SKRIPSI
NIM : 14201.11.19044
PROBOLINGGO
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1 Psikoedukasi
2.1.1 Definisi
Psikoedukasi adalah perawatan kesehatan jiwa dengan memberikan informasi serta
pendidikan melalui komunikasi anatar klien dan tenaga profesional sehingga dapat
berkontribusi dalam menangani gangguan psikologis. Dengan demikian, psikoedukasi
dapat menjadi sebuah upaya untuk meningkatkan pengetahuan dikalangan remaja
dalam upaya pencegahan bullying.
Psikoedukasi dapat dilaksanakan diberbagai tempat pada berbagai kelompok.
Tindakan psikoedukasi memiliki media berupa catatan seperti poster, booklet, leaflet,
video dan berupa eksplorasi yang diperlukan.
2.1.2 Model Psikoedukasi
Terdapat tiga macam model psikoedukasi antara lain :
1. Model skills deficit atau life skills
Skills defisit model adalah kerangka pikir yang menyatakan bahwa seseorang akan
menunjukkan atau menampilkan penguasaan keterampilan sosial yang buruk
karena tidak memiliki respon spesifik tertentu dalam khazanah responnya, atau
sebenarnya memilikinya namungagal menggunakan dan menerapkannya. Maka
bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah mengajarkan secara langsung jenis
atau bentuk ketrampilan yang dibutuhkan. Dalam gerakan ini, skills defisit model
dipertajam atau diberi spirit baru menjadi apa yang kemudian dikenal sebagai life
skills model. Jenis ketrampilan yang sering kali defisit sehingga menimbulkan
hambatan dalam perkembangan atau menimbulkan kesulitan dalam menjalankan
tugas kehidupan sehari- hari bagi seseorang adalah life skills atau aneka ragam
ketrampilan hidup.
Life skills dapat didefinisikan sebagai ketrampilan yang diperlukan oleh setiap
orang agar mampu mengalami perkembangan pribadi secara optimis yaitu tumbuh
menjadi pribadi terbaik dengan memanfaatkan semua potensi dan tertera yang
dimiliki, dan dengan begitu akan menjadikannya mampu hidup bermasyarakat
dengan baik.
2. Model tugas perkembangan
Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada atau sekitar masa tertentu dalam
kehidupan seseorang, bila dicapai secara berhasil akan membawa pada kebahagiaan dan
keberhasilan mencapai tugas-tugas berikutnya, namun jika gagal akan membawa
ketidakbahagiaan bagi yang bersangkutan, penolakan oleh masyarakat serta kesulitan
dalam mencapai tugas-tugas berikutnya. Konsep tugas perkembangan memiliki dua
manfaat bagi penyelenggaraan perogram psikoedukasi. Pertama, membantu
menemukan dan merumuskan tujuan psikoedukasi. Kedua, menunjukkan saat yang
tepat dalam memberikan psikoedukasi.
3. Model ragam bantuan
Ragam bantuan merupakan istilah untuk membedakan jenis –jenis psikoedukasi
berdasarkan bidang kehidupan tertentu atau aspek perkembangan tertentu yang
dijadikan fokus atau materi psikoedukasi. Tiga bidang psikoedukasi yang dimaksud
adalah bidang pribadisosial, bidang akademik, dan bidang karir.
2.2 Bullying
2.2.1 Definisi
Bullying Merupakan bentuk agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok
terhadap individu atau kelompok lain dengan tujuan mendominasi. Bullying atau
penindasan adalah kekerasan, ancaman atau paksaan dengan tujuan untuk menguasi
pihak tertentu (Kurnia, 2021). Bullying merupakan salah satu perilaku kekerasan fisik
maupun psikologi yang dilakukan oleh individu maupun kelompok (Nurlia, 2020).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Bullying merupakan tindakan
kekerasan yang dapat membuat individu atau kelompok mengalami trauma secara
fisik maupun mental.
2.2.2 Faktor-Faktor
1. Faktor Keluarga
Faktor keluarga mempunyai peranan sangat penting terjadinya tindakan Bullying.
Anak- anak yang sering melihat orang tua melakukan pertengkaran di rumah dan
dibesarkan melalui kekerasan memiliki kecenderungan melakukan bullying.
Karena anak akan mempelajari atau mengamati konflik yang terjadi di lingkungan
rumahnya. Jika anak tersebut tidak dilakukan perhatian khusus maka yang akan
terjadi anak tersebut akan beranggapan bahwa orang yang memilki kekuatan
diperoleh melalui tindakan agresif dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan
status dan kekuasaan seseorang. sehingga dari sini anak akan mengembangkan
perilaku Bullying.
2. Faktor Lingkungan Sosial
Kondisi Lingkungan Sosial ini dapat pula menyebabkan terjadinya perilaku
Bullying. Salah satu faktor sosial yang menyebabkan tindakan bullying yaitu
pergaulan anak di lingkungannya sendiri.
3. Faktor Anak
Anak yang melakukan tindakan bullying biasanya anak tersebut kurangnya
perhatian dari keluarga. Sehingga anak tersebut tidak memiliki rasa empati dan
tanpa rasa empati tersebut anak biasanya akan melakukan tindakan tanpa
memikirkan akibat tindakannya tersebut.
4. Faktor Pengaruh Teman Sebaya
tidak sedikit pelaku bullying dalam kelompoknya melakukan bullying secara
berkelompok dalam arti mengajak teman yang lain, serta tidak sedikit perilaku
siswa yang dilihat oleh siswa lain dan dijadikan contoh.
2.2.3 Dampak
Dampak yang terjadi setelah melakukan tindakan Bullying tidak hanya dirasakan
oleh korban tapi pelaku juga akan merasakan dampak dari tindakan tersebut.
1. Dampak yang terjadi pada anak yang menjadi korban bullying, yaitu anak akan
merasa ketakutan untuk berteman dengan orang baru, tidak merasa aman di
lokasi-lokasi tertentu misalnya di lingkungan sekolah maupun di lingkungan
pesantren
2. Pada kejadian bullying fisik siswa harus melakukan pengobatan di rumah karena
bullying fisik ini memiliki dampak berupa mema, luka-luka, dsb. Korban bullying
di kemudian hari juga berpotensi menjadi pelaku bully, karena anak akan
memiliki rasa untuk membalas.
3. Dampak perilaku bullying juga terjadi pada pelaku bullying. Dari temuan tersebut
dapat diketahui bahwa siswa yang menjadi pelaku bullying yang terjadi secara
fisik atau yang terlibat perkelahian berat akan dikeluarkan dari sekolah. Hal ini
dilakukan ketika guru BK, sekolah dan orang tua melakukan konferensi kasus.
Temuan di masyarakat menjelaskan bahwa korban bullying akan takut dan tidak
nyaman ketika berada di sekolah, sedangkan kasus bullying yang parah akan putus
sekolah karena korban bullying akan mengalami dampak berupa gangguan kesehatan
mental (Nurlia, 2020). Anak sebagai pelaku bullying cenderung memiliki nilai yang
rendah dan tidak mempunyai rasa empati terhadap temannya (Yunitasari, 2021).