Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperbilirubin merupakan salah satu keadaan yang paling sering

ditemukan pada neonatus, terjadi pada minggu pertama kehidupan. Secara teori

Hiperbilirubin terjadi antara pada usia 24 jam – 2 minggu seringkali merupakan

kondisi fisiologis (normal). Sedangkan hiperbilirubin yang terjadi dalam 24 jam

pertama kelahiran ataupun setelah usia 14 hari pada umumnya merupakan kondisi

abnormal yang harus mendapatkan evaluasi medis dan tatalaksana segera (dr.

Yaulia,2021). Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin

mencapai suatu nilai yang memiliki potensi menimbulkan kern ikterik bila tidak

ditanggulangi dengan baik (Prawirahardjo, 2005). Oleh karena itu ikterik neonatus

dapat menjadi diagnosa prioritas karena muncul sebagai keluhan atau masalah

yang mendominasi dan berpotensi mengancam kesehatan pasien serta angka

kematian pada ikterik neonatus yang sangat tinggi.

Data dari WHO (World Health Organizaton) menjelaskan bahwa pada

tahun 2021 terdapat sebanyak 4,5 juta (75%) dari semua kematian bayi dan balita

terjadi pada tahun pertama kehidupan. Data kematian bayi terbanyak dalam tahun

pertama kehidupan ditemukan di wilayah Afrika, yaitu sebanyak 55/1000

kelahiran. Sedangkan di wilayah eropa ditemukan ada 10/1000 dari kelahiran.

1
2

Tahun 2022 Hiperbilirubinemia di Indonesia merupakan masalah yang sering

ditemukan pada bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, hiperbilirubinemia terjadi

sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada bayi kurang bulan (Depkes

2022). Berdasarkan data Riset kesehatan dasar (Riskesdas 2020) pada tahun 2020

menunjukan angka kejadian hiperbilirubin/ikterus neonatorum pada bayi baru

lahir di Indonesia sebesar 51,47% dengan factor penyebabnya yaitu: Asfiksia

51%, BBLR 42,9%, Sectio Cesarea 18,9%, Prematur 33,3%, Kelainan Congenital

2,8%, Sepsis 12. Menurut data Dinkes Jawa Timur pada tahun 2020 dilaporkan

banyaknya kelahiran tercatat 420 bayi lahir dan menderita ikterik neonatus

(Dinkes Jawa Timur 2020). Penelitian oleh (Puspita 2021) di RSUD Sidoarjo di

ketahui angka kejadian hiperbilirubin pada tahun 2021 terdapat 129 bayi baru

lahir kejadian BBLR.

Ikterik neonatus merupakan kondisi klinis yang berwarna kuning pada

sklera dan kulit akibat penumpukan bilirubin indirek dalam darah pada neonatus

atau bayi baru lahir. Hampir setiap kasus ikterus yang dilaporkan saat ini

dikarenakan kekurangan ASI dimana organ hati berperan dalam mengubah

bilirubin yang beredar dalam darah. Oleh karena itu adanya gangguan hati atau

kondisi hati yang belum berkembang sempurna sehingga bayi yang mengalami

kekurangan asupan makanan dapat menyebabkan bilirubin direk yang sudah

mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus

bersama makanan. Didalam usus bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin

indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan

peningkatan sirkulasi enterohepatik. Penumpukan bilirubin merupakan penyebab


3

terjadinya ikterus pada bayi baru lahir. Dampak yang dapat terjadi pada neonatus

yang mengalami hiperbilirubin dalam jangka pendek akan mengalami kejang

kejang kemudian dalam jangka panjangnya akan mengalami cacat pada neurologis

seperti gangguan bicara, retardasi mental dan gangguan pendengaran (Mathindas

2013). Selain itu juga dapat menganggu tumbuh kembang bayi.

Upaya untuk mengatasi hiperbirilubin dapat dilakukan dengan pemberian

ASI. Pemberian ASI pada bayi dianjurkan 8-12 kali dalam sehari dengan durasi

waktu setiap 2 jam (Khotimah & Subagio, 2021). ASI merupakan nutrisi yang

terbaik dibandingkan susu formula bagi bayi karena kandungan yang terdapat

dalam ASI seperti karbohidrat, protein, lemak, karnitin, vitamin dan kandungan

dalam ASI eksklusif beta glukoronidase akan memecah bilirubin menjadi bentuk

yang larut dalam lemak sehingga bilirubin indirek akan meningkat dan kemudian

akan direabsorbsi oleh usus. Tidak hanya itu kandungan ASI juga mengandung

zat antibodi pembentuk kekebalan tubuh yang bisa membantu melawan bakteri

dan virus. Bayi yang diberikan ASI dapat menurunkan kadar bilirubin dalam

darah dan beresiko lebih kecil terserang penyakit pada bayi (Indanah, karyati &

Yusminah, 2019). Selain itu ada upaya lain untuk mengatasi hiperbirilubin yaitu

dengan cara penjemuran sinar mata hari pagi, fototerapi, dan tranfusi tukar.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Ikterik Neonatus Dengan Hiperbilirubin

Pada Bayi Di Ruang Bayi RSUD Sidoarjo?


4

1.3 Tujuan Tugas Akhir

1.3.1 Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan Ikterik Neonatus Dengan

Hiperbilirubin Pada Bayi Di Ruang Bayi RSUD Sidoarjo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan Ikterik Neonatus

dengan hiperbilirubin pada bayi di ruang bayi RSUD Sidoarjo.

2. Mampu menentukan diagnosa asuhan keperawatan Ikterik Neonatus dengan

hiperbilirubin pada bayi di ruang bayi RSUD Sidoarjo.

3. Mampu menyusun intervensi asuhan keperawatan Ikterik Neonatus dengan

hiperbilirubin pada bayi di ruang bayi RSUD Sidoarjo.

4. Mampu melaksanakan tindakan asuhan keperawatan Ikterik Neonatus

dengan hiperbilirubin pada bayi di ruang bayi RSUD Sidoarjo.

5. Mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan Ikterik Neonatus

dengan hiperbilirubin pada bayi di ruang bayi RSUD Sidoarjo.

1.4 Manfaat Tugas Akhir

1.4.1 Bagi Responden

Dengan dilakukan Asuhan Keperawatan anak ini, penulis berharap dapat

menambah pengetahuan bagi klien dan keluarga tentang penyakit Hiperbilirubin.

Dan klien atau keluarga mampu mencegah terjadinya penyakit Hiperbilirubin.


5

1.4.2 Bagi Ilmu Keperawatan

Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa dan

pembaca tentang Asuhan Keperawatan Anak, khususnya pada klien dengan

masalah keperawatan ikterik neonatus pada bayi dengan hiperbilirubin.

1.4.3 Bagi Institusi

Sebagai sumber informasi untuk menambah literatur dalam penanganan

ikterik neonatus pada bayi dengan hiperbilirubin


6

Anda mungkin juga menyukai