Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PSIKOEDUKASI BULLYING TERHADAP KESEHATAN

MENTAL REMAJA UMUR 14-19 TAHUN DI PONDOK RAUDATUL


HASANIAH 2 PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO

SKRIPSI

Oleh : Rizal Rahman Hakim

NIM : 14201.11.19044

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menuju dewasa, dimana pada
masa ini terjadi berbagai macam perubahan yang cukup bermakna baik secara fisik,
biologis, mental dan emosional maupun psikososial. Masa remaja berawal dari rentang
usia 10-18 tahun. Pada fase remaja ini memiliki karakteristik yang berbeda dari fase
kanak-kanak, dewasa dan tua. Oleh karena itu masa remaja ini kemampuan individu
dalam bertindak dan bersikap dalam menghadapi keadaan berbeda dari satu fase ke fase
yang lain. Hal ini tampak ketika remaja menghadapi sebuah probelama atau stress remaja
cenderung memiliki karakteristik tersendiri. Pada masa remaja ini terjadi perubahan fisik
dan mental. Kesehatan mental remaja sangat penting untuk dijaga karena dapat berimbas
pada kesejahteraan remaja itu sendiri. Orang yang sehat mental akan merasa aman dan
bahagia dalam kondisi apapun. pravelesi tertinggi masalah kesehatan mental remaja
terjadi pada usia 14-18 tahun. Pada masa remaja ini kondisi psikis sangat labil. Sehingga
rentan terjadinya sebuah masalah salah satunya yaitu Bullying (Layla, Laras, dkk, 2019).
Secara umum, bullying adalah perilaku negatif yang dilakukan oleh satu orang
terhadap orang lain atau lebih yang diulang dari waktu ke waktu menyebabkan luka fisik
atau mental. Bullying ini biasanya dilakukan dengan mengganggu siswa lain yang lemah
atau eksentrik, biasanya tanpa provokasi. Ada beberapa macam Bullying diantaranya
Bullying fisik, Bullying Relasional, Bullying Verbal. Bullying fisik ini merujuk pada
serangan fisik yang dilakukan secara sengaja seperti memukul, menendang, mencubit,
atau menggigit. Bullying verbal ini merujuk pada verbal seperti mengejek, mencaci
maki, dan memfitnah, Bullying relasional (relational bullying) ini merujuk pada perilaku
seperti pandangan sinis, membicarakan seseorang, menyebarkan berita bohong, dll.
Dampak yang dapat dirasakan oleh korban bullying yaitu : kecemasan,rendah diri, dan
depresi, symptom psikosomatik, penarikan sosial, keluhan pada kesehatan fisik, pergi dari
rumah, penggunaan alkohol dan obat-obatan, bunuh diri, dan penurunan peformasi
akademik, lebih sering mengalami kesepian, dan mengalami kesulitan dalam
mendapatkan teman. (Ahmad zaki ahda,2022)
Berdasarkan data United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) menguraikan bahwa sekitar 246 juta anak-anak dan remaja di dunia
mengalami perilaku bullying saat berada dilingkungan sekolah. Tahun 2019, sekitar 32%
siswa mengalami perilaku intimidasi dari teman sebayanya. Menurut data UNICEF
Tahun 2021 menyebutkan, 50% remaja berusia 13-15 tahun atau setara 150 juta remaja di
dunia pernah mengalami kekerasan berupa perkelahian fisik serta perundungan atau
bullying dari teman sebaya di sekolah. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
telah menerima pengaduan kekerasan pada anak dalam kurun waktu 9 tahun dari 2011
sampai 2019 tercatat sebanyak 37.381 kasus. Pada kasus bullying pada pendidikan dan
sosial media tercatat mencapai angka 2.473 laporan dan diperkirakan terus meningkat.
Bahkan pada 2016 UNICEF merilis negara Indonesia sebagai peringkat pertama di
ASEAN untuk kekerasan pada anak dengan presentase 84%. Kasus di Indonesia
tergolong paling tinggi dibandingkan Vietnam dan Nepal yang memiliki presentase
sama yaitu sekitar 79% dan kemudian pada urutan selanjutnya Kamboja 73% dan
Pakistan 43% Menurut Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur kasus
Kekerasan terhadap anak tercatat hingga pertengahan november 2022 mencapai 563
kasus (Pratiwi, fitriani, dan setiyadi, 2021)
Dari hasil studi pendahuluan pada tanggal 17 desember 2022 di pondok Putra Pusat
Pesantren Zainul Hasan Genggong dengan metode wawancara dan observasi pada 10
responden yang dilakukan Bullying seperti mengejek teman sebanyak 6 responden (60%),
memanggil nama teman sebayanya dengan sebutan nama aneh (contohnya; telur, gendut,
sumbing, pincang) 2 responden (20%), dan yang menjadi korban bullying sehingga
hanya diam dan tidak mau berteman sebanyak 2 responden (20%). Kemudian dengan
kesehatan mental yang rendah 6 responden (60%) dan dengan kesehatan mental yang
tinggi 4 responden (40%).
Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya bullying yakni faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal biasanya terjadi karena kurangnya empati dari pelaku bullying
Kurangnya empati ditunjukkan dari pelaku yang melakukan bullying akan merasa
puas jika pelaku Bullying mengganggu dan melecehkan korban. Perilaku mengolok dan
mengejek dimaknai sebagai langkah untuk menguasai, mencari jati diri, dan
merupakan aktivitas bersenang-senang. Sedangkan faktor eksternal biasanya terjadi
karena kurangnya pengawasan dan perhatian dari orang tua sehingga dengan melakukan
Bullying tersebut pelaku mendapat perhatian dan dapat menemukan jati diri dirinya. Ciri-
ciri perilaku pembully, antara lain; mencoba untuk menjadi seseorang yang berkuasa,
tidak merasa peduli terhadap orang lain, memandang orang lain lemah dan kurang ber-
empati terhadap perasaan oranglain. Ciri-ciri Bullying ini bisa merubah sifat dan
tingkah seseorang yang terkena Bullying sehingga korban akan minder dan pelaku
akan berkuasa atau menguasai. Biasanya penyebab seseorang yang dibully adalah orang
yang memiliki keterbatasan fisik, karena seseorang yang memiliki keterbatasan fisik
biasanya jika dilakukan bullying cenderung diam dan tidak melawan. Bullying juga
terjadi pada seseorang yang memiliki penampilan yang berbeda atau memiliki
kebiasaan yang berbeda dalam berperilaku sehari-hari, contohnya ketinggian,
kependekkan, memiliki berat badan yang berlebihan dan lain – lain. Dampak yang
terjadi akibat perilaku bullying adalah menyendiri, menangis, minta pindah sekolah,
konsentrasi anak berkurang, prestasi belajar menurun, tidak mau bersosialisasi, anak
jadi penakut, gelisah, berbohong, depresi, menjadi pendiam, tidak bersemangat,
menyendiri, sensitif, cemas, mudah tersinggung, hingga menimbulkan gangguan
mental. (Widijaya, Aulia Putri, dkk, 2021).
Terapi Psikoedukasi merupakan tindakan keperawatan yang tepat saat ini untuk
menghadapi remaja, dengan memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga sebagai
caregiver, kelompok atau masyarakat dan individu serta managemen pengobatan
dengan melihat sisi psikologis. Penelitian oleh Firmawan, dan Andi Nnur Aina
Sudirman (2021) mengatakan Salah satu upaya yang di lakukan untuk mengurangi
kecemasan pada remaja yang mengalami bullying adalah dengan melakukan
berbagai macam jenis terapi salah satunya adalah psikoedukasi. Terapi ini sangat
cocok menyelesaikan berbagai macam masalah psikososial terutama masalah fisik
dan psikologis. Dalam pemberian psikoedukasi perawat jiwa sangat berperan
penting untuk meningkatkan pengetahuan terkait bulying yang merupakan salah satu
intervensi keperawatan. Psikoedukasi ini bertujuan agar masalah fisik dan masalah
psikososial pasien yang mengalami masalah gangguan jiwa dapat teratasi melalui
pendidikan kesehatan. Psikoedukasi ini terbagi menjadi 2 yaitu aktif dan pasif.
Konseling bagi yang mengalami gangguan psikososial merupakan psikoedukasi aktif
sedangkan psikoedukasi pasif yaitu dengan memberikan edukasi terkait bagaimana
cara mengatasi masalah psikososial dengan memberikan booklet, pamplet, atau video
edukasi. Firmawan, dan Andi Nnur Aina Sudirman (2021).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
“Pengaruh Psikoedukasi Bullying Terhadap Kesehatan Mnetal Remaja di Pondok Putra
Pusat Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas rumusan masalah peneliti adalah apakah ada
Pengaruh Psikoedukasi Bullying Terhadap Kesehatan Mental Remaja Di Pondok Putra
Pusat Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Psikoedukasi Bullying Terhadap Kesehatan Mental Remaja Di
pondok Putra Pusat Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Kesehatan Mental Sebelum dilakukan Psikoedukasi Bullying di
Pondok Putra Pusat Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo
2. Mengetahui Kesehatan Mental Setelah dilakukan Psikoedukasi Bullying di
Podnok Putra Pusat Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo
3. Menganalisis Pengaruh Psikoedukasi Bullying Terhadap Kesehatan Mental
Remaja Pondok Putra Pusat Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo .
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi
Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai sumber data baru, referensi, dan bahan
bacaan di perpustakaan yang bisa digunakan sebagai pemecah masalah yang ada
kaitannya dengan Kesehatan Mental Remaja.
1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan
Psikoedukasi sosial dapat digunakan sebagai salah satu penatalaksanaan pada pada
remaja korban Bullying yang mengalami gangguan kesehatan mental
1.4.3 Bagi Responden
Penelitian ini dapat memeberikan wawasan dan informasi lebih jauh Bullying dan
Kesehatan Mental sehingga dapat meminimalkan terjadinya Bullying
1.4.4 Bagi Peneliti
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan baru serta pengetahuan yang berkaitan
dengan Bullying dan Kesehatan Mental Remaja Di Pondok Putra Pusat Pesantren
Zainul Hasan Genggong
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Psikoedukasi
2.1.1 Definisi
Psikoedukasi adalah perawatan kesehatan jiwa dengan memberikan informasi serta
pendidikan melalui komunikasi anatar klien dan tenaga profesional sehingga dapat
berkontribusi dalam menangani gangguan psikologis. Dengan demikian, psikoedukasi
dapat menjadi sebuah upaya untuk meningkatkan pengetahuan dikalangan remaja
dalam upaya pencegahan bullying.
Psikoedukasi dapat dilaksanakan diberbagai tempat pada berbagai kelompok.
Tindakan psikoedukasi memiliki media berupa catatan seperti poster, booklet, leaflet,
video dan berupa eksplorasi yang diperlukan.
2.1.2 Model Psikoedukasi
Terdapat tiga macam model psikoedukasi antara lain :
1. Model skills deficit atau life skills
Skills defisit model adalah kerangka pikir yang menyatakan bahwa seseorang akan
menunjukkan atau menampilkan penguasaan keterampilan sosial yang buruk
karena tidak memiliki respon spesifik tertentu dalam khazanah responnya, atau
sebenarnya memilikinya namungagal menggunakan dan menerapkannya. Maka
bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah mengajarkan secara langsung jenis
atau bentuk ketrampilan yang dibutuhkan. Dalam gerakan ini, skills defisit model
dipertajam atau diberi spirit baru menjadi apa yang kemudian dikenal sebagai life
skills model. Jenis ketrampilan yang sering kali defisit sehingga menimbulkan
hambatan dalam perkembangan atau menimbulkan kesulitan dalam menjalankan
tugas kehidupan sehari- hari bagi seseorang adalah life skills atau aneka ragam
ketrampilan hidup.
Life skills dapat didefinisikan sebagai ketrampilan yang diperlukan oleh setiap
orang agar mampu mengalami perkembangan pribadi secara optimis yaitu tumbuh
menjadi pribadi terbaik dengan memanfaatkan semua potensi dan tertera yang
dimiliki, dan dengan begitu akan menjadikannya mampu hidup bermasyarakat
dengan baik.
2. Model tugas perkembangan
Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada atau sekitar masa tertentu dalam
kehidupan seseorang, bila dicapai secara berhasil akan membawa pada kebahagiaan dan
keberhasilan mencapai tugas-tugas berikutnya, namun jika gagal akan membawa
ketidakbahagiaan bagi yang bersangkutan, penolakan oleh masyarakat serta kesulitan
dalam mencapai tugas-tugas berikutnya. Konsep tugas perkembangan memiliki dua
manfaat bagi penyelenggaraan perogram psikoedukasi. Pertama, membantu
menemukan dan merumuskan tujuan psikoedukasi. Kedua, menunjukkan saat yang
tepat dalam memberikan psikoedukasi.
3. Model ragam bantuan
Ragam bantuan merupakan istilah untuk membedakan jenis –jenis psikoedukasi
berdasarkan bidang kehidupan tertentu atau aspek perkembangan tertentu yang
dijadikan fokus atau materi psikoedukasi. Tiga bidang psikoedukasi yang dimaksud
adalah bidang pribadisosial, bidang akademik, dan bidang karir.
2.2 Bullying
2.2.1 Definisi
Bullying Merupakan bentuk agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok
terhadap individu atau kelompok lain dengan tujuan mendominasi. Bullying atau
penindasan adalah kekerasan, ancaman atau paksaan dengan tujuan untuk menguasi
pihak tertentu (Kurnia, 2021). Bullying merupakan salah satu perilaku kekerasan fisik
maupun psikologi yang dilakukan oleh individu maupun kelompok (Nurlia, 2020).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Bullying merupakan tindakan
kekerasan yang dapat membuat individu atau kelompok mengalami trauma secara
fisik maupun mental.

2.2.2 Faktor-Faktor
1. Faktor Keluarga
Faktor keluarga mempunyai peranan sangat penting terjadinya tindakan Bullying.
Anak- anak yang sering melihat orang tua melakukan pertengkaran di rumah dan
dibesarkan melalui kekerasan memiliki kecenderungan melakukan bullying.
Karena anak akan mempelajari atau mengamati konflik yang terjadi di lingkungan
rumahnya. Jika anak tersebut tidak dilakukan perhatian khusus maka yang akan
terjadi anak tersebut akan beranggapan bahwa orang yang memilki kekuatan
diperoleh melalui tindakan agresif dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan
status dan kekuasaan seseorang. sehingga dari sini anak akan mengembangkan
perilaku Bullying.
2. Faktor Lingkungan Sosial
Kondisi Lingkungan Sosial ini dapat pula menyebabkan terjadinya perilaku
Bullying. Salah satu faktor sosial yang menyebabkan tindakan bullying yaitu
pergaulan anak di lingkungannya sendiri.

3. Faktor Anak
Anak yang melakukan tindakan bullying biasanya anak tersebut kurangnya
perhatian dari keluarga. Sehingga anak tersebut tidak memiliki rasa empati dan
tanpa rasa empati tersebut anak biasanya akan melakukan tindakan tanpa
memikirkan akibat tindakannya tersebut.
4. Faktor Pengaruh Teman Sebaya
tidak sedikit pelaku bullying dalam kelompoknya melakukan bullying secara
berkelompok dalam arti mengajak teman yang lain, serta tidak sedikit perilaku
siswa yang dilihat oleh siswa lain dan dijadikan contoh.
2.2.3 Dampak
Dampak yang terjadi setelah melakukan tindakan Bullying tidak hanya dirasakan
oleh korban tapi pelaku juga akan merasakan dampak dari tindakan tersebut.
1. Dampak yang terjadi pada anak yang menjadi korban bullying, yaitu anak akan
merasa ketakutan untuk berteman dengan orang baru, tidak merasa aman di
lokasi-lokasi tertentu misalnya di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
pesantren
2. Pada kejadian bullying fisik siswa harus melakukan pengobatan di rumah karena
bullying fisik ini memiliki dampak berupa mema, luka-luka, dsb. Korban bullying
di kemudian hari juga berpotensi menjadi pelaku bully, karena anak akan
memiliki rasa untuk membalas.
3. Dampak perilaku bullying juga terjadi pada pelaku bullying. Dari temuan tersebut
dapat diketahui bahwa siswa yang menjadi pelaku bullying yang terjadi secara
fisik atau yang terlibat perkelahian berat akan dikeluarkan dari sekolah. Hal ini
dilakukan ketika guru BK, sekolah dan orang tua melakukan konferensi kasus.

Temuan di masyarakat menjelaskan bahwa korban bullying akan takut dan tidak
nyaman ketika berada di sekolah, sedangkan kasus bullying yang parah akan putus
sekolah karena korban bullying akan mengalami dampak berupa gangguan kesehatan
mental (Nurlia, 2020). Anak sebagai pelaku bullying cenderung memiliki nilai yang
rendah dan tidak mempunyai rasa empati terhadap temannya (Yunitasari, 2021).

2.2.4 Jenis-Jenis Bullying


1. Bullying Fisik
Jenis bullying ini dapat menimbulkan kerusakan fisik karena terjadi sentuhan fisik
antara pelaku bullying dan korban bullying. Contohnya : memukul, menampar,
melempar dengan barang, memalak, berkelahi, tawuran, dll
2. Bullying Verbal
Jenis bullying ini dilakukan dengan dengan mencaci maki seseorang yang memilki
kekurangan fisik atau terlihat aneh dari orang-orang normal. Contohnya : ‘‘Hei
pincang” ‘‘Culun lo”
3. Bullying Relasional
Jenis bullying ini dilakukan secara diam diam tetapi memilki dampak pada ganggu
psikologis/mental pada korban. Contohnya : Memandang sinis, mengucilkan,
mempermalukan, selalu meremehkan.

2.2.5 Instrument Bullying


Alat ukur untuk mengukur verbal bullying yaitu kueisioner Verbal Bullying oleh
(Eka Nurwahida Jamal,2021) dengan 15 pertanyaan dan (Kurnia 2021) dengan 4
pertanyaan. Sehingga total pertanyaan menjadi 19 pertanyaan. Kueisioner ini terdiri
dari 19 pertanyaan dengan kategori SS=1, S=2, KS=3, STS=4. Total semua skor
jawaban dijumlah dengan hasil sebagai berikut: (19-30) = sangat rendah, (31-42) =
rendah, (43-54) = cukup tinggi, (55-56) = tinggi, (67-76) = sangat tinggi.
2.3 Remaja
2.3.1 Definisi
Remaja merupakan masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa
dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. (Bachri,
2021; Yunitasari, 2021; Pertiwi, 2019)
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menuju dewasa, dimana pada
masa ini terjadi berbagai macam perubahan yang cukup bermakna baik secara fisik,
biologis, mental dan emosional maupun psikososial. Masa remaja berawal dari
rentang usia 10-18 tahun (Sari, 2020).
2.3.2 Klasifikasi Remaja
1. remaja awal (early adolescent) terjadi antara usia 12-14 tahun
2. pertengahan (middle adolescent) terjadi antara usia 15-17 tahun
3. akhir (late adolescent) yang dimulai dari usia 18 tahun (Aisyah, 2022)
2.3.3 Perubahan pertumbuhan Perkembangan
pada masa perubahan pertumbuhan masalah psikososial yang dapat terjadi pada
remaja yaitu: harga diri rendah, gangguan citra diri, depresi atau bunuh diri, prestasi
sekolah yang rendah, penggunaan narkoba, dan prilaku beresiko lainnya.

2.4 Kesehatan Mental


2.4.1 Definisi
Kesehatan mental adalah suatu kondisi yang dapat menciptakan kondisi
memungkinkan perkembangan fisik, mental dan emosional yang optimal serta
perkembangan ini selaras dengan orang lain. Orang yang sehat mental adalah orang
yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku
dengan cara yang peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki pandangan hidup
yang bahagia (Ni Nyoman, 2021)

2.4.2 Komponen Kesehatan Mental


Tiga komponen utama dari kesehatan mental positif yaitu:
1. Kesejahteraan Emosional, berbicara tentang apakah seseorang memiliki
pandangan hidup yang positif atau tidak. Gejala kesejahteraan emosional
diukur dengan ada atau tidak adanya Perasaan positif, ada tidaknya perasaan
bahagia di semua bidang kehidupan, baik sekarang maupun di masa lalu,
dan persepsi individu tentang kepuasan hidup baik di masa sekarang. . dan di masa
lalu.
2. Kesejahteraan psikologis, Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan
diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup, dan tidak adanya gejala gejala depresi.
kesejahteraan psikologis terdiri dari 6 dimensi, yaitu self acceptance, positive
relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, personal
growth. Dikatakan bahwa seseorang berfungsi dengan baik ketika mereka
menyukai hampir setiap bagian dari diri mereka sendiri, mereka memiliki
hubungan yang hangat dan saling percaya dengan orang lain, mereka melihat diri
mereka berkembang menjadi individu yang lebih baik, mereka memiliki tujuan
hidup, mereka mampu menjadi lingkungan yang memuaskan. . memenuhi
kebutuhannya dan memiliki penentuan nasib sendiri atau self-determination.
3. Kesejahteraan sosial, Kesejahteraan psikologis merepresentasikan kriteria yang
pribadi dan personal untuk mengevaluasi keberfungsian seseorang, sementara
kesejahteraan sosial menggambarkan kriteria yang lebih umum dan sosial, yakni
orang-orang tersebut menilai keberfungsian diri mereka sendiri dalam hidup
mereka. Ada 5 dimensi dari kesejahteraan sosial, yaitu koherensi sosial, aktualisasi
sosial, integrasi sosial, penerimaan sosial, dan kontribusi sosial. Individu dikatakan
berfungsi dengan baik saat individu melihat lingkungannya bermakna dan dapat
dipahami, saat individu melihat lingkungannya memiliki potensi untuk
membuatnya tumbuh dan merasa bahwa individu adalah milik masyarakat dan
diterima oleh masyarakat, saat individu menerima hampir seluruh bagian dari
lingkungannya, saat individu melihat diri mereka memberikan kontribusi pada
masyarakat.
2.4.3 Karakteristik Kesehatan Mental
Karakteristik kesehatan mental dapat dilihat dari ciri-ciri mental yang sehat. Berikut
ini merupakan ciri-ciri metal yang sehat :
1. Terhindar Dari Gangguan Jiwa
Terdapat 2 kondisi kejiwaan yang terganggu yaitu gangguan jiwa (neurose) dan
penyakit jiwa (psikose). Terdapat Perbedaan neurose dan psikose yaitu neurose
tidak jauh dari realitas dan masih mampu hidup dalam realitas dan alam nyata
pada umumnya. Sedangkan psikose terganggu baik dari segi tanggapan,
perasaan/emosi, sehingga individu dengan psikose ini tidak memiliki integritas
sedikitpun dan hidup jauh dari alam nyata.
Dikatakan mental sehat jika terhindar dari kedua aspek tersebut dalam hal ini
individu dengan mental sehat mampu hidup dialam nyata dan mampu mengatasi
masalah yang dihadapinya.
2. Mampu menyesuaikan diri
Penyesuaian diri (self adjustment) merupakan proses dalam
memperoleh/pemenuhan kebutuhan (needs satisfaction), sehingga individu
mampu mengatasi stress, konflik, frustasi, serta masalah-masalah tertentu melalui
alternatif cara-cara tertentu.
Individu dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik apabila individu mampu
mengatasi kesulitan dan permasalahan yang dihadapinya secara wajar, tidak
merugikan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya serta sesuai norma sosial dan
agama.
3. Mampu memanfaatkan potensi secara maksimal
Individu dengan kesehatan mental yang baik dapat memanfaatkan kelebihan yang
ada pada dirinya yaitu dengan cara mengeksplor potensi semaksimal mungkin.
Memanfaatkan potensi secara maksimal dapat dilakukan dengan keikut sertaan
individu dalam berbagai macam kegiatan yang positif serta konstruktif bagi
pengembangan kualitas dirinya. Misalnya bekerja, berorganisasi, olahraga, serta
kegiatan-kegiatan positif lainnya
4. Mampu mencapai kebahagiaan pribadi dan orang lain
Individu dengan mental yang sehat menunjukkan perilaku atau respon terhadap
situasi dalam memenuhi kebutuhannya, dengan perilaku atau respon positif.
Respon positif tersebut berdampak positif pula baik bagi dirinya sendiri maupun
orang lain.
2.4.4 Karakteristik Pribadi Yang Sehat Mental
1. Fisik
a. Perkembangannya normal
b. Berfungsi untuk melakukan tugas tugasnya
c. Sehat, tidak sakit sakitan
2. Psikis
a. Respek terhadap diri sendiri dan orang lain
b. Memiliki insight dan rasa humor
c. Memiliki respon emosional yang wajar
d. Mampu berpikir realistik dan objektif
e. Bersifat kreatif dan inofatif
f. Bersifat terbuka dan fleksibel, tidak difensif
g. Memiliki perasaan bebas untuk memilih, menyatakan pendapat dan bertindak
3. Sosial
a. Memiliki perasaan empati dan rasa kasih sayang (affection) terhadap orang
lain, serta senang untuk memberikan pertolongan kepada orang-orang yang
memerlukan pertolongan
b. Mampu berhubungan dengan orang lain secara sehat, penuh cinta kasih dan
persahabatan
c. Bersifat toleran dan menerima tanpa memandang kelas sosial, tingkat
pendidikan, politik, agama, suku, ras, atau warna kulit
4. Moral-Religius
a. Beriman
b. Jujus, amanah, dan ikhlas dalam beramal
2.4.5 Instrument Kesehatan mental
Alat ukur untuk mengukur Kesehatan mental yaitu dengan alat ukur Mental
Health Inventory) yang disempurnakan oleh Aziz & zamroni (2020) dengan
menyederhanakan jumlah butir setiap aspek. Alat ukur ini berbentuk skala likert
dengan kategori SS=1, S=2, KS=3, STS=4. Dengan proses skoring untuk aspek
kesejahteraan psikologis 1-5 sedangkan aspek tekanan psikologis 5-1 (Rahmat, 2021)

Anda mungkin juga menyukai