Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya kematian anak pada usia hingga satu tahun atau lebih, yaitu sepertiganya
terjadi dalam satu bulan pertama setelah kelahiran dan sekitar 80 persen kematian neonatal
ini terjadi pada minggu pertama, menunjukkan masih rendahnya status kesehatan ibu dan
bayi baru lahir; rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya
pada masa persalinan dan segera sesudahnya; serta perilaku (baik yang bersifat preventif
maupun kuratif) ibu hamil dan keluarga serta masyarakat yang belum mendukung perilaku
hidup bersih dan sehat.

Angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah 61 per 1.000 kelahiran hidup,
jauh lebih tinggi daripada golongan terkaya sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup. Penyakit
infeksi yang merupakan penyebab kematian balita dan bayi seperti infeksi saluran pernafasan
akut, diare dan tetanus, lebih sering terjadi pada kelompok miskin. Rendahnya status
kesehatan penduduk miskin ini terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap
pelayanan karena kendala kendala biaya (cost barrier), geografis dan transportasi.

Periode neonatal adalah periode yang sangat penting dalam kehidupan. Penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari 50 % kematian bayi terjadi pada periode neonatal yaitu dalam
bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan
menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan
kematian. Misalnya karena hipotermi pada bayi baru lahir akan menyebabkan hipoglikemia
dan akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan otak. Akibat selanjutnya adalah perdarahan
otak, syok, beberapa bagian tubuh mengeras dan keterlambatan tumbuh kembang.

Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus dilakukan dalam penanganan neonatal
sehingga neonatus sebagai organisme yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan
intrauterine ke ekstrauterin dapat bertahan dengan baik karena periode neonatal merupakan
periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi. Proses adaptasi
fisiologis yang dilakukan bayi baru lahir perlu diketahui dengan baik oleh tenaga kesehatan
khususnya bidan, yang selalu memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kematian neonatal dan bayi ?
2. Apa penyebab kematian neonatal dan bayi ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian dari kematian neonatal dan bayi
2. Mengetahui penyebab kematian neonatal dan bayi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Neonatal

Neonatal adalah bayi yang lahir hidup hingga 28 hari sejak dilahirkan. Neonatal
merupakan bagian dari interval bayi yang dimulai dari lahir sampai tahun pertama kehidupan
(Benson & Martin, 2009).

Neonatal dini adalah bayi lahir hidup dalam masa 7 hari sejak dilahirkan. Neonatal
dini merupakan bagian dari bagian neonatal yang dibagi untuk mengidentifikasi penyebab
kematian pada kelompok neonatal (WHO, 2001).

Keadaan bayi waktu lahir dipengaruhi oleh keadaan bayi sewaktu dalam rahim,
terutama selama kehamilan dan persalinan. Keadaan pada saat lahir bervariasi dari bayi
normal yang menangis dan aktif sampai bayi yang sama sekali tidak memberi respon dan
mungkin meninggal jika tidak diberi bantuan nafas atau resusitasi. Penyediaan pelayanan
kebidanan dan perawatan bayi baru lahir harus siap untuk memberikan pertolongan dan
perawatan secara menyeluruh untuk bayi baru lahir (Benson & Martin, 2009).

2.2 Kematian Neonatal Dini

Kematian neonatal dini adalah kematian yang terjadi pada minggu pertama kehidupan
bayi (WHO, 2001). Oleh karena itu, kematian neonatal dini adalah bayi yang dilahirkan
dalam keadaan hidup namun kemudian meninggal dalam 7 hari pertama kehidupannya (yaitu
pada minggu pertama setelah kelahirannya). Kematian neonatal lanjut adalah jumlah bayi
lahir hidup yang meninggal pada rentang waktu antara 7 hingga 28 hari (yaitu dalam minggu
kedua hingga keempat dari kehidupannya). Setiap bayi yang lahir hidup mempunyai kondisi
masa kehamilan, proses kelahiran dan lingkungan yang mungkin juga berbeda serta akses
pelayanan terhadap fasilitas kesehatan yang mungkin juga berbeda. Hal ini diperkirakan
setiap bayi mempunyai kelangsungan hidup yang berbeda-beda (Clarence et.al, 2014). Angka
kematian neonatal dini merupakan satu dari ukuran pelayanan perinatal yang paling penting.
Angka ini terutama menandai standar pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu hamil
selama persalinan dan bayi pada satu minggu pertama kehidupannya. Standar pelayanan yang
diberikan pada bayi merupakan faktor utama yang menentukan angka kematian neonatal dini.
Tingginya angka kematian neonatal sangat menggambarkan buruknya standar pelayanan bagi

3
bayi baru lahir. Penyebab utama adalah masalah atau penyakit yang diderita ibu selama
kehamilan maupun persalinan yang berakibat pada meninggalnya bayi. Namun, penyebab
akhir kematian neonatal dini juga harus dilihat. Penyebab akhir yang dimaksud adalah
masalah klinis yang terjadi pada saat kematian bayi. Baik penyebab utama maupun penyebab
akhir kematian harus ditentukan pada tiap kematian neonatal (WHO, 2001).

 Kematian Bayi dan Neonatal

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari
pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup

Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu
bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.

 Angka Kematian Bayi Global dan indonesia

Jumlah kasus kematian Bayi turun dari 33.278 di tahun 2015 menjadi 32.007 pada
tahun 2016, dan di tahun 2017 (semester I) sebanyak 10.294 kasus. Demikian pula dengan
angka kematian Ibu turun dari 4.999 tahun 2015 menjadi 4912 di tahun 2016 dan di tahun
2017 (semester I) sebanyak 1712 kasus.
Berikut ini penjelasan tentang status kesehatan neonatal yang berhubungan dengan
kematian bayi.
1. Hubungan antara Berat Badan Lahir (BBL) dengan Kematian Bayi
Bayi BBLR memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi BBLN. Penyumbang utama penyebab kematian neonatal adalah BBLR
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Kematian bayi di Kabupaten
Probolinggo pada tahun 2013 sebagian besardisebabkan oleh BBLR. Kematian bayi di
wilayah Puskesmas Sumberasih sebagian besar juga disebabkan oleh BBLR.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara berat badan lahir dengan
kematian bayi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Djaja dkk (2009), yang
menyebutkan bahwa prevalensi bayi neonatal yang meninggal dengan BBLR mempunyai
risiko kematian 8,5 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi neonatal yang mempunyai
BBLN. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Roifah (2013) pada data survey
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
berat badan lahir rendah dan gizi buruk dengan angka kematian bayi. Penelitian Sarwani dan

4
Aji (2011) di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto juga menyimpulkan bahwa BBLR
merupakan salah satu determinan dekat yang berpengaruh terhadap kematian perinatal.
Masalah kesehatan pada saat neonatal (bayi berumur 0 – 28 hari) menjadi masalah
utama penyebab kematian pada bayi. Kematian bayi tidak hanya disebabkan oleh satu
penyebab saja, namun banyak faktor yang saling berkaitan menyebabkan kematian bayi,
termasuk masalah BBLR. Berat badan lahir bayi yang semakin rendah, maka kejadian
morbiditas dan mortalitas semakin tinggi.
Kelahiran bayi BBLR dapat disebabkan oleh kelahiran sebelum waktunya (prematur)
dan gangguan pertumbuhan selama dalam kandungan (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008). Bayi BBLR rentan terhadap berbagai gangguan masalah kesehatan, seperti
hipotermia dan infeksi. (Prawirohardjo, 2008).

2. Hubungan antara Usia Gestasi dengan Kematian Bayi


Usia gestasi merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kematian bayi.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia gestasi dengan kematian
bayi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Wandira dan Indawati (2012) di
Kabupaten Sidoarjo yang menyebutkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi pada bayi
prematur. Bayi prematur dapat disebabkan oleh ibu hamil yang kurang gizi, anemia, umur
hamil terlalu muda atau terlalu tua di atas 35 tahun dan penyakit penyerta kehamilan
(Manuaba, 1998).
Bayi prematur mempunyai organ tubuh yang belum berfungsi sempurna sehingga
mengalami banyak masalah kesehatan dan kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Bayi
prematur juga rentan terhadap penyakit infeksi karena daya tahan tubuh terhadap infeksi
berkurang, antibodi belum terbentuk sempurna, daya fagositosis dan reaksi terhadap
peradangan belum berjalan dengan baik (Prawirohardjo, 2005).
Bayi prematur biasanya selalu mempunyai berat badan lahir rendah (Green dan
Wilkinson, 2012). Hasil penelitian di wilayah Puskesmas Sumberasih menunjukkan bahwa
sebagian besar 66,7% bayi prematur adalah bayi dengan BBLR. Bayi prematur berisiko
mengalami sejumlah masalah kesehatan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Bayi
prematur memiliki sistem tubuh bayi yang imatur dan cadangan nutrisi yang kurang sehingga
berisiko terhadap terjadinya komplikasi kelahiran (Green dan Wilkinson, 2012).
Bayi prematur dapat mengalami gangguan pertumbuhan mental dan fisik sehingga
akan menjadi beban keluarga. Perkembangan mental dan intelektual bayi prematur berjalan
lambat yang menyebabkan kesulitan dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

5
teknologi. Perkembangan alat vital bayi prematur belum sempurna sehingga dapat
menyebabkan beberapa gangguan, meliputi ikterus, gangguan fungsi hati, sindrom
pernapasan, asfiksia neonatal dan infeksi neonatal (Manuaba, 1998).

3. Hubungan antara Apgar Scoredengan Kematian Bayi


Asfiksia merupakan penyebab utama kematian bayi urutan ketiga setelah BBLR dan
kelainan kongenital di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2013. Bayi yang menderita
asfiksia dan tidak asfiksia dapat dilihat dari apgar score yang terdapat pada kartu ibu hamil.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara apgar score dengan kematian
bayi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Wandira dan Indawati (2012) di
Kabupaten Sidoarjo yang menyebutkan bahwa dari kematian bayi yang teridentifikasi,
sebanyak 4 bayi meninggal disertai asfiksia.
Asfiksia pada bayi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor
ibu (umur ibu, paritas dan anemia) dan berat bayi lahir (Herianto dkk, 2012). Asfiksia yang
terjadi pada bayi atau asfiksia perinatal dapat menyebabkan beberapa gangguan kesehatan
yang berisiko terhadap kematian bayi. Beberapa gangguan kesehatan akibat asfiksia adalah
hipoksemia, hiperkarbia, penurunan perfusi, asidosis dan hipoglikemia yang menimbulkan
kerusakan pada seluruh sistem tubuh bayi (Green dan Wilkinson, 2012).

4. Hubungan antara Kelainan pada Bayi dengan Kematian Bayi


Kelainan kongenital merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi urutan
kedua setelah BBLR di Kabupaten Probolinggo pada tahun 2013. Kelainan kongenital yang
diderita oleh bayi di wilayah Puskesmas Sumberasih meliputi serotinus, cacat bawaan spina
bifida, un enchepalus, congenital heart disease (CHD) dan atrisia orsophagus.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelainan pada bayi
dengan kematian bayi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sarwani dan Aji (2011)
di RSUD Margono Soekarjo Purwokerto yang menyimpulkan bahwa kelainan kongenital
merupakan salah satu determinan dekat yang berpengaruh terhadap kematian perinatal.
Kelainan kongenital ada yang dapat menyebabkan kematian bayi ataupun kecacatan. Bayi
yang lahir dengan kelainan kongenital pada umumnya juga memiliki berat badan lahir
rendah. Bayi BBLR yang disertai kelainan kongenital akan meninggal dalam minggu pertama
awal kehidupan sebesar 20% (Prawirohardjo, 2005). Hasil penelitian di wilayah Puskesmas
Sumberasih menunjukkan bahwa terdapat 3 bayi meninggal dengan kelainan kongenital
disertai kondisi bayi BBLR.

6
Usia ibu saat hamil merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan
kongenital. Kehamilan ibu pada usia di atas 35 tahun berisiko melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital, di antaranya adalah sindrom down (Manuaba, 1998). Kelainan
kongenital dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan yang rutin. Kelainan kongenital
dapat diketahui dengan menggunakan pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban
dan pemeriksaan darah janin (Prawirohardjo, 2005).

5. Hubungan antara Penyakit pada Bayi dengan Kematian Bayi


Penyakit pada bayi merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kematian
bayi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara penyakit pada bayi dengan
kematian bayi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Sarwani dan Aji (2011) di RSUD
Margono Soekarjo Purwokerto yang menyimpulkan bahwa infeksi pada bayi merupakan
salah satu determinan dekat yang berpengaruh pada kematian perinatal.
Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi sebagai penyebab kematian bayi di
wilayah Puskesmas Sumberasih meliputi Respiratory Distress Syndrom (RDS), sepsis,
infeksi bakteri, pneumonia, hipotermi, Respiratory Oxygen, infeksi saluran pencernaan, ISPA
dan gastro enteritis.Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti riwayat
kehamilan ibu dengan komplikasi, riwayat kelahiran (persalinan lama dan persalinan dengan
tindakan) serta riwayat bayi baru lahir (trauma lahir dan prematur) (Prawirohardjo, 2008).
Penyakit infeksi terutama pada bayi dengan BBLR dapat menyebar dengan cepat dan
menimbulkan angka kematian yang tinggi (Manuaba, 1998).
Hasil penelitian di wilayah Puskesmas Sumberasih menunjukkan bahwa terdapat
58,3% bayi meninggal yang mempunyai penyakit infeksi disertai dengan kondisi BBLR.
Imunitas bayi baru lahir masih rendah sehingga mudah terkena berbagai penyakit infeksi.
Penyakit infeksi seringkali ditemukan pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Bayi baru
lahir mendapatkan imunitas transplasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya sehingga
apabila bayi terpapar kuman dari orang lain, maka bayi tidak mempunyai imunitas terhadap
kuman tersebut (Prawirohardjo, 2005).

7
2.3 Hubugan Kematian Ibu & Kematian Neonatal\
 Pre-eclampsia / Eclampsia (PE/E)
Selain merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu, PE/E juga mempunyai
kontribusi besar thd kematian janin dan BBL karena terkait asfixia dan prematuritas
 Perdarahan dan obstructed labour meningkatkan risiko stilbirths(lahir mati) dan
kematian neonatal dini karena asfixia
Kematian neonatus sampai saat ini merupakan angka kematian tertinggi, terdapat dua
pertiga dari seluruh kematian bayi terjadi di usiakurang dari 1 bulan. Dari kematian bayi yang
berusia kurang dari satu bulan tersebut, dua pertiganya merupakan kematian bayi dengan usia
kurang dari satu minggu, sedangkan dua pertiga dari jumlah bayi yang meninggal pada usia
kurang dari 1 minggu tersebut, meninggal pada 24 jam pertama kehidupan (Kosim, 2008). Di
Indonesia angka kematian bayi masih sangat tinggi, yaitu 34 per 1000 kelahiran hidup dan
sekitar 57% kematian tersebut terjadi pada umur dibawah 1 bulan atau saat neonatus
(Departemen Kesehatan RI, 2009). Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the
world’s mother 2007 (data tahun2000-2003) dikemukakan bahwa 36% dari kematian
neonatus disebabkan oleh penyakit infeksi. Sedangkan, 23% kasus disebabkan oleh asfiksia,
7% kasus disebabkan oleh kelainan bawaan, 27% kasus disebabkan oleh bayikurang bulan
dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), serta 7% kasus oleh sebab lain(Kosim, 2008). Bayi
kurang bulan atau prematur dapat menimbulkan gangguan pada bayi baru lahir antara lain
berupa berat bayi lahir rendah, mudah infeksi dan asfiksia neonatorum.
Selain menyebabkan kematian bayi yang mengalamiprematuritas juga dapat
mengakibatkan kualitas bayi yang dilahirkan kurangbaik dan dapat menyebabkan
pertumbuhan fisik dan perkembanganmentalnya tidak optimal (Mochtar, 1998). Persalinan
prematur menjadi perhatian utama dalam bidang obstetric karena erat kaitannya dengan
morbiditas dan mortalitas perinatal danpersalinan prematur merupakan penyebab utama yaitu
60-80% morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh dunia (Suardana dkk, 2004).
Angka kejadian kelahiran prematur masih tinggi di Amerika Serikat kejadiannya 8-
10% dan di Indonesia kejadiannya 16-18% dari semua kelahiran hidup (Sastrawinata, 2005).
Pada tahun 2005 angka kejadian persalinan prematur di rumah sakit Indonesia sebayak 3142
kasus dan pada tahun 2006 yaitu sebayak 3063 kasus (Depkes RI, 2006). Di Asia angka
kematian neonatal yang disebabkan karena prematur sebesar 413.000 atau 30% dari total
kematian neonatal pada tahun 2000-2003. Di Afrika sebanyak 265.000 kematian neonatal

8
atau sekitar 23% yang disebabkan karena kelahiran prematur dan di Amerika Serikat
sebanyak 13.000 kematian atau sekitar 45% dari total kematian neonatal (WHO, 2005).
Menurut puffer (1983) angka kematian bayi dengan berat badan lahir kurang dari
2500 gram ditaksir 5 sampai 9 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat badan lahir
2500-2999 gram dan 7 sampai 13 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat badanlahir
3000-3999 gram. Kelahiran prematur bisa disebabkan karena adanya masalah kesehatan pada
ibu hamil maupun pada janin itu sendiri yang merupakan faktor risiko dari terjadinya
kelahiran prematur. Akibat dari kelahiran prematur tersebut, anak yang dilahirkan akan
mengalami berbagai masalah kesehatan karena kurang matangnya janin ketika dilahirkan
yang mengakibatkan banyaknya organ tubuh yang belum dapat bekerja secara sempurna.
Hal ini mengakibatkan bayi prematur sulit menyesuikan diri dengan kehidupan luar
rahim, sehingga mengalami banyak gangguan kesehatan (Musbikin, 2005). Selain
berpengaruh terhadap pertumbuhan janin yang terhambat, persalinan prematur juga
memberikan dampak yang negatif, tidak hanya kematian perinatal tetapi juga morbiditas
perinatal, potensi generasi akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga
dan bangsa secara keseluruhan (Rompas, 2004). Permasalahan utama yang saat ini masih
dihadapi adalah berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia dan perawatan kehamilan
merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan
dan kesehatan janin. (Maas, 2004).
Angka kejadian asfiksia di Indonesia kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup dan
menjadi penyebab 19% dari 5 juta kematian bayi baru lahir setiap tahun (Setiyobudi, 2008).
Penelitian sejenis yang relevan dengan penelitian ini yaitu tesis dari Evi Desfauza (2008)
berjudul “Faktor - Fakor yang Mempengaruhi Terjadinya Asfiksia Neonatorum Pada Bayi
Baru Lahir yang Dirawat di RSU Dr. Pringadi Medan Tahun 2007 - 2008 ” dengan 204
sampel ibu yang melahirkan di RSUD Dr. Pringadi Medan, dengan kondisi bayi asfiksia
neonatorum maupun yang tidak asfiksia periode 1 Januari-31 Desember 2007.
Pada penelitian ini di dapatkan 3 faktor yang memiliki pengaruh yang dominan pada
kejadian asfiksia neonatorum, yaitu anemia, BBLR, dan paritas. Asfiksia neonatorum
merupakan salah satu penyebab utama kematian perinatal, sedangkan prematuritas
merupakan salah satu faktor pencetus insidensi asfiksia nenatorum. Berdasarkan uraian
tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai ”Hubungan antara prematuritas
dengan angka kejadian asfiksia neonatorum”.

9
2.4 Faktor Risiko dan Kehamilan Risiko Tinggi

Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan untuk terjadinya
suatu keadaan gawat darurat yang tidak diinginkan pada masa yang akan datang yaitu
kemungkinan terjadinya komplikasi obstetrik pada saat persalinan yang dapat menyebabkan
kematian, kesakitan, kecacatan, ketidaknyamanan atau ketidak puasan pada ibu dan atau bayi
(Rochjati, 2003)

Definisi yang erat hubungannya dengan risiko tinggi (high risk):

1. Wanita risiko tinggi (High Risk Women) : Adalah wanita yang dalam lingkaran
hidupnya dapat terancam kesehatan dan jiwanya oleh karena sesuatu penyakit atau
oleh kehamilan, persalinan dan nifas.
2. Ibu risiko tinggi (High Risk Mother) : Adalah faktor ibu yang dapat mempertinggi
risiko kematian neonatal atau maternal.
3. Kehamilan risiko tinggi (High Risk Pregnancies) : Kehamilan risiko tinggi adalah
keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi ibu maupun janin pada kehamilan
yang dihadapi (Manuaba, 2010). Risiko tinggi atau komplikasi kebidanan pada
kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung
menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Untuk menurunkan angka
kematian ibu dan juga bayi secara bermakna maka deteksi dini dan penanganan ibu
hamil berisiko atau komplikasi kebidanan perlu lebih ditingkatkan baik fasilitas
pelayanan KIA maupun di masyarakat.

a. Faktor-faktor Risiko Ibu Hamil

Beberapa keadaan yang menambah risiko kehamilan, tetapi tidak secara langsung
meningkatkan risiko kematian. Keadaan tersebut dinamakan faktor risiko. Semakin banyak
ditemukan faktor risiko pada ibu hamil, semakin tinggi risiko kehamilannya.

Bebarapa peneliti menetapkan kehamilan dengan risiko tinggi sebagai berikut :

1) Puji Rochayati: primipara muda berusia < 16 tahun, primipara tua berusia > 35 tahun,
primipara skunder dangan usia anak terkecil diatas 5 tahun, tinggi badan < 145 cm, riwayat
kehamilan yang buruk (pernah keguguran, pernah persalinan prematur, lahir mati, riwayat
persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, operasi sesar), pre-eklamsi-

10
eklamsia, gravid serotinus, kehamilan dengan perdarahan antepartum, kehamilan dengan
kelainan letak, kehamilan dengan penyakit ibu yang mempengaruhi kehamilan.
2) Gastelazo Ayala: faktor antenatal, faktor intrapartum, faktor obstetri dan neonatal,
faktor umum serta pendidikan.
3) Ida Bagus Gede Manuaba Usia ibu ( 35 tahun, perkawinan lebih dari 5 tahun). b.
Pembagian Faktor Risiko
 Kelompok I :
1. Primi muda terlalu muda, hamil I umur ≤1 6 tahun
2. Primi tua : terlalu tua, hamil I umur ≥ 35 tahun, dan terlalu lambat hamil, kawin ≥ 4
tahun
3. Primi tua sekunder terlalu lama punya anak lagi, terkecil ≥ 10 tahun
4. Anak terkecil < 2 tahun terlalu cepat punya anak lagi, terkecil < 2 tahun
5. Grande multi terlalu banyak punya anak, 4 atau lebih
6. Umur ≥35 tahun terlalu tua, hamil umur 35 tahun atau lebih
7. Tinggi Badan ≤145 cm terlalu pendek pada saat hamil I, kedua atau lebih dan belum
pernah melahirkan normal dengan bayi cukup bulan dan hidup
8. Pernah gagal kehamilan pernah abortus, lahir hidup kemudian mati
9. Pernah melahirkan dengan: tarikan tang/vakum, uri dirogoh, diberi infuse/tranfusi
10. Pernah melahirkan bayi dengan operasi sesar.

 Kelompok II:
1. Penyakit Ibu hamil : a. Anemia b. Malaria c. TB paru d. Payah jantung e. Diabetes
Mellitus f. Penyakit Menular Seksual,dll
2. Preeklamsi ringan bengkak tungkai dan tekanan darah tinggi
3. Hamil kembar perut ibu sangat besar, gerak anak dibanyak tempat
4. Hamil kembar air/hydramnion perut ibu sangat besar, gerak anak kurang terasa
5. Hamil lebih bulan/serotinus hamil lebih 2 minggu dari perkiraan dan belum
melahirkan
6. Janin mati dalam rahim ibu hamil tidak merasakan pergerakan anak lagi, perut
mengecil
7. Letak sungsang
8. Letak lintang

11
 Kelompok III:
1. Perdarahan sebelum bayi lahir mengeluarkan darah saat hamil sebelum kelahiran
bayi.
2. Preeklamsi berat/eklamsia kehamilan > 6 bulan : sakit kepala, bengkak tungkai/wajah,
tekanan darah tinggi, pemeriksaan urine ada albumin
3. Ibu dengan faktor risiko kelompok III sangat membutuhkan pengenalan dini, dirujuk
dengan segera, tepat waktu, penanganan adekuat di pusat rujukan dalam upaya
penyelamatan nyawa ibu dan bayinya.

2.5 Penyebab Kematian Neonatal Dini

Penyebab utama penting untuk diketahui karena sebagian besar diantaranya dapat
dihindarkan. Cara penanganan untuk mengurangi risiko kematian neonatal dini biasanya
ditujukan untuk mencegah atau menangani kasus-kasus ini. Penyebab utama kasus lahir mati
dan kematian neonatal dini adalah hampir sama/mirip sehingga sebaiknya dipertimbangkan
bersama-sama. Penyebab utama kematian neonatal dini adalah masalah obstetrik selama
kehamilan maupun persalinan yang dapat mengakibatkan kematian.

Penyebab utama kematian neonatal dini adalah:

1. Persalinan prematur.
2. Hipoksia intrapartum.
3. Perdarahan antepartum.
4. Hipertensi dalam kehamilan.
5. Infeksi.
6. Kelainan janin atau anomali.
7. Gangguan pertumbuhan intrauterin.
8. Trauma.
9. Penyakit sistemik pada ibu hamil.

Mengetahui penyebab utama kematian dapat membantu mengenali cara


menghindarkan terjadinya kematian. Yang paling sering terjadi adalah tidak ditemukannya
dasar-dasar dari berbagai masalah yang terjadi. Persalinan prematur (yaitu persalinan
sebelum 37 minggu usia kehamilan), mungkin disebabkan oleh:

12
1. Korioamnionitis (kadang asimptomatik).
2. Ketuban pecah dini (dengan atau tanpa korioamnionitis).
3. Inkompetensi serviks.

Penyebab hipoksia intrapartum adalah:

1. Distosia atau partus macet, disproporsi kepala-pelvik dan kontraksi hipertonik


2. Prolapsus tali pusat. Kecuali pada kasus prolapsus tali pusat, hipoksia intrapartum
hampir selalu disebabkan oleh kelainan kontraksi uterus, khususnya bila tidak terjadi
relaksasi normal diantara kontraksi. Hipoksia intrapartum ditandai dengan tanda
gawat janin dalam persalinan. Diagnosis dini dan penanggulangan secara tepat
berbagai faktor yang membahayakan janin dan mencegah partus macet, merupakan
hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Berdasarkan faktor risiko dari neonatal, berikut ini merupakan risiko tinggi neonatal
yang berisiko mengalami kematian (Munuaba, 2010) : - Bayi baru lahir dengan asfiksia -
Bayi baru lahir dengan tetanus neonatorum - BBLR (Berat Badan Lahir Rendah < 2500
gram) - Bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum (ikterus > 10 hari setelah lahir) - Bayi
baru lahir dengan sepsis. - Bayi kurang bulan dan lebih bulan. - Bayi baru lahir dengan cacat
bawaan. - Bayi lahir melalui proses persalinan dengan tindakan.

2.6 Determinan Kematian Bayi dan Balita

Banyak faktor yang terkait dengan kematian bayi, penelusuran kematian berdasarkan
penyebab kematian merupakan hal yang penting dalam melihat deteminan kematian bayi.
Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu kematian bayi
endogen dan kematian bayi eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut
kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan
dan umumnya disebabkan oleh faktorfaktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari
orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian eksogen atau
kematian post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai
menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan
pengaruh lingkungan luar (Utomo, 1988).

Teori – teori tentang keterkaitan determinan yang di jelaskan Mosley dan Chen (1984)
yang membagi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak
menjadi dua, yaitu : variabel sosial ekonomi (seperti budaya, sosial, ekonomi, masyarakat dan

13
faktor regional) dan variabel endogenous atau faktor biomedikal (seperti pola pemberian ASI,
kebersihan sanitasi dan nutrisi). Variabel sosial ekonomi atau variabel pengaruh, yang
menunjukkan bagaimana determinan ini melalui variabel antara memengaruhi tingkat
gangguan pertumbuhan dan mortalitas. Determinan sosial ekonomi dikelompokkan ke dalam
tiga kategori variabel umum yang biasanya digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu :
variabel tingkat individu: produktivitas (ayah,ibu), tradisi/norma/sikap, variabel tingkat
rumah tangga: pendapatan/kekayaan, variabel tingkat masyarakat: lingkungan ekologi,
ekonomi politik dan sistem kesehatan. Variabel yang berkaitan erat dengan kondisi
kelangsungan hidup anak yang ada pada determinan sosial ekonomi ini adalah variabel
individu. Dalam variabel individu terdapat produktivitas individu, unsur-unsur yang
menentukan produktivitas anggota rumah tangga adalah keterampilan (khususnya diukur dari
tingkat pendidikan), kesehatan dan waktu, dimana produktivitas ibu berpengaruh secara
langsung terhadap variabel antara. Tingkat pendidikan ibu memberi dampak langsung
terhadap kelangsungan hidup anak terkait dengan pilihan-pilihan ibu dan meningkatnya
keterampilan ibu dalam upaya perawatan kesehatan. Variabel sosial ekonomi sebagai variabel
pengaruh memberikan pengaruh melalui variabel antara. Variabel antara dikelompokkan ke
dalam lima kategori :

1. Faktor ibu : umur, paritas, dan jarak kelahiran


2. Pencemaran lingkungan: udara, makanan/air/jari/kulit/tamah/zat penularan kuman
penyakit, serangga pembawa penyakit
3. Kekurangan gizi: kalori, protein, gizi-mikro (vitamin dan mineral)
4. Luka: kecelakaan, luka yang disengaja
5. Pengendalian penyakit perorangan: usaha-usaha preventif perorangan, perawatan
dokter.

Melihat penyebab kematian neonatal, terutama kematian pada periode neonatal dini
sangat erat kaitannya dengan dari saat kehamilan dan persalinan yang sangat erat kaitannya
dengan faktor orangtua terutama ibu. Determinan sosial ekonomi yang memengaruhi
determinan antara dari faktor ibu serta faktor pengendalian penyakit perorangan terutama
perawatan kesehatan ibu selama masa kehamilan. Faktor ibu yang dianggap paling
berpengaruh adalah :

14
a. Umur Ibu
Faktor umur ibu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil akhir
suatu kehamilan. Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun
pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil.
Umur seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan.
Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap fisik, emosi, psikologi, sosial dan
ekonomi (Tanjung, 2004).

b. Usia ibu kurang dari 20 tahun

Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun
pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi untuk hamil.
Penyulit pada kehamilan remaja (< 20 tahun dan kecenderungan menurun pada umur ibu
antara 21-34 tahun, kemudian kematian neonatal meningkat pada umur ibu diatas 35 tahun.
Dinyatakan pula bahwa paritas dan umur juga mempunyai hubungan erat terhadap kematian
neonatal dimana ibu dengan kelahiran pertama, kematian neonatal meningkat secara simultan
mulai umur 20 tahun sampai dengan umur diatas 35 tahun sebanyak 3 kali lipat. Sedangkan
untuk kelahiran kedua, kematian neonatal rendah pada usia 20-24 tahun dan kematian
neonatal tertinggi terjadi pada usia < 20 tahun (Wandira dkk, 2012).

c. Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin yang dilahirkan. Paritas
menggambarkan jumlah persalinan yang telah dialami seorang ibu baik lahir hidup maupun
lahir mati. Paritas 2 – 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal
dan perinatal. Paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan
persalinan yang dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari ibu ke janin yang akan
menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari Apgar Score menit pertama setelah lahir.
Depresi pernafasan bayi baru lahir dikarenakan kehamilan dan faktor persalinan. Faktor
kehamilan dari sebab meternal salah satunya adalah grande multipara. Untuk paritas 3 atau
lebih hasilnya sama yaitu meningkatkan risiko persalinan dengan tindakan (Manuba, 2007).
Dari pencatatan statistik diperoleh hubungan antara jumlah paritas dengan derajat kesehatan
bayi yang dilahirkan. Dinyatakan bahwa semakin besar angka gravida semakin besar
kemungkinannya melahirkan anak yang lemah. Berbagai penyakit pada janin atau bayi dapat

15
dipengaruhi oleh paritas, antara lain adalah inkompatibilitas golongan darah ibu dan bapak,
baik itu golongan darah sistem ABO maupun sistem Rhesus. Pada inkompatibilitas golongan
darah ABO, biasanya anak yang pertama akan lahir mati, sedangkan pada kasus Rhesus, anak
yang menderita adalah anak yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Makin tinggi paritas, risiko
kematian perinatal makin tinggi sebab pada waktu melahirkan pembuluh darah pada dinding
rahim yang rusak tidak dapat pulih sepenuhnya seperti sebelum melahirkan. Karena itu,
kehamilan dan persalinan yang berulang-ulang menyebabkan kerusakan pembuluh darah di
dinding rahim. Dan makin banyak yang akan mempengaruhi sirkulasi makanan ke janin dan
dapat menimbulkan gangguan / hambatan pada pertumbuhan janin di dalam kandungan,
abortus, cacat bawaan, BBLR, dan anemia pada bayi yang dilahirkan. Menurut Wiknjosastro
(2007) paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal dan
perinatal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal
lebih tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik,
sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan. Hubungan paritas dengan
kematian neonatal menunjukkan pola yang hampir sama dengan faktor umur. Beberapa
penelitan yang dilakukan di Norwegia, Amerika, didapatkan kecenderungan kematian
neonatal meningkat 7,3 kali pada ibu dengan riwayat kelahiran sebelumnya mengalami 2 kali
kematian pada periode neonatal sedang ibu dengan riwayat kematian neonatal pada kelahiran
pertama maka kemungkinan untuk mengalami kematian neonatal pada kelahiran berikutnya
adalah sebesar 4,5 kali, dinyatakan bahwa paritas > 3 menunjukkan proporsi kematian
neonatal sebesar 41,08 %. Dikatakan pula bahwa kelahiran anak >5 merupakan faktor risiko
untuk mengalami kematian neonatal (Mugeni, 2010)

d. Jarak Kelahiran

Jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat, kehamilan
adalah dimulainya pembuahan sel telur oleh sperma sampai dengan lahirnya janin dihitung
dari hari pertama haid terakhir (BKKBN, 2008). Jadi jarak kehamilan adalah ruang sela
antara kehamilan yang lalu dengan kehamilan berikutnya. Jarak kehamilan sebaiknya lebih
dari 2 tahun. Ibu hamil yang jarak kehamilannya kurang dari 2 tahun, kesehatan fisik dan
rahim ibu masih butuh istirahat (Rochjati, 2003). Jarak kehamilan dengan spacing kurang dari
2 tahun atau lebih 4 tahun dapat menyebabkan berat badan lahir rendah, nutrisi kurang, lama
menyusui berkurang, kompetensi dalam sumber–sumber keluarga, lebih sering terkena
penyakit, tumbuh kembang lambat, pendidikan akademi lebih rendah. Oleh karena itu jarak

16
kehamilan yang baik adalah 2 sampai 4 tahun (Manuaba, 1998). Selain itu dampak dari
interval antar kehamilan kurang dari 18 bulan dan interval atau lebih dari 60 bulan ada
hubungan risiko kelahiran premature, Small for Gestasional Age (SGA), Intrauterine Growth
Retardation (IUGR) dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Seorang wanita yang hamil dan
melahirkan kembali dengan jarak yang pendek dari kehamilan sebelumnya, akan memberikan
dampak yang buruk terhadap kondisi kesehatan ibu dan bayi. Hal ini disebabkan, karena
bentuk dan fungsi organ reproduksi belum kembali sempurna. Sehingga fungsinya akan
terganggu apabila terjadi kehamilan dan persalinan kembali. Jarak kehamilan minimal organ
reproduksi dapat berfungsi kembali dengan baik adalah 24 bulan. Jarak antara dua persalinan
yang terlalu dekat menyebabkan meningkatnya anemia yang dapat menyebabkan BBLR,
kelahiran preterm, dan lahir mati, yang memengaruhi proses persalinan dari faktor bayi
(Kusumawati, 2006). Risiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua
kehamilan < 2 tahun atau > 4 tahun. Jarak kehamilan yang aman ialah antara 2-4 tahun. Jarak
antara dua kehamilan yang < 2 tahun berarti tubuh ibu belum kembali ke keadaan normal
akibat kehamilan sebelumnya sehingga tubuh ibu akan memikul beban yang lebih berat.
Jarak kelahiran anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih
dengan baik, kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena adanya kemungkinan
pertumbuhan janin yang kurang baik, mengalami persalinan yang lama atau perdarahan.
Sebaliknya jika jarak kehamilan antara dua kehamilan > 4 tahun, disamping usia ibu yang
sudah bertambah juga mengakibatkan persalinan berlangsung seperti kehamilan dan
persalinan pertama (Depkes RI, 2001) Jarak kehamilan yang terlalu jauh berhubungan dengan
bertambahnya umur ibu. Hal ini akan terjadi proses degeneratif melemahnya kekuatan fungsi-
fungsi otot uterus dan otot panggul yang sangat berpengaruh pada proses persalinan apabila
terjadi kehamilan berikutnya. Jarak kehamilan ataupun persalinan merupakan faktor risiko
terhadap kejadian distosia persalinan yang berdampak pada kesehatan dari neonatal
(Kusumawati, 2006).

2.7 Upaya Mengatasi Kematian Bayi


1. Kematian Bayi Neonatal
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh neonatal, yaitu
dengan sesegera mungkin memberi “Kolostrum” yang ada dalam Air Susu Ibu (ASI) kepada
bayi baru lahir. Kolostrum adalah cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang pertama
kali disekresi oleh kelenjar payudara dan merupakan sel darah putih dan antibodi yang

17
mengandung imunoglobulin A (IgA) yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan
dan mencegah kuman memasuki bayi
2. Inisisasi Menyusui Dini
Dimulai dengan kontak kulit antara ibu dengan bayi (skin to skin) kemudian
dilanjutkan dengan pemberian ASI. Pelaksanaan IMD dengn ASI lanngsung dapat
membrikan kesehatan yang lebih baik terhadap bayi dan kebaikan terhadap metabolisme ibu
Menurut Roesli (2008)
Inisiasi menyusui dini adalah proses menyusui sendiri, minimal satu jam pertama
pada bayi baru lahir. Setelah lahir bayi harus didekatkan kepada ibu dengan cara
ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu, dan bayi akan
menunjukkan kemampuan yang menakjubkan. Dalam usia beberapa menit, bayi dapat
merangkak kearah payudara dan menemukan puting susu ibunya serta kemudian menyusui
sendiri
3. Metode Kangguru
Perawatan Metode Kanguru (PMK) merupakan salah satu cara untuk mengurangi
kesakitan dan kematian BBLR. Metode kanguru adalah perawatan bayi baru lahir dengan
melekatkan bayi di dada ibu (kontak kulit bayi dan kulit ibu) sehingga tubuh bayi tetap
hangat. Metode kanguru dapat dimulai di rumah sakit segera setelah kondisi bayi
memungkinkan
 Tujuan Metode Kangguru
 Menstavilkan denyut jantung, pola pernafasan dan saturasi oksigen
 Meningkatkan durasi tidur
 Mengurangi tangisan bayi dan kebutuhan kalori
 Mempercepat peningkatan berat badan dan perkembangan otak
 Meningkatkan hubungan emosional ibu dan bayi
 Meningkatkan keberhasilan dan memperlama durasi menyusui
 Cara Metode Kangguru
1. Letakkan bayi dengan posisi tegak diantara payudara ibu, kontak kulit dada ke dada
2. Kepala bayi menghadap ke samping dengan posisi sedikit menengadah supaya jalan
nafas terbuka dan ada kontak mata dengan ibu
3. Panggul bayi dalam posisi seperti katak
4. Ikat dengan kain di bawah telinga bayi. Ikatan yang kencang di bagian punggung
sedangkan bagian perut dilonggarkan supaya bayi dapat bernafas lega

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Neonatal dini adalah bayi lahir hidup dalam masa 7 hari sejak dilahirkan. Neonatal
dini merupakan bagian dari bagian neonatal yang dibagi untuk mengidentifikasi penyebab
kematian pada kelompok neonatal (WHO, 2001).

Neonatal adalah bayi yang lahir hidup hingga 28 hari sejak dilahirkan. Neonatal
merupakan bagian dari interval bayi yang dimulai dari lahir sampai tahun pertama kehidupan
(Benson & Martin, 2009).

Kematian neonatal dini adalah kematian yang terjadi pada minggu pertama kehidupan
bayi (WHO, 2001). Oleh karena itu, kematian neonatal dini adalah bayi yang dilahirkan
dalam keadaan hidup namun kemudian meninggal dalam 7 hari pertama kehidupannya (yaitu
pada minggu pertama setelah kelahirannya). Kematian neonatal lanjut adalah jumlah bayi
lahir hidup yang meninggal pada rentang waktu antara 7 hingga 28 hari (yaitu dalam minggu
kedua hingga keempat dari kehidupannya).

3.2 Saran

Dengan demikian, Penyebab utama penting untuk diketahui karena sebagian besar
diantaranya dapat dihindarkan. Cara penanganan untuk mengurangi risiko kematian neonatal
dini biasanya ditujukan untuk mencegah atau menangani kasus-kasus ini. Penyebab utama
kasus lahir mati dan kematian neonatal dini adalah hampir sama/mirip sehingga sebaiknya
dipertimbangkan bersama-sama. Penyebab utama kematian neonatal dini adalah masalah
obstetrik selama kehamilan maupun persalinan yang dapat mengakibatkan kematian.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/rakerkesnas-
2019/SESI%20I/Kelompok%201/1-Kematian-Maternal-dan-Neonatal-di-Indonesia.pdf di
akses tanggal 20 oktober 2019

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-biometrikc3e9741ff1full.pdf di akses tanggal


20 oktober 2019

http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/kespro/article/download/6879/pdf_1 di akses
tanggal 20 oktober 2019

http://grahailmu.co.id/previewpdf/978-979-756-968-6-979.pdf di akses tanggal 20 oktober


2019

https://media.neliti.com/media/publications/78643-ID-tren-lahir-mati-dan-kematian-neonatal-
di.pdf di akses tanggal 20 oktober 2019

20

Anda mungkin juga menyukai