Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HIPERBILIRUBIN

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing: Alwin Widhiyanto S.Kep.Ns.M.Kep

Di Susun Oleh :

1 Rizal Rahman Hakim


2 Muhammad Irfan
3 Muh. Dani S. Wahid

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas
segala limpah rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada
proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi
umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “Hiperbilirubin” dan
dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong.
2. DR. Nur Hamim, S.KM,.S.Kep.Ns,.M.Kes. Sebagai ketua STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
3. Shinta Wahyusari, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Mat. sebagai Ketua Prodi S1
Keperawatan.
4. Alwin Widhiyanto S.Kep.Ns.M.Kep. Sebagai dosen mata ajar Keperawatan Anak
5. Santi Damayanti,A.Md. sebagai ketua perpustakaan STIKES Hafshawaty Zainul
Hasan Genggong.
6. Teman-teman kelompok sebagai anggota penyusun makalah ini.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya
belum sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan
saran dari pihak dosen dan audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi
makalah ini.

Probolinggo 30 Maret 2021

penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hiperbilirubinemia merupakan kondisi peningkatan kadar bilirubin yang
terakumulasi dalam darah dan di tandai dengan jaundice atau ikterus, suatu
pewarnaan sklera dan kuku (Wong, Hokkenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz,
2009). Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat
berwarna kuning keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin 4Z, 15Z
bilirubin IX alpha yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit . Jenis
hiperbilirubinemia pada nenonatus ada 2 yaitu hiperbilirubinemia tidak
terkonyungasi/ indirek atau konyungasi/direk.
Insidensi terjadinya hiperbilirubin adalah 25-60 % dari semua neonatus cukup
bulan dan 80% dari neonatus kurang bulan (WHO, 2011). Angka kejadian
hiperbilirubin neonatorum pada bayi cukup bulan di beberapa rumah sakit (RS)
pendidikan di indonesia antara lain RSCM, RS Dr sardjito, RS Dr Soetomo, RS Dr
kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85 %. Pasien hiperbilirubinemia di Rumah
Sakit Wava Husada Kepanjen di Ruang Perinatologi pada bulan Juli adalah
berjumlah sebanyak 3,.61%. Angka kejadiannya sangat kecil tetapi komplikasi yang
di timbulkan sangat fatal. Penanganan yang cepat dan tepat dapat menghindari
komplikasi yang sangat fatal. Foto terapi merupakan tindakan yang memberika
terapi melalui sinar yang menggunakan lampu, dan lampu yang di gunakan
sebaiknya tidak lebih dari 500 jam untuk menghindari turunnya energi yang di
hasilkan oleh lampu. Foto terapi intensif yaitu dengan menggunakan sinar blue
green spectrum dengan panjang gelombang 430- 490 nm, kekuatan paling kurang
30 Uw//cm2 diperiksa dengan radio meter, atau diperkirakan dengan menempatkan
bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas .
Asuhan keperawatan yang di berikan selama pelaksanaan prosedur foto terapi
mulai dari tahap persiapan alat sampai proses pelaksanaan foto terapi menjadi
tanggung jawab perawat untuk memastikan bayi menjalani prosedur secara tepat.
Mali (2004) menyebutkan peran perawat selama pelaksanaan prosedur foto terapi di
awali dengan mempersiapkan unit foto terapi dengan menghangatkan ruangan
tempat unit foto terapi di tempatkan, sehingga suhu suhu di bawah lampu antara 30o
c sampai 38 o c, kemudian di nyalakan mesin dan pastikan semua tabung flouresens
1.2 rumusan masalah

1 Menjelaskan apa definisi penyakit hiperbilirubin ?


2 Apa saja etiologi dari penyakit hiperbilirubin ?
3 Apa saja manifestasi dari penyakit hiperbilirubin ?
4 Bagaimana phatofisiologi dari penyakit hiperbilirubin?
5 Bagaimana komplikasi pada penyakit hiperbilirubin ?
6 Apa saja pemeriksaan penunjang dari penyakit hiperbilirubin?
7 Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin ?
8 Bagaimana diagnosa keperawatan penyakit hiperbilirubin ?

1.3 tujuan

1 Untuk mengetahui apa definisi penyakit hiperbilirubin


2 Untuk mengetahui etiologi dari penyakit hiperbilirubin
3 Untuk mengetahui manifestasi dari penyakit hiperbilirubin
4 Untuk mengetahui phatofisiologi dari penyakit hiperbilirubin
5 Untuk mengetahui komplikasi pada penyakit hiperbilirubin
6 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit hiperbilirubin
7 Untuk mengetahui penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin
8 Untuk mengetahui diagnosa keperawatan penyakit hiperbilirubin

1.4 manfaat

Bagi Institusi pendidikan

1. Terciptanya mahasiswa yang paham tentang asuahn keperawatan pada


pasien dengan Penyakit hiperbilirubin
2. Menambah referensi pendidikan mengenai Keperawatan Anak
Bagi Mahasiswa

Berdasarkan tujuan penulisan di atas penulis dapat menyimpulkan manfaat


sebagai berikut :
1. Bagi institusi Pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
bacaan di bidang kesehatan untuk menambah bahan informasi.
2. Bagi penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengembangkan
membaca yang efektif dan mampu berfikir logis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian / Definisi

Hiperbilirubinemia merupakan kondisi peningkatan kadar bilirubin yang


terakumulasi dalam darah dan di tandai dengan jaundice atau ikterus, suatu
pewarnaan sklera dan kuku (Wong, Hokkenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz,
2009). Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat
berwarna kuning keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin 4Z, 15Z
bilirubin IX alpha yang berwarna ikterus pada sklera dan kulit . Jenis
hiperbilirubinemia pada nenonatus ada 2 yaitu hiperbilirubinemia tidak
terkonyungasi/ indirek atau konyungasi/direk. Hiperbilirubinemia merupakan salah
satu fenomena klinis tersering ditemukan pada bayi baru lahir, dapat disebabkan
oleh proses fisiologis, atau patologis, atau kombinasi keduanya

2.2 Etiologi

1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.

2.3 Klasifikasi

1. Hiperbilirubinemia Fisiologis

Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul pada 24 jam
pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada hiperbilirubinemia fisiologis
peningkatan kadar bilirubin total tidak lebih dari 5mg/dL per hari. Pada bayi cukup
bulan, hiperbilirubinemia fisiologis akan mencapai puncaknya pada 72 jam setelah
bayi dilahirkan dengan kadar serum bilirubin yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72 jam
awal kelahiran kadar bilirubin akan meningkat sampai dengan 2 – 3 mg/dL
kemudian pada hari ke-5 serum bilirubin akan turun sampai dengan 3mg/dL
(Hackel, 2004). Setelah hari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun secara perlahan
sampai dengan normal pada hari ke-11 sampai hari ke-12. Pada Bayi dengan Berat
Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kurang bulan (premature) bilirubin mencapai
puncak pada 120 jam pertama dengan peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15
mg/dL dan akan menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)

2. Hiperbilirubinemia Patologis

Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus pada bayi


baru lahir akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Pada
hiperbilirubinemia patologis kadar serum bilirubin total akan meningkat lebih dari 5
mg/dL per hari. Pada bayi cukup bulan, kadar serum bilirubin akan meningkat
sebanyak 12 mg/dL sedangkan pada bayi kurang bulan (premature) kadar serum
bilirubin total akan meningkat hingga 15 mg/dL. Ikterus biasanya berlangsung
kurang lebih satu minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari dua minggu pada
bayi kurang bulan

2.4 Manifestasi Klinis

1. tampak ikterus: sklera, kuku, atau kulit dan membran mukosa. Jaundice yang
tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang nampak
pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapai puncak pada hari ketiga sampai
hari keempat dan menurun pada hari kelima sampai hari ketujuh biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
2. ikterus merupakan akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kehijauhan atau keruh. Perbedaan ini
hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
3. muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.

2.5 Patofisiologi

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan
Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah ,
Hipoksia, dan Hipoglikemia.
hemoglobin

globin heme

Biliverdin Fe, CO

Peningkatan destruksi eritrosit ( Gangguan konjugasi bilirubin / gangguan


transport bilirubin / peningkatan siklus enterohepatik ) Hb dan eritrosit
abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan


albumin meningkat

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meronium


terlambat /obstruksi usus, tinja berwarna pucat

gangguan Ikterus pada sclera leher dan badan


integtritas kulit peningkatan bilirubin indirex > 12 mg/dl

Indikasi fototerapi

Sinar dengan Intensitas tinggi

Resiko Hipotermia Hipertermia


cidera
9

2.6 komplikasi

1. Bilirubin encephahalopathi (komplikasi serius)


2. Kernikterus ; kerusakan neurologis ; cerebral palis, retardasi mental, hyperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yangmelengking.
3. Asfiksia
4. Hipotermi
5. Hipoglikemi
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Urine gelap, feses lunak coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin
c. Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompatibilitas ABO
d. Test Coomb tali pusat bayi yang baru lahir :
 Hasil test Coomb indirek (+)
 Menunjukan adanya antibodi Rh (+), anti-A dan anti-B dalam sel darah
ibu.
 Hasil test Coomb direk (+)
 Menunjukan adanya sensitivitas (Rh (+), anti-A dan anti-B) sel darah
merah dari neonatus.
e. Bilirubin serum
 Bilirubin conjugated bermakna bila > 1.0 – 1.5 mg%
 Bilirubin unconjugated meningkat tidak > 5 mg% dalam 24 jam, kadarnya
tidak > 20 mg %.
2.8 Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen anak dengan Hiperbilirubinemia
diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
10

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti,


Infus Albumin dan Therapi Obat.
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the
blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin
tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke
Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
(Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5
mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus
di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah
a. Sinar Fototerapi
Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang
merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang
elektromagnetik bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang
menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini
terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing
masing dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda. Panjang
gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar bilirubin
adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm. Sinar biru lebih
11

baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-


hijau, sinar putih, dan sinar hijau.
Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter kuadrat
permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan menentukan
efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka semakin cepat
penurunan kadar bilirubin serum. Intensitas sinar, yang ditentukan
sebagai .W/cm2/nm. Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas
dari fototerapi. Intensitas sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu
radiometer fototerapi.28,36 Intensitas sinar = 30 µW/cm2/nm cukup
signifikan dalam menurunkan kadar bilirubin untuk intensif fototerapi.
Intensitas sinar yang diharapkan adalah 10 – 40 µW/cm2/nm. Intensitas sinar
maksimal untuk fototerapi standard adalah 30 – 50 µW/cm2/nm. Semakin
tinggi intensitas sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini adalah
jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke neonatus
dan luas permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan media
pemantulan sinar.
b. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan
dilaporkan oleh seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat
Ward melihat bahwa bayi – bayi yang mendapat sinar matahari di
bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi –
bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai
melakukan penyelidikan mengenai pengaruh sinar terhadap
hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping
pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai pengaruh
dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi prematur lainnya.
Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-
kapiler superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air
yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati.Maisels,
seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat
perkutan.Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton
diskrit energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap
12

oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada
reseptor.
Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami
reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar
akan merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur
bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E
yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini
mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa
diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi atau
membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini
mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum.Eliminasi melalui urin dan
saluran cerna sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin.
Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui proses yang cepat.
Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung
2% sampai 6% dari total bilirubin serum. Lumirubin diekskresikan melalui
empedu dan urin. Lumirubin bersifat larut dalam air.
2. Tranfusi Pengganti
a. Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4) Tes Coombs Positif
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
b. Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
13

Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera


(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.

3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
14

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN


A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan oleh seorang perawat pada bayi dengan hiperbilirubinemia.
1. Biodata bayi dan ibu, diantaranya nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit ini terjadi bisa dengan ibu dengan riwayat hiperbilirubinemia pada
kehamilan atau sibling sebelumnya, penyakit hepar, fibrosiskistik, kesalahan metabolisme
saat lahir (galaktosemia), diskrasiasi darah atau sfeosititas, dan defisiensi glukosa-6 fosfat
dehidrogenase (G-6P).
3. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu dengan diabetes melitus, mengkonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya salisilat,
sulfonamidoral, pada rubella, sitomegalovirus pada proses persalinan dengan ekstraksi
vakum, induksi, oksitoksin, dan perlambatan pengikatan tali pusat atau trauma kelahiran yang
lain.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi dengan kesadaran apatis, daya isap lemah atau bayi tak mau minum, hipotonia
letargi, tangis yang melengking, dan mungkin terjadi kelumpuhan otot ekstravaskular.
a. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : lesu, letargi, koma.
2) Tanda-tanda vital :
a) Pernapasan : 40 kali per menit.
b) Nadi : 120-140 kali per menit.
c) Suhu : 36,5-37 oC.
d) Kesadaran apatis sampai koma.
e) Daerah kepala dan leher
Kulit kepala ada atau tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau terdapat
kaput, sklera ikterik, muka kuning, leher kaku.
f) Pernapasan
Riwayat asfiksia, mukus, bercak merah (edema pleural, hemoragi pulmonal).
g) Abdomen
Pada saat palpasi menunjukkan pembesaran limpa dan hepar, turgor buruk, bising usus
hipoaktif.
h) Genitalia
Tidak terdapat kelainan.
i) Eliminasi
Buang air besar (BAB): proses eliminasi mungkin lambat, feses lunak cokelat atau kehijauan,
selama pengeluaran bilirubin.
15

Buang air kecil (BAK): urin berwarna gelap pekat, hitam kecokelatan (sindrom bayi Gronze).
j) Ekstremitas
Tonus otot meningkat, dapat terjadi spasme otot dan epistotonus.
k) Sistem integumen
Terlihat joundice(ikterus) di seluruh permukaan kulit.

B. Masalah Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit
C. Perencanaan
Diagnosa Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 3x24 jam 1. Identivikasi pentebab
maka gangguan mobilitas fisik ganggguan integritas
membaik dengan kritesria kulit (mis, perubahan
hasil :
sirkulasi, perubahan
1. Integritas kulit dan
status nutrisi, penurunan
jaringan
kelembapan, suhu
Indikator SA ST
lingkungan ekstrem,
1.elastisitas 2 5
penurunan mobilitas)
2.perdaraha 3 5
2. Guanakan produk
n 2 5
berbahan ringan /aalmi
3.pigmentasi
abnormal 3 5 dan hipo alergik pada
4.suhu kulit kulit sensitive
3. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
4. Anjurkan minum air
yang cukup
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
16

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level


normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang
terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12
mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10
mg% dan 15 mg%.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Terdapat tiga jenis ikterus, yaitu:
1. Ikterus fisiologis
2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia
3. Kern Ikterus
3.2 Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih
mengenai penyakit Hiperbilirubin
2. Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidak
lengkapan materi mengenaipenyakit Stroke. Kami mohon maaf, kami pun sadar
bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu kami
mengharap kritik dan saran yang membangun.
17

DAFTAR PUSTAKA

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Saifudin, AB, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
YBPSP, Jakarta.

Schwart, M.W. 2005. Pedoman Klilik Pediatrik. Jakarta : EGC.

Solahudin, G. 2006. Kapan Bayi Kuning Perlu Terapi?.


http://tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=08392&rubrik=bayi..

Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Cetakan I.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai