Anda di halaman 1dari 63

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia pada umumnya merupakan masalah fisiologis yang
hampir terjadi pada 80% bayi baru lahir premature dan mencapai 60% pada bayi
lahir aterm pada minggu pertama kehidupannya Gejala yang ditimbulkan akibat
hiperbilirubinemia adalah adanya warna kuning pada kulit dan sclera bayi.
Hiperbilirubinemia yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
bersifat permanen (kern icterus) dan pada beberapa anak dapat meninggalkan
gejala sisa seperti cerebral palsy dan ketulian (Purnamasari et al., 2020).
Menurut WHO (World Health Organization) (2015) dimana setiap tahunnya,
sekitar 3,6 juta dari 120 juta bayi baru lahir mengalami hiperbilirubinemia dan
hampir 1 juta bayi yang mengalami hiperbilirubinemia kemudian meninggal.
Hiperbilirubinemia di Indonesia merupakan masalah yang sering ditemukan pada
bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, hiperbilirubinemia terjadi sekitar 25-50%
bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada bayi kurang bulan.
Berdasarkan data Riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2018) menunjukan angka
kejadian hiperbilirubin/ikterus neonatorum pada bayi baru lahir di Indonesia
sebesar 51,47% dengan faktor penyebabnya yaitu: Asfiksia 51%, BBLR 42,9%,
Sectio Cesarea 18,9%, Prematur 33,3%, Kelainan Congenital 2,8%, Sepsis 12%.
Data Dinkes provinsi sulawesi selatan (2018) menunjukkan bahwa angka
kematian bayi pada tahun 2018 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya,
yaitu 164 neonatus pada tahun 2017 sedangkan 180 neonatus pada tahun 2016.
Angka kematian bayi jika dilihat dari jender maka kematian bayi laki-laki lebih
banyak dari bayi perempuan. Berdasarkan data awal yang diperoleh peneiti di
RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba bayi dengan hiperbilirubin
pada tahun 2018 sebanyak 101 anak, sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 115
anak.
2

Berdasarkan penelitian (Mulyati et al., 2019) tentang perbedaan ikterus


neonatorum pada bayi prematur dan bayi cukup bulan di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta, dari 115 responden bayi terdapat 59 bayi (51%)
dengan gestasi prematur, dan 56 bayi (49%) gestasi cukup bulan. Hasil dari
penelitian tersebut didapatkan data bayi prematur yang ikterus sebanyak 37 bayi
(32,2%), bayi prematur yang tidak ikterus sebanyak 22 bayi (19,1%), bayi cukup
bulan yang ikterus sebanayak 11 bayi (9,6%) dan bayi cukup bulan yang tidak
ikterus sebanyak 48 bayi (39,1%).
Hiperbilirubinemia pada neonatus dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu
ikterus fisiologis dan patologis. Hiperbilirubinemia fisiologis merupakan ikterus
normal yang dialami bayi baru lahir, tidak memiliki dasar patologis sedangkan
hiperbilirubinemia patologis adalah ikterus yang memiliki dasar patologis dengan
kadar bilirubin melebihi nilai normal yaitu >5 mg/dl. Hiperbilirubinemia yang
terjadi pada bayi baru lahir umumnya fisiologis, kecuali timbul dalam waktu 24
jam pertama kehidupan, bilirubin indirek untuk bayi cukup bulan >13 mg/dl atau
bayi kurang bulan >10 mg/dl, peningkatan bilirubin >5 mg/dl/24 jam, kadar
bilirubin direk >2 mg/dl dan hiperbilirubinemia menetap pada umur >2 minggu
yang akan mengalami banyak komplikasi (Ningsih, 2017).
Hiperbilirubinemia dapat mengakibatkan banyak komplikasi yang merugikan
jika tidak segera ditangani, komplikasi yang dapat terjadi dalam jangka pendek
bayi akan mengalami kejang-kejang, kemudian dalam jangka panjang bayi bisa
mengalami cacat neurologis contohnya gangguan bicara, retradasi mental dan tuli
(gangguan pendengaran) (Siska, 2017).
Komplikasi dari hiperbilirrubinemia yaitu kern ikterus, dimana kern ikterus
adalah suatu sindrom neurologi yang timbul sebagai akibat penimbunan efek
terkonjugasi dalam sel-sel otak sehingga otak mengalami kerusakan, hal ini dapat
menyebabkan kejang-kejang dan penurunan kesadaran serta bisa berakhir dengan
kematian, akan tetapi apabila bayi dapat bertahan hidup, maka akan ada dampak
sisa dari kernikterus tersebut yaitu bayi dapat menjadi tuli, spasme otot, gangguan
3

mental, gangguan bicara, dan gangguan pada sistem neurologi lainnya (Ihsan,
2017).
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara fisiologis dan patologis yaitu:
secara fisiologis bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher, atau pada
derajat satu dan dua dengan kadar bilirubin (<12mg/dl), kondisi tersebut dapat
diatasi dengan pemberian intake ASI (Air Susu Ibu) yang adekuat dan sinar
matahari pagi sekitar jam 7:00-9:00 selama 15 menit, sedangkan secara patologis
bayi akan mengalami kuning diseluruh tubuh atau derajat tiga sampai lima
dengan kadar bilirubin (>12mg/dl) kondisi tersebut di indikasikan untuk
dilakuakan fototherapi, jika kadar bilirubin >20 mg/dl maka bayi di indikasikan
untuk diberikan transfusi tukar (Mulyati et al., 2019).
Menurut peneliti tindakan dalam penanganan hiperbilirubin pada bayi
tentunya juga merupakan sebuah perhatian yang penting bagi tenaga kesehatan
pada pasien hiperbilirubin untuk menstabilkan kondisi pasien pada keadaan
equlibrium fisiologis pasien. Pengkajian dan intervensi yang tepat dan cepat
sangat perlu diperhatikan sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang
dapat membahayakan pasien.
Berdasarkan masalah yang terjadi diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada By.Ny.”F”
Dengan Hiperbilirubin Di Ruang Perinatalogi RSUD H. Andi Sulthan Daeng
Radja Bulukumba“.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan
pelaksanaan asuhan keperawatan pada By.Ny.”F” dengan hiperbilirubin di
ruang perinatalogi RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan dengan gambaran asuhan keperawatan
pada By.Ny.”F” dengan hiperbilirubin di ruang perinatalogi RSUD H. Andi
Sulthan Daeng Radja Bulukumba adalah sebagai berikut:
4

a. Untuk Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada By.Ny.”F” dengan


hiperbilirubin.
b. Untuk Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada By.Ny.”F” dengan
hiperbilirubin.
c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada By.Ny.”F” dengan
hiperbilirubin.
d. Mengidentifikasi implementasi atau tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan pada By.Ny.”F” dengan hiperbilirubin.
e. Mengidentifikasi evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan
pada By.Ny.”F” dengan hiperbilirubin.
C. Ruang Lingkup
Analisis asuhan keperawatan pada By.Ny.”F” dengan hiperbilirubin di ruang
perinatalogi RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba dari tanggal 24
Februari s/d 27 Februari tahun 2020
D. Metode Penulisan
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dalam bentuk
studi kasus. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan kejadian atau peristiwa penting yang
terjadi pada masa kini (Nursalam, 2017). Penelitian ini mendeskripsikan proses
keperawatan dimulai dari pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan,
merencanakan tindakan keperawatan, implementasi sampai evaluasi keperawatan
dalam asuhan keperawatan pada By.Ny.”F” dengan hiperbilirubin di ruang
perinatalogi RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan karya ilmiah akhir ners secara garis besar
adalah sebagai berikut:
1. Bagian Awal
Merupakan bagian pertama dari KTI yang berisi hal-hal pendahuluan
dari KTI. Secara umum untuk penomoran halaman pada bagian ini adalah
dengan menggunakan angka romawi huruf kecil dari mulai halaman judul,
5

lembar persetujuan, lembar pengesahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi,


kata pengantar, daftar isi, sampai dengan daftar lampiran.
2. Bab I Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan peneliti membahas tentang: latar belakang masalah,
tujuan, ruang lingkup, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan
3. Bab II Tinjauan Teori
Bab ini menjelaskan tentang teori yang relevan dengan judul KTI.
Tinjauan pustaka merupakan hasil telusuran bahan bacaan yang berkaitan
tentang kasus yang diambil. baik tentang konsep dasar yaitu pengertian,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan medis.
sedangkan pada konsep keperawatan membahas pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan,
evaluasi keperawatan, dan discharge planning
4. Bab III Tinjauan Kasus
Pada tinjauan kasus menjelaskan tentang Asuhan keperawatan yang
telah diberikan kepada klien sesuai dengan kasus yang diambil. Tinjauan
kasus terdiri atas: pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi keperawatan
5. Bab IV Pembahasan
Pada bab ini menganalisis kedua kasus dari berbagai teori yang telah
diperoleh.
6. Bab V Penutup
Pada bagian penutu peneliti membahas tentang kesimpulan dan saran
7. Daftar Pustaka
8. Lampiran
F. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitian
ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
6

dan teknologi di bidang keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada


klien dengan hiperbilirubin
2. Manfaat aplikatif
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu literature dan
menjadi tambahan informasi yang berguna bagi para pembaca untuk
meningkatkan mutu pendidikan keperawatan, serta diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan yang melakukan
edukasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
hiperbilirubin guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
7

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep dasar keperawatan Anak


1. Definisi
Keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang
dimiliki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang
berfokus pada keluarga (family centered care), pencegahan terhadap trauma
(atrumatic care), dan manajemen kasus. Dalam dunia keperawatan anak,
perawat perlu memahami, menginggat adanya beberapa prinsip yang berbeda
dalam penerapan asuhan dikarenakan anak bukan miniatur orang dewasa
tetapi sebagai individu yang unik. Keluarga merupakan unsur penting dalam
perawatan anak mengingat anak bagian dari keluarga, dalam keperawatan
anak harus mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau sebagai konstanta
tetap dalam kehidupan anak (Kozier et.al., 2010).
Sebagai perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan anak,
harus mampu memfasilitasi keluarga dalam berbagai bentuk pelayanan
kesehatan baik berupa pemberian tindakan keperawatan langsung maupun
pemberian pendidikan kesehatan pada anak. Selain itu, keperawatan anak
perlu memperhatikan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi keluarga karena
tingkat sosial, budaya dan ekonomi dari keluarga dapat menentukan pola
kehidupan anak selanjutnya faktor-faktor tersebut sangat menentukan
perkembangan anak dalam kehidupan dimasyarakat (Risnanto Dan Insani,
2016).
2. Prinsip-prinsip Keperawatan Anak
Dalam keperawatan anak, perawat harus mengetahui bahwa prinsip
keperawatan anak adalah (Kozier et.al., 2010):
a. Anak bukan miniatur orang dewasa
b. Anak sebagai individu unik & mempunyai kebutuhan sesuai tahap
perkembangan
8

c. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada pencegahan & peningkatan


derajat kesh, bukan mengobati anak sakit
d. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara
komprehensif dalam memberikan askep anak
e. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak & keluarga
untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi & meningkatkan kesejahteran
dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan moral ( etik
) & aspek hukum ( legal )
f. Tujuan keperawatan anak & remaja adalah untuk meningkatkan maturasi /
kematangan
g. Berfokus pada pertumbuhan & perkembangan
3. Paradigma Keperawatan Anak
Menurut (Risnanto Dan Insani, 2016) Paradigma Keperawatan Anak
adalah sebagai berikut:
a. Manusia ( Anak )
Anak baik sebagai individu maupun bagian dari keluarga merupakan
salah satu sasaran dalam pelayanan keperawatan. Untuk dapat
memberikan pelayanan keperawatan yang tepat sesuai dengan masa
tumbuh kembangnya, anak di kelompokkan berdasarkan masa tumbuh
kembangnya. Terdapat perbedaan dalam memberikan pelayanan
keperawatan antara orang dewasa dan anak sebagai sasarannya.
Perbedaan itu dapat dilihat dari struktur fisik, dimana secara fisik anak
memiliki organ yang belum matur sepenuhnya. Sebagai contoh bahwa
komposisi tulang pada anak lebih banyak berupa tulang rawan, sedangkan
pada orang dewasa sudah berupa tulang keras.
Proses fisiologis juga mengalami perbedaan, kemampuan anak dalam
membentuk zat penangkal anti peradarangan belum sempurna sehingga
daya tahan tubuhnya masih rentan dan mudah terserang penyakit. Pada
aspek kognitif, kemampuan berfikir anak serta tanggapan terhadap
9

pengalaman masa lalu sangat berbeda dari orang dewasa, pengalaman


yang tidak menyenangkan selama di rawat akan di rekam sebagai suatu
trauma, sehingga pelayanan keperawatan harus meminimalisasi dampak
traumatis anak.
b. Konsep Sehat Sakit
Menurut WHO, sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna
baik fisik, mental, sosial, dan tidak semata-mata hanya bebas dari
penyakit atau cacad. Konsep sehat & sakit merupakan suatu spektrum
yang lebar & setiap waktu kesehatan seseorang bergeser dalam spektrum
sesuai dengan hasil interaksi yang terjadi dengan kekuatan yang
mengganggunya
c. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya suatu kondisi sehat
maupun sakit serta status kesehatan. Faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan berupa lingkungan Internal dan lingkungan
external . Lingkungan Internal yang mempengaruhi kesehatan seperti
tahap perkembangan, latar belakang intelektual, persepsi terhadap fungsi
fisik, faktor Emosional, dan spiritual. SEdangkan lingkungan external
yang mempengaruhi status kesehatan antara lain keluarga, sosial
ekonomi, budaya
d. Keperawatan
Merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang komprehensif
meliputi biologi, psikologis, social dan spiritual yang ditujukan pada
individu, keluarga, masyarakat dan kelompok khusus yang
mengutamakan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
yang diberikan dalam kondisi sehat maupun sakit.
e. Anak sebagai individu maupun salah satu anggota keluarga merupakan
sasaran dalam pelayanan keperawatan Sehingga perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan harus memandang anak sebagai individu yang unik
10

yang memiliki kebutuhan tersendiri sesuai dengan pertumbuhan dan


perkembangannya.
4. Peran Perawat Dalam Keperawatan Anak
Menurut (Deitra et.al., 2014) peran perawat dalam keperawatan anak
adalah sebagai berikut:
a. Pemberi perawatan
Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan
keperawatan kepada individu, keluarga,kelompok atau masyarakat sesuai
dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana
sampai yang kompleks. Contoh peran perawat sebagai pemberi perawatan
adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan dasar seperti memberi
makan, membantu pasien melakukan ambulasi dini.
b. Sebagai Advocat keluarga
Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk
memebantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari
berbagai pemberi pelayanan daninfo rmasi yang diperlukan untuk
mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga dapt
ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang prosedur operasi
yang akan di lakukan sebelum pasien melakukan operasi.
c. Pendidik
Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran
ilmu keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga
kesehatan lainya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam
keperawatan adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku
merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawat harus
bisa berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan tentang penanganan diare
merupakan salah satu contoh peran perawat sebagai pendidik ( health
educator )
11

d. Konseling
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola
interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola
interaksi ini merupakan dasar dalam perencanaan tindakan keperawatan.
Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu. Pemecahan
masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah perilaku
hidup sehat (perubahan pola interaksi).
e. Kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain
berupaya mengidentfikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk
tukar pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, pemberian
dukungan, paduan keahlian dan ketrampilan dari berbagai professional
pemberi palayanan kesehatan. Sebagai contoh, perawat berkolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak dengan
nefrotik syndrome. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk
menentukan dosis yang tepat untuk memberikan Antibiotik pada anak
yang menderita infeksi
f. Peneliti
Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (innovator)
dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreativitas, inisiatif, cepat
tanggap terhadap rangsangan dari lingkunganya. Kegiatan ini dapat
diperoleh diperoleh melalui penelitian. Penelitian, pada hakekatnya adalah
melakukan evalusai, mengukur kemampuan, menilai, dan
mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang telah
diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakan orang lain
untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan
aspirasi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Oleh karena itu
perawat dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan memanfaatkan
media massa atau media informasi lain dari berbagai sumber. Selain itu
12

perawat perlu melakukan penelitian dalam rangka mengembagkan ilmu


keperawatan dan meningkatkan praktek profesi keperawatan.
B. Konsep Dasar Hiperbilirubin
1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana menguningnya
sklera, kulit atau jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin dalam tubuh atau
akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5mg/ml dalam 24 jam, yang
menandakan terjadinya gangguan fungsional dari liper, sistem biliary, atau
sistem hematologi (Atikah and Jaya, 2016).
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin
yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus,
yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan
kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi
baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan
dengan fototerapi dan transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).
Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis
ditandai dengan ikterus (Dewi, 2016).
Menurut (Atikah and Jaya, 2015) membagi ikterus menjadi dua yaitu
sebagai berikut :
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat lahir rendah, dan
biasanya akan timbul pada hari kedua lalu menghilang setelah minggu
kedua. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua dan ketiga. Bayi aterm
yang mengalami hiperbilirubin memiliki kadar bilirubin yang tidak lebih
dari 12 mg/dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke-14.
Penyebabnya ialah karna bayi kekurangan protein Y, dan enzim
glukoronil transferase.

b. Ikterus Patologis
13

Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul segera dalam 24


jam pertama, dan terus bertamha 5mg/dl setiap harinya, kadal bilirubin
untuk bayi matur diatas 10 mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi prematur,
kemudian menetap selama seminggu kelahiran. Ikterus patologis sangat
butuh penanganan dan perawatan khusus, hal ini disebabkan karna ikterus
patologis sangat berhubungan dengan penyakit sepsis. Tanda-tandanya
ialah :
1) Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal melebihi 12mg/dl.
2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5 mg/dl dalam 24jam.
3) Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm ,
dan 14 hari pada bayi BBLR
Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang terkena dan kadar
bilirubinnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1
Derajat ikterus pada neonatus menurut rumus Kramer
Rata-rata Bilirubin Kadar
Zona Luas Ikterik
Serum (umol/L) bilirubin (mg)
1 Kepala dan leher 100 5
2 Pusar-leher 150 9
3 Pusar-paha 200 11
4 Lengan dan tungkai 250 12
5 Tangan dan kaki >250 16
Sumber : Atikah and Jaya (2016)

2. Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis
ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal,
perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi
juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia;
keadaaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor
14

lain yaitu hipoksia atau asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan
polisitemia (Atikah and Jaya, 2015).
Menurut (Mendri and Prayogi, 2017) secara garis besar etiologi
ikterus neonatorum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0,
golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
3. Patofisiologi
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk
akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi.
Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam
15

plasma, terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke
dalam hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus
melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh
mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke
dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total (Mathindas
dalam (Ningsih, 2017)).
Bilirubin mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi
yang sering ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar,
yang mana sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi
sempurna. Hal ini dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin atau
bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya
peningkatan sirkulasi enterohepatik (Atikah and Jaya, 2015).
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar
dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi)
kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus
yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga
pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi
(Atikah and Jaya, 2015).
4. Manifestasi klinik
Menurut (Mendri and Prayogi, 2017) tanda dan gejala dari bayi yang
mengalami hiperbilirubin adalah sebagai berikut :
a. Sistem Eliminasi
Pada bayi normal, feses akan berwarna kuning kehijauan, sementara
pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya akan berwarna pucat. Hai ini
disebabkan oleh bilirubin tak larut dalam lemak akibat dari kerja hepar
yang mengalami gangguan.
b. Sistem Pencernaan
16

Bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami gangguan pada nutrisi,


karena biasanya bayi akan lebih malas dan tampak letargi, dan juga reflek
sucking yang kurang, sehingga nutrisi yang akan dicerna hanya sedikit.
Dengan nutrisi yang kurang, bayi bisa berisiko infeksi karna daya tahan
tubuh yang lemah.
c. Sistem Integumen
Pada bayi normal, kulit bayi akan tambah merah muda, akan tetapi
pada bayi yang mengaami hiperbilirubin, kulit bayi akan tampak
berwarna kekuningan. Ini disebabkan karna fungsi hepar yang belum
sempurna, defisiensi protein “Y”, dan juga tidak terdapat bakteri pemecah
bilirubin dalam usus akibat dari imaturitas usus, sehingga bilirubin indirek
terus bersirkulasi keseluruh tubuh.
d. Sistem Kerja Hepar (ekskresi hepar)
Pada bayi yang mengalami hiperbilirubin biasanya disebabkan oleh
sistem kerja hepar yang imatur, akibat nya hepar mengalami gangguan
dalam pemecahan bilirubin, sehingga bilirubin tetap bersirkulasi dengan
pembuluh darah untuk menyebar keseluruh tubuh.
e. Sistem Persyarafan
Bilirubin indirek yang berlebihan serta kurang nya penanganan akan
terus menyebar hingga ke jaringan otak dan syaraf, hal ini sangat
membahayakan bagi bayi, dan akan menyebabkan kern ikterus, dengan
tanda dan gejala yaitu kejang-kejang, penurunan kesadaran, hingga bisa
menyebabkan kematian.
5. Komplikasi
Kadar bilirubin indirekyang sangat tinggi dapat menembus sawar
otak dan sel-sel otak, hal ini dapat menyebabkan terjadinya disfungsi saraf
bahkan kematian. Mekanisme dan faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya disfungsi saraf ini masih belum jelas. Bilirubin ensefalopati
adalah manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksik bilirubin pada
sistem saraf pusat yaitu basal ganglia dan pada beberapa nuklei batang
17

otak. Kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh


deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di
ganglia basalis, pons dan serebelum. Akut bilirubin ensefalopati terdiri dari
3 fase yaitu (Ningsih, 2017) :
a. Fase Inisial: ditandai dengan letargis, hipotonik, berkurangnya
gerakan bayi dan reflek hisap buruk.
b. Fase Intermediate: tanda-tanda kardinal fase ini adalah moderate
stupor, iritabilitas dan peningkatan tonus (retrocollis dan opisthotonus).
Demam muncul selama fase ini.
c. Fase Lanjut: ditandai dengan stupor yang dalam atau koma,
peningkatan tonus, tidak mampu makan, high-pitch crydan kadang
kejang.
Manifestasi klinis kernikterus: pada tahap kronis bilirubin ensefalopati,
bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa bentuk athetoid
cerebral palsy yang berat, gangguan pendengaran, paralisis upward
gazedan displasia dental enamel.
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Widagdo, 2016) cara mengatasi hiperbilirubinemia yaitu:
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian fenobarbital.
Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga konjugasi
dapat dipercepat.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.
Contohnya ialah pemberian albumin untuk meningkatkan bilirubion
bebas.
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi ini ternyata setelah
dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat menurunkan bilirubin
dengan cepat. Walaupun demikian fototerapi tidak dapat menggantikan
transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan
untuk pra dan pasca transfusi tukar.
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara terapeutik :
18

1) Fototerapi
Dilakukan apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 10 mg% dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Langkah-langkah
pelaksanaan fototerapi yaitu :
a) Membuka pakaian neonatus agar seluruh bagian tubuh neonatus kena
sinar.
b) Menutup kedua mata dan gonat dengan penutup yang memantulkan
cahaya.
c) Jarak neonatus dengan lampu kurang lebih 40 cm
d) Mengubah posisi neonatus setiap 6 jam sekali.
e) Mengukur suhu setiap 6 jam sekali.
f) Kemudian memeriksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-
kurangnya sekali dalam 24 jam.
g) Melakukan pemeriksaan HB secara berkala terutama pada penderita
yang mengalami hemolisis.
2) Fenoforbital
Dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatis glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada
pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan
albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering
dianjurkan.
3) Transfusi Tukar
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi atau kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg%. Langkah penatalaksanaan saat
transfusi tukar adalah sebagai berikut :
a) Sebaiknya neonatus dipuasakan 3-4 jam sebelum transfusi tukar.
b) Siapkan neonatus dikamar khusus.
c) Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada neonatus.
19

d) Tidurkan neonatus dalam keadaan terlentang dan buka pakaian ada


daerah perut.
e) Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.
f) Lakukan observasi keadaan umum neonatus, catat jumlah darah yang
keluar dan masuk.
g) Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.
h) Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12 jam.
C. Konsep Keperawatan hiperbilirubin
1. Pengkajian Keperawatan
Pegkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data
adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan
klien. Status kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya
dapat dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola
fungsi kesehatan klien, baik yang efektif maupun yang bermasalah (Mubarak
et al., 2015).
Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan klien.
Data dasar ini meliputi : data umum, data demografi, riwayat kesehatan,
pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan lebih
sering diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi, refleks
hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah .20mg/dl dan
sudah sampai ke jaringan serebral maka bayi akan mengalami kejang
20

dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan tangisan


melengking.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan
hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah
A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi
saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin praterm, bayi kecil
usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra
uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi
dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi
wanita.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran prematur yang dapat
menyebabkan maturitas pada organ dan salah satunya hepar, neonatus
dengan berat badan lahir rendah, hipoksia dan asidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin, neonatus dengan APGAR score
rendah juga memungkinkan terjadinya hipoksia serta asidosis yang
akan menghambat konjugasi bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2) Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga akan terlihat
pergerakan dada yang abnormal.
3) Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang disebabkan oleh
gangguan metabolisme bilirubin enterohepatik.
4) Ekstremitas Kelemahan pada otot.
5) Kulit
21

Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah kepala dan


leher termasuk ke grade satu, jika kuning pada daerah kepala serta
badan bagian atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat pada
kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga,
grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan bagian atas dan
bawah serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5 apabila kuning
terjadi pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai,
tangan dan kaki.
6) Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah mencapai jaringan
serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang dan penurunan
kesadaran.
7) Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi yang sudah
fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja kekuningan.
e. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-kira 6
mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl
yang berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubin pada bayi prematur
mencapai puncaknya 10-12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan.
Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus
fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek munculnya ikterus 2
sampai 3 hari dan hilang pada hari ke 4 dan ke 5 dengan kadar
bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl, sedangkan pada bayi
dengan prematur bilirubin indirek munculnya sampai 3 sampai 4 hari
dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai
puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin
lebih dari 5 mg/dl perhari.
2) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
22

3) Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan


hepatitis dan atresia biliary.
(Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden, 2009; Widagdo, 2012)
f. Data penunjang
1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal = <2mg/dl).
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi.
3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji
urin terhadap galaktosemia.
6) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah,
urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CPR).
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut standar diagnosis keperawatan indonesia diagnosa keperawatan
yang muncul pada kasus hiperbilirubin adalah sebagai berikut (SDKI, 2016) :
a. Ikterus Neonatus berhubungan dengan kesulitan transisi ke kehidupan
ekstra uterin
b. Hipertermia berhubungan dengan terpapar lingkungan panas, penggunaan
inkubator.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer.
d. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
gangguan absorbsi cairan, evaporasi.
e. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan volume
cairan, terapi radiasi
f. Risiko cedera berhubungan dengan kegagalan mekanisme pertahanan
tubuh
g. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Perencanaan Keperawatan
23

Menurut standar intervensi keperawatan indonesia, intervensi


keperawatan yang direncanakan pada kasus hiperbilirubin adalah sebagai
berikut (SIKI, 2018) :
a. Ikterus Neonatus berhubungan dengan kesulitan transisi ke kehidupan
ekstra uterin
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x…. jam diharapkan ikterik neonatus teratasi dengan kriteria Hasil:
1) Berat badan Meningkat ( 5 )
2) Kulit kuning Menurun ( 5 )
3) Prematuritas menurun ( 5 )
4) Bayi cengeng menurun ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Fisioterapi neonatus
Tindakan
Observasi :
1) Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
2) Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan usia gestasi dan berat
badan
3) Monitor suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali
4) Monitor efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada
kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10%.
Terapeutik :
5) Siapkan lampu fototerapi dan inkubator dalam kotak bayi
6) Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
7) Berikan penutup mata pada bayi
8) Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau
tergantung spesifikasi lampu fototerapi)
9) Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fisioterapi secara berkelanjutan
10) Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
24

11) Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak


mungkin
Edukasi :
12) Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
13) Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
Kolaborasi
14) Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek

b. Hipertermia berhubungan dengan terpapar lingkungan panas, penggunaan


inkubator.
Luaran Keperawatan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x….jam diharapkan hipertermia menurun dengan kriteria Hasil :
1) Mengigil menurun ( 5 )
2) Suhu tubuh Menurun ( 5 )
3) Suhu kulit Menurun ( 5 )
4) Kadar glukosa darah Menurun ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Manajemen hipertermia
Tindakan
Observasi :
1) Monitor suhu tubuh bayi sampai stabil
2) Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam , jika perlu
3) Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
4) Monitor warna dan suhu kulit
5) Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia.
Terapeutik :
6) Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
7) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
25

8) Bedong bayi segera setelah bayi lahir untuk mencegah kehilangan


panas.
9) Masukkan bayi BBLR kedalam plastik segera setelah bayi lahir.
10) Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru
lahir.
11) Tempatkan bayi baru lahir dibawah radiant warmer
12) Pertahankan kelembaban inkubator 50 % atau lebih untuk mengurangi
kehilangan panas karena proses evaporasi.
13) Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan.
14) Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak dengan
bayi .
15) Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka atau area aliran
pendingin ruangan atau kipas.
16) Gunakan matras penghangat, selimut hangat dan penghangat ruangan
untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu
17) Gunakan kasur pendingin, water circulation blankets, ice pack, atau
gel pad, dan intravasculer cooling chateterization untuk menurunkan
suhu tubuh.
18) Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi :
19) Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion dan heat stroke
20) Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
21) Demonstrasikan tehnik perawatan metode kangguru ( PMK ) untuk
bayi BBLR.
Kolaborasi :
22) Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu
c. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x….jam diharapkan Tingkat Infeksi Menurun dengan kriteria Hasil :
26

1) Kebersihan tangan meningkat ( 5 )


2) Demam Menurun ( 5 )
3) Kemerahan Menurun ( 5 )
4) Nyeri Menurun ( 5 )
5) Bengkak Menurun ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Pencegahan Infeksi
Tindakan
Observasi :
1) Monitor Tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
2) Batasi jumlah pengunjung
3) Berikan perawatan kulit pada daerah yang edema.
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien.
5) Pertahankan tehnik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
6) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
7) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
8) Ajarkan etika batuk.
9) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi.
10) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
11) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
12) Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
d. Risiko hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,
gangguan absorbsi cairan, evaporasi.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x…. jam diharapkan hipovolemia membaik dengan kriteria Hasil:
1) Asupan cairan Meningkat ( 5 )
27

2) Turgor kulit Meningkat ( 5 )


3) Gelisah Menurun ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Manajemen hipovolemia
Tindakan
Observasi :
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2) Monitor intake dan output cairan
Terapeutik:
3) Hitung kebutuhan cairan
4) Berikan posisi modified trendelenburg
5) Berikan asupan cairan peroral
Edukasi:
6) Anjurkan memperbanyak asupan cairan peroral
7) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi:
8) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, Rl)
9) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
e. Risiko gangguan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur
pembedahan.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x…. jam diharapkan Status integritas jaringan membaik dengan
kriteria Hasil:
1) integritas jaringan Meningkat
Intervensi Keperawatan SIKI :
Perawatan luka
Tindakan
Observasi :
1) Monitor karakteristik luka (Misal drainase, ukuran, warna, bau)
28

2) Monitor tanda-tanda infeksi


Terapeutik :
3) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4) Cukur rambut disekitar luka, jika perlu
5) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan
6) Bersihkan jaringan nekrotik
7) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
8) Pasang balutan sesuai jenis luka
9) Pertahankan tekhnik steril saat melakukan perawatan luka
10) Ganti balutan sesuai jenis eksudat dan drainase
11) Jadwalkan perubahan posisi tiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
12) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg/BB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kg/BB/hari
13) Berikan suplemen vitamin dan mineral (misal, vitamin A, vitamin C,
Zinc, asam amino), sesuai indikasi
14) Berikan terpai TENS (stimulasi saraf transkutaneous), jika perlu
Edukasi :
15) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
16) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
17) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi:
18) Kolaborasi prosedur debridement (mis, enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
19) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
f. Risiko cedera berhubungan dengan kegagalan mekanisme pertahanan
tubuh
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x…. jam diharapkan Resiko cedera menurun dengan kriteria Hasil:
1) Resiko cedera menurun ( 5 )
29

2) kekuatan otot Meningkat ( 5 )


3) Tonus otot meningkat (5)
Intervensi Keperawatan SIKI :
Pencegahan cedera
Tindakan
Observasi :
1) Identifikasi lingkungan yang berpotensi meningkatkan cedera
2) Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
Terapeutik :
3) Sediakan pencahayaan yang memadai
4) Gunakan lampu tidur selama jam tidur
5) Sosialisasikan keluarga dengan lingkungan ruang rawat
6) Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
7) Diskusikan dengan keluarga yang dapat mendampingi pasien
8) Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai
kebutuhan
Edukasi :
9) Berikan penjelasan tentang tindakan
g. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x…. jam diharapkan Status nutrisi bayi membaik dengan kriteria
Hasil:
1) Berat badan Meningkat ( 5 )
2) Panjang badan Meningkat ( 5 )
3) Kulit kuning Menurun ( 5 )
4) Prematuritas menurun ( 5 )
5) Bayi cengeng menurun ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
30

Manajemen nutrisi
Tindakan
Observasi :
15) Identifikasi kemungkinan penyebab berat BB kurang
16) Monitor adanya mual dan muntah
17) Monitor jumlah kalori yang di konsumsi sehari – hari
18) Monitor berat badan
19) Monitor albumin, limfosit dan elektrolit serum
Terapeutik :
20) Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
21) Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
22) Hidangkan makanan secara menarik
23) Berikan suplemen jika perlu
24) Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang dicapai.
Edukasi :
25) Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi namun tetap terjangkau.
26) Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada
klien terkait dengan dukungan dan pengobatan dan tindakan untuk
memperbaiki kondisi dan pendidikan untuk klien-keluarga atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan dan strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi. Implementasi
keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien, keluarga,
dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon pasien
31

terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Jadi, implemetasi


keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan
kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Mubarak
et al., 2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi dalam keperawatan adalah kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi
itu sendiri (Risnanto and Insani, 2016).
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
telah tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperwatan tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan
kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang
observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk
32

menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif


(Mubarak et al., 2015).
6. Discharge Planning
Discharge planning merupakan salah satu elemen penting dalam
pelayanan keperawatan. Discharge planning adalah proses mempersiapkan
pasien yang dirawat di rumah sakit agar mampu mandiri merawat diri pasca
rawatan (Kozier et al., 2010). Sedangkan menurut (Nursalam, 2017)
discharge planning merupakan proses mulainya pasien mendapatkan
pelayanan kesehatan sampai pasien merasa siap kembali ke lingkungannya.
Dengan demikian discharge planning merupakan tindakan yang bertujuan
untuk dapat memandirikan pasien setelah pemulangan.
Menurut Discharge Planning Association tujuan dari discharge
planning adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasien untuk
dapat mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang.
Discharge planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk
menjamin keberlanjutan asuhan yang berkualitas (Nursalam, 2017).
Meskipun pasien telah dipulangkan, penting bagi pasien dan keluarga
mengetahui apa yang telah dilaksanakan dan bagaimana mereka dapat
meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan pasien. Selain itu,
ringkasan pulang tersebut dapat disampaikan oleh perawat praktisi/perawat
home care dan mungkin dikirim ke dokter primer/dokter yang terlibat untuk
dimasukkan dalam catatan institusi untuk meningkatkan kesinambungan
perawatan dengan kerja yang kontinu ke arah tujuan dan pemantauan
kebutuhan yang berubah (Mubarak et al., 2015).
33

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Seorang pasien anak dengan inisial By Ny “R” umur 3 hari, jenis
kelamin perempuan, pada saat dilakukan pengkajian pada pada tanggal 21-
01-2020 dengan diagnosa medis hiperbilirubiun dirawat di ruang perinatalogi
RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba, riwayat kesehatan saat ini,
kulit bayi nampak berwarna kuning, berat badan lahir rendah, BB : 2.350
gram. Sklera nampak kuning.
Riwayat imunisasi HB0 sudah diberikan. Riwayat kesehatan dahulu,
Ibu klien mengatakan sebelumnya anaknya tidak pernah menderita penyakit
dan tidak pernah dirawat sebelumnya. Saat dilakukan pengkajian tentang pola
eliminasi urine dan fekal, saat ini tidak ada gangguan BAK, dan BAB.
Berdasarkan tingkat perkembangan motorik kasar bayi nampak aktif
menendang-nendang, motorik halus belum dapat dinilai.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara head to toe diperoleh hasil
kesadaran klien composmentis. Suhu 36,1 0C, RR 56 x/i, Nadi 138 x/i. Pada
integumen kulit nampak berwarna kuning. Pada kepala klien hygiene baik,
warna rambut hitam, serta tidak ada lesi. Pengkajian pada telinga diperoleh
telinga simetris kiri-kanan,, tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Pada
mata diperoleh konjungtiva normal, sklera ikterik. Pada sistem respirasi
didapatkan pernapasan normal, irama teratur. Pada mulut dan gigi ditemuka
membran mukosa mulut lembab. Pada leher tidak ada pembesaran vena
jugularis, kelenjar tiroid ataupun kelenjar getah bening. Pada ekstremitas,
kekuatan otot baik, tidak ada lesi dan edema, tidak ada kesulitan dalam
pergerakan.
34

Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi pada tanggal 20-01-2020


didapatkan WBC:22,84 (103/ul), HB; 10,5 gr/dl, HCT; 63,4 (%), PLT: 123
(103/ul), GDS: 104 mg/dl, bilirubin 16,5 mg/dl.
Terapi dan pengobatan klien: ampiciline 120 mg/12 jam/iv,
gentamicyn 12 mg/24 jam/iv.
2. Analisa Data

Data Subyektif dan Data Masalah


No Analisa Data
Obyektif Keperawatan
1 DS:-

DO:
a. Kulit bayi nampak kuning
b. Sklera nampak kuning Usia kurang 7 Ikterus
c. Suhu 36,1 0C, RR 56 x/i, Nadi hari neonatus
138 x/i.
d. Hasil bilirubin 16,5 mg/dl.
e. BBLR 2.350 gram

2 DS:-
peningkatan
DO:
kebutuhan Defisit Nutrisi
Pemberian terapi radiasi (foto terapi)
BBLR 2.350 gram metabolisme

3 Faktor risiko ketidakadekuata


Pemberian terapi radiasi (foto terapi)
n pertahanan Risiko infeksi
BBLR 2.350 gram
tubuh primer

B. Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu:
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer
35

C. Perencanana Keperawatan
Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang muncul pada pasien selama
perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan yang didalamnya terdapat tujuan
dan kriteria hasil yang diharapkan serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, mampu ikterus teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil: ikterus
menurun, BB normal, hasil pemeriksaan bilirubin normal. Selanjutnya
disusun rencana keperawatan foto terapi neonatus dengan intervensi
keperawatan diantaranya:
Observasi :
1) Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
2) Monitor suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali
3) Monitor efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit,
penurunan berat badan lebih dari 8-10%.
Terapeutik :
4) Siapkan lampu fototerapi dan inkubator dalam kotak bayi
5) Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
6) Berikan penutup mata pada bayi
7) Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung
spesifikasi lampu fototerapi)
8) Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fisioterapi secara berkelanjutan
9) Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
10) Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak
mungkin
Edukasi :
11) Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
12) Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
Kolaborasi
13) Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek
36

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme


Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam status nutrisi bayi membaik dibuktikan dengan kriteria hasil: berat badan
meningkat, panjang badan meningkat, prematuritas menurun, bayi cengeng
menurun. Selanjutnya disusun rencana keperawatan pemantauan nutrisi
dengan intervensi keperawatan diantaranya:
Observasi :
1) Identifikasi kemungkinan penyebab berat BB kurang
2) Identifikasi perubahan berat badan
3) Identifikasi kelainan pada kulit
Terapeutik :
4) Timbang berat baddan
5) Hitung perubahan berat badan
6) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Edukasi :
7) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer
Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, tingkat infeksi menurun dibuktikan dengan kriteria hasil: kebersihan
tangan meningkat, demam menurun, kemerahan menurun, bengkak menurun.
Selanjutnya disusun rencana keperawatan pencegahan infeksi dengan
intervensi keperawatan diantaranya:
Observasi :
1) Monitor Tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
2) Batasi jumlah pengunjung
3) Berikan perawatan kulit pada daerah yang edema.
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien.
37

5) Pertahankan tehnik aseptik pada pasien beresiko tinggi


Edukasi
6) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
7) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
8) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
9) Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
D. Pelaksanaan Keperawatan
Sesuai dengan perencanaan keperawatan yang telah disusun, rencana tindakan
dari masing-masing masalah tidak semua bisa dilaksanakan. Hal ini berkaitan
dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi dan kebutuhan
pasien yang diperlukan. Implementasi dilakukan selama 3 hari sejak tanggal 21
januari 2020 sampai tanggal 23 januari 2020.
1. Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 21 januari 2020 pukul 09.00-
10.00 WITA untuk diagnosa Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia
kurang 7 hari yaitu dilakukan tindakan :Monitor ikterik pada sklera dan kulit
bayi dengan hasil kulit bayi warna kuning, sklera warna kuning. Monitor
suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali dengan hasil suhu tubuh 36,1 0C, Nadi
138 x/i, pernafasan 38 x/i. Monitor efek samping fototerapi (mis, hipertermi,
diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10%. dengan hasil
tidak ada efek samping yang dialami. Menyiapkan lampu fototerapi dan
inkubator dalam kotak bayi dengan hasil telah dilakukan. Melepaskan
pakaian bayi kecuali popok dengan hasil telah dilakukan. Memberikan
penutup mata pada bayi dengan hasil telah dilakukan. Mengukur jarak antara
lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung spesifikasi lampu
fototerapi) dengan hasil telah dilakukan. Membiarkan tubuh bayi terpapar
sinar fisioterapi secara berkelanjutan dengan hasil telah dilakukan. Mengganti
segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK dengan hasil telah dilakukan.
Menganjurkan ibu menyusui sesering mungkin dengan hasil ibu menyusui
38

anak sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Kolaborasi pemeriksaan darah


vena bilirubin direk dan indirek dengan hasil bilirubin 16,5 mg/dl
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 22 januari 2020
pukul 09.10-10.00 WITA untuk diagnosa Ikterus neonatus berhubungan
dengan Usia kurang 7 hari yaitu: Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
dengan hasil kulit bayi warna kuning, sklera warna kuning. Monitor suhu dan
tanda vital tiap 4 jam sekali dengan hasil suhu tubuh 36,3 0C, Nadi 129 x/i,
pernafasan 34 x/i. Monitor efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare,
rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10% dengan hasil tidak
ada efek samping yang dialami. Menyiapkan lampu fototerapi dan inkubator
dalam kotak bayi dengan hasil telah dilakukan. Melepaskan pakaian bayi
kecuali popok dengan hasil telah dilakukan. Memberikan penutup mata pada
bayi dengan hasil telah dilakukan. Mengukur jarak antara lampu dan
permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung spesifikasi lampu fototerapi)
dengan hasil telah dilakukan. Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar
fisioterapi secara berkelanjutan dengan hasil telah dilakukan. Mengganti
segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK dengan hasil telah dilakukan.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 januari 2020
pukul 09.00-10.00 WITA : Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi dengan
hasil kulit bayi membaik, nampak mulai kemerahan, sklera mulai membaik.
Monitor suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali dengan hasil suhu tubuh 36,3
0
C, Nadi 130 x/i, pernafasan 32 x/i. Monitor efek samping fototerapi (mis,
hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10%.
dengan hasil tidak ada efek samping yang dialami. Menyiapkan lampu
fototerapi dan inkubator dalam kotak bayi dengan hasil telah dilakukan.
Melepaskan pakaian bayi kecuali popok dengan hasil telah dilakukan.
Memberikan penutup mata pada bayi dengan hasil telah dilakukan. Mengukur
jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung
spesifikasi lampu fototerapi) dengan hasil telah dilakukan. Membiarkan
tubuh bayi terpapar sinar fisioterapi secara berkelanjutan dengan hasil telah
39

dilakukan. Mengganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK dengan
hasil telah dilakukan. Menganjurkan ibu menyusui sesering mungkin dengan
hasil ibu menyusui anak sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
2. Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 21 januari 2020 pukul 10.00-
10.10 WITA untuk diagnosa defisit nutrisi yaitu: Mengidentifikasi perubahan
berat badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi
kelainan pada kulit dengan hasil kulit berwarna kuning. Menimbang berat
badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat
badan dengan hasil BB masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval
waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan.
Menginformasikan hasil pemantauan dengan hasil keluarga pasien mengerti
tehadap informasi yang diberikan.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 22 januari 2020
pukul 09.50-10.00 WITA: Mengidentifikasi perubahan berat badan dengan
hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada kulit dengan
hasil kulit berwarna kuning. Menimbang berat badan dengan hasil berat
badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat badan dengan hasil BB
masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan. Menginformasikan hasil
pemantauan dengan hasil keluarga pasien mengerti tehadap informasi yang
diberikan
Sedangkan Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 januari
2020 pukul 10.00-10.20 WITA yaitu: Mengidentifikasi perubahan berat
badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada
kulit dengan hasil warna kulit agak kemerahan. Menimbang berat badan
dengan hasil berat badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat badan
dengan hasil BB masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval waktu
pemantauan sesuai dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan.
Menginformasikan hasil pemantauan dengan hasil keluarga pasien mengerti
tehadap informasi yang diberikan
40

3. Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 21 Januari 2020 pukul


10.10-10.20 WITA untuk diagnosa risiko infeksi yaitu: Memonitor Tanda dan
gejala infeksi lokal dan sistemik dengan hasil tidak ada tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistematik. Membatasi jumlah pengunjung dengan hasil
klien hanya dibesuk oleh orangtuanya. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan pasien dengan hasil keluarga dan
petugas mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
Mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar dengan hasil keluarga
mengetahui cara mencuci tangan dengan benar.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 22 Januari 2020
pukul 10.15-10.30 WITA yaitu: Memonitor Tanda dan gejala infeksi lokal
dan sistemik dengan hasil tidak ada tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistematik. Membatasi jumlah pengunjung dengan hasil klien hanya dibesuk
oleh orangtuanya. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien dengan hasil keluarga dan petugas mencuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. Mengajarkan cara
mencuci tangan dengan benar dengan hasil keluarga mencuci tangan sebelum
kontak dengan klien.
Sedangkan implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23
Januari 2020 pukul 10.20-10.30 WITA yaitu: Memonitor Tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik dengan hasil tidak ada tanda dan gejala infeksi
lokal dan sistematik. Membatasi jumlah pengunjung dengan hasil klien hanya
dibesuk oleh orangtuanya. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien dengan hasil keluarga dan petugas
mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
E. Evaluasi Keperawatan
Sesuai dengan implementasi keperawatan yang telah dilaksanakan, maka
dilakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah diberikan, evaluasi keperawatan
dilakukan selama 3 hari sejak tanggal 21 Januari 2020 sampai tanggal 23 Januari
2020
41

1. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 21 januari 2020


pukul 12.00 WITA untuk diagnosa Ikterus neonatus berhubungan dengan
Usia kurang 7 hari yaitu, dengan Subyektif (S):-. Obyektif (O): Kulit bayi
nampak kuning, Sklera nampak kuning, Suhu 36,1 0C, RR 56 x/i, Nadi 138
x/i, Hasil bilirubin 16,5 mg/dl, BBLR 2.350 gram. Assesment (A): Ikterus
neonatus belum teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; Monitor ikterik pada
sklera dan kulit bayi. Monitor suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali. Monitor
efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan
berat badan lebih dari 8-10%. Siapkan lampu fototerapi dan inkubator dalam
kotak bayi. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok. Berikan penutup mata pada
bayi. Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau
tergantung spesifikasi lampu fototerapi). Biarkan tubuh bayi terpapar sinar
fisioterapi secara berkelanjutan. Ganti segera alas dan popok bayi jika
BAB/BAK. Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya
sebanyak mungkin. Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit. Anjurkan
ibu menyusui sesering mungkin. Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin
direk dan indirek
2. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 21 januari 2020
pukul 12.05 WITA untuk diagnosa defisit nutrisi yaitu, dengan Subyektif
(S):-. Obyektif (O): BBLR 2.350 gram. Assesment (A): defisit nutrisi belum
teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; Mengidentifikasi perubahan berat
badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada
kulit dengan hasil kulit berwarna kuning. Menimbang berat badan dengan
hasil berat badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat badan dengan
hasil BB masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval waktu
pemantauan sesuai dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan
Menginformasikan hasil pemantauan dengan hasil keluarga pasien mengerti
tehadap informasi yang diberikan
3. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 21 Januari 2020
pukul 12.20 WITA untuk diagnosa risiko infeksi yaitu, dengan Subyektif
42

(S):-. Obyektif (O): Berat badan lahir rendah. Assesment (A): resiko infeksi
belum teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; monitor Tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik, batasi jumlah pengunjung, cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.
4. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 22 januari 2020
pukul 12.10 WITA untuk diagnosa Ikterus neonatus berhubungan dengan
Usia kurang 7 hari yaitu, dengan Subyektif (S):-. Obyektif (O): Kulit bayi
nampak kuning, Sklera nampak kuning, Suhu 36,3 0C, RR 32 x/i, Nadi 128
x/i, Hasil bilirubin 16,5 mg/dl, BBLR 2.350 gram. Assesment (A): Ikterus
neonatus belum teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; Monitor ikterik pada
sklera dan kulit bayi. Monitor suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali. Monitor
efek samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan
berat badan lebih dari 8-10%. Siapkan lampu fototerapi dan inkubator dalam
kotak bayi. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok. Berikan penutup mata pada
bayi. Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau
tergantung spesifikasi lampu fototerapi). Biarkan tubuh bayi terpapar sinar
fisioterapi secara berkelanjutan. Ganti segera alas dan popok bayi jika
BAB/BAK. Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya
sebanyak mungkin. Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit. Anjurkan
ibu menyusui sesering mungkin. Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin
direk dan indirek
5. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 22 januari 2020
pukul 12.15 WITA untuk diagnosa defisit nutrisi yaitu, dengan Subyektif
(S):-. Obyektif (O): BBLR 2.350 gram. Assesment (A): defisit nutrisi belum
teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; Mengidentifikasi perubahan berat
badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada
kulit dengan hasil kulit berwarna kuning. Menimbang berat badan dengan
hasil berat badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat badan dengan
hasil BB masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval waktu
pemantauan sesuai dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan.
43

Menginformasikan hasil pemantauan dengan hasil keluarga pasien mengerti


tehadap informasi yang diberikan
6. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 22 Januari 2020
pukul 12.30 WITA untuk diagnosa risiko infeksi yaitu, dengan Subyektif
(S):-. Obyektif (O): Berat badan lahir rendah. Assesment (A): resiko infeksi
belum teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; monitor Tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik, batasi jumlah pengunjung, cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.
7. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 23 januari 2020
pukul 13.00 WITA untuk diagnosa Ikterus neonatus berhubungan dengan
Usia kurang 7 hari yaitu, dengan Subyektif (S):-. Obyektif (O): Kulit bayi
nampak kemerahan, Sklera nampak membaik. Assesment (A): Ikterus
neonatus teratasi. Plan (P): pertahankan intervensi;
8. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 23 januari 2020
pukul 13.15 WITA untuk diagnosa defisit nutrisi yaitu, dengan Subyektif
(S):-. Obyektif (O): BBLR 2.350 gram. Assesment (A): defisit nutrisi belum
teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; Mengidentifikasi perubahan berat
badan dengan hasil berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada
kulit dengan hasil kulit berwarna kuning. Menimbang berat badan dengan
hasil berat badan 2.350 gram. Menghitung perubahan berat badan dengan
hasil BB masih tetap tidak ada perubahan. Mengatur interval waktu
pemantauan sesuai dengan kondisi pasien dengan hasil dilakukan
Menginformasikan hasil pemantauan dengan hasil keluarga pasien mengerti
tehadap informasi yang diberikan
9. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan pada tanggal 23 Januari 2020
pukul 13.30 WITA untuk diagnosa risiko infeksi yaitu, dengan Subyektif
(S):-. Obyektif (O): Berat badan lahir rendah. Assesment (A): resiko infeksi
belum teratasi. Plan (P): Lanjutkan intervensi; monitor Tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik, batasi jumlah pengunjung, cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.
44
45

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian seorang pasien anak dengan inisial By Ny “R”
umur 3 hari, jenis kelamin perempuan, pada saat dilakukan pengkajian pada pada
tanggal 21-01-2020 dengan diagnosa medis hiperbilirubiun dirawat di ruang
perinatalogi RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba, riwayat kesehatan
saat ini, kulit bayi nampak berwarna kuning, berat badan lahir rendah, BB : 2.350
gram. Sklera nampak kuning.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara head to toe diperoleh hasil
kesadaran klien composmentis. Berdasarkan hasil analisa data didapatkan data
obyektif, Kulit bayi nampak kuning, Sklera nampak kuning, Suhu 36,1 0C, RR
56 x/i, Nadi 138 x/i, Hasil bilirubin 16,5 mg/dl. BBLR 2.350 gram Pemberian
terapi radiasi (foto terapi)
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu, pengkajian yang benar, akurat,
lengkap, dan sesuai dengan kenyataan sangat penting dalam merumuskan suatu
diagnosis keperawatan dan dalam memberikan asuhan kepewatan sesuai dengan
respons individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standart praktik
keperawatan dari American Nursing Assciation (Nursalam, 2017). Pengkajian
merupakan tahap awal dari suatu proses keperawatan, kegiatan yang dilakukan
pada tahap tersebut adalah mengumpulkan data, seperti riwayat keperawatan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan data sekunder lainnya meliputi: catatan, hasil
pemeriksaan diagnostic, dan literatur.
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin yang
terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus, yang mana
46

ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan kuku.
Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi
dan transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).
Hiperbilirubinemia dapat mengakibatkan banyak komplikasi yang merugikan
jika tidak segera ditangani, komplikasi yang dapat terjadi dalam jangka pendek
bayi akan mengalami kejang-kejang, kemudian dalam jangka panjang bayi bisa
mengalami cacat neurologis contohnya gangguan bicara, retradasi mental dan tuli
(gangguan pendengaran) (Siska, 2017).
Dampak terhadap bayi yang dilahirkan secara prematur akan mempunyai alat
tubuh yang belum lengkap seperti bayi matur, oleh karena itu ia mengalami lebih
banyak kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Jika usia kehamilannya
pendek maka makin kurang sempurna pertumbuhannya, hal tersebut akan
mengakibatkan mudah terjadinya komplikasi atau gangguan pada sistem
kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem urogenita, system
neurology, sistem pembuluh darah, system imunologik, dan sistem imaturitas.
Dalam hal ini, perawat berperan untuk memberikan asuhan keperawatan BBLR
meliputi: Pengkajian, memprioritaskan masalah, melakukan intervensi,
implementasi serta evaluasi (Septiani, 2015).
Berdasarkan hasil pengkajian penulis didapatkan ada kesesuaian antara teori
dengan kasus dimana klien didapatkan gejala seperti warna kulit kuning, sklera
kuning yang diakibatkan oleh hiperbilirubin, sehingga berdasarkan data tersebut
perlu dilakukan penanganan dan tindakan dalam asuhan keperawatan anak untuk
menangani masalah yang dialami oleh klien.
B. Diagnosa Keperawatan
Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu:
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari ditandai
47

dengan DO: Kulit bayi nampak kuning, Sklera nampak kuning, Suhu 36,1
0C, RR 56 x/i, Nadi 138 x/i. Hasil bilirubin 16,5 mg/dl. BBLR 2.350 gram
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin
yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus,
yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan
kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi
baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan
dengan fototerapi dan transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).
Ikterik Neonatus adalah kondisi kulit dan membranmukosa
neonatus menguning setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi (SDKI, 2017). Ikterus adalah
perubahan warna kuning pada kulit dan sklera yang terjadi akibat peningkatan
kadar bilirubin di dalam darah.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan nutrisi
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan nutrisi
ditandai dengan data obyektif: berat badan 2.350 gram, dan mendapatkan
fototerapi neonatus.
Beberapa masalah yang muncul pada bayi BBLR mengingat salah
satu penyebab bayi BBLR adalah premature, maka dari itu kematangan sitem
organ pada bayi tersebut kurang sehingga terjadi gangguan terutama pada
anak dengan hiperbilirubin. Masalah pada bayi BBLR yang sering muncul
baik dalam jangka pendek ataupun panjang diantaranya yaitu: pada System
gastrointestinal, Pada bayi BBLR terutama kurang bulan umumnya pada
saluran pencernaan belum berfungsi seperti pada bayi yang cukup bulan. Hal
ini terjadi karena kematangan organ belum sempurna. Biasanya terjadi
gangguan koordinasi menghisap dan menelan sampai usia 33-34 minggu,
serta kurangnya cadangan nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan
mencerna protein, jumlah enzim yang belum mencukupi, wktu yang lambat
dalam pengosongan lambung (Amalia, 2017).
48

Mengobservasi tanda- tanda dehidrasi agar tidak terjadi kekurangan


cairan dan peningkatan suhu tubuh, menurut Marmi & Rahardjo (2012)
kebutuhan cairan akan meningkat selama fototherapi sehingga setiap 2 jam
sekali bayi harus diberikan ASI atau anjurkan orangtua bayi untuk menyusui
anaknya sesering mungkin, karena selain untuk mencukupi kebutuhan cairan,
ASI juga berfungsi untuk pemenuhan nutrisi bayi dalam meningkatkan berat
badan.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer
Berdasarkan analisis data didapatkan masalah/diagnosis keperawatan
yaitu risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer ditandai dengan data obyektif: berat badan lahir rendah dan
mendapatkan fototerapi neonatus
Beberapa masalah yang muncul pada bayi BBLR mengingat salah
satu penyebab bayi BBLR adalah premature, maka dari itu kematangan sitem
organ pada bayi tersebut kurang sehingga terjadi gangguan. Masalah pada
bayi BBLR yang sering muncul baik dalam jangka pendek ataupun panjang
diantaranya yaitu: pada Sistem integument, bayi dengan BBLR biasanya
memiliki struktur kulit yang tipis dan transparan, sehingga mudah terjadi
infeksi.
Hal ini perlu menjadi perhatian bagi perawat dalam menangani serta
mengurangi tingginya angka kenaikan terjadinya hiperbilirubin. Salah satu
caranya yaitu dengan salah satunya melakukan diagnosa dini dan pengobatan
segera. Diagnosa dini dan pengobatan segera dalam mencegah hiperbilirubin
dapat dilakukan dengan berbagai upaya : Mencari kasus sedini mungkin, Mencari
penderita dalam masyarakat dengan jalan pemeriksaan, Mencari semua orang
yang telah berhubungan dengan penderita untuk diawasi agar bila penyakitnya
timbul dapat segera diberi pengobatan. Sebelum dilakukan Diagnosa atau pun
intervensi perlu adanya proses keperawatan. Proses keperawatan ini adalah suatu
metode yang sistematis dan terorganisir dalam pemberian asuhan keperawatan
49

yang difokuskan pada reaksi dan respons unik individu pada suatu kelompok atau
perorangan terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik actual maupun
potensial (Deswani, 2011 dalam (Ginting, 2018)).
Dalam penetapan diagnosa keperawatan terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus penulis berusaha memperiotaskan berdasarkan kebutuhan pasien. Pada
tinjauan teoritis ditemukan 7 diagnosa Keperawatan sedangkan pada tinjauan
kasus ditemukan 3 diagnosa Keperawatan, sedangkan Pada tinjauan pustaka
terdapat dua diagnosa yang tidak muncul pada tinjauan kasus. Hal ini disebabkan
karena diagnosa yang ditetapkan oleh peneliti disesuaikan dengan data atau hasil
pengkajian yang dialami oleh klien, baik data yang memenuhi kriteria berdasarkan
penentuan diagnosa menurut buku SDKI (2016), dan diharapkan diagnosa dapat
diatasi sesuai pada teori dan waktu pencapaian tujuan.
C. Perencanana Keperawatan
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Intervensi keperawatan tersebut terdiri dari perencanaan
tindakan keperawatan pada kasus disusun berdasarkan masalah keperawatan yang
ditemukan yaitu:
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
Pada diagnosis ini diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam, mampu ikterus teratasi dibuktikan dengan kriteria hasil:
ikterus menurun, BB normal, hasil pemeriksaan bilirubin normal. Selanjutnya
disusun rencana keperawatan foto terapi neonatus dengan intervensi
keperawatan diantaranya: Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi. Monitor
suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali. Monitor efek samping fototerapi (mis,
hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat badan lebih dari 8-10%.
Siapkan lampu fototerapi dan inkubator dalam kotak bayi. Lepaskan pakaian
bayi kecuali popok. Berikan penutup mata pada bayi. Ukur jarak antara lampu
dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung spesifikasi lampu
fototerapi). Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fisioterapi secara berkelanjutan.
Ganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK. Gunakan linen berwarna
50

putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin. Anjurkan ibu menyusui


sekitar 20-30 menit. Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin. Kolaborasi
pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada ketiga pasien kelolaan
dengan masalah hiperbilirubinemia neonatal dilakukan berdasarkan tinjauan
dari intervensi (NIC) yang telah disesuaikan dengan kondisi pasien. Tindakan
keperawatan dilakukan selama 18 jam fototherapi dan tiga hari perawatan.
Alih baring (perubahan posisi miring kanan, miring kiri dan tengkurap) setiap
3 jam sekali selama fototherapi adalah cara mudah yang dapat dilakukan
untuk mempercepat proses penurunan kadar bilirubin, sinar fototherapi
berfungsi mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk
dieksresikan melalui empedu atau urin, ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya
terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi terdapat konversi ireversibel
menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan cepat
dibersihkan dari plasma melalui empedu, lumirubin adalah produk terbanyak
degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia, sejumlah kecil bilirubin
plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang
diekskresikan lewat urin, kemudian terjadi kompensasi penurunan kadar
bilirubin (Bunyaniah, 2013).
Pada perumusan tujuan antara tinjauan pustaka dari tinjauan kasus.
Pada tinjauan pustaka perencanaan menggunakan kriteria hasil yang mengacu
pada pencapaian tujuan. Sedangkan pada tinjauna kasus perencanaan
menggunakan sasaran, dalam intervensinya dengan alasan penulis ingin
berupaya memandirikan pasien dan keluarga dalam pelaksanaan pemberian
asuhan keperawatan. Dalam tujuan pada tinjauan kasus di cantumkan kriteria
hasil waktu pengkajian pada kasus nyata dengan keadaan pasien langsung.
Intervensi diagnosa keperawatan yang di tampilkan antara tinjauan pustaka
dan tinjauan kasus terdapat kesamaan namun masing-masing intervensi tetap
mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang telah di tetapkan.
51

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan nutrisi


Pada diagnosis ini diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam status nutrisi bayi membaik dibuktikan dengan kriteria
hasil: berat badan meningkat, panjang badan meningkat, prematuritas
menurun, bayi cengeng menurun. Selanjutnya disusun rencana keperawatan
pemantauan nutrisi dengan intervensi keperawatan diantaranya: Identifikasi
kemungkinan penyebab berat BB kurang. Identifikasi perubahan berat badan.
Identifikasi kelainan pada kulit. Timbang berat baddan. Hitung perubahan
berat badan. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Asuhan keperawatan yang berkualitas pada bayi dengan berat lahir
rendah sangat menentukan tingkat mortalitas dan morbiditas bayi pada
periode kehidupan pertamanya serta pertumbuhan dan perkembangan untuk
periode kehidupan selanjutnya. Asuhan keperawatan pada bayi dengan berat
lahir rendah yang berkualitas dapat terus ditingkatkan dengan melakukan
evaluasi yang berkesinambungan dari asuhan keperawatan yang diberikan
pada bayi dengan berat lahir rendah (Amalia, 2017).
Menurut peneliti terkait tindakan pelaksanaan pemenuhan nutrisi
perlu dilakukan, karena Seseorang yang mengalami fototerapi, sangat
mempemgaruhi status nutrisi sehingga diperlukan penanganan dalam
mengatasi masalah defisit nutrisi. Serta mengatur kebutuhan nutrisi bayi.
Sehingga untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit lain maka perlu
dilakukan penatalaksanaan nutrisi.
Pada perumusan tujuan antara tinjauan pustaka dari tinjauan kasus.
Pada tinjauan pustaka perencanaan menggunakan kriteria hasil yang mengacu
pada pencapaian tujuan. Sedangkan pada tinjauna kasus perencanaan
menggunakan sasaran, dalam intervensinya dengan alasan penulis ingin
berupaya memandirikan pasien dan keluarga dalam pelaksanaan pemberian
asuhan keperawatan. Dalam tujuan pada tinjauan kasus di cantumkan kriteria
hasil waktu pengkajian pada kasus nyata dengan keadaan pasien langsung.
52

Intervensi diagnosa keperawatan yang di tampilkan antara tinjauan pustaka


dan tinjauan kasus terdapat kesamaan namun masing-masing intervensi tetap
mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang telah di tetapkan.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer
Pada diagnosis ini diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam, tingkat infeksi menurun dibuktikan dengan kriteria hasil:
kebersihan tangan meningkat, demam menurun, kemerahan menurun,
bengkak menurun. Selanjutnya disusun rencana keperawatan pencegahan
infeksi dengan intervensi keperawatan diantaranya: Monitor Tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik. Batasi jumlah pengunjung. Berikan perawatan
kulit pada daerah yang edema. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien. Pertahankan tehnik aseptik pada pasien
beresiko tinggi. Jelaskan tanda dan gejala infeksi. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar. Anjurkan meningkatkan asupan cairan. Kolaborasi
pemberian imunisasi jika perlu
Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan
semua bayi baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR
imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan
penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara
lain : Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus
melakukan cuci tangan terlebih dahulu. Peralatan yang digunakan dalam
asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur. Ruang perawatan bayi juga
harus dijaga kebersihannya. Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi
tidak boleh memasuki ruang perawatan bayi sampai mereka dinyatakan
sembuh atau disyaratkan untuk memakai alat pelindung seperti masker
ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan (Ngastiyah, 2016).
Rencana keperawatan secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu
dokumentasi tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi
keperawatan (Nursalam, 2017).
53

Pada rencana asuhan keperawatan, peneliti menjelaskan apa saja rencana


intervensi yang tentu sesuai dengan diagnosa keperawatan yang peneliti tersebut
putuskan. Hal ini di seimbangkan juga dengan tujuan dan kriteria hasil serta
rasional apa tidaknya jika dilakukan intervensi tersebut. Selain itu proses
keperawatan adalah metode ilmiah yang dipakai dalam memberikan asuhan
keperawatan yang profesional. Perawat, dimana saja ia bertugas, menghadapi
klien dengan segala macam kasus, dan melayani klien pada semua tingkat usia
juga harus menggunakan proses keperawatan. Perawat diharapkan memahami
tentang konsep proses keperawatan dan mampu menerapkan serta menyusunnya
dalam sebuah dokumen status kesehatan klien.
Dalam tahap ini peneliti mendaapatkan bahwa tidak ada kesenjangan antara
teori dan fakta. Hal ini terjadi karena intervensi direncanakan berdasarkan dengan
kebutuhan tubuh dan masalah pasien, sehingga intervensi tersebut dapat mengatasi
masalah yang dialami pasien
D. Pelaksanaan Keperawatan
Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatannya saat itu.
Implementasi dilakukan selama 3 hari sejak tanggal 21 Januari 2020 sampai
tanggal 23 Januari 2020.
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
Berdasarkan implementasi yang telah dilakukan untuk diagnosa
Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari yaitu: Monitor
ikterik pada sklera dan kulit bayi dengan hasil kulit bayi warna kuning,
sklera warna kuning. Monitor suhu dan tanda vital tiap 4 jam sekali dengan
hasil suhu tubuh 36,1 0C, Nadi 138 x/i, pernafasan 38 x/i. Monitor efek
samping fototerapi (mis, hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat
badan lebih dari 8-10%. dengan hasil tidak ada efek samping yang dialami.
Menyiapkan lampu fototerapi dan inkubator dalam kotak bayi dengan hasil
telah dilakukan. Melepaskan pakaian bayi kecuali popok dengan hasil telah
dilakukan. Memberikan penutup mata pada bayi dengan hasil telah
54

dilakukan. Mengukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm
atau tergantung spesifikasi lampu fototerapi) dengan hasil telah dilakukan.
Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar fisioterapi secara berkelanjutan dengan
hasil telah dilakukan. Mengganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK
dengan hasil telah dilakukan. Menganjurkan ibu menyusui sesering mungkin
dengan hasil ibu menyusui anak sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Kolaborasi pemeriksaan darah vena bilirubin direk dan indirek dengan hasil
bilirubin 16,5 mg/dl
Penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara fisiologis dan patologis
yaitu: secara fisiologis bayi mengalami kuning pada bagian wajah dan leher,
atau pada derajat satu dan dua dengan kadar bilirubin (<12mg/dl), kondisi
tersebut dapat diatasi dengan pemberian intake ASI (Air Susu Ibu) yang
adekuat dan sinar matahari pagi sekitar jam 7:00-9:00 selama 15 menit,
sedangkan secara patologis bayi akan mengalami kuning diseluruh tubuh atau
derajat tiga sampai lima dengan kadar bilirubin (>12mg/dl) kondisi tersebut
di indikasikan untuk dilakuakan fototherapi, jika kadar bilirubin >20 mg/dl
maka bayi di indikasikan untuk diberikan transfusi tukar (Aviv, Atikah &
Jaya, 2015).
Pemberian fototherapi merupakan pilihan utama untuk mengatasi bayi
hiperbilirubinemia, tujuannya untuk mengurangi kadar bilirubin darah yang
tidak normal dan mengurangi ikterus pada tubuh bayi, untuk hasil yang
maksimal seluruh tubuh bayi diusahakan mendapatkan sinar (irradiance)
dengan melakukan alih baring yaitu: perubahan poisisi miring kanan, miring
kiri, terlentang dan tengkurap setiap 3 jam sekali selama fototherapi, alih
baring ini bertujuan untuk meningkatkan proses pemerataan sinar terhadap
kadar bilirubin yang tidak larut dalam air (indirek) menjadi bilirubin yang
larut dalam air (direk), sehingga dapat diekskresikan melalui urin (Kosim,
2010). Namun, fototherapi memiliki dampak negatif pada bayi yaitu dapat
mencederai mata dan genital, selain itu bayi hiperbilirubinemia yang
dilakukan fototherapi dapat berisiko mengalami kerusakan intensitas kulit,
55

hipertermi, dan diare. Sehingga peran perawat sangat penting untuk


memperhatikan keadaan umum bayi selama fototherapi (Aviv et.al., 2015).
Pada perumusan tujuan antara tinjauan pustaka dari tinjauan kasus.
Pada tinjauan pustaka perencanaan menggunakan kriteria hasil yang mengacu
pada pencapaian tujuan. Sedangkan pada tinjauna kasus perencanaan
menggunakan sasaran, dalam intervensinya dengan alasan penulis ingin
berupaya memandirikan pasien dan keluarga dalam pelaksanaan pemberian
asuhan keperawatan. Dalam tujuan pada tinjauan kasus di cantumkan kriteria
hasil waktu pengkajian pada kasus nyata dengan keadaan pasien langsung.
Intervensi diagnosa keperawatan yang di tampilkan antara tinjauan pustaka
dan tinjauan kasus terdapat kesamaan namun masing-masing intervensi tetap
mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang telah di tetapkan.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan nutrisi
Berdasarkan Implementasi yang telah dilakukan untuk diagnosa
defisit nutrisi yaitu: Mengidentifikasi perubahan berat badan dengan hasil
berat badan 2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada kulit dengan hasil
kulit berwarna kuning. Menimbang berat badan dengan hasil berat badan
2.350 gram. Menghitung perubahan berat badan dengan hasil BB masih tetap
tidak ada perubahan. Mengatur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien dengan hasil dilakukan. Menginformasikan hasil pemantauan
dengan hasil keluarga pasien mengerti tehadap informasi yang diberikan
Nutrisi pada bayi BBLR merupakan salah satu faktor penting
mengingat imaturitas organ dan cadangan nutrisi tubuh rendah. Nutrisi
sebagai sumber tenaga dalam aktifitas sehari-hari dan sebagai zat pembangun
dan pengatur suhu tubuh. Proses metabolik mengontrol pencernaan,
menyimpan zat makanan, dan mengeluarkan produk sampah. Mencerna dan
menyimpan zat makanan adalah hal yang penting dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi tubuh (Potter & Perry, 2010 dalam (Amalia, 2017)).
Pada perumusan tujuan antara tinjauan pustaka dari tinjauan kasus.
Pada tinjauan pustaka perencanaan menggunakan kriteria hasil yang mengacu
56

pada pencapaian tujuan. Sedangkan pada tinjauna kasus perencanaan


menggunakan sasaran, dalam intervensinya dengan alasan penulis ingin
berupaya memandirikan pasien dan keluarga dalam pelaksanaan pemberian
asuhan keperawatan. Dalam tujuan pada tinjauan kasus di cantumkan kriteria
hasil waktu pengkajian pada kasus nyata dengan keadaan pasien langsung.
Intervensi diagnosa keperawatan yang di tampilkan antara tinjauan pustaka
dan tinjauan kasus terdapat kesamaan namun masing-masing intervensi tetap
mengacu pada sasaran, data dan kriteria hasil yang telah di tetapkan.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer.
Berdasarkan Implementasi yang telah dilakukan untuk diagnosa
risiko infeksi yaitu: Memonitor Tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
dengan hasil tidak ada tanda dan gejala infeksi lokal dan sistematik.
Membatasi jumlah pengunjung dengan hasil klien hanya dibesuk oleh
orangtuanya. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien dengan hasil keluarga dan petugas mencuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. Mengajarkan cara mencuci
tangan dengan benar dengan hasil keluarga mengetahui cara mencuci tangan
dengan benar
Menurut (Atikah and Cahyo, 2016) implementasi realisasi rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam
pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi
respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data
yang baru.
Pada tinjauan pustaka dan tinjauan kasus, implementasi yang di
lakukan pada klien tidak ada kesenjangan karena peneliti menggunakan
implementasi yang sama dengan tinjauan pustaka, tetapi pelaksanaan pada
tinjauan pustaka belum dapat di realisasikan secara total, hal ini diakibatkan
karena dalam pemberian intervensi harus menyesuaikan dengan keadaan dan
kondisi pasien, dengan tetap memperhatikan kebutuhan pasien, serta tetap
57

memaksimalkan prioritas penanganan dalam mengatasi masalah yang dialami


pasien, dan tetap memperhatikan fasilitas dan penunjang yang ada.
E. Evaluasi Keperawatan
Sesuai dengan implementasi keperawatan yang telah dilaksanakan, maka
dilakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah diberikan, evaluasi keperawatan
dilakukan selama 3 hari sejak tanggal 21 Januari 2020 sampai tanggal 23 Januari
2020
1. Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari
Berdasarkan Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7 hari yaitu,
dengan Subyektif (S):-. Obyektif (O): Kulit bayi nampak kemerahan, Sklera
nampak membaik. Assesment (A): Ikterus neonatus teratasi. Plan (P):
pertahankan intervensi;
Evaluasi membandingkan antara intervensi dan hasil dari
implementasi keperawatan. Evaluasi selama tiga hari yaitu Ikterus neonatus
teratasi. Berdasarkan hasil di dapatkan adanya perubahan dimana warna kulit
agak kemerahan, sclera normal, dan suhu tubuh bayi stabil. Hasil asuhan
keperawatan dengan hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa adanya
kesesuaian terhadap hasil yang dicapai yaitu Ikterus neonatus teratasi dan
warna kulit bayi stabil.
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan nutrisi
Berdasarkan Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa defisit nutrisi yaitu, dengan Subyektif (S):-. Obyektif (O): BBLR
2.350 gram. Assesment (A): defisit nutrisi belum teratasi. Plan (P): Lanjutkan
intervensi; Mengidentifikasi perubahan berat badan dengan hasil berat badan
2.350 gram. Mengidentifikasi kelainan pada kulit dengan hasil kulit berwarna
kuning. Menimbang berat badan dengan hasil berat badan 2.350 gram.
Menghitung perubahan berat badan dengan hasil BB masih tetap tidak ada
perubahan. Mengatur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi
58

pasien dengan hasil dilakukan. Menginformasikan hasil pemantauan dengan


hasil keluarga pasien mengerti tehadap informasi yang diberikan
Evaluasi membandingkan antara intervensi dan hasil dari
implementasi keperawatan. Evaluasi selama tiga hari yaitu risiko Defisit
nutrisi belum teratasi. Berdasarkan hasil di dapatkan BB 2350 gram.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer.
Berdasarkan evaluasi keperawatan yang telah dilakukan untuk
diagnosa risiko infeksi yaitu, dengan Subyektif (S):-. Obyektif (O): Berat
badan lahir rendah. Assesment (A): resiko infeksi belum teratasi. Plan (P):
Lanjutkan intervensi; monitor Tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik,
batasi jumlah pengunjung, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
Evaluasi membandingkan antara intervensi dan hasil dari
implementasi keperawatan. Evaluasi selama tiga hari yaitu risiko infeksi tidak
terjadi. Berdasarkan hasil observasi di dapatkan tidak adanya tanda infeksi
yang pada bayi, namun klien dengan keadaan berat badan lahir rendah masih
memiliiki resiko untuk menderita infeksi sehingga diperlukan monitoring dan
penanganan serta pemberian asuhan yang optimal sehingga mencegah
terjadinya infeksi pada bayi.
Menurut (Atikah and Cahyo, 2016) evaluasi merupakan penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan
dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
Menurut (Dewi, 2017) pada tahap ini perawat melakukan penilaian dengan
cara membandingkan perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan tujuan
dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Adapun kriteria hasil yang
harus dicapai untuk memperoleh evaluasi keperawatan yang masksimal untuk
klien dengan masalah hipertermi adalah suhu tubuh klien normal, tidak
mengalami penurunan kesadaran, observasi tanda-tanda vital normal.
59

Pada evaluasi keperawatan, peneliti menjelaskan dan mengkaji ulang lagi


dampak dari implementasi intervensi keperawatannya. Apakah memberikan
dampak yang baik atau tidak terhadap pasien. Saat itu memberikan dampak yang
baik pada perkembangan kesehatan pasien. si peneliti kemudian menghentikan
implementasinya karena pasien sudah kembali kedalam keadaannya yang
homeostatis / sehat. Hal ini menunjukkan bahwa proses keperawatan nya berhasil
dan memberikan asuhan keperawatan yang berhasil pula
Didapatkan pula bahwa proses keperawatan menjadi pedoman dalam
pemberian asuhan keperawatan. Hubungannya adalah sebagai berikut yaitu
semakin baiknya kemampuan perawat dalam berpikir kritis dan berpikir secara
holistik / menyeluruh terhadap suatu kasus / permasalahan kesehatan maka asuhan
keperawatan yang diberikannya tentu akan menjadi baik.
60

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan didapatkan hasil analisa data
dimana data obyektif, Kulit bayi nampak kuning, Sklera nampak kuning,
Suhu 36,1 0C, RR 56 x/i, Nadi 138 x/i, Hasil bilirubin 16,5 mg/dl. BBLR
2.350 gram Pemberian terapi radiasi (foto terapi).
2. Sesuai dengan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosis keperawatan
sesuai kasus tersebut yaitu: Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia
kurang 7 hari, defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme, dan Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
3. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang
muncul pada pasien selama perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan
yang didalamnya terdapat tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
4. Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatan saat itu. rencana
tindakan dari masing-masing masalah tidak semua bisa dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi
dan kebutuhan pasien yang diperlukan, Implementasi dilakukan selama 3 hari
sejak tanggal 21 Januari 2020 sampai tanggal 23 Januari 2020
5. Evaluasi keperawatan dilakukan selama 3 hari sejak tanggal 21 Januari 2020
sampai tanggal 23 Januari 2020 sesuai dengan tindakan keperawatan pada
klien dimana untuk Ikterus neonatus berhubungan dengan Usia kurang 7
hari teratasi, defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
61

metabolisme belum teratasi, dan Risiko infeksi berhubungan dengan


ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer belum teratasi.
B. Saran
1. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan dan wawasan
mahasiswa Stikes Panrita Husada Bulukumba mengenai asuhan keperawatan
pada klien dengan hiperbilirubin.
2. Dapat menambah informasi dan masukan bagi petugas kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikandan diharapkan
juga akan memberikan manfaat kepada masyarakat dalam hal informasi
tentang pentingnya asuhan keperawatan pada klien dengan hiperbilirubin.
3. Bagi penelitian keperawatan diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan
mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan hiperbilirubin
62

DAFTAR PUSTAKA

Atikah, M. V., and Jaya, P. 2015. Buku Ajar Kebidanan pada Neonatus, Bayi dan
Balita. Jakarta: CV. Trans Info Medik.

Aviv, J., Atikah, M. V., & Jaya, P. 2015. Buku Ajar Kebidanan pada Neonatus, Bayi
dan Balita. Jakarta: CV. Trans Info Medik.

Dewi, S. K. A. 2016. Efektivitas Fototerapi Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin


Total pada Hiperbilirubinemia Neonatal di RSUP Sanglah. Jurnal Sari
Pediatri, Volume 18. No. 2. Agustus

Ihsan, Zikri. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Neonatus Dengan Hiperbilirubinemia


Di Ruang Perinatologi Irna Kebidanan Dan Anak Rsup Dr. M. Djamil
Padang. Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses, Dan Praktik (7th Ed). Jakarta: Egc.

Mendri, N., and Prayogi, A. S. 2017. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit & Bayi
Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Mulyati, et.al., 2019. Analisis Asuhan Keperawatan pada Pasien Neonatus dengan
Hiperbilirubinemia di RSUD PROF. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
University Research Colloqium Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong

Ningsih, A. E. 2017. Perubahan Posisi pada Neonatus dengan Masalah


Hiperbilirubinemia dengan Tindakan Fototerapi di Ruang Melati RSUD.
63

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. STIKES Muhammadiyah


Gombong. Karya Tulis Akhir Ners ini tidak diterbitkan.

Novianti Novi, Mediani Henny Suzana, Nurhidayah Ikeu (2017), Pengaruh Field
Massage sebagai Terapi Adjuvan terhadap Kadar Bilirubin Serum Bayi
Hiperbilirubinemia, Jurnal Keperawatan Padjajaran (JKP), volume 5,
Nomor 3

Nursalam. (2017). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan (2nd Ed.; T. Editor S. Medika, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Purnamasari, Ika, et.al. 2020. Pengaruh Baby Massage Terhadap Penurunan Kadar
Bilirubin. Jurnal Keperawatan Karya Bhakti, Volume 6, Nomor 1

Risnanto Dan Insani, Uswatun. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Deepublish

Siska, Y. 2017. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hiperbilirubinemia


Patologis pada Bayi Baru Lahir di Ruangan Perinatologi RSUD Dr. Adnaan
WD Payakumbuh Tahun 2016. Universitas Andalas. Karya Tulis Ilmiah ini
tidak diterbitkan.

Utama Rahma Widya. 2019. Analisis Praktek Klinik Keperawatan Penerapan


Development Care Terhadap Status Oksigenasi Pada Bayi Dengan Berat
Badan Lahir Rendah. Stikes Perintis Padang

Widagdo. 2016. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta.


Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai