Anda di halaman 1dari 15

Upaya Penurunan Angka

Kematian Bayi (AKB)


pada MDG’s
JUNE 21, 2015 BEKTIPRAS

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator status kesehatan masyarakat
yang terkait dengan berbagai indikator kesehatan dan indikator pembangunan lainnya.
Misalnya, AKB sangat sensitif terhadap ketersediaan, pemanfaatan dan kualitas
pelayanan/perawatan antenatal dan post-natal. AKB dipengaruhi oleh indikator-indikator
morbiditas (kesakitan) dan status gizi anak dan Ibu. Disamping itu, AKB juga berhubungan
dengan angka pendapatan daerah per-kapita, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga,
pendidikan ibu dan keadaan gizi keluarga. Jadi, AKB memiliki keterkaitan dengan faktor-
faktor pembangunan umum.

Secara internasional, untuk menekan angka kematian terlihat dari adanya kesepakatan
bersama yang dinamakan “Milleneum Developmentelopment Goals”. Kesepakatan ini
berlaku di negara-negara dunia dengan target sesuai kondisi di masing-masing negara.
Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang ditargetkan tahun 2015 angkat kematian
bayi dan angka kematian maternal turun setengah. Kesepakatan ini mendukung upaya
pemerintah meningkatkan derajad kesehatan yang telah lama dilakukan. Negara-negara di
dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap Angka Kematian Bayi (AKB), sehingga
menempatkannya di antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development
Goals (MDG’s), yang harus dicapai sebelum 2015 berakhir.

Di antara 10 negara ASEAN, AKB Indonesia menempati peringkat ke-7, sebelum Kamboja,
Laos, dan Myanmar. Tidak ada pola geografis untuk AKB di Indonesia. Kawasan Indonesia
barat maupun timur menyumbang kontribusi yang sama besar. Dalam MDG’s, sasaran
penuruan angka kematian anak pada tahun 2015 adalah menurun tingal 1/3 (sepertiga) dari
angka pada tahun 1990. Sasaran MDG’s untuk kematian anak di Indonesia semula tidak
mengkhawatirkan karena pola penurunannya telah sesuai dengan target yang diharapkan.
Pada target MDGs untuk AKB, yakni 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Indonesia masih harus bekerja keras untuk mewujudkan target MDGs tersebut. Namun
demikian, data terakhir dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menunjukkan pola penurunan. AKB yang sangat mengkhawatirkan dibanding dengan SDKI
tahun 2002-03. Dari data SDKI 2002-3 dan SDKI 2007 diperoleh fakta bahwa AKB relatif
tidak mengalami penurunan (stagnant), yaitu dari 35 menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup.

Masalah AKB ini sudah bukan hanya menjadi permasalahan bangsa, negara, ataupun dunia
saja, melainkan juga menjadi permasalahan keluarga. Maka dari itu, upaya penurunan AKB
ini juga merupakan tanggung jawab keluarga sebagai lingkup organisasi yang pertama.
Membangun kesadaran keluarga dalam memelihara dan memperhatikan kesehatan bayi sejak
sedini mungkin merupakan upaya pertama yang kemudian akan memudahkan
pengorganisasian program-program ataupun kebijakan pemerintah dalam menurunkan AKB,
khususnya dalam rangka pencapaian target MDGs pada 2015.

Oleh karena, masih tingginya AKB di Indonesia dan di dunia merupakan masalah dan
tanggung jawab kita bersama, maka sudah seharusnya kita berupaya bersama dalam
menyelesaikan masalah ini. Mari memulai langkah pertama dari lingkup yang paling kecil.
Tanamkan pemahaman dan kesadaran dalam diri pribadi bahwa permasalahan ini layak,
lanjutkan untuk bertindak di tingkat keluarga. Jika setiap keluarga menyadari hal ini dan turut
andil dan ambil bagian dalam upaya penurunan AKB dengan penuh komitmen, pencapaian
target MDGs untuk menurunkan AKB menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup bukanlah
merupakan suatu kemustahilan

Kerangka teori klasik tentang determinan kematian bayi dan anak oleh Mosley and Chen
(1984) memberikan tuntunan bagaimana mengkaitkan berbagai faktor tersebut kedalam satu
model analisa secara komprehensif. Dari kerangka model ini, tampak bahwa kematian bayi
tidak hanya tergantung dari faktor pencegahan dan pengobatan penyakit. Anak sakit yang
luput dari kematian akan hidup tetapi terganggu pertumbuhan tubuhnya, sehingga antara
kematian dan status gizi anak adalah dua peristiwa yang tidak dapat dipisahkan (Wilopo,
1990). Kedua peristiwa penting ini dipengaruhi oleh faktor sosial-ekonomi secara tidak
langsung melalui Lima faktor utama (determinan), yaitu: 1) faktor maternal; 2) kontaminasi
lingkungan; 3) defisiensi nutrisi; 4) kecelakaan; dan 5) faktor pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit. Kualitas penduduk yang menjadi rendah, didukung dengan angka
kesakitan yang juga tinggi, terutama penyakit infeksi menular. Kondisi lingkungan yang
kurang mendukung menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya derajat
kesehatan.  Faktor lainnya  adalah  tingkat sosial  ekonomi  masyarakat  yang  rendah, 
pendidikan  yang  kurang  dan penyediaan lapangan pekerjaan yang tidak memadai.

Faktor yang mempengaruhi AKB, menurut UNICEF (2001), menurunnya kualitas hidup anak
pada usia 3 tahun pertama hidupnya adalah: gizi buruk, ibu sering sakit, status kesehatan
buruk, kemiskinan, dan diskriminasi gender. Bayi dengan gizi buruk mempunyai resiko 2 kali
meninggal dalam 12 bulan pertama hidupnya. Terkait AKB, satu faktor penting adalah umur
ibu dibawah 20 tahun meningkatkan resiko kematian neonatal, serta usia ibu di atas 35 tahun
meningkatkan resiko kematian perinatal (Litbangkes, 1994). Odds Ratio AKB dari ibu usia di
bawah 20 tahun sebesar 1,4 kali lebih tinggi dari AKB pada ibu usia 20-35 tahun.

Terdapat 3 syarat kondisi upaya kesehatan yang harus dipenuhi, yaitu: manajemen kesehatan,
pelayanan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Dari sisi manajemen, perencanaan
program harus berlanjut, bukan berbasis proyek yang hanya jangka pendek. Akurasi data
menjadi kunci penting bagi perencanaan. Priority setting adalah keahlian yang harus dimiliki
para perencana. Tidak ketinggalan, fungsi manajemen (sampai monitoring evaluasi) harus
dijalankan dengan cermat dan tepat. Terkait pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga,
sarana, prasarana (contohnya alat kontrasepsi) menjadi syarat penting. Program juga harus
didukung mekanisme yang memadai dan efektif mencapai lapisan terbawah. Yang ketiga,
pemberdayaan masyarakat, partisipasi masayarakat harus digalakkan kembali.

Upaya pemerintah yang sangat erat kaitannya dengan penurunan kematian anak, terkenal
dengan istilah GOBI FFF:

 Growth Monitoring
 Oral Rehidration
 Breast Feeding
 Imuzation
 Family Planning
 Food Supplement
 Female Education
Ketujuh hal tersebut dilakukan baik dalam kegiatan posyandu, Pelayanan KIA, maupun di
Pusat Kesehatan Masyarakat. Growth monitoring adalah upaya melihat perkembangan berat
balita. Berat balita memang dapat digunakan sebagai petunjuk kondisi kesehatannya. Oral
rehidration, atau pemberian cairan, baik buatan sendiri maupun yang sudah tersedia berupa
oralit.  Hal  ini  untuk mengatasi  penyakit  diare  yang  merupakan  salah  satu  penyakit 
penyebab kematian bayi dan anak. Imunisasi, dilakukan untuk mencegah balita terkena
penyakit pada masa mendatang. Family Planning penting karena secara tidak langsung,
jumlah anak, jarak melahirkan akan berpengaruh terhadap perawatan anak.

Semakin banyak anak semakin tinggi tingkat kompetisi antar anak untuk mendapatkan
perawatan kesehatan yang memadai. Pemberian makanan tambahan penting untuk
meningkatkan gizi balita maupun ibu. Jika gizi bagus, balitas tidak akan mudah terkena
penyakit, dan akan menunmkan tingkat kematian.  Disamping itu gizi bagus juga baik untuk
pertumbuhan. Pendidikan ibu, merupakan salah satu hal ang tidak akan lepas peranannya
dalam segala bentuk perawatan anak maupun perawatan diri. Berbagai hasil penelitian
menunjukkan tingginya peran pendidikan ibu dalam kelangsungan hidup anak.

Pemanfaatan Posyandu oleh balita menurun drastis sejak krismon tahun 1997 (Depkes,
2004:83). Peran swasta, LSM, dan organisasi kemasyarakatan dalam menurunkan AKB harus
digalang, diorganisir dengan baik, dan dilakukan secara efektif. Ketiga syarat tersebut dapat
diupayakan melalui pemantapan kebijakan nasional. Kebijakan yang sudah ada dan bersifat
makro, menjadi payung untuk kebijakan teknis di bawahnya. Kebijakan yang tersosialisasi
dengan baik, akan menumbuhkan komitmen yang tinggi dari para stakeholders, baik dari segi
program maupun pendanaan. Dan semua itu memerlukan strategi advokasi yang sesuai.
Tidak lupa juga untuk pengetahuan masyarakat tentang pelayanan kesehatan dan jaminan
kesehatan, terutama Jamkesmas dan Jampersal perlu ditingkatkan dengan memperbanyak
intensitas sosialisasi sampai ke level rumah tangga, Para stakeholders atau aktor lokal perlu
memperkuat interaksi sosial untuk menciptakan sistem sosial yang kuat, salah satunya
melalui pembangunan sistem kesehatan yang baik.

DAFTAR REFERENSI
Anonim. “A Framework for Analyzing the Determinants of Maternal Mortality”
Jurnal. www.researchgate.net (Diakses pada tanggal 26 Maret 2015)
Anonim.http://elisa.ugm.ac.id/user/archive/download/24277/7096d9d25a21f2a6307e0547e2f
cc78b. (Diakses pada tanggal 28 Maret 2015)
Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah Pusat Kesehatan Reproduksi. “Kajian Angka
Kematian Bayi di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah”. FK
UGM. http://pskespro.chnrl.net/wp-content/uploads/LAPORAN-KAJIAN-AKB-
SULTENG.pdf (Diakses pada tanggal 28 Maret 2015)
Anonim. http://www.klikdokter.com/healthnewstopics/tips-hidup-sehat/hubungan-keluarga-
berencana-dengan-pencegahan-kematian-maternal-dan-neonatal. (Diakses pada tanggal 29
Maret 2015)
Anonim. http://www.academia.edu/5113636/Angka_Kematian_Bayi_di_Indonesia. (Diakses
pada tanggal 29 Maret 2015

MAKALAH ANGKA KEMATIAN BAYI DAN BALITA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs)


adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa
delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapai
kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Target ini merupakan
tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi
Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan
dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New York pada
bulan September 2000 tersebut. Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan Puncak
Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi berisi
komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah
sasaran pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur
untuk pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penandatanganan deklarasi ini
merupakan komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh
orang-orang yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan
pendidikan dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan,
mengurangi kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang
yang tidak memiliki akses air bersih pada tahun 2015.

Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator sensitif  untuk mengetahui
derajat kesehatan suatu negara bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu bangsa.
Dalam pelayanan kebidanan (obstetric), selain Angka Kematian Maternal/Ibu (AKM)
terdapat Angka Kematian Perinatal (AKP) yang dapat digunakan sebagai parameter
keberhasilan pelayanan. Namun, keberhasilan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di
negara-negara maju saat ini menganggap Angka Kematian Perinatal (AKP) merupakan
parameter yang lebih baik dan lebih peka untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Hal
ini mengingat kesehatan dan keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung pada
keadaan serta kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu, yang mempunyai fungsi
untuk menumbuhkan hasil konsepsi dari mudigah menjadi janin cukup bulan.

Kematian perinatal (perinatal mortality) adalah jumlah bayi lahir-mati dan kematian
bayi dalam tujuh hari pertama sesudah lahir (early neonatal) yang terjadi dari masa
kehamilan ibu 28 minggu atau lebih. Adapun angka kematian perinatal adalah jumlah lahir
mati (umur kehamilan ibu 28 minggu) ditambah jumlah kematian neonatal dini (umur bayi 0
– 7 hari) per jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama  dikali 1000 (Wiknjosastro,
2006).

Menurut Varney (2006), kurang lebih 8 juta kematian perinatal di dunia terjadi setiap
tahun. Dari jumlah ini, sekitar 85 % kematian bayi baru lahir terjadi akibat infeksi, asfiksia
pada saat lahir, dan cedera saat lahir. Berdasarkan kelompok kerja World Health
Organitation (WHO) April 1994, dari 8,1 juta kematian bayi di dunia, 48 % adalah kematian
neonatal. Dari seluruh kematian neonatal sekitar 60 % merupakan kematian bayi berumur
kurang dari 7 hari (perinatal) dan kematian bayi umur lebih dari 7 hari akibat gangguan pada
masa perinatal. Pola penyakit penyebab kematian bayi dari hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 1995 adalah penyakit sistem pernafasan 30 %, gangguan perinatal 29 %,
diare 14 %, penyakit sistem saraf 16 %, tetanus neonatorum 4 %, dan infeksi atau parasit
lainnya 4 %. Bila dibandingkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga 1992 dengan hasil
Survey Kesehatan Rumah Tangga 1995, gangguan perinatal naik dari urutan kelima
menjadi kedua sebagai penyebab kematian bayi (Anonim, 2008).

Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003, diperoleh data 35/1000
kelahiran hidup untuk angka kematian bayi dan 20/1000 kelahiran hidup untuk angka
kematian neonatal. Indonesia belum berhasil mencapai target penurunan kematian perinatal
(early neonatal). Dimana Indonesia, melalui program kesehatan bayi baru lahir tercakup di
dalam program kesehatan ibu. Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer,
target dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian
neonatal menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup (Djaja, 2003).

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, kematian neonatal (0 – 28 hari
) adalah 180 kasus. Kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Jumlah seluruh kematian bayi
adalah 466 kasus. Distribusi kematian neonatal sebagian besar di wilayah Jawa Bali
(66,7%) dan di daerah pedesaan (58,6%). Menurut umur kematian, 79,4% dari kematian
neonatal terjadi pada usia 0 – 7 hari yakni pada masa perinatal (early neonatal), dan 20,6%
terjadi pada usia 8-28 hari. Studi Mortalitas SKRT 2001 menunjukkan penyebab utama
kematian perinatal dari faktor bayi adalah asfiksia 34%, prematur dan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) 33 % (Djaja, 2003).

Di Provinsi Sulawesi Tenggara  sendiri, berdasarkan profil kesehatan provinsi Sulawesi


Tenggara tahun 2006, kasus kematian perinatal cenderung mengalami peningkatan, yakni pada
tahun 2005 terdapat 372 kasus lahir mati (perinatal) dan 381 kematian bayi dari 32.006
kelahiran, dimana terdapat 1 kasus Tetanus Neonaturum dan 83 kasus berat badan lahir rendah
serta 325 tercatat sebagai penyebab lain. Pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 380
kasus lahir mati dan 325 untuk kematian bayi dari 45.952 kelahiran, dimana terdapat 1 kasus
tetanus neonaturum dan 100 kasus berat badan lahir rendah serta 118 tercatat sebagai
penyebab lain. Pada tahun 2007 meningkat menjadi 465 kasus, dimana disimpulkan bahwa
penyebab kematian didominasi karena berat badan lahir rendah dan asfiksia, hal ini disebabkan
karena sebagian pertolongan persalinan masih ada ditolong oleh dukun bayi serta keterampilan
bidan dan peralatan yang kurang memadai (Laporan Pelaksanaan Pembangunan Kesehatan
Prov. Sultra, 2007).

Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama
yang berkontribusi terhadap kematian perinatal dan neonatal. Berat badan lahir rendah (BBLR)
dibedakan dalam 2 katagori yaitu: BBLR karena premature (usia kandungan kurang dari 37
minggu) atau BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi
berat kurang untuk usianya. Banyak BBLR di negara berkembang dengan IUGR sebagai akibat
ibu dengan status gizi buruk, anemia, malaria, dan menderita penyakit menular seksual (PMS)
sebelum konsepsi atau ketika hamil, namun dari hasil survei proporsi kematian BBLR dengan
IUGR hanya 1,4% (Djaja, 2003).

Berdasarkan studi pendahuluan di diperoleh data bahwa pada wilayah kerja dinas
kesehatan Kabupaten Konawe, pada tahun 2006 terdapat 91 kasus kematian perinatal dari 6268
kelahiran, dimana kasus lahir mati sebanyak 51 kasus dan kematian pada usia 0 – 7 hari
sebanyak 40 kasus atau terdapat kasus kematian perinatal 14/1000 kelahiran hidup, kemudian
menurun pada tahun 2007, yakni terdapat 58 kasus kematian perinatal dari 6357 kelahiran,
dimana kasus lahir mati sebanyak 37 kasus dan kematian pada usia 0 – 7 hari terdapat 21 kasus
atau terdapat kasus kematian perinatal sebanyak 9/1000 kelahiran hidup. Dan pada tahun 2008
meningkat menjadi 60 kasus kematian perinatal dari 4815 kelahiran, dimana terdapat 30 kasus
lahir mati dan kematian 0 – 7 hari terdapat 30 kasus atau terdapat kasus kematian perinatal
sebanyak 12/1000 kelahiran hidup (Dinkes Kab. Konawe, 2008).

1.2.        Rumusan Masalah

 Adapun rumusan masalah makalah ini yaitu:

1.    Apa saja yang menjadi Indikator Global/Nasional untuk Memantau Pencapaian Target?

2.    Apa saja indikator Lokal untuk Memantau Kemajuan Kabupaten dan Kecamatan terhadap
penurunan angka kematian anak?

3.    Apa Penyebab Kematian bayi dan Balita?

1.3.        Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah


1.    Untuk mengetahui Indikator Global/Nasional untuk Memantau Pencapaian Target

2.    Untuk mengetahui Indikator Lokal untuk Memantau Kemajuan Kabupaten dan Kecamatan

3.    Untuk mengetahui Penyebab Kematian bayi dan Balita

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Indikator Global/Nasional untuk Memantau Pencapaian Target

Untuk memantau menurunnya angka kematian balita, MDGs menetapkan 3 indikator


global yaitu angka kematian balita, angka kematian bayi dan proporsi imunisasi campak
pada anak yang berusia 1 tahun. Dengan keterbatasan data yang tersedia di tingkat wilayah
kecil tidak semua dari tiga indikator ini dapat dihitung; hanya indikator tentang imunisasi
campak yang mungkin diperoleh. Agar pemantauan terhadap pencapaian target MDGs
untuk tingkat lokal kabupaten/kota dan kecamatan dapat dilakukan dibuat indikator proksi

2.1.1 Angka Kematian Balita (Akaba)

a.  Konsep dan definisi

Akaba adalah jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal
sebelum mencapai usia 5 tahun, dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Nilai
normatif Akaba > 140 sangat tinggi, antara 71 – 140 sedang dan < 20 rendah.

b. Manfaat

Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan
merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal
termasuk pemeliharaan kesehatannya. Akaba kerap dipakai untuk mengidentifikasi kesulitan
ekonomi penduduk.

Mengingat kegiatan registrasi penduduk di Indonesia belum sempurna sumber data


ini belum dapat dipakai untuk menghitung Akaba. Sebagai gantinya Akaba dihitung
berdasarkan estimasi tidak langsung dari berbagai survei. Brass.

c. Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan:

Akaba = Banyaknya penduduk yang meninggal pada usia X 1000


kurang dari 5 tahun
Banyaknya balita

Sumber data: BPS (SP, SDKI, Kor Susenas) dan Departemen Kesehatan

2.1.2 Angka kematian bayi (AKB)

a. Konsep dan definisi

AKB adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun AKB
per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Nilai normatif AKB kurang dari 40 sangat sulit diupayakan penurunannya (hard rock), antara
40-70 tergolong sedang namun sulit untuk diturunkan, dan lebih besar dari 70 tergolong
mudah untuk diturunkan.

b.  Manfaat

Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan
merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal
termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan
reproduksi dari pada Akaba. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian
balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor pencapaian target program karena mewakili
komponen penting pada kematian balita. Brass.

c.  Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan:

Banyaknya kematian bayi (di bawah 1 tahun) selama tahun


tertentu
AKB = X 1000

Banyaknya kelahiran hidup


Sumber data: BPS (SP, SDKI, Kor Susenas) dan Departemen Kesehatan

2.1.3 Proporsi imunisasi campak (PIC) pada anak yang berusia 1 tahun (12-23 bulan)

a. Konsep dan definisi

PIC adalah perbandingan antara banyaknya anak berumur 1 tahun yang telah
menerima paling sedikit satu kali imunisasi campak terhadap jumlah anak berumur 1 tahun,
dan dinyatakan dalam persentase.
b. Manfaat

Indikator ini merupakan suatu ukuran cakupan dan kualitas sistem pemeliharaan kesehatan
anak di suatu wilayah. Imunisasi adalah unsur penting untuk mengurangi kematian balita.

c. Metode Perhitungan
Rumus yang digunakan:

Banyaknya anak usia 12-23 bulan yang telah diimunisasi campak


sekurang-kurangnya 1 kali
PIC = X 100%

Jumlah anak yang berumur 12-23 bulan


Sumber data:BPS (SDKI, Kor Susenas), dan Departemen Kesehatan

2.2 Indikator Lokal untuk Memantau Kemajuan Kabupaten dan Kecamatan   

Angka kematian anak dan angka kematian bayi untuk tingkat kecamatan tidak tepat
jika diperoleh dari survey yang berskala nasional, karena rancangan sampel diperuntukkan
untuk menggambarkan angka kematian anak dan bayi tingkat kabupaten dan atau tingkat
propinsi Karena itu angka kematian anak dan angka kematian bayi didekati dengan indikator
program yang dilaksanakan dalam upaya menurunkan angka kematian balita dan angka
kematian bayi, antara lain persentase BBLR, cakupan kunjungan bayi, persentase
pemberian vitamin A,dan cakupan pemberian ASI eklusif, Berikut ini adalah definisi
operasional, rumus dan sumber data indikator-indikator tersebut.

2.2.1 Persentase Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

a. Definisi

Bayi dengan BBLR, adalah bayi yang lahir dengan berat badan (BB) < 2500 gram pada saat lahir
atau hari ke-7 setelah lahir.

b. Rumus:

Jumlah bayi yang ditimbang dengan berat

Persentasi bayi BBLR = kurang dari 2500 gram X 100%

Jumlah bayi lahir hidup

2.2.2. Presentase Balita dengan BGM (Bawah Garis Merah)


a. Definisi

Balita dengan BGM adalah Balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada
pada dan di bawah garis merah pada KMS.

b. Rumus:

Jumlah balita BGM


Persentasi balita BGM = X 100%
Jumlah seluruh balita yang ditimbang

2.2.3 Pemantauan Pertumbuhan Menggunakan Data SKDN

S         adalah Seluruh balita yang ada di wilayah kerja.

K         adalah jumlah balita yang terdaftar dan memiliki KMS atau buku KIA.

D         adalah jumlah seluruh balita yang Ditimbang.

N         adalah balita yang Naik berat badannya sesuai dengan garis pertumbuhan.

Rumus

Jumlah balita yang datang ditimbang (D)


Presentase D/S  = X 100%
Jumlah sasaran balita yang ada di wilayah kerja

Jumlah balita yang terdaftar dan mempunyai KMS (K)

Presentase K/S  = Jumlah sasaran balita yang ada di wilayah kerja X 100%

Jumlah balita yang naik berat badannya (N)


Presentase N/D  = X 100%
Jumlah balita yang ditimbang

2.2.4 Cakupan Kunjungan Bayi

a. Definisi
Kunjungan bayi adalah kunjungan bayi (umur 1-12 bulan) termasuk neonatus (umur
1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter,
bidan, atau perawat yang memiliki kompetensi klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali (bayi), 2
kali (neonatus) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Kunjungan neonatus adalah kunjungan neonatus (umur 1-28 hari) untuk memperoleh pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, atau perawat yang memiliki kompetensi klinis
kesehatan, paling sedikit 2 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

2.2.5 Cakupan Pemberian Vitamin A pada Balita

a. Definisi

Balita mendapat kapsul vit. A, 2 kali/tahun, adalah bayi umur 6-11 bulan yang mendapat
kapsul vitamin A satu kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A dosis
tinggi dua kali per tahun di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

b. Rumus:

Jumlah balita mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi di


Cakupan Balita
satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
mendapat kapsul vit. A  = X 100%
Jumlah balita yang ada di satu wilayah kerja pada
2 kali per tahun  
kurun waktu yg sama

2.2.6 Persentase Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

a. Definisi

Pemberian ASI ekslusif adalah pemberian hanya air susu ibu saja kepada bayi sejak lahir sampai berumur
6 bulan tanpa makanan atau minuman lain, kecuali obat, vitamin dan mineral.

Jumlah bayi umur 0-6 bulan yang diberi hanya


ASI saja
Persentase ASI Ekslusif = X 100%

Jumlah bayi umur 0-6 bulan di suatu wilayah


2.3 Penyebab Kematian bayi dan Balita

Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya,
kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.

Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian
bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor
yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama
kehamilan.

Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah
usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian
dengan pengaruh lingkungan luar

Tiga penyebab utama bayi meninggal adalah akibat berat badan rendah sebesar 29 persen,
mengalami gangguan pernapasan sebesar 27 persen dan masalah nutrisi sebesar 10 persen," ungkap dr
Badriul Hegar SpA(K), Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (TDAI), dalam acara talkshow "Di Balik
Kematian Bayi dan Balita dalam Rangka Hari Kesehatan Nasional 2009" di Jakarta Convention Center
Jumat (4/12).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Untuk memantau menurunnya angka kematian balita, MDGs menetapkan 3 indikator


global yaitu angka kematian balita, angka kematian bayi dan proporsi imunisasi campak
pada anak yang berusia 1 tahun. Dengan keterbatasan data yang tersedia di tingkat wilayah
kecil tidak semua dari tiga indikator ini dapat dihitung; hanya indikator tentang imunisasi
campak yang mungkin diperoleh. Agar pemantauan terhadap pencapaian target MDGs
untuk tingkat lokal kabupaten/kota dan kecamatan dapat dilakukan dibuat indikator proksi

Angka kematian anak dan angka kematian bayi untuk tingkat kecamatan tidak tepat
jika diperoleh dari survey yang berskala nasional, karena rancangan sampel diperuntukkan
untuk menggambarkan angka kematian anak dan bayi tingkat kabupaten dan atau tingkat
propinsi Karena itu angka kematian anak dan angka kematian bayi didekati dengan indikator
program yang dilaksanakan dalam upaya menurunkan angka kematian balita dan angka
kematian bayi, antara lain persentase BBLR, cakupan kunjungan bayi, persentase
pemberian vitamin A,dan cakupan pemberian ASI eklusif, Berikut ini adalah definisi
operasional, rumus dan sumber data indikator-indikator tersebut.

Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya,
kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.Kematian bayi endogen atau yang umum
disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah
dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari
orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan Kematian bayi eksogen atau
kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang
usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar

Anda mungkin juga menyukai