HIPERBILIRUBIN
Di Susun Oleh :
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas
segala limpah rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada
proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi
umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “Hiperbilirubin” dan
dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong.
2. DR. Nur Hamim, S.KM,.S.Kep.Ns,.M.Kes. Sebagai ketua STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
3. Shinta Wahyusari, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Mat. sebagai Ketua Prodi S1
Keperawatan.
4. Alwin Widhiyanto S.Kep.Ns.M.Kep. Sebagai dosen mata ajar Keperawatan Anak
5. Santi Damayanti,A.Md. sebagai ketua perpustakaan STIKES Hafshawaty Zainul
Hasan Genggong.
6. Teman-teman kelompok sebagai anggota penyusun makalah ini.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya
belum sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan
saran dari pihak dosen dan audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi
makalah ini.
penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 tujuan
1.4 manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta) , diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif.
2.3 Klasifikasi
1. Hiperbilirubinemia Fisiologis
Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul pada 24 jam
pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada hiperbilirubinemia fisiologis
peningkatan kadar bilirubin total tidak lebih dari 5mg/dL per hari. Pada bayi cukup
bulan, hiperbilirubinemia fisiologis akan mencapai puncaknya pada 72 jam setelah
bayi dilahirkan dengan kadar serum bilirubin yaitu 6 – 8 mg/dL. Selama 72 jam
awal kelahiran kadar bilirubin akan meningkat sampai dengan 2 – 3 mg/dL
kemudian pada hari ke-5 serum bilirubin akan turun sampai dengan 3mg/dL
(Hackel, 2004). Setelah hari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun secara perlahan
sampai dengan normal pada hari ke-11 sampai hari ke-12. Pada Bayi dengan Berat
Lahir Rendah (BBLR) atau bayi kurang bulan (premature) bilirubin mencapai
puncak pada 120 jam pertama dengan peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15
mg/dL dan akan menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)
2. Hiperbilirubinemia Patologis
1. tampak ikterus: sklera, kuku, atau kulit dan membran mukosa. Jaundice yang
tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang nampak
pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapai puncak pada hari ketiga sampai
hari keempat dan menurun pada hari kelima sampai hari ketujuh biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
2. ikterus merupakan akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak berwarna kehijauhan atau keruh. Perbedaan ini
hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
3. muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.
2.5 Patofisiologi
globin heme
Biliverdin Fe, CO
Indikasi fototerapi
2.6 komplikasi
oleh bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada
reseptor.
Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami
reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar
akan merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur
bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E
yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini
mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa
diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi atau
membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini
mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum.Eliminasi melalui urin dan
saluran cerna sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin.
Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui proses yang cepat.
Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung
2% sampai 6% dari total bilirubin serum. Lumirubin diekskresikan melalui
empedu dan urin. Lumirubin bersifat larut dalam air.
2. Tranfusi Pengganti
a. Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2) Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3) Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4) Tes Coombs Positif
5) Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6) Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7) Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8) Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9) Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
b. Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
13
3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
14
Buang air kecil (BAK): urin berwarna gelap pekat, hitam kecokelatan (sindrom bayi Gronze).
j) Ekstremitas
Tonus otot meningkat, dapat terjadi spasme otot dan epistotonus.
k) Sistem integumen
Terlihat joundice(ikterus) di seluruh permukaan kulit.
B. Masalah Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit
C. Perencanaan
Diagnosa Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama 3x24 jam 1. Identivikasi pentebab
maka gangguan mobilitas fisik ganggguan integritas
membaik dengan kritesria kulit (mis, perubahan
hasil :
sirkulasi, perubahan
1. Integritas kulit dan
status nutrisi, penurunan
jaringan
kelembapan, suhu
Indikator SA ST
lingkungan ekstrem,
1.elastisitas 2 5
penurunan mobilitas)
2.perdaraha 3 5
2. Guanakan produk
n 2 5
berbahan ringan /aalmi
3.pigmentasi
abnormal 3 5 dan hipo alergik pada
4.suhu kulit kulit sensitive
3. Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
4. Anjurkan minum air
yang cukup
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
16
BAB III
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Saifudin, AB, dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
YBPSP, Jakarta.
Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma, H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Cetakan I.
Jakarta : EGC.