Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

HIPERBILIRUBIN

Dosen Pengajar :

Ns. Rahma Annisa,S.Kep.,M.Kep

Nama Kelompok 8 :

Wulan Permatasari (P05120220042)

Desmi Puspita (P05120220007)

Fiska Sitia P.Bj (P05120220015)

Intan Depiza Bidara (P05120220017)

Ziqri Muhajirin (P05120220045)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

1
JURUSAN KEPERAWATAN

2022

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur bagi Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Hiperbilirubin”
sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Anak.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami telah banyak mendapatkan dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Semoga amal baik dari semua pihak mendapat pahala
yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Disadari bahwa penyampaian dari makalah ini masih kurang sempurna oleh karena
itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Bengkulu, 20 Februari 2022

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................2
Daftar Isi.........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan.......................................................................................................5
1.4 Manfaat.....................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI...........................................................................6
2.1 Definisi Hiperbilirubin..............................................................................6
2.2 Metabolisme bilirubin...............................................................................6
2.3 Gejala dan Tanda Klinis............................................................................7
2.4 Klasifikasi Hiperbilirubin.........................................................................8
2.5 Etilogi.......................................................................................................8
2.6 Faktor Resiko............................................................................................8
2.7 Manifestasi Klinis.....................................................................................9
2.8 Komplikasi................................................................................................9
2.9 Patofisiologi............................................................................................10
2.10 Pemeriksaan Penunjang........................................................................10
2.11 Penatalaksanaan....................................................................................11
2.12 Asuhan Keperawatan............................................................................11
BAB III PENUTUP......................................................................................16
3.1 Kesimpulan.............................................................................................16
3.2 Saran.......................................................................................................16
Daftar Pustaka...............................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN
 
1.1 Latar Belakang
Hiperbilirubin merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik akibat tingginya kadar bilirun dalam
darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan hemoglobin akibat sel darah merah yang
rusak. Hiperbilirubin dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Secara fisiologis
bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher, atau pada derajat satu dan dua
(<12mg/dl), dapat diatasi dengan pemberian intake ASI yang adekuat dan sinar
matahari pagi kisaran jam 7.00-9.00 selama 15menit. Secara patologis bayi akan
mengalami kining diseluruh tubuh atau derajat tiga sampai lima (>12mg/dl), di
indikasikan untuk pemberian fototerapi, jika kadar bilirubin >20mg/dl maka bayi akan
di indikasikan untuk transfusi tukar. Pemberian fototerapi akan berdampak pada bayi,
karena fototerapi memancarkan sinar intensitas tinggi yang dapat berisiko cedera bagi
bayi yaitu pada mata dan genitalia, juga bayi dapat berisiko mengalami kerusakan
intensitas kulit, dan hipertermi.
Perawat berperan penting dalam pemberian fototerapi untuk mencegah terjadinya
dampak fototerapi pada bayi, yaitu monitor intake ASI yang adekuat, memasangkan
penutup mata dan genitalia bayi. komplikasi dari hiperbilirrubinemia yaitu kern
ikterus, dimana kern ikterus adalah suatu sindrom neurologi yang timbul sebagai
akibat penimbunan efek terkonjugasi dalam sel-sel otak sehingga otak mengalami
kerusakan, hal ini dapat menyebabkan kejang-kejang dan penurunan kesadaran serta
bisa berakhir dengan kematian. (Prasitnoket al., 2017) WHO (2015), menjelaskan
bahwa sebanyak 4,5 juta (75%) dari semua kematian bayi dan balita terjadi pada
tahun pertama kehidupan. Data kematian bayi terbanyak dalam tahun pertama
kehidupan ditemukan di wilayah Afrika, yaitu sebanyak 55/1000 kelahiran.
Sedangkan di wilayah eropa ditemukan ada 10/1000 dari kelahiran. Hal ini
menunjukkan bahwa di wilayah afrika merupakan kejadian tertinggi pada tahun 2015.
(Prasitnok et al., 2017)
Angka kematian bayi di Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) pada tahun 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran. Sebagian besar bayi baru
lahir, terutama bayi yang kecil (bayi yang berat lahir < 2.500 gr atau usia gestasi < 37
minggu) mengalami ikterus pada minggu awal kehidupannya. Angka kematian bayi di
Indonesia dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 sebesar 32
per 1.000 kelahiran hidup. Kematian neonates terbanyak di Indonesia disebabkan oleh
hipotermi (7%), ikterus neonatorum (6%). (Depkes, 2014)

1.2 Rumusan Masalah 
4
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai
berikut: 
1. Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin ?
2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin?
4. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubini?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin?
7. Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin?
8. Bagaimana proses asuhan kebidanan pada penyakit hiperbilirubin?
 
1.3 Tujuan
1. Untuk menambah pengetahuan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan pada
bayi dengan hiperbilirubin.
2.Guna memahami asuhan yang dapat diberikan pada bayidengan hiperbilirubin.
3. Mengetahui cara menganalisa data pada bayi hiperbillirubin.
4. Untuk mengetahui diagnosa potensial bayi dengan hiperbilirubin.
5. Untuk mengetahui kebutuhan segera yang di hunakan untuk penanganan bayi
dengan hiperbilirubin.
 
1.4 Manfaat 
1. Bagi Instansi
Sebagai penambah referensi terkait pemberian asuhan kebidanan bayi patologi
dengan hiperbilirubin, serta perbedaan implementasi kasus berdasarkan teori atau
praktek.
2. Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan di institusi.
3. Bagi Penulis
Penulis dapat menerapkan konsep, teori, dan ilmu yang telah diperoleh dalam
melaksanakan asuhan kebidanan kepada klien.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1  Definisi Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin serum total lebih dari 10mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan
ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. Hiperbilirubinemia yang
merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin didalam jaringan
ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning.
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam darah.
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin serum yang dihubungkan
dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus
kecil, yang ditandai dengan jaundice pada kulit, sclera mukosa, dan urine. (Mitayani,
2012). 
 
2.2 Metabolisme Bilirubin
Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan
masuk kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal
tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500
gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh
enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian
diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi
sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen.
Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :
1. Produksi.
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin
(menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh
hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjdai
bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi.
2. Transportasi.
Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah hepatik.
Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara selektif
dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler
(ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membran dan ditransfer menuju
hepatosit.
3. Konjugasi.

6
Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim Uridin
Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi bilirubin
direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.
4. Ekskresi. 
Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem empedu
melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu dikskresikan
melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan
diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada
sebagian kecil bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis
menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik.

Keadaan Hiperbilirubin di pengaruhi oleh :


1. Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat pada
hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokan golongandarah (Rh,
ABO antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).

2. Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas hepar,


kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi
hepar akibat asidosis,hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil
transferase (G-6-PD).

3. Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian


di angkut oleh hepar. Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat seperti salisilat
dan lain-lain. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek
yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada otak (terjadi krenikterus).

4.Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar.
Akibat kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
 
2.3 Gejala Dan Tanda Klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu
dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan
darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat.
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urin warna coklat
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian
hepatologi.

 
2.4 Klasifikasi Hiperbilirubin.
Klasifikasi menurut Kliegman (Nelson, 2007).
1. Hiperbilirubinemia Fisiologis
a. Kriteria
Tidak terjadi pada hari pertama kehidupan (muncul setelah 24 jam)
Peningkatan bilirubin total tidak lebih dari 5 mg % perhari. Pada cukup bulan
mencapai puncak pada 72 jam. Serum bilirubin 6 – 8 mg %. Pada hari ke-5
akan turun sampai 3 mg %. Selama 3 hari kadar bilirubin 2 – 3 mg %. Turun
perlahan sampai dengan normal pada umur 11 -12 hari. Pada BBLR/prematur
bilirubin mencapai puncak pada 120 jam serum bilirubin 10 mg % (10-15 %)
dan menurun setelah 2 minggu.
2. Hiperbilirubinemia Patologis / Non Fisiologis
a. Kriteria
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total
meningkat lebih dari 5 mg % perhari. Pada bayi cukup bulan serum bilirubin
total lebih dari 12 mg %, pada bayi prematur > 15 mg %. Bilirubin
conjugated > 1,5 – 2 mg %. Ikterus berlangsung > 1 minggu pada bayi cukup
bulan dan 2 minggu pada bayi prematur.
 
2.5 Etiologi Dan Faktor Resiko
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah.Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.
 
2.6 Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:
1. Faktor Maternal
a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
8
c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
2. Faktor Perinatal
a. Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
b. Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
a. Prematuritas
b. Faktor genetic
c. Polisitemia
d. Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e. Rendahnya asupan ASI
f. Hipoglikemia
g. Hipoalbuminemia
 
2.7 Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-
kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin
indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau
jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-
kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang
berat (Nelson, 2007).
 
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
1. Tampak pada hari 3,4
2. Bayi tampak sehat(normal)
3. Kadar bilirubin total <12mg
4. Menghilang paling lambat 10-14 hari
5. Tak ada faktor resiko
Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono 1994)

Gambaran klinik ikterus patologis:


1. Timbul pada umur <36 jam
2. Cepat berkembang
3. Bisa disertai anemia
4. Menghilang lebih dari 2 minggu
5. Ada faktor resiko
6. Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :


1.Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa
berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis
sebagian otot mata dan displasia dentalis).
9
 
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu
keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus
gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang
tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga
terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia. 

2.9 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin
dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini
beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari
albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam
glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan
oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari
usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati.
Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali
dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat
ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin.
 
2.10 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic. 
4.  Biopsi hati
10
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5.  Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6.  Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini. 
 

2.11  Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiper
bilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.  Menghilangkan Anemia
2.  Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3.  Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.  Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, In
fus Albumin dan Therapi Obat.
 
2.12 Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir yaitu meliputi


pengkajian keperawatan, diagnos keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan, serta discharge planning.

1. Pengkajian Keperawatan
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia menurut Widagdo,
2012 meliputi:

1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran, status nutrisi,
postur/aktivitas anak, dan temuan fisis sekilas yang prominen dari organ/sistem,
seperti ikterus, sianosis, anemi, dispneu, dehidrasi, dan lain-lain.
b) Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju nafas.
c) Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, tebal lapisan lemak
bawah kulit, serta lingkar lengan atas.

2) Pemeriksaan Organ

11
a) Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi, hiper/hipohidrolisis, dan
angiektasis. b) Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut, dan bentuk
wajah apakah simestris kanan atau kiri.
c) Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan, hipertelorisme, supersilia, silia,
esksoptalmus, strabismus, nitagmus, miosis, midriasis, konjungtiva palpebra, sclera
kuning, reflek cahaya direk/indirek, dan pemeriksaan retina dngan funduskopi.
d) Hidung : bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan sekresi.
e) Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah, ulkus, lidah kotor berpeta, tonsil
membesar dan hyperemia, pembengkakan dan perdarahan pada gingival, trismus,
pertumbuhan/ jumlah/ morfologi/ kerapatan gigi.
f) Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan nyeri tekan.
g) Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma, retraksi, murmur,bendungan
vena, refluks hepatojugular, dan kaku kuduk.
h) Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan nyeri tekan.
i) Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas jantung/kardiomegali.
Getaran, bunyi jantung, murmur, irama gallop, bising gesek perikard (pericard friction
rub)
j) Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak, hipersonor, fremitus, batas paru-
hati, suara nafas, dan bising gesek pleura (pleural friction rub)
k) Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling umbilicus, distensi, caput
medusa, gerakan peristaltic, rigiditas, nyeri tekan, masa abdomen, pembesaran hati
dan limpa, bising/suara peristaltik usus, dan tanda-tanda asites.
l) Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus, papula, edema skrotum.
m)Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak dan nyeri
otot/tulang/sendi, edema pretibial, akral dingin, capillary revill time, cacat bawaan.

b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dL, antara 2
dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mmg/dL maka dikatakan
hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis. Pada bayi dengan kurang bulan,
kadar bilirubin mencapai puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan tujuh
hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 14 mg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia
non fisiologis atau patologis (Suriadi & Yulliani, 2010).
2) Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
(Suriadi & Yulliani, 2010).
3) Radioscope Scan
Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan
hepatitis atau atresia biliary (Suriadi & Yulliani, 2010).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia menurut
Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :
12
a. Risiko injury (internal) berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder
dari pemecahan sel darah merah dan gangguan sekresi bilirubin.
b. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (insensible
water loss) tanpa disadari dari fototerapi.
c. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan bonding.
e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang tua.

3. Rencana Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia menurut
Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :
a. Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun, tidak ada
jaundice, refleks moro normal, tidak ada sepsis, refleks hisap dan menelan baik.
b. Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine output
(pengeluaran urine) kurang dari 1 – 3 ml per jam, membran mukosa normal, ubun-
ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal.
c. Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi kulit yang ditandai dengan tidak adanya rash
dan ruam makular eritemosa.
d. Orang tua tidak tampak cemas ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan dan perhatian pada bayi serta aktif dalam partisipasi perawatan bayi.
e. Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan; orang tua juga
berpartisipasi dalam perawatan bayi (pemberian minum dan penggantian popok.
f. Bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai dengan tidak adanya
konjuntivitas.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Berdasarkan terminilogi Nursing Outcome Clacifikation (NIC),
implementasi terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang
merupakan tindakan keperawatan khhusus yang diperlukan untuk melakukan
intervensi atau program keperawatan (Kozier, 2010).
Implementasi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan ikterik neonatus
pada bayi hiperbilirubineia adalah fototerapi, fototerapi diberikan jika kadar bilirubin
dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang
mudah larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin
menurun. Fototerapi dapat menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam
air dan cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan
empedu kedalam usus sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan keluar
dalam feses (Marmi , 2015).
Implementasi keperawatan dari rencana keperawatan menurut Mendri dan Prayogi
(2017) yaitu :
a. Mencegah adanya injury internal
1) Kaji hiperbilirubin tiap 1 - 4 jam dan catat
13
2) Berikan fototerapi sesuai program
3) Monitor kadar bilirubin 4 – 8 jam sesuai program
4) Antisipasi kebutuhan tranfusi tukar
5) Monitor Hb dan Hct

b. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan


1) Pertahankan intake cairan
2) Berikan minum sesuai jadwal
3) Monitor intake dan output cairan
4) Berikan terapi infus sesuai program, bila ada indikasi meningkatnya temperatur,
konsentrasi urin, dan cairan hilang berlebihan.
5) Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, dan mata.
6) Monitor temperature setiap 2 jam.
c. Mencegah gangguan integritas kulit
1) Inspeksi kulit setiap 4 – 6 jam
2) Ubah posisi bayi
3) Gunakan pelindung daerah genital
4) Gunakan alas yang lembut

d. Mengurangi rasa cemas pada orang tua


1) Pertahankan kontak orang tua dan bayi
2) Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan dengarkan kekhawatiran
yang dialami orang tua.

e. Orang tua memahami kondisi bayi dan mau berpartisipasi dalam perawatan
1) Diskusikan dengan orang tua mengenai fisiologis, alasan keperawatan, dan
pengobatan yang dijalankan.
2) Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi.
3) Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala; letargi, kekakuan otot,
menangis terus, kejang, tidak mau makan/minum, temperatur meningkat, dan bayi
menangis melengking.

f. Mencegah injury pada mata


1) Gunakan pelindung mata pada saat fototerapi
2) Pastikan mata tertutup, hindari penekanan pada mata yang berlebihan karena dapat
menimbulkan jejak pada mata yang tertutup atau kornea dapat tergores jika bayi
membuka matanya saat dibalut.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2012). Berdasarkan kriteria hasil
dalam perencanaan keperawatan diatas adalah sebagai berikut:
a. Kadar bilirubin tidak menyimpang dari rentang normal (<10 mg/dl)
14
b. Warna kulit normal (tidak ikterik)
c. Refleks mengisap baik
d. Mata bersih (tidak Ikterik)
e. Berat badan tidak menyimpang dari rentang normal
f. Eleminasi usus dan urin baik (warna urin dan feses tidak pucat)

6. Discharge Planning
Discharge Planning atau rencana pemulangan pada bayi baru lahir yang mengalami
hiperbilirubunemia menurut Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :
1) Ajarkan orang tua cara merawat bayi untuk mencegah terjadinya infeksi pada bayi.
2) Jelaskan mengenai daya tahan tubuh bayi.
3) Jelaskan pada orang tua mengenai pentingnya pemberian ASI apabila kondisi bayi
sudah tidak kuning.

4) Jelaskan pada orang tua mengenai kemungkinan terjadinya komplikasi dan


sarankan pada orang tua untuk segera melaporkan komplikasi ke dokter atau perawat.
5) Jelaskan pada orang tua mengenai pentingnya pemberian imunisasi.
6) Jelaskan pada orang tua mengenai pengobatan yang diberikan.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin yang terjadi pada bayi
baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg % pada minggu
pertama yang ditandai dengan adanya ikterus yaitu menguningnya pada sklera kulit
atau jaringan lain akibat adanya penimbunan kadar bilirubin berlebih dalam darah.
Indikasi yang dilakukan dalam penatalaksanaan hiperbelirubinemia adalah dengan
cara fototerapi indikasi dari fototerapi dengan sinar intensitas tinggi mengakibatkan
bayi mengalami masalah resiko kekurangan nutrisi ditandai dengan bayi tidak dapat
mempertahankan menyusu, refleks hisapnya lemah, dan pada bayi terapasang OGT
(orogastric tube). Keadaan ini dapat membahayankan apabaila tidak diatasi dengan
cepat, karena itulah perawat dituntut untuk mengawasi.

3.2 Saran
1. Bagi Pasien/Keluarga Pasien
Keluarga Pasien diharapkan dapat mengetahui tujuan dan manfaat dilakukan
fototerapi pada neonatus dengan hiperbilirubinemia serta mengetahui cara perawatan
neonatus dengan hiperbilirubinemia.
2. Bagi Perawat di Ruang Perinatologi
Perawat dapat melakukan fototerapi pada neonatus dengan hiperbilirubinemia sesuai
dengan SOP (Standar Operasional Prosedur).
3. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengembangkan penerapan fototerapi untuk mengatasi
hiperbilirubinemia pada neonatus dengan melibatkan peran aktif perawat dan petugas
kesehatan lainnya.

16
 DAFTAR PUSTAKA

 
Betz, & Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 5. Ahli bahasa, Eny
Meiliya
Editor  edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha. Jakarta : EGC

R Dwienda octa, & Liva maita, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan


Neonatus, Bayi/Balita dan
Anak Prasekolah untuk Bidan ed 1. Yogyakarta : ECG

 
 Hidayat A Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk
Pendidikan 
Kebidanan.  Jakarta : Salemba Medika

 
Suryanah. (1996). Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : EGC

 
Ashwill & Droske. 1997. Nursing Care of Children. Philadelphia. WB Saunders
Company.

Barnard & Hazinski. 1992. Nursing Care of Critically III Children. St. Louis,
Mosby Year 
Book Inc.

 
Ilyas, Mulyati & Nurlina. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jaakrta. EGC

 
Markum. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. FKUI

17
 
Nelson, Behrman. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC

 
Sukadi. 2002. Ikterus Neonaturum Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung, FKUP
RSHS.

Wong, 2005. Clinical Manual of Pediatric Nursing. San Fransisco. Mosby

18

Anda mungkin juga menyukai