sistematika penulisan

BAB II      :    TINJAUAN PUSTAKA : terdiri dari konsep medis dan asuhan kebidanan

BAB III    :    TINJAUAN KASUS : meliputi pendokumentasian dengan menggunakan SOAP

BAB IV    :    PEMBAHASAN

BAB V      :    PENUTUP : terdiri dari kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Medis

       2.1.1.Bayi Baru Lahir


        Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini
sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat
hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian
neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus.
Peralihan dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan
faali. Dengan terpisahnya bayi dari Ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut .

1.      Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifitasnya fungsi paru untuk bernafas
(pertukaran oksigen dengan karbondioksida)

2.      Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan.

3.      Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk
mempertahankan homeostasis kimia darah.

4.      Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekskresi bahan racun yang tidak diperlukan badan.

5.      Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi.

6.      Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersbut
diatas.

Penyesuaian pokok yang dilakukan bayi neonatal yaitu :

1.      Perubahan suhu, dimana ketika di dalam rahim suhu berkisar 100 0F namun suhu diluar berkisar 60 0-
700F.

2.      Bernafas, jika tali pusat diputus maka bayi mulai harus bernafas sendiri.

3.      Menghisap dan menelan, bayi sudah tidak dapat lagi mendapat makanan melalui tali pusat tetapi
memperoleh makanan dengan cara menghisap dan menelan.

4.      Pembuangan, ketika bayi dilahirkan barulah alat-alat pembuangan itu berfungsi.

Ciri-ciri bayi Neonatal yaitu :

1.      Masa bayi neonatal merupakan periode yang tersingkat dari semua periode perkembangan. Masa ini
hanya dimulai dari kelahiran sampai tali pusat lepat dari pusatnya.

2.      Masa bayi Neonatal merupakan masa terjadinya penyesuaian yang radikal. Masa ini dimana suatu
peralihan dari lingkungan dalam ke lingkungan luar.

3.      Masa Neonatal merupakan masa terhentinya perkembangan. Ketika periode perinatal sedang
berkembang terhenti pada kelahiran.

4.      Masa bayi Neonatal merupakan pendahuluan dari perkembangan selanjutnya. Perkembangan


individu dimasa depan akan tampak pada waktu dilahirkan.
5.      Masa bayi Neonatal merupakan periode yang berbahaya. Masa ini berbahaya karena sulitnya
menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru.

2.1.2 Pengertian Ikterus

Ikterus neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau
kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%,
maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar
bilirubin darah sudah melampaui 5 mg%. ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirect
(unconjugated) dan kadar bilirubin direct (conjugated). Bilirubin indirect akan mudah melewati
darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia dan hipoglikemia
(Markum H, 2005).

Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa oleh karena
adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus
neonatorum ialah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Ikterus neonatorum ialah
suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir yang terbagi menjadi ikterus fisiologi dan
ikterus patologi.

Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa.
Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi antara darah janin dan darah dewasa yang
mampu menarik O2 dari udara dan mengeluarkan CO 2 melalui paru-paru. Pengahncuran darah janin
inilah yang menyebabkan terjadi icterus yang sifatnya fisiologis. Sebagai gambaran dapat
dikemukakan bahwa kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar 15 mg % sedangkan bayi cukup
bulan 10 mg %. Di atas angka tersebut dianggap hiperbilirubinemia, yang dapat membedakan
kernikterus. (Manuaba, 2010)

Kernikterus adalah akumulasi bilirubin dalam jaringan otak sehingga dapat mengganggu
fungsi otak dan menimbulkan gejala klinis sesuai tempat akumulasi tersebut.

Kesimpulannya ikterus neonatorum adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan
mukosa oleh karena keadaannya bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin
darah yang sering ditemukan pada BBL yang terbagi ikterus fisiologis dan patalogis.

       2.1.3 Macam-macam Ikterus

Macam-macam ikterus menurut Ngastiyah (2005) adalah sebagai berikut :

1.      Ikterus Fisiologi
Ikterus Fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang mempunyai
dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan, atau mempunyai potensi
menjadi kern-ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya
menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama.

Ikterus dikatakan Fisiologis bila :

                1.      Timbul pada hari kedua sampai ketiga.

2.      Kadar bilirubin indirek sesudah 2 - 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10
mg % pada neonatus kurang bulan.

3.      Kecepatan peninakatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari.

4.      Ikterus menghilang pada 10 hari pertama

5.      Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik (kern – ikterus)

6.      Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

2.      Ikterus Patologik

Ikterus Patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologik ini misalnya, jenis bilirubin,
saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya.

Menurut Ngastiyah (2005) Ikterus dikatakan Patologis bila :

                 1.    Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

2.    Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus
kurang bulan.

3.    Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.

4.    Ikterus menetap susudah 2 minggu pertama.

5.    Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg%.

6.    Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

2.1.4   Etiologi dan Faktor Resiko

1. Etiologi
Etiologi ikterus pada neonatus dapat berdiri sendiri atau disebabkan oleh beberapa
faktor menurut (Ngastiyah, 2005) :

           1)      Produksi yang berlebihan

                 Golongan darah Ibu - bayi tidak sesuai

                Hematoma, memar

                Spheratisosis kongental

                Enzim G6PD rendah

           2)  Gangguan konjugasi hepar

                Enzim glukoronil tranferasi belum adekuat (prematur)

           3)  Gangguan transportasi

                Albumin rendah

                Ikatan kompetitif dengan albumin

               Kemampuan mengikat albumin rendah

          4) Gangguan ekresi

                Obstruksi saluran empedu

                Obstruksi usus

                Obstruksi pre hepatik

2. Faktor Resiko Ikterus

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih (ikterus nonfisiologis) menurut Moeslichan (2004)
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini :

a) Faktor Maternal

1) Rasa  atau kelompok etnik tertentu.

2) Komplikasi dalam kehamilan (DM, inkontambilitas ABO, Rh)

3) Penggunakan oksitosin dalam larutan hipotonik.

4) ASI

5) Mengonsumsi jamu-jamuan

b) Faktor perinatal
1) Trauma lahir (chepalhematom, ekamosis)

2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c) Faktor Neonatus

1) Prematuritas

2) Faktor genetik

3) Obat (Streptomisin, kloramfenikol, benzylalkohol, sulfisoxazol)

4) Rendahnya asupan ASI (dalam sehari min. 8 kali sehari)

5) Hipoglikemia

6) Hiperbilirubinemia

Faktor yang berhubungan dengan ikterus menurut Prawihardjo (2005) :

1.      Usia Ibu

2.      Tingkat pendidikan

3.      Tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan bayi ikterus

4.      Riwayat kesehatan Ibu

5.      Masa gestasi

6.      Jenis persalinan

7.      Inkomtabilitas Rhesus

8.      Inkomtabilitas ABO

9.      Berat badan lahir

10.  Asfiksia

11.  Prematur

12.  APGAR score

13.  Asupan ASI

14.  Terpapar sinar matahari

2.1.5 Tanda dan gejala


1.      Tanda

Tanda dan gejala yang timbul dari ikterus menurut Surasmi (2003) yaitu :

a.        Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar

b.      Letargis (lemas)

c.       Kejang

d.      Tidak mau menghisap

e.       Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

f.       Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, episiototonus, kejang, stenosis
yang disertai ketegangan otot.

g.      Perut membuncit

h.      Pembesaran pada hati

i.        Feses berwarna seperti dempul

j.        Tampak ikterus: sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa.

k.      Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.

2.      Gejala

Gejala menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :

a.       Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernicterus pada neonatus adalah letargi,
tidak mau minum dan hipotoni.

b.      Gejala kronik : tangisan yang melenking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang
selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).

Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

a.       Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.

b.      Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap
persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.

c.       Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran.
2.1.6   Penilaian

Penilaian ikterus secara klinis dengan menggunakan rumus KRAMER (Sri agung Lestari, 2009) :

No Luas Ikterus Kadar bilirubin (mg%)

1 Kepala dan leher 5

2 Daerah 1 dan badan bagian atas 9

3 Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan 11


tungkai

4 Daerah 1,2,3 dan lengan dan kaki di 12


bawah dengkul

5 Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki 16

2.1.7   Kern – Ikterus

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada
korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar
ventrikulus ke IV.

Tanda-tanda kliniknya adalah mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, tonus
otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus.

Pada umur yang lebih lanjut bila bayi hidup dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang,
atetosis, yang disertai ketegangan otot. Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan gangguan bicara
dan retardasi mental.

2.1.8        Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan bilirubin serum


Pada bayi yang cukup bulan billirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari
kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar
billirubin mencapai puncaknya 10-12 mg/dl antara 5-7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari
14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari brown AK dalam text books of pediatric 1996 : ikterus fisiologis
pada bayi cukup bulan, bilirubin indirek munculnya ikterus 2-3 hari dan hilang 4-5 hari dengan kadar
bilibirum yang mencapai puncak 10-12 mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan premature, bilirubin
indirek muncul 3-4 hari dan hilang 7-9 hari dengan bilirubin mencapai puncak 15 mg/dl/ hari. Pada
ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl/hari dan kadar bilirubin direk lebih dari 1
mg/dl. Maisetes 1994 dalam Whaley dan wong 1999 : Meningkatnya kadar serum total lebih dari 12-
13 mg/dl.

2. Ultrasound untuk mengevalusi anatomi cabang kantong empedu.


3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari atresia
billary.

2.1.9 Penatalaksanaan Ikterus

Pengobatan yang diberikan sesuai dengan analisa penyebab yang meungkin dan memastikan
kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis. Tujuan
pengobatan adalah mencegah agar konsentrasi bilirubin indirect dalam darah tidak mencapai kadar
yang menimbulkan neurotoksisitas, dianjurkan dilakukan transfuse tukar dan atau fisioterapi. Resiko
cidera susunan saraf pusat akibat bilirubin harus diimbangi dengan resiko pengobatan masing-
masing bayi. Kriteria yang harus dipergunakan untuk memulai fototerapi. Oleh karena fototerapi
membutuhkan waktu 12-24 jam, sebelum memperlihatkan panjang yang dapat diukur, maka
tindakan ini harus dimulai pada kadar bilirubin, kurang dari kadar yang diberikan. Penggunaan
fototerapi sesuai dengan anjuran dokter biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin
tidak lebih dari 10 mg%.

1.      Penatalaksanaan umum

Penatalaksanaan ikterus secara umum menurut Surasmi (2003) antara lain yaitu :

a.       Memeriksa golongan darah Ibu (Rh, ABO) dan lain-lain pada waktu hamil

b.      Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir, yang dapat
menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.

c.       Pemberian  makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru
lahir imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.

d.      Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui.

2.      Penatalaksanaan berdasarkan waktu timbulnya ikterus


Ikterus neonatorum dapat dicegah berdasarkan waktu timbulnya gejala dan diatasi dengan
penatalaksanaan di bawah ini

a.       Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan yang dilakukan :

1)      Kadar bilirubin serum berkala

2)      Darah tepi lengkap

3)      Golongan darah ibu dan bayi diperiksa

4)      Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD biakan darah atau biopsy hepar bila perlu.

b.      Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir. Pemeriksaan yang perlu diperhatikan.

1)      Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi .

2)      Periksa kadar bilirubin berkala.

3)      Pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya.

c.       Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama Ikterus yang timbul pada akhir
minggu pertama dan selanjutnya.

Pemeriksaan yang dilakukan :

1)      Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect berkala

2)      Pemeriksaan darah tepi

3)      Pemeriksaan penyaring G6PD

4)      Biarkan darah, biopsy hepar bila ada indikasi

3.      Ragam Terapi

Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus segera
mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang
ada.

a)      Terapi Sinar (fototerapi)

Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah
kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan
dan menjadi mudah laurt dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga
berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang
lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang
gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara parallel. Dibagian
bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar
sehingga intensitasnya lebih efektif.

Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh
pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kalamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa.
Tujuannya untuk mencegah efek cahaya dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan
mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya, begitu pula alat
kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.

b)     Terapi transfusi

Anda mungkin juga menyukai