BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia pada umumnya merupakan masalah fisiologis yang
hampir terjadi pada 80% bayi baru lahir premature dan mencapai 60% pada bayi
lahir aterm pada minggu pertama kehidupannya Gejala yang ditimbulkan akibat
hiperbilirubinemia adalah adanya warna kuning pada kulit dan sclera bayi.
Hiperbilirubinemia yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
bersifat permanen (kern icterus) dan pada beberapa anak dapat meninggalkan
gejala sisa seperti cerebral palsy dan ketulian (Purnamasari et al., 2020).
Menurut WHO (World Health Organization) (2015) dimana setiap tahunnya,
sekitar 3,6 juta dari 120 juta bayi baru lahir mengalami hiperbilirubinemia dan
hampir 1 juta bayi yang mengalami hiperbilirubinemia kemudian meninggal.
Hiperbilirubinemia di Indonesia merupakan masalah yang sering ditemukan pada
bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, hiperbilirubinemia terjadi sekitar 25-50%
bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada bayi kurang bulan.
Berdasarkan data Riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018) menunjukan angka
kejadian hiperbilirubin/ikterus neonatorum pada bayi baru lahir di Indonesia
sebesar 51,47% dengan faktor penyebabnya yaitu: Asfiksia 51%, BBLR 42,9%,
Sectio Cesarea 18,9%, Prematur 33,3%, Kelainan Congenital 2,8%, Sepsis 12%.
Data Dinkes provinsi sulawesi selatan (2018) menunjukkan bahwa angka
kematian bayi pada tahun 2018 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya,
yaitu 164 neonatus pada tahun 2017 sedangkan 180 neonatus pada tahun 2016.
Angka kematian bayi jika dilihat dari jender maka kematian bayi laki-laki lebih
banyak dari bayi perempuan. Berdasarkan data awal yang diperoleh peneiti di
RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba bayi dengan hiperbilirubin
pada tahun 2018 sebanyak 101 anak, sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 115
anak.
2
mental, gangguan bicara, dan gangguan pada sistem neurologi lainnya (Ihsan,
2017).
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara fisiologis dan patologis yaitu:
secara fisiologis bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher, atau pada
derajat satu dan dua dengan kadar bilirubin (<12mg/dl), kondisi tersebut dapat
diatasi dengan pemberian intake ASI (Air Susu Ibu) yang adekuat dan sinar
matahari pagi sekitar jam 7:00-9:00 selama 15 menit, sedangkan secara patologis
bayi akan mengalami kuning diseluruh tubuh atau derajat tiga sampai lima
dengan kadar bilirubin (>12mg/dl) kondisi tersebut di indikasikan untuk
dilakuakan fototherapi, jika kadar bilirubin >20 mg/dl maka bayi di indikasikan
untuk diberikan transfusi tukar (Mulyati et al., 2019).
Menurut peneliti tindakan dalam penanganan hiperbilirubin pada bayi
tentunya juga merupakan sebuah perhatian yang penting bagi tenaga kesehatan
pada pasien hiperbilirubin untuk menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien. Pengkajian dan intervensi yang tepat dan cepat
sangat perlu diperhatikan sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang
dapat membahayakan pasien.
Berdasarkan masalah yang terjadi diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada By.Ny.”F”
Dengan Hiperbilirubin Di Ruang Perinatalogi RSUD H. Andi Sulthan Daeng
Radja Bulukumba“.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan
pelaksanaan asuhan keperawatan pada By.Ny.”F” dengan hiperbilirubin di
ruang perinatalogi RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan dengan gambaran asuhan keperawatan
pada By.Ny.”F” dengan hiperbilirubin di ruang perinatalogi RSUD H. Andi
Sulthan Daeng Radja Bulukumba adalah sebagai berikut:
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
d. Konseling
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola
interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola
interaksi ini merupakan dasar dalam perencanaan tindakan keperawatan.
Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu. Pemecahan
masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah perilaku
hidup sehat (perubahan pola interaksi).
e. Kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain
berupaya mengidentfikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk
tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, pemberian
dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai professional
pemberi palayanan kesehatan. Sebagai contoh, perawat berkolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak dengan
nefrotik syndrome. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk
menentukan dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik pada anak
yang menderita infeksi
f. Peneliti
Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (innovator)
dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, cepat
tanggap terhadap rangsangan dari lingkunganya. Kegiatan ini dapat
diperoleh diperoleh melalui penelitian. Penelitian, pada hakekatnya adalah
melakukan evalusai, mengukur kemampuan, menilai, dan
mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang telah
diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakan orang lain
untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan
aspirasi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Oleh karena itu
perawat dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan memanfaatkan
media massa atau media informasi lain dari berbagai sumber. Selain itu
12
b. Ikterus Patologis
13
Tabel 2.1
Derajat ikterus pada neonatus menurut rumus Kramer
Rata-rata Bilirubin Kadar
Zona Luas Ikterik
Serum (umol/L) bilirubin (mg)
1 Kepala dan leher 100 5
2 Pusar-leher 150 9
3 Pusar-paha 200 11
4 Lengan dan tungkai 250 12
5 Tangan dan kaki >250 16
Sumber : Atikah and Jaya (2016)
2. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis
ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal,
perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi
juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia;
keadaaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor
14
lain yaitu hipoksia atau asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan
polisitemia (Atikah and Jaya, 2015).
Menurut (Mendri and Prayogi, 2017) secara garis besar etiologi
ikterus neonatorum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,
golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
3. Patofisiologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk
akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi.
Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam
15
plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke
dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus
melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh
mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke
dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas
dalam (Ningsih, 2017)).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi
yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar,
yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi
sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin atau
bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah and Jaya, 2015).
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar
dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi)
kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus
yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga
pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi
(Atikah and Jaya, 2015).
4. Manifestasi klinik
Menurut (Mendri and Prayogi, 2017) tanda dan gejala dari bayi yang
mengalami hiperbilirubin adalah sebagai berikut :
a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan, sementara
pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hai ini
disebabkan oleh bilirubin tak larut dalam lemak akibat dari kerja hepar
yang mengalami gangguan.
b. Sistem Pencernaan
16
1) Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Langkah-langkah
pelaksanaan fototerapi yaitu :
a) Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus kena
sinar.
b) Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan
cahaya.
c) Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
d) Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.
e) Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.
f) Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-
kurangnya sekali dalam 24 jam.
g) Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita
yang mengalami hemolisis.
2) Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada
pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan
albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering
dianjurkan.
3) Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg%. Langkah penatalaksanaan saat
transfusi tukar adalah sebagai berikut :
a) Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum transfusi tukar.
b) Siapkan neonatus dikamar khusus.
c) Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.
19
Manajemen nutrisi
Tindakan
Observasi :
15) Identifikasi kemungkinan penyebab berat BB kurang
16) Monitor adanya mual dan muntah
17) Monitor jumlah kalori yang di konsumsi sehari – hari
18) Monitor berat badan
19) Monitor albumin, limfosit dan elektrolit serum
Terapeutik :
20) Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
21) Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
22) Hidangkan makanan secara menarik
23) Berikan suplemen jika perlu
24) Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang dicapai.
Edukasi :
25) Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi namun tetap terjangkau.
26) Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada
klien terkait dengan dukungan dan pengobatan dan tindakan untuk
memperbaiki kondisi dan pendidikan untuk klien-keluarga atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan dan strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi. Implementasi
keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien, keluarga,
dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon pasien
31
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Seorang pasien anak dengan inisial By Ny “R” umur 3 hari, jenis
kelamin perempuan, pada saat dilakukan pengkajian pada pada tanggal 21-
01-2020 dengan diagnosa medis hiperbilirubiun dirawat di ruang perinatalogi
RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba, riwayat kesehatan saat ini,
kulit bayi nampak berwarna kuning, berat badan lahir rendah, BB : 2.350
gram. Sklera nampak kuning.
Riwayat imunisasi HB0 sudah diberikan. Riwayat kesehatan dahulu,
Ibu klien mengatakan sebelumnya anaknya tidak pernah menderita penyakit
dan tidak pernah dirawat sebelumnya. Saat dilakukan pengkajian tentang pola
eliminasi urine dan fekal, saat ini tidak ada gangguan BAK, dan BAB.
Berdasarkan tingkat perkembangan motorik kasar bayi nampak aktif
menendang-nendang, motorik halus belum dapat dinilai.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara head to toe diperoleh hasil
kesadaran klien composmentis. Suhu 36,1 0C, RR 56 x/i, Nadi 138 x/i. Pada
integumen kulit nampak berwarna kuning. Pada kepala klien hygiene baik,
warna rambut hitam, serta tidak ada lesi. Pengkajian pada telinga diperoleh
telinga simetris kiri-kanan,, tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Pada
mata diperoleh konjungtiva normal, sklera ikterik. Pada sistem respirasi
didapatkan pernapasan normal, irama teratur. Pada mulut dan gigi ditemuka
membran mukosa mulut lembab. Pada leher tidak ada pembesaran vena
jugularis, kelenjar tiroid ataupun kelenjar getah bening. Pada ekstremitas,
kekuatan otot baik, tidak ada lesi dan edema, tidak ada kesulitan dalam
pergerakan.
34
DO:
a. Kulit bayi nampak kuning
b. Sklera nampak kuning Usia kurang 7 Ikterus
c. Suhu 36,1 0C, RR 56 x/i, Nadi hari neonatus
138 x/i.
d. Hasil bilirubin 16,5 mg/dl.
e. BBLR 2.350 gram
2 DS:-
peningkatan
DO:
kebutuhan Defisit Nutrisi
Pemberian terapi radiasi (foto terapi)
BBLR 2.350 gram metabolisme
B. Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu:
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer
35
C. Perencanana Keperawatan
Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang muncul pada pasien selama
perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan yang didalamnya terdapat tujuan
dan kriteria hasil yang diharapkan serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, mampu ikterus teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil: ikterus
menurun, BB normal, hasil pemeriksaan bilirubin normal. Selanjutnya
disusun rencana keperawatan foto terapi neonatus dengan intervensi
keperawatan diantaranya:
Observasi :
1) Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
2) Monitor suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali
3) Monitor efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit,
penurunan berat badan lebih dari 8-10%.
Terapeutik :
4) Siapkan lampu fototerapi dan inkubator dalam kotak bayi
5) Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
6) Berikan penutup mata pada bayi
7) Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung
spesifikasi lampu fototerapi)
8) Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fisioterapi secara berkelanjutan
9) Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
10) Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak
mungkin
Edukasi :
11) Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
12) Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
Kolaborasi
13) Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek
36
dilakukan. Mengganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK dengan
hasil telah dilakukan. Menganjurkan ibu menyusui sesering mungkin dengan
hasil ibu menyusui anak sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
2. Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 21 januari 2020 pukul 10.00-
10.10 WITA untuk diagnosa defisit nutrisi yaitu: Mengidentifikasi perubahan
berat badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi
kelainan pada kulit dengan hasil kulit berwarna kuning. Menimbang berat
badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat
badan dengan hasil BB masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval
waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan.
Menginformasikan hasil pemantauan dengan hasil keluarga pasien mengerti
tehadap informasi yang diberikan.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 22 januari 2020
pukul 09.50-10.00 WITA: Mengidentifikasi perubahan berat badan dengan
hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada kulit dengan
hasil kulit berwarna kuning. Menimbang berat badan dengan hasil berat
badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat badan dengan hasil BB
masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan. Menginformasikan hasil
pemantauan dengan hasil keluarga pasien mengerti tehadap informasi yang
diberikan
Sedangkan Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 januari
2020 pukul 10.00-10.20 WITA yaitu: Mengidentifikasi perubahan berat
badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada
kulit dengan hasil warna kulit agak kemerahan. Menimbang berat badan
dengan hasil berat badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat badan
dengan hasil BB masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval waktu
pemantauan sesuai dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan.
Menginformasikan hasil pemantauan dengan hasil keluarga pasien mengerti
tehadap informasi yang diberikan
40
(S):-. Obyektif (O): Berat badan lahir rendah. Assesment (A): resiko infeksi
belum teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; monitor Tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik, batasi jumlah pengunjung, cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.
4. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 22 januari 2020
pukul 12.10 WITA untuk diagnosa Ikterus neonatus berhubungan dengan
Usia kurang 7 hari yaitu, dengan Subyektif (S):-. Obyektif (O): Kulit bayi
nampak kuning, Sklera nampak kuning, Suhu 36,3 0C, RR 32 x/i, Nadi 128
x/i, Hasil bilirubin 16,5 mg/dl, BBLR 2.350 gram. Assesment (A): Ikterus
neonatus belum teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; Monitor ikterik pada
sklera dan kulit bayi. Monitor suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali. Monitor
efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan
berat badan lebih dari 8-10%. Siapkan lampu fototerapi dan inkubator dalam
kotak bayi. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok. Berikan penutup mata pada
bayi. Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau
tergantung spesifikasi lampu fototerapi). Biarkan tubuh bayi terpapar sinar
fisioterapi secara berkelanjutan. Ganti segera alas dan popok bayi jika
BAB/BAK. Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya
sebanyak mungkin. Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit. Anjurkan
ibu menyusui sesering mungkin. Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin
direk dan indirek
5. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 22 januari 2020
pukul 12.15 WITA untuk diagnosa defisit nutrisi yaitu, dengan Subyektif
(S):-. Obyektif (O): BBLR 2.350 gram. Assesment (A): defisit nutrisi belum
teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; Mengidentifikasi perubahan berat
badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada
kulit dengan hasil kulit berwarna kuning. Menimbang berat badan dengan
hasil berat badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat badan dengan
hasil BB masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval waktu
pemantauan sesuai dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan.
43
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian seorang pasien anak dengan inisial By Ny “R”
umur 3 hari, jenis kelamin perempuan, pada saat dilakukan pengkajian pada pada
tanggal 21-01-2020 dengan diagnosa medis hiperbilirubiun dirawat di ruang
perinatalogi RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba, riwayat kesehatan
saat ini, kulit bayi nampak berwarna kuning, berat badan lahir rendah, BB : 2.350
gram. Sklera nampak kuning.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara head to toe diperoleh hasil
kesadaran klien composmentis. Berdasarkan hasil analisa data didapatkan data
obyektif, Kulit bayi nampak kuning, Sklera nampak kuning, Suhu 36,1 0C, RR
56 x/i, Nadi 138 x/i, Hasil bilirubin 16,5 mg/dl. BBLR 2.350 gram Pemberian
terapi radiasi (foto terapi)
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu, pengkajian yang benar, akurat,
lengkap, dan sesuai dengan kenyataan sangat penting dalam merumuskan suatu
diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan kepewatan sesuai dengan
respons individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standart praktik
keperawatan dari American Nursing Assciation (Nursalam, 2017). Pengkajian
merupakan tahap awal dari suatu proses keperawatan, kegiatan yang dilakukan
pada tahap tersebut adalah mengumpulkan data, seperti riwayat keperawatan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan data sekunder lainnya meliputi: catatan, hasil
pemeriksaan diagnostic, dan literatur.
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin yang
terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus, yang mana
46
ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan kuku.
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi
dan transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).
Hiperbilirubinemia dapat mengakibatkan banyak komplikasi yang merugikan
jika tidak segera ditangani, komplikasi yang dapat terjadi dalam jangka pendek
bayi akan mengalami kejang-kejang, kemudian dalam jangka panjang bayi bisa
mengalami cacat neurologis contohnya gangguan bicara, retradasi mental dan tuli
(gangguan pendengaran) (Siska, 2017).
Dampak terhadap bayi yang dilahirkan secara prematur akan mempunyai alat
tubuh yang belum lengkap seperti bayi matur, oleh karena itu ia mengalami lebih
banyak kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Jika usia kehamilannya
pendek maka makin kurang sempurna pertumbuhannya, hal tersebut akan
mengakibatkan mudah terjadinya komplikasi atau gangguan pada sistem
kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem urogenita, system
neurology, sistem pembuluh darah, system imunologik, dan sistem imaturitas.
Dalam hal ini, perawat berperan untuk memberikan asuhan keperawatan BBLR
meliputi: Pengkajian, memprioritaskan masalah, melakukan intervensi,
implementasi serta evaluasi (Septiani, 2015).
Berdasarkan hasil pengkajian penulis didapatkan ada kesesuaian antara teori
dengan kasus dimana klien didapatkan gejala seperti warna kulit kuning, sklera
kuning yang diakibatkan oleh hiperbilirubin, sehingga berdasarkan data tersebut
perlu dilakukan penanganan dan tindakan dalam asuhan keperawatan anak untuk
menangani masalah yang dialami oleh klien.
B. Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu:
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari ditandai
47
dengan DO: Kulit bayi nampak kuning, Sklera nampak kuning, Suhu 36,1
0C, RR 56 x/i, Nadi 138 x/i. Hasil bilirubin 16,5 mg/dl. BBLR 2.350 gram
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin
yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus,
yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan
kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi
baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan
dengan fototerapi dan transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).
Ikterik Neonatus adalah kondisi kulit dan membranmukosa
neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi (SDKI, 2017). Ikterus adalah
perubahan warna kuning pada kulit dan sklera yang terjadi akibat peningkatan
kadar bilirubin di dalam darah.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan nutrisi
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan nutrisi
ditandai dengan data obyektif: berat badan 2.350 gram, dan mendapatkan
fototerapi neonatus.
Beberapa masalah yang muncul pada bayi BBLR mengingat salah
satu penyebab bayi BBLR adalah premature, maka dari itu kematangan sitem
organ pada bayi tersebut kurang sehingga terjadi gangguan terutama pada
anak dengan hiperbilirubin. Masalah pada bayi BBLR yang sering muncul
baik dalam jangka pendek ataupun panjang diantaranya yaitu: pada System
gastrointestinal, Pada bayi BBLR terutama kurang bulan umumnya pada
saluran pencernaan belum berfungsi seperti pada bayi yang cukup bulan. Hal
ini terjadi karena kematangan organ belum sempurna. Biasanya terjadi
gangguan koordinasi menghisap dan menelan sampai usia 33-34 minggu,
serta kurangnya cadangan nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan
mencerna protein, jumlah enzim yang belum mencukupi, wktu yang lambat
dalam pengosongan lambung (Amalia, 2017).
48
yang difokuskan pada reaksi dan respons unik individu pada suatu kelompok atau
perorangan terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik actual maupun
potensial (Deswani, 2011 dalam (Ginting, 2018)).
Dalam penetapan diagnosa keperawatan terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus penulis berusaha memperiotaskan berdasarkan kebutuhan pasien. Pada
tinjauan teoritis ditemukan 7 diagnosa Keperawatan sedangkan pada tinjauan
kasus ditemukan 3 diagnosa Keperawatan, sedangkan Pada tinjauan pustaka
terdapat dua diagnosa yang tidak muncul pada tinjauan kasus. Hal ini disebabkan
karena diagnosa yang ditetapkan oleh peneliti disesuaikan dengan data atau hasil
pengkajian yang dialami oleh klien, baik data yang memenuhi kriteria berdasarkan
penentuan diagnosa menurut buku SDKI (2016), dan diharapkan diagnosa dapat
diatasi sesuai pada teori dan waktu pencapaian tujuan.
C. Perencanana Keperawatan
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri dari perencanaan
tindakan keperawatan pada kasus disusun berdasarkan masalah keperawatan yang
ditemukan yaitu:
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
Pada diagnosis ini diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam, mampu ikterus teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil:
ikterus menurun, BB normal, hasil pemeriksaan bilirubin normal. Selanjutnya
disusun rencana keperawatan foto terapi neonatus dengan intervensi
keperawatan diantaranya: Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi. Monitor
suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali. Monitor efek samping fototerapi (mis,
hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10%.
Siapkan lampu fototerapi dan inkubator dalam kotak bayi. Lepaskan pakaian
bayi kecuali popok. Berikan penutup mata pada bayi. Ukur jarak antara lampu
dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung spesifikasi lampu
fototerapi). Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fisioterapi secara berkelanjutan.
Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK. Gunakan linen berwarna
50
dilakukan. Mengukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm
atau tergantung spesifikasi lampu fototerapi) dengan hasil telah dilakukan.
Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar fisioterapi secara berkelanjutan dengan
hasil telah dilakukan. Mengganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
dengan hasil telah dilakukan. Menganjurkan ibu menyusui sesering mungkin
dengan hasil ibu menyusui anak sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek dengan hasil
bilirubin 16,5 mg/dl
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara fisiologis dan patologis
yaitu: secara fisiologis bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher,
atau pada derajat satu dan dua dengan kadar bilirubin (<12mg/dl), kondisi
tersebut dapat diatasi dengan pemberian intake ASI (Air Susu Ibu) yang
adekuat dan sinar matahari pagi sekitar jam 7:00-9:00 selama 15 menit,
sedangkan secara patologis bayi akan mengalami kuning diseluruh tubuh atau
derajat tiga sampai lima dengan kadar bilirubin (>12mg/dl) kondisi tersebut
di indikasikan untuk dilakuakan fototherapi, jika kadar bilirubin >20 mg/dl
maka bayi di indikasikan untuk diberikan transfusi tukar (Aviv, Atikah &
Jaya, 2015).
Pemberian fototherapi merupakan pilihan utama untuk mengatasi bayi
hiperbilirubinemia, tujuannya untuk mengurangi kadar bilirubin darah yang
tidak normal dan mengurangi ikterus pada tubuh bayi, untuk hasil yang
maksimal seluruh tubuh bayi diusahakan mendapatkan sinar (irradiance)
dengan melakukan alih baring yaitu: perubahan poisisi miring kanan, miring
kiri, terlentang dan tengkurap setiap 3 jam sekali selama fototherapi, alih
baring ini bertujuan untuk meningkatkan proses pemerataan sinar terhadap
kadar bilirubin yang tidak larut dalam air (indirek) menjadi bilirubin yang
larut dalam air (direk), sehingga dapat diekskresikan melalui urin (Kosim,
2010). Namun, fototherapi memiliki dampak negatif pada bayi yaitu dapat
mencederai mata dan genital, selain itu bayi hiperbilirubinemia yang
dilakukan fototherapi dapat berisiko mengalami kerusakan intensitas kulit,
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan didapatkan hasil analisa data
dimana data obyektif, Kulit bayi nampak kuning, Sklera nampak kuning,
Suhu 36,1 0C, RR 56 x/i, Nadi 138 x/i, Hasil bilirubin 16,5 mg/dl. BBLR
2.350 gram Pemberian terapi radiasi (foto terapi).
2. Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu: Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia
kurang 7 hari, defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme, dan Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
3. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang
muncul pada pasien selama perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan
yang didalamnya terdapat tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
4. Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatan saat itu. rencana
tindakan dari masing-masing masalah tidak semua bisa dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi
dan kebutuhan pasien yang diperlukan, Implementasi dilakukan selama 3 hari
sejak tanggal 21 Januari 2020 sampai tanggal 23 Januari 2020
5. Evaluasi keperawatan dilakukan selama 3 hari sejak tanggal 21 Januari 2020
sampai tanggal 23 Januari 2020 sesuai dengan tindakan keperawatan pada
klien dimana untuk Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7
hari teratasi, defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
61
DAFTAR PUSTAKA
Atikah, M. V., and Jaya, P. 2015. Buku Ajar Kebidanan pada Neonatus, Bayi dan
Balita. Jakarta: CV. Trans Info Medik.
Aviv, J., Atikah, M. V., & Jaya, P. 2015. Buku Ajar Kebidanan pada Neonatus, Bayi
dan Balita. Jakarta: CV. Trans Info Medik.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, Dan Praktik (7th Ed). Jakarta: Egc.
Mendri, N., and Prayogi, A. S. 2017. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit & Bayi
Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Mulyati, et.al., 2019. Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Neonatus dengan
Hiperbilirubinemia di RSUD PROF. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
University Research Colloqium Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong
Novianti Novi, Mediani Henny Suzana, Nurhidayah Ikeu (2017), Pengaruh Field
Massage sebagai Terapi Adjuvan terhadap Kadar Bilirubin Serum Bayi
Hiperbilirubinemia, Jurnal Keperawatan Padjajaran (JKP), volume 5,
Nomor 3
Purnamasari, Ika, et.al. 2020. Pengaruh Baby Massage Terhadap Penurunan Kadar
Bilirubin. Jurnal Keperawatan Karya Bhakti, Volume 6, Nomor 1
Risnanto Dan Insani, Uswatun. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Deepublish