Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERBILIRUBIN

DI RUANG PERINATOLOGI RSUD Dr M DJAMIL PADANG


TAHUN 2015

DANIZ FIKHRI
NIM 14122211

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Studi Kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Hiperbilirubin Di Ruang Perinatologi RSUD. Pariaman Tahun 2015” dengan baik.

Shalawat dan salam penulis mohonkan kepada Allah SWT untuk disampaikan kepada

nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan bagi manusia untuk

keselamatan di dunia dan akhirat.

Dalam menyelesaikan Studi Kasus ini penulis banyak mendapatkan masukan,

bantuan, dukungan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu dengan

segala kerendahan hati dan penuh penghargaan penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Ibuk Ns.Hidayatul Hasni, S.Kep selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan

waktu dan memberikan arahan serta masukan untuk penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan Asuhan keperawatan ini.

2. Bapak Ns. Zulham Efendi,M.kep Ketua Prodi S1 Keperawatan STIKes


MERCUBAKTIJAYA Padang.

3. Ibu Hj. Elmiyasna K, S.Kp.MM, Ketua STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.

4. Bapak Jasmarizal S.kp. M Mars, selaku Ketua Yayasan STIkes MERCUBAKTIJAYA

Padang.

5. Bapak dan Ibu dosen yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat

bagi penulis.

Kepada Allah SWT, peneliti mohon do’a semoga segala bantuan dan partisipasi

dari berbagai pihak mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin Ya Rabbal’alamin.

Akhir kata semoga askep ini lebih sempurna, dapat diterima dan bermanfaat

bagi kita semua.

Padang, Mei 2015


Penulis

DAFTAR ISI

LEMBARAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............ ...................................................................................1
B. Tujuan..................…………………………………………………...3
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep dasar
1. Pengertian………………………………………………………...5
2. Etiologi…………………………………………………………...6
3. Anatomi Fisiologi………………………………………………...7
4. Patofisiologi dan WOC…………………………………………..9
5. Manifestasi Klinis……………………………………………….10
6. Klasifikasi……………………………………………………….11
7. Penatalaksanaan…………………………………………………12
8. Komplikasi………………………………………………………13
9. Pemeriksaan Diagnostik………………………………………...13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian………...….…..………………………………..........16 .............
2. Diagnosa Keperawatan ............. …………………………………………18
3. Intervensi Keperawatan ........... ...............................................................19
4. Implementasi dan Evaluasi……………………………………..22

BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan…………………………………………………….39
B. Saran…………………………………………………………..40

DAFTAR PUSTAK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya yang meninggal

sebelum usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.

AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan

masyarakat (SDKI, 2011).

Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi, dilihat dari sisi penyebabnya

kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Faktor yang dapat dikaitkan

dengan kematian bayi endogen dan eksogen adalah kematian endogen atau yang umum

disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah

dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir yang

diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan

kematian eksogen atau kematian postnatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia 1

bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan faktor-faktor yang bertalian dengan

pengaruh lingkungan luar akibat dari kurangnya pengetahuan orang tua dalam merawat

bayinya (Depkes, 2007).

Menurut WHO 2009 angka kematian bayi di Negara tetangga tahun 2007 seperti

singapura 3% per 1.000 kelahiran hidup, Malaysia 6,5% per 1.000 kelahiran hidup, Thailand

17% per 1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18% per 1.000 kelahiran hidup dan philipina 26%
per 1.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni

46,5% per 1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2011).

Ikterus merupakan salah satu fenomena yang sering ditemukan pada bayi baru lahir,

kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 25-50% pada bayi cukup bulan 80%

pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan

sebagian bersifat patologis (hiperbilirubinemia) yang dapat menimbulkan dampak yang buruk

(SDKI, 2011). Dampak buruk yang diderita bayi seperti : kulit berwarna kuning sampai

jingga, klien tampak lemah, urine menjadi berwarna gelap sampai berwarna coklat dan

apabila penyakit ini tidak ditangani dengan segera maka akan menimbulkan dampak yang

lebih buruk lagi yaitu kernicterus (kerusakan pada otak) yang ditandai dengan bayi tidak mau

menghisap, letargi, gerakan tidak menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku (Suriadi,

2006).

Peran perawat dalam keperawatan ini sebagai innovator, fasilitator dan pendidik dan

sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam melakukan asuhan

keperawatan kepada klien secara menyeluruh baik biologis, psikologis, social, budaya dan

spiritual yang meliputi beberapa aspek antara lain aspek promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Dari aspek promotif adalah dimana perawat berperan sebagai promotor

kesehatan yang perlu memberikan informasi ataupun pendidikan kesehatan tentang

pentingnya hidup sehat dan melakukan pemeriksaan kandungan secara rutin. Perawat sebagai

aspek preventif adalah menganjurkan kepada ibu hamil untuk berhati-hati terhadap

penggunaan obat-obatan dan pemenuhan gizi yang baik untuk bayi. Aspek kuratif perawat

berkolaborasi dalam pemberian terapi (fototherapi,transfuse pengganti, infus albumin dan

therapy obat). Peran perawat sebagai rehabilitatif adalah perawat mengembalikan kondisi

klien setelah mengalami penurunan kadar bilirubin dan menginformasikan kepada ibu
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk

memberikan asuhan keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien dengan diagnosa

hiperbilirubin. Pada kenyataannya kita lihat dilapangan banyak pasien hiperbilirubin yang

pemberian asuhan keperawatan yang kurang maksimal, contohnya pada fototerapi,

seharusnya mempunyai kontrol atau pengawasan, tetapi banyak perawat yang lalai dalam hal

tersebut. Pada saat pengkajian ditemukan tiga dari sepuluh bayi yang di rawat inap

perinatology dengan diagnosa ikterus neonatum, dimana ketiga bayi tersebut sedang di

fototerapi.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan

hiperbilirubin di instalasi rawat inap perinatology di RSUD Pariaman.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu memahami kasus hiperbilirubin di instalasi rawat inap perinatology di RSUD

Pariaman.

b. Mampu menganalisa dan menegakan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

hiperbilirubin di instalasi rawat inap perinatology di RSUD Pariaman.

c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin di instalasi rawat

inap perinatology di RSUD Pariaman.

d. Mampu melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun sesuai dengan rencana

keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin di instalasi rawat inap perinatology di RSUD

Pariaman.
e. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada

pasien dengan hiperbilirubin di instalasi rawat inap perinatology di RSUD Pariaman.

f. Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada pasien dengan

hiperbilirubin.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa akibat

akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2004).

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya

lebih dari normal (Suriadi, 2001).

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai

suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus kalau tidak ditanggani

dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan yang patologis. Brown menetapkan

hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada

bayi kurang bulan (Harison, et all, 2000).

Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum setelah ada hasil

laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).


Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai suatu nilai

yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan baik

(Prawirohardjo, 2005).

2. Etiologi

Menurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu :

1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah

ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.

2. Gangguan konjugasi bilirubin.

3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.

4. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.

5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol).

6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.

7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga

icterus hemolitik.

8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan , misalnya hiperbilirubin

atau karena pengaruh obat-obatan.

9. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau infeksi.

10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin

yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma,

shypilis.

3. Anatomi Fisiologi

a. Gambar anatomi hepar


Hati adalah organ yang terbesar yang terletak disebelah kanan atas rongga perut

dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal. Pada

kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi menjadi

lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan yang

lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus kanan atas, lobus

caudatus dan lobus quadrates (Price & Wilson, 2005).

Hati disuplai oleh pembuluh darah,yaitu :

1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrient seperti

asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral.

2. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.

b. Fungsi hati

1. Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan dari suatu tempa

dalam tubuh dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya.

2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam empedu dan urine.

3. Menghasilkan enzim glikolik glukosa menjadi glukogen.

4. Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo endulium dialirkan ke

empedu
5. Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang larut dalam lemak

(vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dalam tubuh

(seperti peptisida).

6. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan rusak.

7. Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah menjadi ureum, dikeluarkan

dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.

8. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.

4. Patofisologi

Terjadinya hiperbilirubin diantaranya yaitu, hemolysis, rusaknya sel-sel hepar,

gangguan konjugasi bilirubin. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi

akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan mengakibatkan

peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang mengakibatkan warna kuning

pucat pada kulit (Haws Paulette S, 2007).

Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim glukoronil

transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin

konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan

mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini

tidak bisa diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi

peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin terhadap hati dan

peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi

dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap (Price, Sylvia Anderson, 2006).

Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak akan

memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara terus menerus melakukan

transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi, dan jika berlanjut akan
menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan terjadinya rasa mual muntah, jadi dengan

adanya peningkatan bilirubin didalam darah maka akan menyebabkan terjadinya

hiperbilirubin. apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi suatu

keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat mengakibatkan

kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah (Price, Sylvia Anderson, 2006).

5. Manifestasi klinis

a. Kulit jaundice (kuning)


b. Sklera ikterik
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang cukup bulan dan 15
mg% pada neonatus yang kurang bulan.
d. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake
kalori.
e. Asfiksia
f. Hipoksia
g. Sindrom gangguan nafas
h. Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
i. Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat ditemukan adanya kejang
j. Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
k. Terjadi pembesaran hati
l. Tidak mau minum ASI
m. Letargi
(AH Markum, 2002)

6. Klasifikasi

Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :

1. Ikterus fisiologi (direks)

a. Timbul pada hari ke-2 atau ke 3


b. kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12 mg/dl pada

bayi kurang bulan

c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari

d. Ikterus hilang 10-14 hari

e. Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis

2. Ikterus patologis

a. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan

b. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam

c. Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 10 mg/dl

pada bayi kurang bulan

d. Ikterus menetap setelah 2 minggu

e. Mempunyai hubungan dengan hemolitik

7. Penatalaksanaan

Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :

1. Memenuhi kebutuhan atau nutrisi

a. Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang, jika tidak

mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.

b. Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) mungkin

perlu ganti susu.

2. Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus

a. Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8 selama 30

menit)

b. Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok harinya.

c. Berikan banyak minum


d. Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg% lebih segara hubungi dokter, bayi perlu

terapi

3. Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan

a. Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan

b. Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lngkungannya

c. Mencegah terjadinya infeksi ( memperhatikan cara bekerja aseptik).

8. Komplikasi

a. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).

b. Kernikterus, kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara

lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan melengking.

(Suriadi & Rita Yuliani, 2006)

9. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan pada bayi hiperbilirubin menurut Marilyn E. Dongoes, 2001 yaitu :

a. Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek menandakan adanya

antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes comb direk

menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonatus.

b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.

c. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5 mg/dl, yang

mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh melebihi

peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi yang cukup

bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung BB bayi).

d. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan,

terutama pada bayi paterm.


e. Hitung darah lengkap : hemoglobin mungkin rendah (< 14 mg/dl) karena hemolisis.

Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan

hemolisis dan anemia berlebihan.

f. Daya ikat karbondioksida : penurunan kadar menunjukan hemolisis.

g. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin

serum.

h. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi sel darah

merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.

i. Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau imatur,

eritroblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompabilitas ABO.

j. Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus

neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.

k. Ultrasonografi, digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan

ekstrahepatic.

l. Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus yang sukar seperti

diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk

memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hepatis dan hepatoma.

m. Radioisotop scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia billiari.

n. Scanning enzim G6PD untuk menunjukan adanya penurunan bilirubin.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian

a. Identitas

meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB, alamat.

b. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek hisap

menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami

penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada feses dan urine

(Cecely Lynn Betz, 2009).

2. Riwayat kesehatan keluarga

Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami

neonatal icterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO,

incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang menderita penyakit

hemolitik bawaan atau icterus (Haws Paulettet, 2007).

3. Riwayat kehamilan

a. Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi berlebihan merupakan predisposisi

terjadinya infeksi.

b. Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas

(hypoksia), asidosis akan menghambat konjugasi bilirubin.

c. Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia), asodosis yang

akan menghambat konjugasi bilirubin

d. Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas organ tubuh hepar.

(Haws Paulette , 2007)

c. Pemeriksaan Fisik
1. KU : biasanya lesu, biasanya letargi coma

2. TTV

TD : -

N : biasanya 120-160x/i

R : biasanya 40x/i

S : biasanya 36,5 – 37 ºC

3. Kesadaran : biasanya apatis sampai koma.

4. Kepala, mata dan leher

Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau terdapat caput.

Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada mulut. Dapat juga

diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi

dengan kulit bersih (kuning) (Haws, Paulette S.Hasws, 2007).

5. Hidung : biasanya tampak bersih

6. Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus

mulut berwarna kuning (Saifuddin, 2002).

7. Telinga : biasanya tidak terdapat serumen.

8. Thorak : Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga dapat ditemukan peningkatan

frekuensi nafas. Biasanya status kardiologi menunjukan adanya tachycardia, khususnya

icterus disebabkan oleh adanya infeksi.

9. Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret merupakan akibat gannguan metabolism

bilirubin enterohepatik.

10. Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat gangguan hepar atau

atresia saluran empedu.

11. Ekstremitas : Biasanya tonus otot lemah.


12. Integument : Biasanya tampak ikterik, dehidrasi ditunjukan pada turgor tangan jelek,

elastisitas menurun.

2. Diagnosa Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada klien hiperbilirubin yaitu :

a. Hipertermia b/d paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi.

b. Resiko deficit volume cairan b/d kehilangan aktif volume cairan (evaporasi).

c. Resiko kerusakan integritas kulit b/d pigmentasi (jaundice), hipertermi, perubahan turgor

kulit, eritema.

d. Resiko terjadi cedera b/d fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.

3. Intervensi Keperawatan

NO. Dx. Keperawatan NOC NIC

1. Hipertermia b/d paparan Thermoregulasi - Monitor suhu minimal tiap


- Suhu tubuh dalam rentang jam.
lingkungan panas(fototerapi).
normal - Recanakan monitoring su
- nadi , RR dalam rentang secara kontinui
normal - Monitor warna dan suhu kul
- Tidak ada perubahan warna - Monitor tanda-tanda hiperterm
kulit. & hipotermi.
- Monitor pola pernafa
abnormal.
- Berikan anti piretik
- tingkatkan sirkulasi udara
- monitor sianosis perifer
Defisit volume cairan b/d Fluid balance - Timbang popok jika diperlukan
- Pertahankn cacatan intake
kehilangan aktif volume cairan Hydrarin
output yang akurat.
(evaporasi). Nutritional status : food and
- Monitor status hid
fluid intake. (kelembaban membrane muk
,nadi adekuat)
- Mempertahankan urine output
- Monitor vital sign
sesuai dengan BB, BJ urine

normal, HT normal.

3. Resiko kerusakan integritas kulit Tissue integrity : skin and


- hindari kerutan pada tempat tid
Mucous membrance - jaga kebersihan kulit agar te
b/d pigmentasi (jaundice)
- Suhu tubuh dalam rentang bersih dan kering.
hipertermi, perubahan turgor
normal 36º C - 37º C. - Mobilisasi klien setiap 2 j
kulit, eritemia. - Hidrasi dalam batas normal sekali.
- Keutuhan kulit - Monitor adanya kemerahan.
- Pigmentasi dalam batas normal.- Oleskan lotin/baby oil p
daerah yang tertekan.
- Mandikan dengan air hangat.
4. Resiko terjadi cedera b/d Risk control - Letakkan bayi dekat cahaya.
- Tidak ada iritas mata - Tutup mata dengan kain y
fototerapi atau peningkatan
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi dapat menyerap cahaya
kadar bilirubin.
- Suhu stabil - Matikan lampu dan buka penu
- Tidak terjadi kerusakan kulit. mata bayi setiap 8 jam, laku
inspeksi warna sclera.
- Buk penutup matawaktu memb
makanan.
- Ajak bayi bicara sela
perawatan.

4.Implementasi dan Evaluasi

No. Dx. Keperawatan Implementasi Evaluasi

1. Hipertermia b/d paparan - Memonitor suhu minimal S :


tiap 2 jam. -Keluarga mengatakan kulit klien
lingkungan - Memonitor warna dan tampak kering dan memerah.
suhu kulit O:
panas(fototerapi).
- Memonitor tanda-tanda -Kulit bayi tampak kering dan
hipertermia & hipotermi. memerah.
- Memonitor pola pernafasan A :
abnormal. -Masalah belum teratasi
- Memberikan anti piretik P:
- Mentingkatkan sirkulasi -Intervensi dilanjutkan.
udara
- Memonitor sianosis perifer
2. Resiko deficit volume 1.Mempertahankan cacatan S : -Ibu mengatakan anaknya di
intke dan output yang akurat. fototerapi.
cairan b/d kehilangan
2. memonitor status hidrasi - ibu mengatakan anaknya mulai mau
aktif volume cairan
(kelembapan membrane menyusu.
(evaporasi). mukosa). O:
3. Memonitor masukan cairan. -Turgor kult bayi tampak jelek.
4. Memantau turgor kulit - tampak membrane mukosa bayi
5. Memonitor BB bayi kering.
- Bayi mendapatkan ASI
A:
-Masalah belum teratasi
P:
-Intervensi dilanjutkan
3. Resiko kerusakan 1.Memakaikan pakaian yang S :
-Keluarga pasien mangatakan
integritas kulit b/d longgar
tubuh pasien masih menguning.
pigmentasi (jaundice), 2. Hindari kerutan pada
O:
hipertermi, perubahan tempat tidur. -turgor kulit bayi tampak jelek
- Bayi tampak menguning
turgor kulit. 3. Menjaga kebersihan kulit
A:
agar tetap bersih.
-Masalah belum teratasi
4. Memonitor kulit adanya P :
-Intervensi dilanjutkan
kemerahan.

5. Mengoleskan baby oil pada

daerah yang tertekan.

6. Memandikan bayi dengan

air hangat.

4. Resiko terjadinya cidera 1.Mengkaji hiperbilirubin 1x 4 S :


-keluarga mengtakan bagian tubuh
b/d fototerapi jam.
pasien bertambah kuning.
(peningkatan kadar 2. Memberikan fototerapi.
O:
bilirubin). 3. Meletakkan bayi dekat -Sclera tampak ikterik
-Total bilirubin 23,81 mg/dl.
sumber cahaya
A:
4. Menutup mata dengan kain
-Masalah belum teratasi
yang menyerap cahaya. P:
-Intervensi dilanjutkan.
5. Mematikan lampu dan buka

penutup mata bayi setiap 8

jam

Anda mungkin juga menyukai