Anda di halaman 1dari 19

Makalah

“DIARE, BAYI KUNING, GIZI BURUK, DAN INFEKSI SALURAN


PPERNAFASAN PADA NEONATUS BAYI DAN BALITA”

DI SUSUN OLEH :
KELAS 2A D-III KEBIDANAN
KELOMPOK II

DISUSUN OLEH
KELOMPOK II :

1. Adelhia Dea Pradhika Ibura


2. Ainun Hanafi
3. Anisa Dunggio
4. Anisa Fajri Ibrahim
5. Fitri Patricia Duengo
6. Fitriyani T. Gue
7. Jean Puluhulawa
8. Masna Usman Djafar

MATA KULIAH : ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS BAYI DAN


BALITA
PENGAJAR : IKA SUHERLIN, S.ST.,M.Keb

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO


JURUSAN KEBIDANAN
TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang sudah membagikan rahmat
dan karunia- Nya kepada kami sehingga kami sukses menuntaskan makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang bertema “Diare, Bayi Kuning, Gizi
Buruk, Dan Infeksi Saluran Ppernafasan Pada Neonatus Bayi Dan Balita”

Diharapkan Makalah ini bisa membagikan informasi kepada kita semua


tentang promosi kesehatan. Kami menyadari kalau makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh sebab itu kritik serta anjuran dari seluruh pihak yang bertabiat
membangun senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang sudah
berperan dan dalam penataan makalah ini dari dini hingga akhir. Mudah-
mudahan Allah SWT tetap meridhai seluruh usaha kita. Aamiin

Gorontalo, Januari 2022

Kelompok II

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................................ 2
D. Manfaat.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Diare............................................................................................................... 3
B. Bayi Kuning................................................................................................... 3
C. Gizi Buruk...................................................................................................... 5
D. Infeksi Saluran Pernafasan............................................................................. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. 10
B. Saran............................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 12
LAMPIRAN............................................................................................................ 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
merupakan suatu tolak ukur dalam menilai kesehatan suatu bangsa, oleh
sebab itu pemerintah berupaya keras menurunkan AKI dan AKB melalui
program Gerakan Sayang Ibu (GSI), safe motherhood, program Jaminan
Persalinan (Jampersal) hingga program Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan (BPJS) Bidan sangat berperan penting dalam menurunkan AKI
dan AKB karena bidan sebagai ujung tombak yang berhubungan langsung
dengan masyarakat, dalam memberikan pelayanan yang
berkesinambungan dan paripurna yang berfokus pada aspek pencegahan.
Tanda bahaya bayi baru lahir adalah suatu keadaan atau masalah
pada bayi baru lahir yang dapat mengakibatkan kematian pada bayi.
Angka Kematian Bayi (AKB)dibandingkan dengan negara berkembang
lainnya. Menurut WHO pada tahun 2013 AKB di dunia 34 per 1.000
kelahiran hidup, AKB di negara berkembang 37 per 1.000 kelahiran hidup
dan AKB di negara maju 5 per 1.000 kelahiran hidup. AKB di Asia Timur
11 per 1.000 kelahiran hidup, Asia Selatan 43 per 1.000 kelahiran hidup,
Asia Tenggara 24 per 1.000 kelahiran hidup, dan Asia Barat 21 per 1.000
kelahiran hidup. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
menyebutkan Angka Kematian Bayi (AKB) 32 per 1.000 kelahiran hidup.
Bila dibandingkan dengan Malaysia, Filiphina dan Singapura, angka
tersebut lebih besar, dimana AKB Malaysia 7 per 1.000 kelahiran hidup,
Filiphina 24 per 1.000 kelahiran hidup dan Singapura 2 per 1.000
kelahiran hidup (WHO, 2014).Menurut Kementrian Kesehatan Indonesia
tahun 2013 angka kelahiran di Indonesia sebesar 4.738.692 bayi. Jika
angka kelahiran bayi sekitar 5 juta per tahun dan AKB 20 per 1.000
kelahiran hidup, berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi
meninggal, setiap 1 jam 10 bayi meninggal di Indonesia. Para orang tua

1
terutama ibu nifas seharusnya mengetahui tanda bahaya terhadap bayi
mereka agar dapat mewaspadai sejak dini, karena tanda bahaya bayi baru
lahir merupakan gejala yang mampu mengancam kesahatan bayi, bahkan
dapat menyebabkan kematian bayi. Dengan mengetahui tanda bahaya bayi
baru lahir sejak dini, bayi akan lebih cepat memperoleh pertolongan atau
penanganan sehingga dapat mencegah kematian pada bayi.Setiap tahun
diperkirakan 4 juta bayi meninggal di dunia pada bulan pertama kehidupan
dan dua pertiganya meninggal pada minggu pertama. Penyebab utama
kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan
dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah.
Kurang lebih 98% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian
besar kematian ini dapat dicegah dengan pencegahan dini dan pengobatan
yang tepat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan diare dan apa penyebab utama diare?
2. Apa yang menjadi penyebab bayi kuning?
3. Apa yang menjadi faktor gizi buruk pada anak?
4. Bagaiamana cara mengetahui terjadinya infeksi saluran pernafasan
pada bayi?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penyakit diare dan penyebab diare tersebut
2. Untuk mengetahui penyebab bayi kuning
3. Untuk mengetahui faktor gizi buruk apa yang terdapat pada anak
4. Untuk mengetahui terjadinya infeksi saluran pernafasan pada bayi
D. MANFAAT
Manfaat dari pembuatan makalah ini agar dapat menambah
wawasan pembaca tentang Diare, Bayi Kuning, Gizi Buruk, Dan Infeksi
Saluran Ppernafasan Pada Neonatus Bayi Dan Balita. Dengan demikian
pembaca diharapkan mengetahui dan memahami cara penanganannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Diare
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi 3x atau lebih perhari,
disertai perubahannya menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya tampak sehat.
Penyebabnya karena bayi terkontaminasi feses ibu yang mengandung
kuman patogen saat dilahirkan, infeki silang dari petugas kesehatan yang
mengalami diare dan hygiene yang buruk, dot yang tidak disterilkan
sebelum digunakan, dan lain-lain. Penyebab diare terutama pada bayi bisa
dikarenakan pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI) dimana sistem
pencernaan bayi masih belum menerima zat – zat yang terkandung dalam
susu formula. Fenomena yang terjadi di Rumah Sakit banyak bayi sering
mengalami diare sehingga berat badannya tidak sesuai dengan umurnya
Penatalaksanaannya dengan cara untuk pertolongan pertama
dirumah, berikan oralit karena merupakan pertolongan pertama sebelum di
bawa ke RS/Puskesmas. Penatalaksanaannya di RS: Memberikan cairan
dan mengatur keseimbangan elektrolit, terapi rehidrasi, kolaborasi untuk
terapi pemberian antibiotik sesuai dengan kuman penyebabnya, mencuci
tangan sebelum dan sessudah kontak dengan bayi untuk mencegah
penularan, dan tidak dianjurkan untuk memberikan anti dieare dan obat-
obatan pengental feses.
B. Bayi Kuning
Penyakit kuning, atau hiperbilirubinemia, adalah kondisi medis
umum yang berkembang pada bayi baru lahir dalam dua hingga empat hari
pertama kehidupan. Penyakit ini disebabkan oleh kadar bilirubin yang
tinggi, produk limbah.karena kerusakan sel darah, yang ditemukan dalam
darah dan empedu. Hati yang berkembang sempurna dapat menyaring dan
menyingkirkan bilirubin, tetapi jantung bayi yang belum berkembang
sepenuhnya dapat menyebabkan penyakit kuning.

3
Masalah kesehatan yang paling banyak dialami oleh bayi baru lahir
atau berusia 0 tahun adalah hiperbilirubinemia atau dikenal dengan
sebutan bayi kuning. Hiper-bilirubinemia terjadi karena meningkatkanya
kadar bilirubin dalam darah. Akut hiperbilirubinemia dapat menyebabkan
kernikterus yaitu toksisitas otak. Deteksi dini terhadap resiko severe
hiperbilirubinemia merupakan langkah penting untuk menghindari
bilirubin encephalopati ataupun kernicterus. Terapi pijat bayi yang
dikombinasikan dengan frekuensi menyusu ASI terbukti efektif
memperbaiki kadar bilirubin pada bayi yang mengalami breast milk
jaundice. Inisiasi menyusui dini (IMD) terbukti mampu menurunkan
resiko bayi mengalami hiperbilirubinemia. Tenaga kesehatan disarankan
untuk memberikan dukungan kepada ibu agar tetap melanjutkan ASI
ekslusif bila bayi mengalami breast milk jaundice.
 Faktor Resiko
 BBLR
Penyakit hemolisis karena inkompatibilitas golongan darah asfiksia
atau asidosis
 Trauma cerebral
 Infeksi sistemik.
 Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain
yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

4
 Tanda Gejala
Hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi:
 Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama
kernikterus pada neonates adalah letargi, tidak mau minum dan
hipotoni.
 Gejala kronik: tangisan yang melengking (high pitch cry)
meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan.atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis
 Pemeriksaan Penunjang
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
 Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi
pada saat kelahiran.
 Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk
menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk
pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
 Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus
pada 24 jam pertama kelahiran.
C. Gizi Buruk
1. Tanda-tanda balita gizi kurang
a. Berat badan tidak naik selama 3 bulan berturut-turut, badannya
kurus
b. Mudah sakit
c. Tampak lesu dan lemah
d. Mudah menangis dan rewel
2. Beberapa macam gizi buruk pada balita
Gizi buruk pada balita ada tiga macam, yaitu :
a. Kwashiorkor
b. Marasmus

5
c. Marasmus-kwasihorkor
3. Tanda-tanda balita gizi buruk
Tanda-tanda gizi buruk pada kwashiorkor
a. Edema seluruh tubuh (terutama pada punggung kaki)
b. Wajah bulat dan sembab
c. Cengeng/rewel/apatis
d. Perut buncit
e. Rambut kusam dan mudah dicabut
f. Bercak kulit yang luas dan kehitaman/bitnik kemerahan

Tanda-tanda gizi buruk pada maramsmus

a. Tampak sangat kurus


b. Wajah seperti orang tua
c. Cengeng/rewel/apatis
d. 1 ga gambang, perut cekung
e. Otot pantat mengendor
f. Pengeriputan otot lengan dan tungkai
4. Penatalaksanaan gizi buruk
a. Gizi buruk dengan komplikasi
1) Beri dosis pertama antibiotic yang sesuai
2) Cegah gula darah tidak turun
3) Hangatkan badan
4) Rujuk segera
b. Gizi buruk tanpa komplikasi
1) Beri antibiotik yang sesuai selama 5 hari
2) Rujul
3) Nasehati kapan Kembali segera
4) Kunjungan ulang 7 hari

6
c. Gizi kurang
1) Lakukan penilaian pemberian makan pada anak dan nasihat
yang sesuai anjuran makan untuk anak sehat maupun sakit. Bila
ada masalah pemberian makanan kunjungi ulang 7 hari
2) Rujuk untuk penilaian kemungkinan adanya penyakit penyerta
(infeksi, Tb, dan lain-lain)
3) Kunjungan selama 30 hari
D. Infeksi Saluran Pernafasan
a. Tinjauan umum ISPA
1. Pengertian ISPA
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan
gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau
lender yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) meliputi saluran pernafasan bagian atas,
yaitu hidung, telinga, tenggorokan bagian atas (farings) dan saluran
pernafasan bagian bawah yaitu luring, trakea, bronchiolis, dan paru-
paru.
2. Klasifikasi ISPA
Adapun klasifikasi ISPA adalah sebagai berikut :
a. ISPA ringan
Seorang anak dikatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
satu/lebih tanda-tanda sebagai berikut :
1) Batuk
2) Serak, anak bersuara parau pada waktu menangis atau
berbicara
3) Pilek
4) Keluarnya cairan dari telinga lebih dari 2 minggu tanpa rasa
sakit pada telinga
b. ISPA sedang
Gejala-gejalanya yaitu jika dia menderita ISPA ringan
ditambah satu atau lebih gejala berikut :

7
1) Pernafasan cepat, lebih dari 50 kali/menit
2) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur
3) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit
4) Timbul bercak-bercak kemerahan pada kulit
c. ISPA berat
Gejala-gejalanya yaitu jika dia menderita ISPA ringan dan
ISPA sedang ditambah satu atau lebih gejala-gejala berikut :
1) Bibir atau kulit Nampak membiru
2) Pada waktu bernafas cuping hidung tampak kembang
kempis
3) Anak tidak sadar (kesadaran menurun), misalnya acuh tak
acuh, terus tidur dan tidak bergerak
4) Pernafasan berbunyi seperti mengorok
5) Anak sangat gelisah dan pernafasan berbunyi seperti
mencuit-cuit
6) Sela iga tertarik kedalam (mencekung) pada waktu bernafas
7) Nadi tidak teraba atau sangat lemah (lebih dari 60
kali/menit)
8) Hulu kerongkongsn stsu tonsil berselaput yang berwarna
putih kotor, bercak-bercak.
3. Patofisiologi ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksiya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan
saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau
dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan (Kending dan Iritasi virus pada kedua
lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan
stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan
aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran

8
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut
menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA
yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus
merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan
terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi
sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak
nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri
ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang
menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,
demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak
infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus
diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal
bahwa sistem imun di saluran nafas yang Sebagian besar terdiri
dari mukosa, tidak sama dengan system imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan
jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun

9
mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang
peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas
bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan
dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas.
4. Penyebab (Etiologi) ISPA
ISPA disebabkan oleh beberapa besar golongan yaitu bakteri,
virus, ricketsia, yang dapat diperkirakan lebih dari 300 macam
kuman. Virus penyebab ISPA adalah micaplasma, pikornavirus,
korona virus, adenovirus, herpevirus, termasuk golongan
Microvirus (virus influenza, vieus para influenza dan virus
campak) dan lain-lain. Bakteri penyebab ISPA yaitu streptococcus
haemoliticus, haemofillus influensae, staphylococcus, Bordetella
pertussis, pneumococcus, korine bacterium dan sebagainya.
5. Penatalaksanaan Penderita ISPA dan Cara Pencegahan Penyakit
Dalam buku pedoman pemberantasan ISPA, Ditjen PPM dan PLP
Depkes RI (1990) membuat strategi dan Langkah-langkah program
pemberrantasan penyakit ISPA antara lain :
a. Penatalaksanaan Kasus ISPA
Penyelenggaraan program pemberantasan penyakit ISPA di
titik beratkan pada penemuan dan pengobatan penderita sendiri
mungkin dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat
terutama kader kesehatan dengan dukungan pelayanan
kesehatan dan rujukan secara terpadu di sarana kesehatan
terkait. Klasifikasi penyakit ISPA pada anak usia 2 bulan
sampai 5 tahun terdapat 'tanda bahaya' pada anak usia 2 bulan
sampai 5 tahun yang perlu diperhatikan, antara lain, tidak bisa
minum, kejang. sukar dibangunkan, stridor waktu tenang, dan
gizi buruk. Tanda-tanda ini disebabkan oleh banyak
kemungkinan. Anak yang mempunyai salah satu 'tanda bahaya,
harus segera dirujuk ke puskesmas/rumah sakit secepat
mungkin :

10
1) Sebelum anak meninggalkan puskesmas, petugas kesehatan
dianjurkan memberi pengobatan seperlunya (missal atasi
demam, kejang, dan sebagainya). Tulislah surat rujukan ke
rumah sakit dan anjurkan pada ibu agar membawa anaknya
ke rumah sakit sesegera mungkin.
2) Berikan satu kali dosis antibiotic sebelum anak dirujuk (bila
memungkinkan)
b. Pengobatan kasus ISPA
Ispa dapat diobati dengan antibiotika. Antibiotika yang dipakai
untuk pengobatan pneumonia adalah tablet kotrimoksazol
dengan pemberian selama 5 hari. Antibiotika yang dapat
dipakai sebagai pengganti kontrimoksazol adalah ampisilin,
amoksisilin, dan prokain penisilin
c. Pencegahan penyakit ISPA
Intervensi ditujukan bagi pencegahan faktor resiko dapat
dianggap sebagai strategi untuk mengurangi kesakitan
insidensi) pneumonia, termasuk disini adalah :
1) Imunisasi. yang merupakan strategi spesifik untuk dapat
mengurangi angka kesakitan (insidensi) pneumonia. Pada
saat ini hanya sebagian kecil penderita ISPA yang dapat
dicegah dengan imunisasi yaitu difteria, campak, dan
pertusis. Dengan mencegah kesakitan penyakit ini dengan
imunisasi, berarti mencegah pula kematian karena
pneumonia yang diakibatkan penyakit campak dan pertusis
2) Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi dan
defesiensi vitamin A.
3) Program KIA yang mengingatkan kesehatan ibu dan bayi
berat badan lahir rendah (BBLR).
4) Program penyehatan lingkungan pemukiman (PLP) yang
menangani masalah populasi didalam maupun di luar
rumah

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi 3x atau lebih
perhari, disertai perubahannya menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan
darah yang terjadi pada bayi dan anak yang sebelumnya tampak sehat.
Penyebabnya karena bayi terkontaminasi feses ibu yang mengandung
kuman patogen saat dilahirkan, infeki silang dari petugas kesehatan yang
mengalami diare dan hygiene yang buruk, dot yang tidak disterilkan
sebelum digunakan, dan lain-lain. Penyebab diare terutama pada bayi
bisa dikarenakan pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI) dimana
sistem pencernaan bayi masih belum menerima zat – zat yang
terkandung dalam susu formula.
Penyakit kuning, atau hiperbilirubinemia, adalah kondisi medis
umum yang berkembang pada bayi baru lahir dalam dua hingga empat
hari pertama kehidupan. Penyakit ini disebabkan oleh kadar bilirubin
yang tinggi, produk limbah.karena kerusakan sel darah, yang ditemukan
dalam darah dan empedu. Hati yang berkembang sempurna dapat
menyaring dan menyingkirkan bilirubin, tetapi jantung bayi yang belum
berkembang sepenuhnya dapat menyebabkan penyakit kuning.
1) Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus
pada neonates adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2) Gejala kronik: tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan.atetosis, gengguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk,
diantaranya adalah ketidaktahuan ibu tentang penanganan dini
pencegahan gizi buruk. Kejadian gizi buruk apabila tidak diatasi akan
menyebabkan dampak yang buruk bagi balita. Dampak yang terjadi

12
antara lain kematian dan infeksi kronis. Deteksi dini anak yang kurang
gizi (gizi kurang dan gizi buruk) dapat dilakukan dengan pemeriksaan
BB/U untuk memantau berat badan anak. Karena itu, peran ibu dalam
melakukan penanganan dini pencegahan Gizi Buruk terhadap suatu
perilaku yait pengetahuan, sikap dan tindakan karena itu juga
merupakan fakor yang penting dalam pencegahannya.
Secara garis besar, ISPA dibedakan menjadi common cold dimana
pemicunya adalah virus rhinovirus, respiratory syncytial virus,
adenovirus, dan influenza yang dipicu oleh virus influenza dengan
berbagai tipe. Penyakit ini biasanya akan muncul pada saat musim
pancaroba yang diakibatkan oleh sirkulasi virus di udara yang
meningkat. Selain itu, perubahan udara dari panas ke dingin akan
menyebabkan daya tahan tubuh anak menjadi lemah. Sehingga, anak
menjadi lebih mudah terserang oleh penyakit ini.

B. SARAN
Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca
agar dapat lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang diare, bayi
kuning, gizi buruk, dan infeksi saluran ppernafasan pada neonatus bayi
dan balita. Dengan demikian pembaca diharapkan mengetahui
penyebab serta cara penanganannya.

13
DAFTAR PUSTAKA
Timmy Larasati, dkk. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Keikutsertaan
Bidan Praktek dalam Pelayanan Kebidanan pada Program Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial di Kabupaten Pasaman Barat Tahun
2018. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019. Volume 8. Nomor 4.
Dzul Istiqomah, Nurwinda Saputri, Pendidikan Kesehatan Tanda Bahaya Bayi
Baru Lahir Sebagai Upaya Pencegahan Morbiditas Dan Mortalitas
Pada Bayi Baru Lahir. Jurnal Pengabdian Masyarakat Teknik.2019. Vol.
2 No. 1
Lisiana El Sinta, dkk. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi dan
Balita. 2019. Sidoarjo : Indomedia Pustaka
Zen Sentosa. Menangani Penyakit Pada Bayi. 2019. Yogyakarta : CV Alaf
Media
Ernawari A, dkk. Analisis Implementasi Program Penanggulangan Gizi Buruk
Pada Anak Balita Dipuskesmas Jakenan Kabupaten Pati. Jurnal litbang.
2019. Vol. XV No. 1
Mujib A. Hubungan Kejadian Diare Dengan Pemberian Pengganti Air Susu
Ibu (PASI) Pada Bayi Usia (0-6 Bulan). Jurnal Kesehatan.2019. Vol. 7
No. 1
Esse Puji Pawenrusi dan Maria Mitani Kewaru. Perilaku Ibu Dalam
Penanganan Dini Gizi Buruk Di Wilayah Kerja Puskesmas
Pattingalloang Kota Makassar. Jurnal Mitrasehat. 2016. Vol 6, Nomor 1
Herlina, dkk. Pemberdayaan Kader Kesehatan Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) Dalam Merawat Bayi Sakit Kuning Di Rumah. Jurnal
Pangabdhi. 2020. Vol 6, No 2
Padila, dkk, Perawatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada
Balita.Jurnal Kesmas Asclepius.2019. Vol 1, Nomor 1

14
LAMPIRAN

15
16

Anda mungkin juga menyukai