Anda di halaman 1dari 44

1

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU POSTPARTUM TENTANG HIPOTERMI PADA BAYI BARU LAHIR

OLEH :
NURIDA SUSANTI NIM : BT 10 145 KELAS : III D

AKADEMI KEBIDANAN BATARI TOJA WATAMPONE 2013

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan rahmat-Nya, yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis dari awal penyusunan sampai selesainya Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Postpartum tentang Hipotermia Pada Bayi Baru Lahir Dalam penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak menemui hambatan dan kesulitan yang terasa berat, namun berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak sehingga Proposal ini dapat terselesaikan. Tidak lupa penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan sampai penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini: 1. Seluruh Dosen dan Staf Program D III Akademi Kebidanan Batari Toja Watampone yang telah banyak bekerjasama mendidik penulis. 2. Rasa hormat penuh cinta dan sayang kepada kedua orang tua serta keluarga dan sahabat tercinta yang berkenan melimpahkan kasih sayang, doa restu, biaya, serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan pendidikan dengan baik. 3. Rekan-rekan mahasiswa program D III Akademi Kebidanan Batari Toja Watampone, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dan kerja samanya selama penulis butuhkan. Terima kasih atas dorongan semangat dan kerjasamanya selama ini. Semoga kesuksesan selalu menyertai perjalanan hidup kita semua. Akhirnya semoga Proposal Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan bahan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan berkat, hikmah, dan petunjuk dalam pemanfaatan penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. Watampone, 16 Februari 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Di negara berkembang termasuk Indonesia, tinggi morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir masih menjadi masalah. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara berkembang adalah aspiksia, sindrom gangguan napas, infeksi serta komplikasi hipotermi. Dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan bayi menuju Indonesia Sehat 2010 dituntut pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk memperoleh generasi penerus bangsa yang sehat jasmani dan siap pakai serta mampu mengantisipasi perubahan yang cepat (Saifuddin, 2002). Morbiditas bayi kurang dari satu tahun di Amerika Serikat tahun 1997 yakni 7,1% atau kematian bayi per 1000 kelahiran hidup. Angka ini paling rendah yang tercatat dan menunjukan penurunan sebesar 6,14%, sedangkan angka kematian perinatal terdapat dalam kepustakaan Indonesia yang diperkirakan ada sejumlah 4.608.000 bayi dilahirkan dan 100.454 bayi diantaranya meninggal dunia pada masa neonatal atau sebelum menginjak usia satu bulan, dengan kata lain setiap satu menit bayi neonatus meninggal di Indonesia (Kosim, 2003). Kematian bayi baru lahir memberikan kontribusi, bahwa setengah dari kematian neonatus terjadi pada minggu pertama kehidupannya yang disebabkan oleh beberapa sebab seperti halnya dengan hipotermi pada bayi baru lahir yang dapat menimbulkan cold stress yang selanjutnya dapat terjadi hipoksia atau hipoglikemia, kerusakan otak dan syok (Saifuddin, 2002). Hipotermi pada neonatus adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan suhu tubuh dibawah 360 C atau kehilangan suhu tubuh (Saifuddin, 2006).

Hipotermi pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh terpapar pada lingkungan yang dingin, suhu lingkungan yang rendah, permukaan dingin atau aliran udara. Suhu tubuh normal bagi bayi baru lahir (neonatus) adalah 36,5 0 C 370 tanpa disertai adanya tanda-tanda kedinginan pada bayi baru lahir. Kebanyakan bayi baru lahir membutuhkan ruangan yang hangat bersih dan observasi ketat, segera diberikan pada ibunya untuk dihangatkan tubuhnya untuk mendapakan ASI (Ngastiah,1998). Menurut Menkes/SK/III/2007 hanya sebagian kecil bayi baru lahir membutuhkan bantuan melewati masa transisi ke kehidupan di luar rahim. Dalam hal ini penemuan secara dini tindak lanjut sangat dibutuhkan khususnya oleh penolong persalinan yaitu seorang bidan yang profesional. Penanganan bayi baru lahir sangat penting karena banyak bayi baru lahir mengalami kesulitan untuk mempertahankan suhu tubuhnya oleh karena itu semua bayi baru lahir harus segera tubuhnya dikeringkan dan dibungkus dengan kain bersih yang hangat (Departemen Kesehatan RI, 1998). Hipotermia dapat terjadi secara cepat pada

bayi sangat kecil atau bayi yang diresusitasi atau dipisahkan dari ibu.dalam kasus-kasus ini, suhu dapat cepat turun <35oC. (Sarwono, 2006:288). Menurut hadi, berdasarkan perkiraan organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 1995 hampir semua (98%) dari 5 juta kematian neonatal terjadi dinegara berkambang. Lebih dari 2/3 kematian itu terjadi pada periode neonatal dini. Umumnya karna berat badan lahir <2500 gram. Menurut WHO 17% dari 25 juta persalinan pertahun adalah BBLR dan hampir semua terjadi dinegara berkembang. (www.omzikzik.com/2009)

Sekelompok peneliti dari inggris yang tergabung dalam department for international development pernah melakukan penelitian terhadap 10.946 bayi pada tahun 2004. Sekitar bulan ketiga tahun 2006 lalu, ditemukan bahwa bayi normal yang langsung diletakkan di dada ibunya minimal 30 menit, pada usia 20 menit akan merangkak sendiri kepayudara ibu. Sementara itu, pada usia 50 menit, dengan susah payah dia akan merangkak dan menemukan putting ibunya untuk menyusu. Sejalan dengan penelitian tersebut, para dokter eropa dan amerika serikat kini giat mengkampanyekan pemberian asi pada bayi baru lahir, proses tersebut dinamakan inisiasi dini. Bahkan Dr. utami roesli, SPA, MBA, CIMI, IBLCC, dokter spesialis anak dan aktivis ASI berpendapat apabila inisiasi dini didukung oleh semua pihak terkait, termasuk tenaga kesehatan, kemungkinan akan mampu mencegah kematian bayi sebelum usia 28 hari, pada dasarnya hipotermia pada bayi disebabkan belum sempurnanya pengaturan suhu tubuh bayi, dan pengetahuan yang kurang tentang pengolahan bayi baru lahir yang benar. Di Indonesia sendiri kasus bayi meninggal akibat hipotermia masih relative tinggi. Diperkirakan kejadian BBLR di Indonesia sebesar 14%. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia memang makin menurun, tetapi masih cukup tinggi, yaitu 52 per 1000 kelahiran hidup (data survey demografi tahun 1997) angka itu lebih tinggi dibandingkan AKB sesama Negara ASEAN (singapura 4 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 12 per 1000, dan Thailand 32 per 1000). (www.darsana.com/2010) Kematian bayi baru lahir pada umumnya di sebabkan oleh asfiksia, infeksi dan hipotermi. Dia mengatakan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu

dan bayi baru lahir sangat dipengaruhi oleh pelbagai faktor sosial budaya, diantaranya kebiasaan jenis makanan tertentu selama nifas dan masa laktasi, pemberian makanan bayi sebelum air susu ibu keluar serta anggapan bahwa komplikasi selama masa kenifasan merupakan kejadian normal. Azrul juga menambahkan secara umum, pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang tidak merata, sangat erat hubungannya dengan kemiskinan, pendidikan wanita, faktor geografis dan pembangunan sosial.

(www.deborah.com/2011). Komalasari (2007) mengemukakan bahwa di Indonesia pada periode 20052007 penurunan angka kematian neonatal yakni kematian bayi umur <1 bulan masih rendah yaitu dari 28,8 per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Propinsi Bali merupakan daerah yang memiliki angka kematian bayi yang rendah di bandingkan dengan propinsi lain di Indonesia. Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) yang bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) provinsi Sulawesi Selatan angka kematian bayi pada tahun 2007 tercatat 39,5 per 1000 kelahiran hidup menjadi 14 per 1000 kelahiran hidup tahun 2008. Sedangkan untuk balita juga menurun menjadi 19 pada tahun 2007-2008 dari 44 pada tahun 2006. Berdasarkan data tahun 2008, angka kematian bayi di propinsi Sulawesi Selatan sebesar 7,8 per 1.000 kelahiran hidup atau lebih rendah dari

angka nasional sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup dimana sekitar 0,5% kematian bayi disebabkan karena hipotermia (Abadi,2009). Kurangnya penanganan yang baik dan akurat pada bayi baru lahir sehat akan dapat menyebabkan kelainan-kelainan atau cacat seumur hidup atau bahkan menyebabkan kematian. Maka berdasarkan hal itu peneliti ingin meneliti Bagaimana Pengetahuan Ibu Postpartum tentang Hipotermia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Tenriawaru Bone Periode Mei-Juni 2012.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan permasalahan Bagaimana Tingkat Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Hipotermi pada Bayi Baru Lahir di RSUD Tenriawaru Bone Periode Mei-Juni 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone Periode Mei-Juni 2012. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone berdasarkan umur.

b.

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone

berdasarkan pendidikan. c. Untuk mengetahui tingkat pengatahuan ibu postpartum tentang hipotermi pada bayi baru lahir RSUD Tenriawaru Bone berdasarkan pekerjaan. d. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone berdasarkan paritas. e. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang hipotermi pada bayi baru lahir di RSUD Tenriawaru Bone berdasarkan sumber informasi.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Sebagai salah satu syarat kelulusan bagi penulis pada program DIII Kebidanan Akbid Batari Toja Watampone serta untuk melatih dan menambah pengetahuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah. 2. Bagi Institusi Pendidikan Kebidanan Menambah ilmu pengetahuan mahasiswi kebidanan tentang hipotermi pada bayi baru lahir sehingga dapat mengurangi angka kematian pada bayi baru lahir.

10

3.

Bagi Pelayanan Kesehatan Dapat menjadi masukan dan informasi mengenai hipotermi pada bayi terutama cara pencegahan dan penanganan hipotermi sehingga dapat mengurangi angka kematian pada bayi baru lahir.

4.

Bagi Pasien Rumah Sakit Dapat menambah informasi kepada ibu postpartum tentang hipotermi, sehingga ibu postpartum dapat melakukan pencegahan dan penanganan hipotermi pada bayi baru lahir sehingaga dapat mengurangi angka kejadian hipotermi pada bayi baru lahir.

5.

Bagi Peneliti Selanjutnya


Sebagai bahan informasi dan bandingan bagi para peneliti yang relevan dikemudian hari dengan melibatkan variable yang lebih kompleks lagi.

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Berdasatkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Notoadmodjo, 2007:70) 2. Cara Memperoleh Pengetahuan Cara yang dapat digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan: a. Cara tradisional Cara kuno sebelum dikemukakan metode ilmiah. Cara ini meliputi: 1) 2) 3) 4) b. Cara coba salah Cara kekuasaan atau otoritas Berdasarkan pengalaman pribadi Melalui jalan pikiran

Cara modern Cara memperoleh pengetahuan yang sistematis, logis, dan ilmiah. (Notoadmodjo, 2005:67)

12

3.

Tingkat Pengetahuan Di dalam Domain Kognitif Menurut (Notoatmodjo, 2007:74), pengetahuan yang tercakup di dalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : a. Tahu ( know ). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah di pelajarinya atara lain menyebutukan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mnejelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya, terhadap objek yang di pelajarinya. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari nya pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum- hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya

13

dalam konteks atau situasi yang lain misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponenkomponen tetapi masih di dalam suatu stuktur organisasi dan masih ada kaitannya dengan satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemapuan untuk menyusun formulasi baru, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penilaian itu di dasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan criteria yang telah ada, misalnya dapat

membandingkan antara anak criteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan yang kekurangan gizi dan sebagainya.

14

4.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut (Notoadmojo, 2007:79) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah: a. Umur Adalah variable yang selalu diperhatikan dalam

mempertimbangkan lamanya hidup dalam tahun dihitung sejak dilahirkan.dengan kategori < 25 tahun, 25-35 tahun, dan > 35 tahun. b. Pendidikan Adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang yang telah menyelesaikan sekolahnya secara formal. Dengan kategori SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. c. Pekerjaan Adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya, bila kita ingin melihat pekerjaan mayoritas dari ibu maka kemungkinan sebagian ibu bukanlah pekerjaan yang berpenghasilan cukup sehingga kebanyakan ibu menganggap sosial ekonomi keluarga akan mengganggu dalam pemenuhan nutrisi anaknya. Pekerjaan merupakan sumber penghasilan dengan kategori ibu yang bekerja dan ibu tidak bekerja (IRT). d. Paritas Adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim. Paritas bisa mempengaruhi

15

pengetahuan seseorang dimana pengalaman sendiri maupun orang lain. e. Sumber informasi

pengetahuan diperoleh dari

Adalah alat untuk menyampaikan suatu pesan dan berita penting yang dapat mempengaruhi pengetahuan baik dari media maupun orang lain kepada ibu postpartum dengan kategori keluarga/teman, kesehatan. 5. Sumber Pengetahuan Manusia Menurut (Notoadmodjo, 2005:83) sumber pengetahuan manusia diperoleh dari: a. Tradisi Dengan adat istiadat kita dan profesi keperawatan beberapa pendapat diterima sebagai sesuatu yang benar. Banyak pertanyaan terjawab dan banyak permasalahan dapat dipecahkan berdasarkan suatu tradisi. Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan di mana setiap orang tidak dianjurkan untuk memulai mencoba memecahkan masalah. Akan tetapi tradisi mungkin terdapat kendala untuk kebutuhan manusia karena beberapa tradisi begitu melekat media massa/media elektonik, dan petugas

sehingga validitas, manfaat, dan kebenarannya tidak pernah dicoba/di teliti. b. Autoritas Dalam masyarakat yang semakin majemuk adanya suatu

16

autoritas seseorang dengan keahlian tertentu, pasien memerlukan perawat atau dokter dalam lingkup medik. Akan tetapi seperti halnya tradisi jika keahliannya tergantung dari pengalaman pribadi sering pengetahuannya tidak teruji secara ilmiah. c. Pengalaman Seseorang Kita semua memecahkan suatu permasalahan berdasarkan obsesi dan pengalaman sebelumnya, dan ini merupakan pendekatan yang penting dan bermanfaat. Kemampuan untuk menyimpulkan, mengetahui aturan dan membuat prediksi berdasarkan observasi adalah penting bagi pola penalaran manusia. Akan tetapi pengalaman individu tetap mempunyai

keterbatasan pemahaman, yaitu : 1) Setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat kesimpulan yang valid tentang situasi. 2) Pengalaman seseorang diwarnai dengan penilaian yang bersifat subyektif. d. Trial dan Error Kadang-kadang kita menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui coba dan salah. Meskipun pendekatan ini untuk beberapa masalah lebih praktis sering tidak efisien. Metode ini cenderung mengandung resiko yang tinggi, penyelesaiannya untuk beberapa hal mungkin idi osyentric.

17

e.

Alasan yang Logis Kita sering memecahkan suatu masalah berdasarkan proses pemikiran yang logis. Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena validitas alasan deduktif tergantung dari informasi dimana seseorang memulai, dan alasan tersebut mungkin tidak efisien untuk mengevaluasi akurasi permasalahan.

f.

Metode Ilmiah Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur menganalisa reliabilitas. dan sistematis serta dalam pada mengumpulkan prinsip validitas dan dan

datanya

didasarkan

2.2 Ibu Postpartum 1. Defenisi Ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu dapat diberikan untuk perempuan yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak). Selain itu, dalam bahasa Indonesia panggilan "ibu" juga dapat ditujukan kepada perempuan asing yang relatif lebih tua dari pada si pemanggil atau

18

panggilan hormat kepada seorang wanita, tanpa memedulikan perbedaan usia. (www.wikipedia.com) Postpartum (nifas) ialah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu

(www.wayan.com/2010).

Selain itu, post partum bisa diartikan sebagai masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan. (Suherni dkk, 2009:1) 2. Periode postpartum Periode postpartum (nifas/puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alatalat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal berlangsung selama enam minggu atau 42 hari.
Periode postpartum terdiri dari tiga periode, immediate postpartum yaitu masa 24 jam pertama setelah persalinan, early postpartum yaitu satu minggu pertama setelah persalinan dan late postpartum yaitu setelah satu minggu pertama persalinan sampai periode postpartum selesai.

(www.wayan.com/2010)

19

3.

Tahapan Masa Nifas Adapun tahapan masa nifas (postpartum) menurut Rahmawati (2009:2) yaitu: a. Puerperium dini: masa kepulihan yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan. b. Puerperium intermedial: masa kepulihan menyeluruh dari organorgan genital, kira -kira antara 6-8 minggu. c. Remot puerperium: waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan

mempunyai komplikasi.

4.

Perubahan Fisiologis Pada Masa Postpartum a. Perubahan Uterus Perubahan uterus terjadi segera setelah melahirkan dan berlangsung cepat. Dalam 12 jam pertama setelah melahirkan fundus uteri teraba 1 cm dibawah pusat, 5-6 minggu kemudian kembali ke dalam ukuran tidak hamil. Dinding endometrium pada bekas implantasi plasenta pada lapisan superfisial akan mengalami nekrotik dan akan keluar cairan berupa sekret sebagai lochea. Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh sempurna sekitar enam minggu setelah kelahiran. Kegagalan penyembuhan tempat menempelnya plasenta dapat menyebabkan pengeluaran lochea terus menerus, perdarahan pervaginam tanpa nyeri. Menyusui dan mobilisasi menyebabkan ekskresi lochea sedikit lebih banyak dibandingkan posisi tidur saja, karena itu menyusui dan mobilisasi dini yang disertai

20

asupan nutrisi yang adekuat mempercepat proses involusi uteri. (www.wayan.com/2010) b. Serviks, Vagina dan Perineum Serviks dan segmen bawah uterus menjadi lebih tipis selama immediate postpartum. Pada beberapa persalinan terjadi laserasi pada serviks. Vagina dan perineum dapat mengalami robekan, edema dan memar. c. Payudara Perkembangan kelenjar mamae secara fungsional lengkap pada pertengahan masa kehamilan, tetapi laktasi terhambat sampai kadar estrogen menurun, yakni setelah janin dan plasenta lahir. Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak. Pada ibu yang tidak menyusui kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Pada hari ketiga dan keempat postpartum bisa terjadi pembengkakan (engorgement), payudara teregang, keras, nyeri bila ditekan dan hangat jika diraba. Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik bukan akibat penimbunan air susu. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam. Pada ibu yang menyusui, sebelum laktasi dimulai payudara teraba lunak dan suatu

21

cairan kekuningan yakni kolostrum dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. d. Sistem Urinaria Uretra Kandung kemih dan jaringan sekitar meatus urinarius dapat mengalami trauma mekanik akibat desakan oleh bagian yang berpresentasi selama persalinan kala II, Hal ini dapat menyebabkan kehilangan sensasi untuk buang air kecil. e. Sistem sirkulasi dan Vital Sign Adanya hipervolemi, dimana terjadi peningkatan plasma darah saat persalinan menyebabkan ibu toleran terhadap kehilangan darah saat persalinan. Segera setelah kelahiran terjadi peningkatan cardiac output yang dapat tetap ada selama 28 jam setelah kelahiran dan akan turun secara perlahan pada keadaan normal sekitar 12 minggu setelah persalinan. f. Sistem Muskuloskeletal Selama beberapa hari hormon relaxin menurun, dan ligamen kartilago pelvis mulai kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian ibu, otot abdomen dapat melemah dan kendur. Hal ini mempengaruhi resiko konstipasi selama postpartum karena

penurunan tonus dinding abdomen mempengaruhi motilitas usus. Stasis vena yang dapat terjadi selama hamil tua, berkontribusi terhadap terbentuknya bekuan darah (trombosis) pada ekstremitas

22

bawah. Hal ini dapat dicegah dengan mobilisasi dini setelah persalinan. g. Sistem Gastrointestinal Ibu akan sering haus dan lapar setelah melahirkan, akibat kehabisan tenaga dan restriksi cairan selama persalinan. Pembatasan asupan nutrisi dan cairan dapat menyebabkan gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit serta keterlambatan pemulihan fungsi tubuh. h. Sistem Endokrin Level estrogen dan progesteron menurun setelah ekspulsi plasenta. Jika ibu tidak menyusui, level estrogen akan kembali meningkat sekitar tiga minggu setelah kelahiran yang diikuti dengan kembalinya menstruasi. Pada ibu menyusui level estrogen dan progesteron lebih lambat kembali pada level sebelum hamil. 5. Perubahan Psikologis pada Masa Postpartum Menurut (Suherni dkk, 2009:77) perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut : a. Fase Taking In (periode ketergantungan) Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu berfokus pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu berusaha untuk mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya.

23

b.

Fase Taking Hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian) Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri.

c.

Fase Letting Go (Fase mampu sendiri) Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir. Ibu melepas bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mampu menerima kenyataan.

2.3. Hipotermi pada Bayi baru Lahir Normal 1. Defenisi Hipotermia adalah suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Hipotermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu bagian dalam tubuh di bawah 35 C. Tubuh manusia mampu mengatur suhu pada zona termonetral, yaitu antara 36,5-37,5 C. Di luar suhu tersebut, respon tubuh untuk mengatur suhu akan aktif menyeimbangkan produksi panas dan kehilangan panas dalam tubuh. (Rukiyah dkk, 2010:283 )

24

Bayi Hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 C (Suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu awal <36 C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32 C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25 C. (www.hipotermia.com) Hipotermi pada BBL adalah suhu di bawah 36,5 C, yang terbagi atas : hipotermi ringan (cold stres) yaitu suhu antara 36-36,5 C, hipotermi sedang yaitu antara 32- 36C, dan hipotermi berat yaitu suhu tubuh <32 C. (Yunanto, 2008:40) 2. Klasifikasi Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Menurut (Yunanto, 2008:42) penurunan suhu tubuh dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Anamnesis Bayi suhu lingkungan yang rendah Waktu timbulnya kurang dari 2 hari terpapar Pemeriksaan Suhu tubuh 32C36,4C Gangguan napas Denyut <100 x/i Malas minum letargi Bayi suhu terpapar lingkungan Suhu tubuh <32C Tanda hipotermia sedang Hipotermia berat jantung Klasifikasi Hipotermia sedang

yang rendah Waktu timnbulnya

25

kurang dari 2 hari

Kulit teraba keras Napas pelan dan dalam

3.

Diagnosis Menurut (Yunanto, 2008:41) diagnosis hipotermi dapat ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan pengukuranya dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit. Melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang dianjurkan, oleh karena mudah, sederhana dan aman. Tetapi pengukuran melalui rektal sangat dianjurkan untuk dilakukan pertama kali pada semua BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining untuk kemungkinan adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagai prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.

4.

Etiologi Perinatal adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan interauterin ke kehidupan ekstrauterin selama 28 hari. Empat aspek transisi pada bayi baru lahir dimasa perinatal yang cepat berlangsung adalah sistem pernapasan, sirkulasi, dan kemampuan menghasilkan sumber glukosa. (Rukiyah dkk, 2010:2)

26

Penyebab terjadinya hipotermi pada BBL dimasa perinatal yaitu : Jaringan lemak subkutan tipis, perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar, BBL (Bayi Baru lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan, asfiksia yang hebat, resusitasi yang ekstensive, lambat sewaktu mengeringkan bayi, distress pernapasan, sepsis, pada bayi prematur atau bayi kecil memiliki cadangan glukosa yang sedikit. Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Pada BBL jumlah glukosa akan turun dalam waktu cepat. BBL yang tidak dapat mencerna glukosa dari glikogen dalam hal ini terjadi bila bayi mempunyai persediaan glikogen cukup yang disimpan dalam hati. Koreksi penurunan kadar gula darah dapat dilakukan dengan 3 cara : (1) melalui penggunaan ASI, (2) melalui penggunaan cadanan glikogen, (3) melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak. (Rukiyah dkk, 2010:283) 5. Mekanisme Hilangnya Panas pada Bayi Baru Lahir Menurut (Yunanto, 2008:44) BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas yaitu: a. Penurunan produksi panas Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan

27

terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitari. b. Peningkatan panas yang hilang Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi secara: 1) Konduksi : Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedan suhu antara kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada waktu proses penimbangan. 2) Konveksi : Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa: inkubator dengan jendela yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah sakit. 3) Radiasi : Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek yang dingin, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi

28

lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin. 4) Evaporasi : Panas terbuang akibat penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus repiratoris. Sumber kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah lahir, atau pada waktu dimandikan. c. Kegagalan termoregulasi Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab.Keadaan hipoksia intrauterin/saat persalinan/post partum, defek neurologik dan paparan obat prenatal ( analgesik / anestesi ) dapat menekan respons neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi. 6. Akibat Yang Dapat Ditimbulkan Hipotermi a. b. c. d. e. Hipoglikemia-sidosis metabolik Karena vasokontriksi perifer dengan metabolisme anaerob Kebutuhan oksigen yang meningkat Metabolisme meningkat sehingga metabolisme terganggu Gangguan pembekuan sehingga meningkatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat

29

f. g. h. i. 7.

Shock Apnea Perdarahan Intra Ventrikular Hipoksemia, dan berlanjut dengan kematian

Ciri-ciri Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Normal Menurut (Rukiyah dkk, 2010:287) beberapa ciri jika seorang bayi terkena hipotermi antara lain : a. Bayi menggigil (walau biasanya ciri ini tidak mudah terlihat pada bayi kecil) b. Kulit anak terlihat belang-belang, merah campur putih atau timbul bercak-bercak c. d. e. Anak terlihat apatis atau diam saja Gerakan bayi kurang dari normal Lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir dan ujung-ujung jarinya.

8.

Penanganan Hipotermi Bayi Baru Lahir Normal Menurut (Yunanto, 2008:45) kesempatan untuk bertahan hidup pada BBL ditandai dengan keberhasilan usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari lingkungan suhu netral. Menurut (Rukiyah dkk, 2010:290) bayi yang mengalami hipotermia biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam incubator atau tubuh. Untuk itu, BBL haruslah dirawat dalam

30

melalui penyinaran lampu. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh setiap ibu adalah menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada di dalam satu pakaian (merupakan teknologi tepat guna baru) disebut sebagai Metoda Kangguru. Sebaiknya ibu

menggunakan pakaian longgar berkancing depan. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang disetrika terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat. Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia, sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak menghisap, diberi infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml / kg per hari. 9. Metode Kanguru Untuk Merawat Bayi Hipotermi Menurut (www.agustinayanto.com/2008) Metode kanguru atau perawatan bayi lekat ditemukan sejak tahun 1983, sangat bermanfaat untuk merawat bayi yang lahir dengan hipotermi baik selama perawatan di rumah sakit ataupun di rumah. Perawatan bayi dengan metode kanguru bisa digunakan sebagai pengganti perawatan dengan inkubator. Caranya, dengan mengenakan popok dan tutup kepala pada bayi yang baru lahir. Kemudian, bayi diletakkan di antara payudara ibu dan ditutupi baju ibu yang berfungsi sebagai kantung kanguru. Posisi bayi tegak ketika ibu berdiri atau duduk, dan tengkurap atau miring ketika ibu berbaring. Hal ini

31

dilakukan sepanjang hari oleh ibu atau pengganti ibu (ayah atau anggota keluarga lain). Suhu optimal didapat lewat kontak langsung kulit ibu dengan kulit bayi (skin to skin contact). Suhu ibu merupakan sumber panas yang efisien dan murah. Kontak erat dan interaksi ibu-bayi akan membuat bayi merasa nyaman dan aman, serta meningkatkan

perkembangan psikomotor bayi sebagai reaksi rangsangan sensoris dari ibu ke bayi. Keuntungan Yang Di Dapat Dari Metode Kanguru Bagi Perawatan Bayi: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Meningkatkan hubungan emosi ibu anak Menstabilkan suhu tubuh, denyut jantung, dan pernafasan bayi Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik Mengurangi strea pada ibu dan bayi Mengurangi lama menangis pada bayi Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi Meningkatkan produksi ASI Menurunkan resiko terinfeksi selama perawatan di rumah sakit Mempersingkat masa rawat di rumah sakit

Apa saja kriteria bayi untuk metode kanguru: a. b. c. d. Bayi dengan berat badan 2000 gr Tidak ada kelainan atau penyakit yang menyertai Refleks dan kordinasi isap dan menelan yang baik Perkembangan selama di inkubator baik

32

e.

Kesiapan dan keikut sertaan orang tua, sangat mendukung dalam keberhasilan.

Cara Melakukan Metode Kanguru: a. Beri bayi pakaian, topi, popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu b. Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada bayi

terletak didada ibu dengan kepala agak sedikit mendongak. c. Dapat pula memeakai baju dengan ukuran lebih besar dari badan ibu, dan bayi diletakkan diantara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak terjatuh. d. Bila baju ibu tidak dapat menyokong bayi , dapat digunakan handuk atau kain lebar yang elastik atau kantong yang dibuat sedemikian untuk menjaga tubuh bayi. e. Ibu dapat beraktivitas dengan bebas, dapat bebas bergerak walau berdiri, duduk, jalan, makan dan mengobrol. Pada waktu tidur, posisi ibu setengah duduk atau dengan jalan meletakkan beberapa bantal dibelakang punggung ibu. f. Bila ibu perlu istirahat, dapat digantikan oleh ayah atau orang lain.

33

g. Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan persiapan ibu, bayi, posisi bayi, pemantauan bayi, cara pamberian asi, dan kebersihan ibu dan bayi. 10. Pencegahan Hipotermi Dirumah Hipotermia bisa saja terjadi pada bayi baru lahir di rumah bersalin (bidan), atau di rumah sakit. Tetapi, tidak menutup kemungkinan hipotermia pun muncul disebabkan perawatan yang kurang tepat di rumah. Berikut ini sejumlah cara untuk mencegahnya : a. Asuhan kontak kulit dengan kulit. Menggendong bayi sambil memeluknya dengan cara yang tepat dapat membantu memberikan kehangatan yang dibutuhkan bayi. Meski awalnya dilakukan oleh ibu, selanjutnya para ayah pun dapat turut mempraktikannya. b. Gunakan air hangat setiap kali memandikan bayi. Setelah selesai, segeralah angkat dan keringkan tubuh bayi, lalu pastikan dia dalam keadaan hangat. Jauhkan si kecil dari handuk basah bekas pakai. c. Jangan biarkan buah hati Anda menggunakan popok basah. Untuk itu, rajinlah memeriksa dan mengganti popoknya. d. Perhatikan posisi tempat tidur bayi, sebaiknya jangan dekat jendela, di depan AC, atau kipas angin. Jauhkan bayi dari kemungkinan kondisi kedinginan. Pastikan buah hati Anda senantiasa berada pada lingkungan bersuhu hangat/normal. Demikian pula pakaian yang dikenakannya.

34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah kerangka antara hubungan konsep-konsep yang diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. (Notoatmodjo,2005:69)

Variabel Independent
Karakteristk ibu postpartum 3.Sumber Informasi 1. Umur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Paritas 5. Sumber informasi

Variabel Devendent

Pengetahuan Ibu Postpartum tentang Hipotermi pada Bayi Baru Lahir Normal

3.2 Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari 2 macam, yaitu : 1. Variabel Independent Variabel independent adalah variabel bebas, sebab, dan

mempengaruhi. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independent adalah umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, dan sumber informasi.

35

2.

Variabel Dependent Variabel dependent adalah variabel tergantung, akibat terpengaruh. Dalam penelitian dependent adalahpengetahuan ibu tentang hipoteermia pada bayi baru lahir.

3.3

Defenisi Operasional 1. Pengatahuan Pengetahuan adalah kemampuan respon dalam menjawab

kuesioner yang akan diberikan untuk mengetahui tentang hipotermia pada Bayi Baru Lahir Normal dengan kategori baik, cukup, kurang yang terdiri dari : a. b. c. d. 2. Defenisi hipotermia pada bayi baru lahir Penyebab hipoteremia pada bayi baru lahir Pencegahan hipotermia pada bayi baru lahir Penanganan hipotermia pada bayi baru lahir

Umur Umur adalah waktu hidup atau sejak dilahirkan sampai sekarang, karena semakin bertambahnya umur seseorang dan pendewasaan sendiri dan dengan penambahan maka pengetahuan semakin bertambah dengan kategori : a. b. c. < 25 tahun 25-35 tahun > 35 tahun

36

3.

Pendidikan Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang terakhir dengan kategori : a. b. c. d. e. Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi

4.

Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh ibu postpartum baik di dalam rumah maupun di luar rumah, di kategorikan atas : a. Bekerja : berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tepat/ tidak dibayar, buruh/karyawan/pegawai. Pekerjaan bebas di pertanian, dan pekerja bebas non pertanian. b. Tidak bekerja : Ibu Rumah Tangga (IRT)

5.

Paritas Paritas adalah merupakan jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim yang dilakukan dengan kategori : a. b. c. d. Primigravida (wanita yang pertama kali hamil) Secundygravida (seorang wanita yang hamil 2 kali) Multigravida (seorang wanita yang hamil 3-5 kali) Grandemultigravida (wanita yang telah hamil lebih dari 5 kali)

37

6.

Sumber Informasi Adapun pesan atau sumber informasi yang di peroleh ibu postpartum tentang hipotermia adalah : a. b. c. Keluarga / teman Media Cetak / Media elektronik Petugas Kesehatan

3.4 Desain Penelitian Desain penelitian dengan cara deskriptif yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu postpartum tentang hipotermia pada bayi baru lahir dengan mengumpulkan data primer dari ibu postpartum yang melahirkan di RSUD Tenriawaru Bone periode Mei-Juni 2013. 3.5 Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian atau objek yang diteliti yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu postpartum yang telah melahirkan di RSUD Tenriawaru Bone Periode Mei-Juni 2013 dengan jumlah populasi sebanyak 30 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel yang digunakan peneliti adalah cara total sampling dimana sample adalah seluruh ibu postpartum yang melahirkan di RSUD Tenriawaru Bone dimulai pada

38

bulan Mei-Juni 2013 dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Hal ini sesuai dengan perkataan Machfoedz (2009:43) bahwa apabila populasi lebih kecil dari 100 lebih baik diambil seluruhnya.

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di RSUD Tenriawaru Bone: a. Di RSUD Tenriawaru Bone adalah merupakan salah satu tempat praktek belajar lapangan peneliti. b. Di RSUD Tenriawaru Bone mudah dijangkau oleh peneliti dan jumlah responden yang lebih relatif. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan April -juli 2013.
Waktu Penelitian Kegiatan 1 Pengajuan judul Penyiapan izin lokasi Penyusunan proposal Persiapan ujian Ujian proposal Pengumpulan data Analisa data Konsultasi laporan penelitian Seminar hasil penelitian Penggandaan hasil penelitian April 2 3 4 1 Mei 2 3 4 1 Juni 2 3 4 1 Juli 2 3 4

39

3.7 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah dengan

menggunakan kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan ibu postpartum yang disusun sendiri oleh penulis dengan jumlah soal 20 buah.

3.8 Pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner tertutup yang disusun oleh penulis berdasarkan konsep teoritis yang terdiri dari 20 pertanyaan yang diisi oleh responden dan setelah diisi kemudian dikumpulkan kembali kepada peneliti. Pengumpulan data dilakukan dengan cara : 1. Peneliti menjelaskan kepada responden untuk mengenaitujuan meneliti, kemudian meminta persetujuan responden untuk menandatangani surat persetujuan responden untuk menjadi responden. 2. Peneliti mengingatkan kembali tentang pengisian kuesioner kepada responden secara teliti dan cermat. Apabila ada yang kurang mengerti, responden dapat menanyakan kembali kepada peneliti. 3. Setelah responden dapat menjawab kuesioner yang diajukan, kemudian peneliti mengumpulkan kembali dan memeriksa jawaban responden dan memberi nilai terhadap jawaban tersebut.

3.9. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data a. Editing

40

Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah selesai dilakukan terhadap kelengkapan jawaban, keterbatasan tulisan dan relevansi jawaban. b. Tabuling Yaitu data yang diberi tanda sesuai dengan variabelnya kemudian dihitung dan data yang telah diolah disajikan kedalam table-tabel distribusi. c. Coding Yaitu mengklarifikasi jawaban-jawaban dari para responden kedalam kategori, biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara member tanda aau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban. d. Sorting Adalah menyortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut yang dikehendaki. e. Entery Data Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian dimasukkan kedalam bentuk tabel dengan cara menghitung frekuensi data, memasukkan data boleh dengan cara manual atau melalui pengolahan computer. f. Cleaning Cleaning adalah pembersihan data, lihat variabel apakah data sudah benar atau belum (Setiadi, 2007.Hal:32).

41

2.

Analisis Data Analisi data dilakukan dengan cara deskriptif dengan melihat persentase data yang telah terkumpul disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan membahas hasil penelitian dengan menggunakan teoridari kepustakaan yang ada.

3.10. Aspek Pengukuran Data Aspek pengukuran ini dilakukan terhadap Pengetahudilakukan terhadap tingkat pengetahuan Ibu Postpartum tentang Hipotermia pada Bayi Baru Lahir di RSUD Tenriawaru Bone Periode Mei-Juni 2013. Jawaban responden dari semua pertanyaan yang diberikan dengan jumlah 20 pertanyaan. Sebelum menentukan kategori baik, cukup, kurang terlebih dahulu menentukan kriteria atau tolak ukur yang disajikan. Aspek pengukuran dilakukan terhadap tingkat pengetahuan ibu berdasarkan jawaban responden pada semua pertanyaan yang diberikan, dimana : 1. Skor maksimal adalah 1, dalam arti untuk skor jawaban terhaddap satu pertanyaan yang benar adalah 1, jadi 20 x 1 = 20 2. Skor minimal adalah 0, dalam arti untuk skor jawaban terhadap satu pertanyaan yang salah adalah 0, jadi 20 x 0 = 0. Dengan rumus :

S
Keterangan : S = skor

42

x = jumlah jawaban yang benar r = jumlah pertanyaan Maka kategori pengetahuan sebagai berikut : 1. Kategori baik : Bila responden mendapat skor >75-100% dengan jawaban yang benar 15-20 pertanyaan. 2. Kategori cukup : Bila responden mendapat skor 56-74% dengan jawaban yang benar 11-14 pertanyaan. 3. Kategori kurang : Bila responden mendapat skor < 55% dengan jawaban yang benar 0-10 pertanyaan.

43

DAFTAR PUSTAKA Afandi, 2007, Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. EGC : Jakarta Arikunto, S, 2002, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta. Arikunto, S, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta Asna, N, dkk, 2008, Panduan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Program D-IV Bidan Pendidik, Medan. Departemen Kesehatan RI, 1998, Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar, Jakarta. Hidayat, AA, 2007, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data, Edisi I,Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Kosim, MS, 2003, Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat, Bidan, Penerbit Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Lubis B, 2007, Pencegahan Hipotermi Pada Bayi Baru Lahir. Machfoedz, 2005, Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Institusi Kesehatan Keperawatan dan Kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta. Maimunah, S, 2004, Kamus Istilah Kebidanan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Manuaba, IBG, 1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Penerbit EGC, Jakarta. Ngastiyah, 1998, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

44

Saifuddin, AB, 2000, Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Surasmi, A. Handayani, S. Kusuma, HN. 2003, Perawatan Bayi Resiko Tinggi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Sunaryo, 2004, Psikologi Untuk Keperawatan, EGC, Jakarta. Samin, A, 2008, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi Universitas Sumatera Utara, Medan. Sarwono, P, 2001, Ilmu Kebidanan, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Subekti, 2008, Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Penerbit EGC, Jakarta. Zaluchu, F, 2005, Penelitian Kesehatan, Cita Pusaka Media, Bandung.

Getty.2011.Bila Bayi Alami Hipotermia. Jakarta : http://lifestyle.okezone.com (diakses tanggal 15 Oktober 20011 jam 17.00 WIB) Ronaldo.2009.Pertolongan Pertama untuk Bayi dan Anak (terjemahan). Jakarta (halaman 90-91) Saifudin,Abdul Bari,George Adriaansz,Gulardi Hanifa Wiknjosastro,Djoko

Waspodo.2009.Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta (halaman372-374). Wiknjosastro,Gulardi H,George Adriaansz,Omo Abdul Madjid,R.Soerjo Normal.Jakarta(

Hardjono,J.M.Seno Halaman 123-126)

Adjie.2008.Asuhan

Persalinan

Anda mungkin juga menyukai