Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500-4000 gram, cukup
bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat
bawaan) yang berat. (Kukuh Rahardjo, 2014 : 5). Sedangkan, asuhan pada
bayi baru lahir normal adalah asuhan yang diberikan pada bayi baru lahir
tersebut selama satu jam pertama setelah kelahiran, sebagian besar bayi yang baru
lahir akan menunjukkan usaha nafas spontan dengan sedikit bantuan.
(Prawirohardjo, 2009 : 28).

Adapun permasalahan yang terjadi pada bayi baru lahir adalah asfiksia
neonatorum, ikterus, perdarahan tali pusat, kejang, BBLR, hipotermi, dll.
(Muslihatun, 2010 : 6). Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia tahun
2013 angka kelahiran di Indonesia sebesar 4.738.692 bayi dan di Jawa
Timur sebesar 582.233 bayi.

Periode segera setelah bayi baru lahir merupakan awal yang tidak
menyenangkan bagi bayi tersebut. Hal ini disebabkan oleh lingkungan
kehidupan sebelumnya (intrauterin) dengan lingkungan kehidupan sekarang
(ekstrauterin) yang sangat berbeda. Di dalam uterus janin hidup dan tumbuh
dengan segala kenyamanan karena ia tumbuh dan hidup bergantung penuh
pada ibunya. Sedangkan, pada waktu kelahiran, setiap bayi baru lahir akan
mengalami adaptasi atau proses penyesuaian fungsi –fungsi vital dari
kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus. Kemampuan adaptasi
fisiologis ini disebut juga homeostasis atau kemampuan mempertahankan
fungsi–fungsi vital, bersifat dinamis, dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan dan
perkembangan intrauterin. Adaptasi segera setelah lahir meliputi adaptasi fungsi-
fungsi vital (sirkulasi, respirasi, susunan saraf pusat, pencernaan dan
metabolisme). Oleh karena itu, bayi baru lahir memerlukan pemantauan ketat dan
perawatan yang dapat membantunya untuk melewati masa transisi dengan
berhasil. (Muslihatun, 2010 : 10). Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan
bayi, periode neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan
asfiksia, mempertahakan suhu tubuh bayi terutama pada bayi berat lahir
rendah, pemotongan dan perawatan tali pusat, pemberian air susu ibu (ASI)
dalam usaha menurunkan angka kematian oleh karena diare, pencegahan
terhadap infeksi, pemantauan kenaikan berat badan dan stimulasi psikologis
merupakan tugas pokok bagi petugas kesehatan bayi dan anak. Neonatus
pada minggu-minggu pertama sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu pada
waktu ibu hamil dan melahirkan. (JNPK –KR, 2013 : 119). Penanganan bayi
baru lahir memerlukan upaya bersama tenaga kesehatan khususnya bidan
dengan memberikan asuhan komprehensif sesuai dengan
PerMenKesRINo.1464/MenKes/2010 sejak bayi dalam kandungan, selama
persalinan, segera sesudah melahirkan serta melibatkan keluarga dan
masyarakat dalam memberikanpelayanan kesehatan yang berkualitas seperti
mengajarkan cara merawat tali pusat, cara memandikan bayi serta cara
menyusui yang benar dan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya akan menghasilkan bayi yang sehat.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana isi analisis dari jurnal yang didapat terkait dengan BBL (Bayi
Baru Lahir)?
2) Adakah hubungan atau perbedaan antara hasil analisis jurnal terkait BBL
(Bayi Baru Lahir) dengan asuhan keperawatan BBL pada umumnya?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui secara detail analisis jurnal terkait dengan BBL (Bayi Baru
Lahir)
2) Untuk mengetahui adanya hubungan atau perbedaan antara hasil analisis jurnal
terkait BBL (Bayi Baru Lahir) dengan asuhan keperawatan BBL pada
umumnya.
BAB II
ANALISIS JURNAL

1. What
What atau apa mendeskripsikan menenai apa yang menjadi
masalah yang dibahas dalam sebuah jurnal.

Dalam jurnal ini, hal yang sedang dibahas dan menjadi topik
adalah metode perubahan respon fisiologis pada BBLR setelah
diberikan metode kanguru. Yaitu terjadi peningkatan suhu 2C pada
bayi dengan hipotermi dan penurunan 1 C pada bayi hipertermi
setelah diberikan metode kanguru. Terjadinya kestabilan frekuensi
pernapasan dan denyut jantung setelah diberikan perlakuan
metode kanguru.

2. Who
Who atau siapa mendekripsikan mengenai siapa yang menjadi
target sasaran atau responden dalam sebuah penelitian.

Dalam junal ini, yang menjadi sasaran atau responden


penelitian adalah BBLR di 16 kecamatan di Kota Palembang yang
memenuhi kriteria inklusi (bayi dengan riwayat lahir berat badan
rendah < 2500 gram, berusia 0 – 28 hari, dirawat di rumah dengan
kondisi stabil: tanda-tanda vital stabil, tempat tinggal di
kecamatan kota Palembang, ibu atau keluarga bersedia untuk
menjadi responden penelitian dengan menandatangani informed
consent yang disediakan peneliti, ibu atau keluarga dapat
melakukan perawatan metode kanguru). BBLR menjadi sasaran
karena bayi dengan BBLR bersiko tinggi untuk terjadi penyakit
komplikasi, dikareakan bayi dengan BBLR memiliki kondisi fisiologis
yang kurang stabil, imaturnya organ, dan kesulitan beradaptasi
dengan lingkngan luar rahim. BBLR juga merupakan penyebab
terbanyak kasus mortalitas.

3. Where
Where atau dimana menceritakan mengenai dimana
penelitian ini dilakukan.
Dalam jurnal ini, penelitian dilakukan di 16 kecamatan di Kota
Palembang. Di Palembang memiliki angka prevalensi mortalitas
bayi baru lahir yang fluktuatif, Laporan Seksi Pembinaan dan
Pengendalian Kesehatan Dasar Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan menyebutkan angka kematian bayi dari
tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 secara berurutan
yaitu; tahun 2010 3,9 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2011
4,3 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2012 sebesar 3,3 per
1000 kelahiran hidup, dan tahun 2013 sebanyak 2,8 per
1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan, 2013).

4. When
When atau kapan menceritakan mengenai waktu penelitian ini
dilaksanakan. Dalam jurnal ini, penelitian dilaksanakan bulan
November-Desember 2015.

5. Why
Why atau mengapa mendeksripsikan mengenai alasan atau
latar belakang penelitian ini dilakukan.

Dalam jurnal ini, latar belakang dilakukan penelitian ini


adalah:
a. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007 Indonesia termasuk sebagai negara
berkembang dengan angka kematian bayi yang tinggi
dengan 34 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2011;
dikutip Padila, 2014).
b. Penyebab utama kematian bayi baru lahir adalah 29%
karena BBLR (Rahmayanti, 2011). BBLR juga merupakan
suatu indikator status kesehatan anak menurut Riskesdas
tahun 2013.
c. Pevalensi mortalitas yang masih fluktuatif, Laporan Seksi
Pembinaan dan Pengendalian Kesehatan Dasar Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan menyebutkan angka
kematian bayi dari tahun 2010 sampai dengan tahun
2013 secara berurutan yaitu; tahun 2010 3,9 per 1000
kelahiran hidup, tahun 2011 4,3 per 1000 kelahiran hidup,
tahun 2012 sebesar 3,3 per 1000 kelahiran hidup, dan
tahun 2013 sebanyak 2,8 per 1000 kelahiran hidup (Profil
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2013).
d. Berdasarkan laporan program anak, angka kematian bayi
di kota Palembang tahun 2013 mencapai 168 kelahiran
mati dari 29.911 kelahiran hidup dengan 41 % (68 kasus)
penyebabnya adalah bayi berat lahir rendah (Profil
Kesehatan Kota Palembang, 2013)
e. Bayi berat lahir rendah mengalami kesulitan dalam
beradaptasi dan melakukan pertahanan yang kuat dengan
ekstra uterin setelah lahir, hal ini disebabkan karena
imaturnya sistem organ tubuh bayi seperti paru-paru, ginjal,
jantung, imun tubuh serta sistem pencernaan (Deswita,
2010). Sulitnya bayi berat lahir rendah beradaptasi
dengan lingkungan dan rentan terkena stres sehingga
menjadi faktor resiko kesakitan dan kematian (Syahreni,
2010).
f. Ketidakstabilan respon fisiologis bayi berat lahir rendah
dan sulitnya beradaptasi terhadap lingkungan yang
berlebihan menyebabkan bayi memiliki faktor resiko
tinggi terkena penyakit komplikasi seperti; asfiksia,
bradikardi, penyakit paru kronis, hiperbilirubinemia,
kejang, distress pernapasan, hipoglikemia, transient
hypothyroxinemia (Perlman, 2001 dikutip Syahreni, 2010).
Insiden kejang pada neonatus diperkirakan 80-120 dalam
setiap 100.000 neonatus setiap tahun, sedangkan
respiratory distress syndrome didapatkan tidak lebih dari
6 % dari seluruh neonatus dengan 50 % terjadi pada
bayi dengan berat 501-1500 gram. Lain halnya dengan
kejadian hipoglikemia pada neonatus diperkirakan 1-
3/1000 kelahiran hidup (Rukiyah & Yulianti, 2013). Oleh
karena itu, BBLR memiliki perhatian khusus dibanding bayi
normal pada umumnya.

6. How
How atau bagaimana mendeksripsikan mengenai bagaimana
proses penelitian dilakukan.

Proses penelitian dalam jurnal ini sebagai berikut, Ketika


menemukan BBLR pada proses pencarian bayi di masyarakat,
kemudian dilihat apakah sesuai kriteria inklusi (bayi dengan
riwayat lahir berat badan rendah < 2500 gram, berusia 0 – 28 hari,
dirawat di rumah dengan kondisi stabil: tanda-tanda vital stabil,
tempat tinggal di kecamatan kota Palembang, ibu atau keluarga
bersedia untuk menjadi responden penelitian dengan
menandatangani informed consent yang disediakan peneliti, ibu
atau keluarga dapat melakukan perawatan metode kanguru).
Pengukuran respon fisiologis bayi yang terdiri dari; suhu tubuh,
frekuensi napas dan frekuensi denyut jantung, dilakukan selama
1 jam setiap hari selama seminggu. Pengukuran respon fisiologis
ini dilakukan oleh peneliti dan asisten sesuai dengan pembagian
sampel masing-masing pada waktu yang telah disepakati
sebelumnya antara peneliti dan responden setiap hari selama
seminggu. Pengukuran suhu tubuh menggunakan termometer
(untuk masing-masing bayi) pada aksila bayi. Pengukuran
frekuensi napas dengan mengobservasi pergerakan thorak dan
abdomen bayi selama satu menit. Pengukuran frekuensi denyut
jantung dengan palpasi yaitu meletakkan jari telunjuk ke arteri
temporal bayi selama satu menit. Pengukuran respon fisiologis ini
dilakukan sebelum bayi dilekatkan ke dada ibu atau dalam posisi
PMK, kemudian dicatat dalam lembar observasi setiap responden.
Peneliti membimbing ibu dalam pelaksanaan PMK selama 1 jam.
Selama ibu melakukan PMK, ibu boleh melakukan aktivitas
seperti biasanya yang ibu inginkan seperti duduk, berdiri, jalan-
jalan, atau lainnya. Namun pada kenyataan dilapangan, ibu
hanya duduk, berjalan disekitar ruangan rumah responsen atau
berbaring dengan posisi semi fowler tanpa melakukan aktivitas
sehari-hari misalnya memasak. Pengukuran ke-2 dilakukan setelah
PMK dengan bayi masih berada pada posisi kanguru.
Pengukuran respon fisiologis ini dilakukan selama seminggu
setiap satu jam.

Hasil dari penelitian yang dilakukan, terjadi peningkatan suhu


tubuh 2 C pada bayi dengan BBLR yang hipotermi dan penurunan 1
C pada bayi dengan BBLR yang mengalami hipertermi. Artinya
tercapai kestabilan suhu bayi dengan BBLR setelah dilakukan
metode kanguru. Hal ini sesuai dengan WHO: Kangoroo Mother Care
A Practical Guide yang menyatakan bahwa kontak kulit-ke-kulit
yang berkepanjangan antara ibu dan bayi prematur / BBLR, seperti
pada metode kanguru memberikan kontrol termal yang efektif dan
dapat dikaitkan dengan penurunan risiko hipotermia. Hal ini
dikarenakan peletakkan bayi dengan BBLR pada perut ibu yang
sebagai termo regulator, dengan PMK suhu tubuh ibu akan berubah
menyesuaikan suhu tubuh bayi tanpa disadari yaitu suhu tubuh ibu
akan naik bila suhu bayi mulai turun, begitu pun sebaliknya,
fenomena ini sering disebut sebagai maternal-neonatal thermal
synchrony. Selain itu dengan dilakukannya PMK dapat menrunkan
hormon kortisol sehingga kestabilan suhu tercapai (Subedi, et al.
(2009)..

Kemudian, pada penelitian ini terjadi kestabilan frekuensi


prnapasan dan denyut jantung. Hal ini sesuai dengan WHO:
Kangoroo Mother Care A Practical Guide yang menyatakan bahwa
perawatan BBLR dengan metode kanguru yang artinya dengan skin
to skin memiliki frkuensi pernapasan dan denyut jantung yang lebih
baaik daripada BBLR yang terpisah dengan ibunya (tidak dilakukan
PMK). Mengenai pola pernapasan, Ludington-Hoe dalam Suradi
(2000) melaporkan bahwa selama metode kanguru frekuensi
pernapasan bayi menjadi lebih dalam, kejadian apneu berkurang
empat kali lipat, lama episode apneu, dan periodic breathing
menjadi lebih singkat. Posisi yang nyaman pada metode KMC akan
memberikan impuls pada hypothalamus untuk merspons kelenjar
medulla adrenal untuk menekan pengeluaran hormone epineprin
dan norepineprin atau pelepasan katekolamin dalam darah
berkurang denyut jantung menurun dan oksigen berkurang,
yang akhirnya frekuensi bernafas menjadi lambat (Solehati, et al,
2018). Posisi perawatan metode kanguru ini juga dapat
memberikan efek positif pada bayi, karena dalam posisi ini
bayi dapat merasakan denyut jantung ibu, sehingga jika bayi
mengalami bradikardi akan dapat menstimulasi agar jantungnya
kembali berdenyut mengikuti detak jantung ibu (Deswita, 2010
dalam Nurcahayati, 2016).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor
resiko yang mempunyai kontribusi terhadap angka kematian bayi khususnya pada
masa perinatal. Masa neonatus dan beberapa minggu sesudahnya merupakan masa
yang rawan karena disamping kekebalan tubuh yang masih kurang juga gejala
penyakit yang spesifik.
Kesimpulan yang diperoleh dari jurnal yang topiknya adalah metod perubahan
respon fisiologis pada BBLR setelah diberikan metode kanguru adalah metode
tersebut dapat meningkatkan suhu tubuh bayi yang mengalami hiportermi,
menurunkan suhu tubuh bayi yang mengalami hipertermi serta dapat menstabilkan
frekuensi pernapasan dan denyut jantung setelah diberikan perlakuan metode
kanguru. Metode ini dapat dilakukan pada bayi yang mengalami berat badan lahir
rendah yaitu < 2500 gram dan berusia 0 – 28 hari. Metode ini dapat dilakukan oleh
orangtua bayi terutama ibu.
B. Saran

Saran untuk petugas kesehatan khususnya perawat agar lebih meningkatkan


pengawasan dan pelayanan pada bayi baru lahir dengan BBLR serta menambah
informasi dan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan
BBLR.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai