Anda di halaman 1dari 30

Makalah

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hiperbilirubinemia

Dosen pembimbing :

Ns.Yossy utario ,M.Kep.Sp.Kep.An

Disusun Kelompok 7

Diska dwi Putri P00320120044

Grasella Simamora P00320120049

TK 2B
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN CURUP

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

TAHUN AJARAN 2021/20

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.Atas rahmat dan karunia-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Keperawatan Anak. Tidak lupa
shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “MAKALA KEPERAWATAN PADA ANAK DENGA


HIPERBILIRUBINEMIA” dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak.Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari makalah ini masih memerlukan penyempurnaan.Kami menerima segala


bentuk kritik dan saran pembaca demi penyempurnaan makalah.Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf.

Curup, 28 Agustus 2021

Kelompok 7

Daftar Isi
KATA PENGANTAR 2

Daftar Isi 3

BAB 1 4

PENDAHULUAN 4

A. Latar belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5
D. Manfaat 5
BAB II 7

TINJAUAN TEORI 7

A. Definisi Hiperbilirubinemia 7
B. Anatomi fisiologi7
C. Etiologi 9
D. Manifestasi Kinik 10
E. Patofisiologi 10
F. Klasifikasi 11
G. Pemeriksaan Penunjang 13
H. Kompliksi 14
I. Penatalaksanaan 15
BAB III 18
ASUHAN KEPERAWATAN18
A. Pengkajian 18
B. Diagnosa keperawatan 19
C. Intervensi 19
D. Implemntasi 21
E. Evaluasi 22
BAB IV 24

PENUTUP 24

A. Kesimpulan 24
B. Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Hiperbilirubinadalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil
laboratorium yang menunjukkanpeningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).
Hiperbilirubinemiaadalah suatu keadaan dimana kadarbilirubin mencapai suatu nilai yang
maempunyai potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 2005).

Hiperbilirubin dapat menyebabkan gangguan pendengaran, apabila bilirubintak


terkonjugasimelewati bloodbrain barrier, bilirubintersebut juga di timbulkan di daerah
gangliabasalis, dan juga pada daerah vestibule–cochlear nucleusdan sebagai akibatnya adalah
sebagi terjadi gangguan pendengaransensorineural, zamia dkk (2004) telah melaporkan bahwa
33% bayi baru lahir dengan kadar bilirubin 15-25 mg/dl mengalami kehilangan gelombang
kompleks pada IV dan V pada pemeriksaan auditory brainstem responses (ABR). Dengan
demikian didapatkan hubungan yang signifikanantara hiperbilirubinemiadengan gangguan
pendengaran pada bayi, mereka menemukan bahwa pada keadaan hiperbilirubinemisberat
didapatkan beberapakerusakan pada koklea terutama trauma pada sel rambut bagia luar, keadaan
ini juga ditemukaan pada hiperbilirubinsedang (<20 mg/dl)yang juga dapat menyebabkan
gangguan pendengaran.

Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara. Angka
kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya penurunan
angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas
kepada masyarakat yang belum terlaksana. Menurut Pola penyakit penyebab kematian bayi
menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi
adalah premature dan Berat Badan Lahir Rendah / BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir
(33,6%). Penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi
sebesar 57,1% (termasuk tetanus 9,5%, sepsis, pneumonia, diare), kemudian feeding problem
(14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee, WHO (World
Health Organization), pada tahun 2003, kematian bayi terjadi pada usia neonatus dengan
penyebab infeksi 33%, asfiksia/ trauma 28%, BBLR 24%, kelainan bawaan 10%, dan lain-lain
5%. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih
dikenal sebagai kernikterus).Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum
yang paling berat.Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala
sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup.Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran mulkosa yang
warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di dalam darah dan
jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubiin mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern-ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik.

Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang patologik. Angka
kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya.Hal ini disebabkan oleh
perbedaan dalam faktor penyebab seperti umur kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan dan
penatalaksanaan.

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada sebagian neonates, ikterus
akan di temukan pada minggu pertama dalam kehidupannya. Di kemukakan bahwa angka
kejadian ikterus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi kurang bulan. Ikterus
ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan menetap
atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian
terutama bilaikterus di temukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi. Proses hemolisis darah,
infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk lebih dari1
mg/dl juga keadaan yang menunjukan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan
tersebut penatalaksanaan harus di lakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat di
hindarkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hiberbilirubenia?

2. Bagaimana asuhan keperawatan yang perlu dilakukan untuk pasienhiberbilirubenia ?


C.Tujuan
a.Tujuan Umum

Penulis mampu untuk dapat memberikan asuhan keperawatan anak dengan hiperbilirubinemia

b.Tujuan Khusus

Adapun tujuan khususnya :

1.Penulis mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan hiperbilirubinemia.

2.Penulis mampu menganalisa dan menegakkan diagnosa atau masalah keperawatan pada klien dengan
hiperbilirubinemia.

3.Penulis mampu menentukan intervensi keperawatan secara menyeluruh pada klien dengan
hiperbilirubinemia.

4.Penulis mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang nyata pada klien dengan
hiperbilirubinemia

5.Penulis mampu mengevaluasi dan mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan
hiperbilirubinemia.

D. Manfaat
1. Teoritis

Diharapkan pembaca menambah pengetahuan tentang penyakit hiperbilirubinemia pada anak.

2. Praktisi

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,

khususnya studi kasus tentang hiperbilirubinemia.

a. Bagi perawat

Di harapkan dapat menambah pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan

pelayanan asuhan keperawatan khususnya pada kasus hiperbilirubinemia.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal. (Suriadi & Yuliani, 2010). Ikterus fisiologis adalah warna kekuningan pada
kulit yang timbul pada hari ke-2 sampai ke-3 setelah lahir yang tidak mempunyai dasar patologis
dan akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke-10. (Susilaningrum dkk, 2013). Icterus,
jaundice, atau “sakit kuning” adalah warna kuning pada sclera mata, mukosa, dan kulit oleh
karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (hyperbilirubinemia) yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan bilirubin dalam cairan luar sel (extracellular fluid). (Widagdo, 2012).

Ikterus Neonatorum adalah diskolorisasi kuning penumpukan pada kulit / organ lain
akibat penumpukan bilirubin dalam darah. (Sukarni & Sudarti, 2014). Hiperbilirubin adalah
suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan
jaundice pada neonatus di sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh. (Ayu, niwang,
2016). Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin
dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang
menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, system biliary, atau system hematologi.
(Rukiyah & Yulianti, 2019).Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai
oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang
berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah
5-7 mg/dl. (Kosim et al., 2014).

B.Klasifikasi
Hiperbilirubinemia atau ikterus terbagi atas :

1.Ikterus prehepatik

Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah.Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati
sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
2.Ikterus hepatic

Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati.Akibat kerusakan hati maka
terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat
konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi
retensi dan regurgitasi.

3.Ikterus kolestatik

Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus.Akibatnya adalah peningkatan bilirubin
terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didapatkan urobilirubin dalam
tinja dan urin.

4.Ikterus fisiologis.

Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin. Ikterus pada neonatus tidak selamanya
patologis.

5.Ikterus patologis/hiperbilirubinemia

Disebabkan oleh suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
hiperbilirubinenia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada
bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

6.Kern ikterus
Disebabkan oleh kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama
pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus.Hipokampus, nucleus merah, dan nucleus
pada dasar ventrikulus IV. Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan
pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus
secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

C.Penyebab hiperbilirubinemia
1. Pembentukan bilirubin berlebih (anemiahemolitik)

2. Penurunan ambilan bilirubin oleh sel-sel hati.

3. Gangguan konjugasi atau peningkatan protein intra sel.

4. Gangguan sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam kanalikulus biliaris.

5. Sumbatan duktus biliaris intra atau ekstra hepatik.

Sedangkan menurut Price (2005) ada empat mekanisme umum yang menyebabkan
hiperbilirubinemia dan ikterus:

a. Pembentukan bilirubin yang berlebih

b. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh sel hati

c. Gangguan konjugasi bilirubin.

d. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor

intrahepatik dan ekskresi heparik yang bersifat fungsional atau

disebabkan oleh obstruksi mekanis. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan


oleh tiga mekanisme pertama, Sedangkan mekanisme keempat terutama menyebabkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi.
D. Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan
adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan.Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal
ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi
Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama
ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak.sifat
ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20
mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia.

E. Manifestasi Kinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :

1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya. Bila ditekan akan
timbul kuning.

2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada ikterus berat.

3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.

4. Bayi menjadi lesu.

5. Bayi menjadi malas minum.

6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.

7. Letargi.
8. Tonus otot meningkat.

9. Leher kaku.

10. Opistotonus.

11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.

F. Bagan WOC
G. Klasifikasi
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.

Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun
sebagai berikut:

- Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.

- Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)

- Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Kadar Bilirubin Serum berkala.


- Darah tepi lengkap.

- Golongan darah ibu dan bayi.

- Test Coombs.

- Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.

2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.

- Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas pada hari ke 5-6
dan menghilang pada hari ke 10.

- Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa

- Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg %, pada BBLR 10
mg %, dan akan hilang pada hari ke 14.

- Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan Z, enzim


Glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.

- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini
diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.

- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.

- Polisetimia.

- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub


kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan darah tepi.

- Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.

- Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.


- Pemeriksaan lain bila perlu.

3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.

- Sepsis.

- Dehidrasi dan Asidosis.

- Defisiensi Enzim G6PD.

- Pengaruh obat-obat.

- Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:

- Karena ikterus obstruktif.

- Hipotiroidisme

- Breast milk Jaundice.

- Infeksi.

- Hepatitis Neonatal.

- Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan Bilirubin berkala.

- Pemeriksaan darah tepi.

- Skrining Enzim G6PD.

- Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :


1. penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti
Rhesus antagonis, ABO, dsb.

2. kelainan dalam se darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD

3. hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir

4. infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena toksoplasmosis,


sifilis, rubela, hepatitis

5. kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia

6. obat2an yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonamid, salisilat,
sodium benzoat, gentamisin.

7. Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak tinggi, penyakit hirschsprung,
stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya :

1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir.Hasil positif tes Coomb indirek menandakan adanya
antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu.Hasil positif dari tes Coomb direk
menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonatus.

2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.

3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi
peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan
atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).

4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan,
terutama pada bayi praterm.
5.Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena
hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65 %) pada polisitemia,
penurunan (kurang dari 45 %) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

6. Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah lengkap kurang dari 30
mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.

7. Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.

8. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin seru.

9. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam


respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.

10. Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis pada
penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.

11. Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.

I. Penatalaksanaan
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Pengobatan dengan
cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin
yangberarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum
melahirkan.

b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya : pemberian
albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dosis 15 –
20 ml/kgbb.Pemebrian glukosa perlu untuk kojugasi hepar sebagai sumber energi.

c. Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi

Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg %. Terapisinar
menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulitlarut dalam air
menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin, tinja,
sehingga kadr bilirubin menurun. Selain itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian
konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan
keluar bersama feses.

Pelaksanaan Terapi Sinar :

1. Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup (maksmal 500 jam) agar sinar dapat
merata ke seluruh tubuh.

2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain kasa
yang dilipat lipat dan dibalut.Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya. (untuk mencegah
kerusakan retina)

3. Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam bila mungkin, agar
sinar merata.

4. Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 C, dan observasi suhu tiap 4- 6 jam sekali. Jika
terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya dan bayi diberikan banyak minum. Setelah 1
jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter.

5. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh bayi.

6. Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka. Perhatikan
apakah terjadi iritasi atau tidak.

7. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam

8. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan walaupun
belum 100 jam.

9. Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar bilirubin dalam serum terus
naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi
dokter.Mungkin perlu transfusi tukar.

10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.

Komplikasi terapi sinar :


1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan insesible
water loss.

2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan
empedu dan meningkatkan peristaltik usus.

3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit kemerahan)
tetapi akan hilang jika terapi selesai.

4. Gangguan retina jika mata tidak ditutup.

5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu dimatikan
terapi diteruskan.Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin,
dan berikan ektra minum.

6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan ( kemandulan )
tetaapi belum ada bukti.

7. Transfusi tukar.

Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah :

1. kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg %

2. kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 – 1 mg % / jam

3. anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung

4. bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg % dan uji coomb’s positif.

Tujuan transfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang
natibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin indirek, dan memperbaiki
anemia.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat

Letargi, malas.

b. Sirkulasi

- Mungkin pucat, menandakan anemia.

- Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.

c. Eliminasi

- Bising usus hipoaktif.

- Pasase mekonium mungkin lambat.

- Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.

- Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)

d. Makanan/cairan

- Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui daripada menyusu botol.

- Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.

e. Neurosensori

- Sefalhematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang
berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum.

- Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan


inkompatibilitas Rh berat.
- Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.

- Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,


aktivitas kejang (tahap krisis).

f. Pernapasan

- Riwayat asfiksia.

- Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi pulmonal).

g. Keamanan

- Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.

- Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intrakranial.

- Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh;
kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek samping fototerapi.

h. Seksualitas

- Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes.

- Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis,
hipoglikemia, hipoproteinemia.

- Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.

i. Skala Kramer untuk drajat icterus

Derajat Ikterus Zona bagian Tubuh Rata Rata serum bilirubin


1 Kepala dan leher 100
2 Pusat-leher 150
3 Pusat-paha 200
4 Lengan+Tungkai 250
5 Tangan+kaki ≥250

B. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi b.d suhu lingkungan tinggi dan efek fototerapi.

b.Ikterik Neonatus b.d penurunan berat badan abnormal.

c.Risiko cedera b.d peningkatan kadar bilirubin dan proses

fototerapi.
C. Intervensi
Hari, No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Standar Rasional
Tanggal Dx intervensi
Senin,21 1 Hipertermia b.d terpapar Setelah dilakukan Observasi: -Untuk
agustus lingkungan panas d.d suhu intervensi -identifikasi mengetahui
2021 tubuh diatas nilai keperawatan penyebab perubahan
normal,kulit selama 2x24 jam hipertermia kondisi klien
kemerahan,kejang,takikardi maka -monitor suhu -agar klien dapat
(D.0130) termoregulasi tubuh mengetahui
membaik dengan Terapeutik: tujuan dan
kriteria hasil: -sediakan prosedur
-menggigil lingkungan yang pengobatan
menurun(5) dingin
-suhu tubuh -longgarkan atau
membaik(5) lepaskn pakaian
-suhu kulit Edukasi:
membaik (5) -anjurkan
tirabaring
Kolaborasi:
-Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena,jika
perlu
2 Ikterik Neonatus b.d Setelah dilakukan Observasi: -Untuk
penurunan berat badan intervensi -Monitor ikterik mencegah ikterik
abnormal d.d membrane keperawatan pada sklera dan neonatus tidak
mukosa kuning,kulit selama 2x24 jam kulit bayi menyebab kan
kuning,sclera kuning. maka Integritas -monitor suhu hal yang tidak di
(D.0024). kulit dan jaringan dan tanda vital inginkan
meningkat setiap 4 jam
dengan kriteria sekali -untuk
hasil: Terafeutik: mempercepat
-Elastisitas -siapkan lampu penyembuhan
meningkat(5) fototerafi dan pada bayi
-Kerusakan incubator atau
jaringan kotak bayi
menurun(5) -lepaskan
-Suhu kulit pakaian bayi
membaik(5) kecuali popok
Edukasi:
-anjurkan ibu
menyusui sekitar
20-30 menit
-anjurkan ibu
menyusui
sesering
mungkin
Kolaborasi:
-kolaborasi
pemberian dara
vena bilirubin
direk dan indirek
3 Risiko cedera b.d terpapar Setelah dilakukan Obserbasi: -untuk
pathogen,ketidak normalan intervensi -Identifikasi memhatasi
profil darah keperawatan kebutuhan resiko cidera
selama 2x24 jam keselamatan pada klien
maka tingkat -menitor -membuat klien
cidera menurun perubahan status merasa aman dan
dengan kriteria keselamatan nyaman
hasil: lingkungan
-toleransiaktivitas Terapeutik:
meningkat(5) -modifikasi
-kejadian cidera lingkungan untuk
menurun(5) meminimalkan
-tekanan darah bahaya dan
membaik(5) resiko
-fasilitasi
relokasi ke
lingkungan yang
aman
Edukasi:
-ajarkan
individu,keluarga
dan kelompok
resiko tinggi
bahaya
lingkungan

D. Implemntasi
Nama:By Ny.Linda Ruangan:Melati

Umur: 5 bulan

Hari, No Jam Implementasi Paraf


tanggal Dx
Senin,21 1 08.00- - memonitor suhu tubuh bayi dan ttv pada bayi Diska
agustus dan 08.30 Respon: Suhu 37,6 ⸰C,pernafasan 46/menit,
2021 2 Wib
- mengiidentifikasi penyebab hipertermia pada lien
Respon: mengetahui apa penyebab hipertermia pada
klien
-memonitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
Respon: agar mengetahui warna sclera dan kulit bayi
apakah masi terlihat kuning atau tidak
-menganjurkan klien untuk tirabaring
Respon: agar idak terjadi masala pada punggung
klien
2 13.00- - Menyiapkan lampu fototerafi dan incubator atau kotak Diska
dan 13.15 untuk bayi

3 Wib Respon:jika pada saat ingin di gunakan lampu fototerafi


sudah tersediakan
-melepaskan pakaian bayi kecuali popok
Respon:agar pada saat melakukan fototerafi pada
bayi semua kulit bayi terkena sinar.
-mengidentifikasi kebutuhan keselamatan pada klien
Respon:agar tidak terjadi halmyang tidak di inginkan
pada klien
-memonitor perubahan status keselamatan
lingkungan pada klien
Respon:agar klien tidak terjadi cidera

1 16.15- -menyediakan lingkungan yang dingin untuk klien Grasella


dan 16.30 Respon:agar klien tidak merasa kepanasan
3 wib -melonggarkan atau melepaskn pakaian pada klien
Respon: agar klien merasa nyaman
-memodifikasi lingkungan untuk meminimalkan
bahaya dan resiko pada klien
Respon:agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan
pada klien.
E. Evaluasi
Hari, No Jam Diagnosa Evaluasi Paraf
tanggal Dx
Rabu, 1 08.00- Hipertermia b.d terpapar S:-Klien mengatakan sudah tidak
23 08.15 lingkungan panas d.d merasa panas lagi
agustus wib suhu tubuh diatas nilai O:-Suhu tubu klien normal
2021 normal,kulit -kemerahan pada klien sudah tiak
kemerahan,kejang,takika ada
rdi -klien sudah tidak kejang-kejang
(D.0130) lagi
A:masala teratasi
N Kriteria hasil 1 2 3 4 5
o
1 menggigil √
menurun
2 suhu tubuh √
membaik
3 suhu kulit √
membaik
P:Intervensi di hentikan

2 11.00- Ikterik Neonatus b.d S:-ibu klien mengatakan suhu pada


11.15 penurunan berat badan kulit sudah tidak panas lagi
abnormal d.d membrane O:- elastisitas pada kulit bayi
mukosa kuning,kulit meningkatA:Masala teratasi
kuning,sclera kuning. N Kriteria Hasil 1 2 3 4 5
(D.0024). o
1 Elastisitas √
meningkat
2 Kerusakan √
jaringan
menurun
3 Suhu kulit √
membaik
P:Intervensi di hentikan
3 14.30- Risiko cedera b.d S:-ibu klien mengatakan rasa cemas
14.45 terpapar terjadicidera teratasi
pathogen,ketidak O:-Tekanan dara pada klien
normalan profil darah membaik
A:Masala teratasi
N Kriteria hasil 1 2 3 4 5
o
1 Toleransi √
aktivitas
meningkat
2 kejadian cidera √
menurun
3 -tekanan darah √
membaik
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah bayi dismatur lebih sering menderita hiperbilirubinemia dibanding
bayi yang bertanya sesuai engan masa kehamilan.Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan
bayi biasa, mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati.Penyebabnya yaitu dari Bilirubin
tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air,
berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat
toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.Sedangkan Bilirubin terkonjugasi atau
bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
Manifestasi klinik dari hiperbilirubinemia adalah Letargi, Tonus otot meningkat, Leher
kaku,Opistotonus, Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.

B. Saran
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat menambah
pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan keperawatan pada anak khususnya dengan
hiperbilirubinemia.
DAFTAR PUSTAKA

Betz,& Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 5. Ahli bahasa, Eny Meiliya

Editor edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha. Jakarta : EGC

R Dwienda octa, & Liva maita, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak
Prasekolah untuk Bidan ed 1. Yogyakarta : ECG

Hidayat A Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan.Jakarta : Salemba Medika

Suryanah.(1996). Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai