DANIZ FIKHRI
NIM 14122211
KATA PENGANTAR
menyelesaikan Studi Kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Hiperbilirubin Di Ruang Perinatologi RSUD. Pariaman Tahun 2015” dengan baik.
Shalawat dan salam penulis mohonkan kepada Allah SWT untuk disampaikan kepada
nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan bagi manusia untuk
bantuan, dukungan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu dengan
segala kerendahan hati dan penuh penghargaan penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibuk Ns.Hidayatul Hasni, S.Kep selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktu dan memberikan arahan serta masukan untuk penulis sehingga penulis dapat
Padang.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat
bagi penulis.
Kepada Allah SWT, peneliti mohon do’a semoga segala bantuan dan partisipasi
dari berbagai pihak mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin Ya Rabbal’alamin.
Akhir kata semoga askep ini lebih sempurna, dapat diterima dan bermanfaat
DAFTAR ISI
LEMBARAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............ ...................................................................................1
B. Tujuan..................…………………………………………………...3
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep dasar
1. Pengertian………………………………………………………...5
2. Etiologi…………………………………………………………...6
3. Anatomi Fisiologi………………………………………………...7
4. Patofisiologi dan WOC…………………………………………..9
5. Manifestasi Klinis……………………………………………….10
6. Klasifikasi……………………………………………………….11
7. Penatalaksanaan…………………………………………………12
8. Komplikasi………………………………………………………13
9. Pemeriksaan Diagnostik………………………………………...13
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan…………………………………………………….39
B. Saran…………………………………………………………..40
DAFTAR PUSTAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya yang meninggal
sebelum usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama.
AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi, dilihat dari sisi penyebabnya
kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Faktor yang dapat dikaitkan
dengan kematian bayi endogen dan eksogen adalah kematian endogen atau yang umum
disebut kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah
dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir yang
diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan
kematian eksogen atau kematian postnatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia 1
bulan sampai menjelang usia 1 tahun yang disebabkan faktor-faktor yang bertalian dengan
pengaruh lingkungan luar akibat dari kurangnya pengetahuan orang tua dalam merawat
Menurut WHO 2009 angka kematian bayi di Negara tetangga tahun 2007 seperti
singapura 3% per 1.000 kelahiran hidup, Malaysia 6,5% per 1.000 kelahiran hidup, Thailand
17% per 1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18% per 1.000 kelahiran hidup dan philipina 26%
per 1.000 kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni
Ikterus merupakan salah satu fenomena yang sering ditemukan pada bayi baru lahir,
kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 25-50% pada bayi cukup bulan 80%
pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan
sebagian bersifat patologis (hiperbilirubinemia) yang dapat menimbulkan dampak yang buruk
(SDKI, 2011). Dampak buruk yang diderita bayi seperti : kulit berwarna kuning sampai
jingga, klien tampak lemah, urine menjadi berwarna gelap sampai berwarna coklat dan
apabila penyakit ini tidak ditangani dengan segera maka akan menimbulkan dampak yang
lebih buruk lagi yaitu kernicterus (kerusakan pada otak) yang ditandai dengan bayi tidak mau
menghisap, letargi, gerakan tidak menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku (Suriadi,
2006).
Peran perawat dalam keperawatan ini sebagai innovator, fasilitator dan pendidik dan
sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam melakukan asuhan
keperawatan kepada klien secara menyeluruh baik biologis, psikologis, social, budaya dan
spiritual yang meliputi beberapa aspek antara lain aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Dari aspek promotif adalah dimana perawat berperan sebagai promotor
pentingnya hidup sehat dan melakukan pemeriksaan kandungan secara rutin. Perawat sebagai
aspek preventif adalah menganjurkan kepada ibu hamil untuk berhati-hati terhadap
penggunaan obat-obatan dan pemenuhan gizi yang baik untuk bayi. Aspek kuratif perawat
therapy obat). Peran perawat sebagai rehabilitatif adalah perawat mengembalikan kondisi
klien setelah mengalami penurunan kadar bilirubin dan menginformasikan kepada ibu
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk
memberikan asuhan keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien dengan diagnosa
hiperbilirubin. Pada kenyataannya kita lihat dilapangan banyak pasien hiperbilirubin yang
seharusnya mempunyai kontrol atau pengawasan, tetapi banyak perawat yang lalai dalam hal
tersebut. Pada saat pengkajian ditemukan tiga dari sepuluh bayi yang di rawat inap
perinatology dengan diagnosa ikterus neonatum, dimana ketiga bayi tersebut sedang di
fototerapi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Pariaman.
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin di instalasi rawat
d. Mampu melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun sesuai dengan rencana
keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin di instalasi rawat inap perinatology di RSUD
Pariaman.
e. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada
hiperbilirubin.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit, mukosa akibat
akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus (Bobak, 2004).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern icterus kalau tidak ditanggani
dengan baik atau mempunyai hubungan dangan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubin bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada
Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum setelah ada hasil
yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 2005).
2. Etiologi
1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah. Disebut juga
icterus hemolitik.
9. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma atau infeksi.
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma,
shypilis.
3. Anatomi Fisiologi
dibawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa normal. Pada
kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persendian darah. Hati terbagi menjadi
lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan yang
lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai tiga bagian utama yaitu lobus kanan atas, lobus
1. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrient seperti
asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral.
2. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
b. Fungsi hati
1. Mengubah zat makanan yang di absorbsi dari usus dan yang disimpan dari suatu tempa
2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan dalam empedu dan urine.
4. Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati dibentuk dalam retikulo endulium dialirkan ke
empedu
5. Untuk menyimpan berbagai zat seperti mineral (Cu,Fe) serta vitamin yang larut dalam lemak
(vitamin A,D,E,K) glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dalam tubuh
(seperti peptisida).
6. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua dan rusak.
7. Untuk pembentukan ureum, hati menerima asam amino di ubah menjadi ureum, dikeluarkan
4. Patofisologi
akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat bilirubin dan mengakibatkan
peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam darah yang mengakibatkan warna kuning
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim glukoronil
transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin
konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat diubah akan larut dalam lemak dan
mengakibatkan ikterik pada kulit. Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini
tidak bisa diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi
dalam feses dan urine dan feses berwarna gelap (Price, Sylvia Anderson, 2006).
Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak akan
memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara terus menerus melakukan
transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi, dan jika berlanjut akan
menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan terjadinya rasa mual muntah, jadi dengan
hiperbilirubin. apabila bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi suatu
keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat mengakibatkan
kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah (Price, Sylvia Anderson, 2006).
5. Manifestasi klinis
6. Klasifikasi
Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :
2. Ikterus patologis
c. Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 10 mg/dl
7. Penatalaksanaan
Penanganan hiperbilirubin pada bayi baru lahir menurut Varney (2007), antara lain :
a. Beri minum sesuai kebutuhan, karena bayi malas minum, berikan berulang-ulang, jika tidak
mau menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak dapat habis berikan melalui sonde.
b. Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) mungkin
a. Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar pukul 1- 8 selama 30
menit)
b. Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah7 mg% ulang esok harinya.
terapi
8. Komplikasi
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes comb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil positif tes comb indirek menandakan adanya
antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes comb direk
menandakan adanya sentisisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonatus.
c. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi bermakna jika melebihi 1,1-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tak terkonjugasi) tidak boleh melebihi
peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi yang cukup
d. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 mg/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan,
Hematokrit mungkin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
serum.
merah dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
i. Smear darah perifer : dapat menunjukan sel darah merah abnormal atau imatur,
ekstrahepatic.
l. Biobsy hati, digunakan untuk memastikan terutama untuk pada kasus yang sukar seperti
diagnosa membedakan obstruksi ekstrahepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
m. Radioisotop scan, digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia billiari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat kesehatan
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek hisap
penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada feses dan urine
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang menderita penyakit
3. Riwayat kehamilan
terjadinya infeksi.
b. Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan gangguan nafas
c. Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia), asodosis yang
c. Pemeriksaan Fisik
1. KU : biasanya lesu, biasanya letargi coma
2. TTV
TD : -
N : biasanya 120-160x/i
R : biasanya 40x/i
S : biasanya 36,5 – 37 ºC
Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau terdapat caput.
Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada mulut. Dapat juga
diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi
6. Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus
8. Thorak : Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga dapat ditemukan peningkatan
9. Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret merupakan akibat gannguan metabolism
bilirubin enterohepatik.
10. Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat gangguan hepar atau
elastisitas menurun.
2. Diagnosa Keperawatan
b. Resiko deficit volume cairan b/d kehilangan aktif volume cairan (evaporasi).
c. Resiko kerusakan integritas kulit b/d pigmentasi (jaundice), hipertermi, perubahan turgor
kulit, eritema.
3. Intervensi Keperawatan
normal, HT normal.
air hangat.
jam