PENDAHULUAN
Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan
anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja
mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima
sosial sampai pelanggaran status sehingga tindak sosial. Kenakalan remaja adalah
dampak dari perilaku remaja yang menyimpang (Kartono, 2014). Kenakalan remaja
kebanyakan dilakukan oleh remaja laki-laki dibandingkan remaja perempuan, karena
remaja laki laki cenderung lebih agresif.
Perilaku agresif pada remaja dapat berupa mengejek, memaki, memukul, menampar,
tawuran. Remaja laki-laki cenderung lebih sering melakukan agresif yang bersifat
lebih kejam terhadap teman dan orang lain, sedangkan remaja perempuan melakukan
perilaku agresif umumnya kepada teman sebayanya (Nando & Pandjaitan, 2012).
Remaja laki-laki lebih sering menunjukkan agresif fisik dibandingkan remaja
perempuan, sehingga remaja laki-laki lebih sering tercatat melakukan agresif, seperti
pada beberapa kasus tawuran yang dilakukan oleh siswa SMA yang lebih banyak
dilakukan oleh remaja laki-laki. Berbagai faktor berpengaruh terhadap berperilaku
agresif, termasuk faktor keluarga. Anggota keluarga memberi pengaruh positif untuk
mengurangi perilaku agresif (Taufik, Nurfarhanah dan Rahayu 2013). Perilaku
remaja merupakan salah satu yang disebabkan oleh faktor keluarga, karena keluarga
yang harmonis akan membawa perilaku yang hal positif, tapi sebaliknya keluarga
yang kurang harmonis akan menimbulkan perilaku hal negatif.
Keluarga yang harmonis menjadi tempat yang baik bagi tumbuh kembang seorang
anak, sehingga mampu menjadi individu yang sejahtera. Keluarga yang harmonis
merupakan keluarga dimana terdapat kasih sayang, saling hidup rukun dan saling
menghormati, sehingga tercipta perasaan tentram dan damai yang lebih lanjut
diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam tumbuh kembang
seseorang (Marmin, 2013). Apabila didalam keluarga terdapat kasih sayang, hidup
rukun dan saling menghormati, maka terciptalah keluarga yang harmonis.
Keluarga yang harmonis dapat mengurangi perilaku kenakalan remaja, remaja yang
memiliki persepsi positif terhadap keharmonisan keluarganya cenderung tidak
melakukan kenakalan remaja dibanding remaja yang memiliki persepsi negatif
terhadap keharmonisan keluarganya dan begitu pula sebaliknya. Keluarga yang
kurang harmonis berkaitan dengan adanya ketegangan di dalam keluarga mampu
membuat anak atau remaja menjadi tidak nyaman berada di dalam keluarga dan
mempengaruhi perkembangan emosi dan perilaku agresifnya. Keluarga yang terdapat
kekerasan di dalamnya juga dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku agresif
remaja (Hariz, 2013). Remaja yang memiliki persepsi yang positif cenderung tidak
melakukan kenakalan remaja, sedangkan remaja yang memiliki persepsi yang negatif
cenderung melakukan kenakalan remaja atau tidakan menyimpang. Apabila anak
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis, seorang anak akan dapat
melakukan penyesuaian diri secara sehat dan baik. Rasa dekat dengan keluarga
merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang anak. Orang
tua yang terlalu sibuk mencari nafkah sering ditanggapi negatif oleh remaja, dengan
merasa dirinya kurang diperhatikan, tidak disayangi, diremehkan, atau dibenci.
(Fatimah, 2010). Maka dari itu suatu keluarga harus saling menghormati dan saling
menyayangi satu sama lain agar menjadi keluarga yang baik dan keluarga yang
harmonis.
Ketidakharmonisan keluarga dan tidak sesuainya pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua berakibat anak yang menjadi korban. Anak, cenderung mengalami konflik-
konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan
yang tinggi sukar dikerjakan sehingga menjadi frustasi, bahkan bisa mengalami
pergaulan yang tidak sehat (Dheky, 2010). Semakin banyak konflik internal anak
semakin agresif dan mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Ada beberapa
macam-macam kenakalan remaja yaitu, tawuran, seks bebas, bolos sekolah,
pembunuhan dengan latar belakang geng atau kelompok, minum-minuman keras dan
pengunaan narkoba.
Kapolda Metro Jaya Irjen Putut Bayu Ajiseno mengatakan bahwa terjadi peningkatan
kenakalan remaja sebanyak 11 kasus atau 36.66% di tahun 20116. Total kasus
kenakalan remaja yang terjadi selama 2016 mencapai 41 kasus, sementara pada tahun
2015 hanya 30 kasus (http://news.detik.com). Situs Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memberitakan bahwa dari 2.4 juta kasus
aborsi, 700.000 hingga 800.000 pelakunya adalah remaja. Penelitian yang dilakukan
oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia (UI) juga
menemukan bahwa jumlah pengguna narkoba sebesar 1.5% dari populasi remaja
Indonesia yang mencapai 30% dari jumlah penduduk Indonesia atau 3.2 juta orang
(http://ntb.bkkbn.go.id). Berdasarkan data kasus tawuran pelajar 2012 di wilayah
hukum Polda Metro Jaya, sudah terjadi puluhan kasus tawuran pelajar yang
menimbulkan korban luka dan meninggal dunia (http://metro.news.viva.co.id).
Kepala seksi (seksi) Linmas Sofi mengatakan dari sejumlah titik, pihaknya berhasil
mengamankan 27 siswa. Semuanya yang membolos seokolah bukan dari tegal, yakni
2 orang asal Tegal dan 25 orang siswa lainnya dari Brebes (Radar Tegal. com).
Berdasarkan survei pendahuluan, yang peneliti lakukan pada 17 Maret 2017 melaui
wawancara pada kepala Desa Rengas Pendwa Kecamatan Larangan di peroleh data
tentang kenakalan remaja, kenakalan remaja yang dilakukan di Desa tersebut adalah
sering berkelahi antar kampung, salah satu kejadian yang pernah terjadi, pada acara
dangdut dan pada waktu kejadian para pemuda ikut berjoged dan karena desak-
desakan salah satu pemuda ada yang tidak terima saat tersenggol oleh pemuda lain
dan terjadilah kegaduhan sampai berkelahi ditempat acara tersebut. Kejadian tersebut
sampai mengakibatkan salah satu pemuda tewas ditempat kejadian akibat dikeroyok
oleh sekelompok pemuda yang habis minum-minuman keras. Data lain dengan cara
observasi dari 10 remaja didapatkan bahwa 8 remaja diantaranya mengalami perilaku
yang kurang baik seperti, minum-minuman keras, penggunaan obat berbahaya. Hal
ini disebabkan keharmonisan keluarga yang mengakibatkan anak itu sendiri menjadi
kurang baik. Anak selalu mengabaikan nasehat saudara atau orang tua, Berdasarkan
fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Persepsi
keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja Desa Rengas Pendawa Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes.
1.2 Tujuan penelitian
Keluarga yang harmonis menjadi tempat yang baik bagi tumbuh kembang seorang
anak, sehingga mampu menjadi individu yang sejahtera atau keluarga yang harmonis
merupakan keluarga dimana terdapat kasih sayang, saling hidup rukun dan saling
menghormati, sehingga tercipta perasaan tentram dan damai yang lebih lanjut
diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam tumbuh kembang
seseorang (Marmin, 2013).
Membina keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap orang. Namun, untuk
meraihnya diperlukan pemahaman, pengertian, bahkan pengorbanan dari setiap
anggota keluarga. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka dapat dipastikan akan
menimbulkan permasalahan dalam perjalanannya. Secara umum, fokus masalah
dalam berkeluarga ditimbulkan oleh komunikasi yang kurang dan terbatas antar
anggota keluarga (Sarwendah & Neni 2014).
2.1.3.4 Saling menghargai antar sesama anggota keluarga : Keluarga yang harmonis
adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap keluarga menghargai perubahan
yang terjadi dan mengajarkan keterampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak
dengan lingkungan yang lebih luas.
2.1.3.5 Kualitas dan kuantitas konflik yang minim : Faktor lain yang tidak kalah
pentingnya dalam menciptakan keharmonisan keluarga adalah kualitas dan kuantitas
konflik yang minim, jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran,
maka suasana dalam keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis,
setiap anggota keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan
mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.
2.1.3.6 Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga : Hubungan
yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya sebuah keluarga,
apabila dalam suatu keluarga tidak mempunyai hubungan yang erat, maka antar
anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan akan
kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat diwujudkan dengan
adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan saling
menghargai.
2.1.5.2 Tingkat ekonomi keluarga : Tingkat ekonomi keluarga juga merupakan salah
satu faktor yang menentukan keharmonisan keluarga. Tingkat ekonomi hanya
berpengaruh terhadap kebahagian keluarga, apabila berada pada taraf yang sangat
rendah sehingga kebutuhan dasar saja tidak terpenuhi dan inilah nantinya akan
menimbulkan konflik dalam keluarga.
Masa remaja merupakan peralihan masa perkembangan yang berlangsung sejak usia
sekitar 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau usia
dua puluh awal, serta melibatkan perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, dan
psikososial yang saling berkaitan (Papalia, 2009). Dalam hal tersebut pada
pengasuhan yang lebih menekankan kepada hukuman fisik yang diberikan kepada
anak membuat remaja menaruh rasa dendam. Hal ini dapat merupakan sumber dari
kenakalan remaja seperti menentang, membolos dan lain sebagainya.
Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun (Feldman, Papalia & Olds,
2008). Masa remaja sebagai usia bermasalah karena ketidakmampuannya untuk
mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakni, banyak remaja
akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan
mereka (Hurlock, 2012). Rentang waktu usia remaja dibedakan atas tiga, yaitu masa
remaja awal antara usia 12-15 tahun, masa remaja tengah antara usia 15-18 tahun, dan
masa remaja akhir antara usia 18-21 tahun (Desmita, 2009).
Remaja lebih mudah dipengaruhi oleh teman-temannya daripada ketika mereka masih
kanak-kanak. Ini berarti bahwa pengaruh orangtua semakin lemah. Anak remaja
berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan
perilaku dan kesenangan keluarga. Contoh-contoh yang umum adalah dalam hal
mode pakaian, potongan rambut dan kesenangan musik.
Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhannya maupun
seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul bisa menakutkan,
membingungkan dan menjadi sumber perasaan salah dan frustrasi. Remaja sering
menjadi terlalu percaya diri (over confidence) dan ini bersama-sama dengan
emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan sulit menerima nasihat dan
pengarahan oangtua.
Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba: Hal ini merupakan sesuatu yang normal dan
sehat. Rasa ingin tahu seksual dan bangkitnya rasa birahi adalah normal dan sehat.
Ingat, perilaku tertarik pada seks sendiri juga merupakan cirri yang normal pada
perkembangan masa remaja. Rasa ingin tahu seksual dan birahi jelas menimbulkan
bentuk-bentuk perilaku seksual, membolos.
Perilaku anti sosial : Seperti suka mengganggu, berbohong, kejam dan menunjukkan
perilaku agresif. Sebabnya mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada
budayanya. Penyalahgunaan obat bius. Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal
orang adalah skizofrenia (setengah gila hingga gila beneran).
2.2.2.3 Dari berbagai penjelasan di atas, dapatlah dipahami tentang berbagai ciri
remaja. Ciri-ciri tersebut adalah :
Masa remaja sebagai periode yang penting Pada periode remaja, baik akibat langsung
maupun akibat jangka panjang tetaplah penting. Perkembangan fisik yang begitu
cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada masa awal
remaja. Masa remaja sebagai periode peralihan : Pada fase ini, remaja bukan lagi
seorang anak dan bukan juga orang dewasa, kalau remaja berperilaku seperti anak-
anak, ia akan diajari untuk bertindak sesuai dengan umurnya. Kalau remaja berusaha
berperilaku sebagaimana orang dewasa, remaja seringkali dituduh terlalu besar
ukurannya dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa.
Masa remaja sebagai periode perubahan tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik : Selama awal masa
remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap
juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan
perilaku juga menurun. Masa remaja sebagai usia bermasalah setiap periode
perkembangan mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja
sering menjadi persoalan yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak
perempuan : Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut
cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa
penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
Masa remaja sebagai masa mencari identitas pada tahun-tahun awal masa remaja,
penyesuaian diri terhadap kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan
perempuan : Lambat tahun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas
lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.
Status remaja yang mendua ini menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan remaja
mengalami “krisis identitas” atau masalah-masalah identitas-ego pada remaja. Masa
remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan: Anggapan budaya bahwa remaja
suka berbuat semaunya sendiri atau “semau gue”, yang tidak dapat dipercaya dan
cenderung berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan
bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
Masa remaja sebagai ambang masa dewasa semakin mendekatnya usia kematangan
yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun
dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan
bertindak seperti orang dewasa ternyata bejumlah cukup: Oleh karena itu, remaja
mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu
merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam
perbuatan seks bebas yang cukup meresahkan. Mereka menganggap bahwa perilaku
yang seperti ini akan memberikan citra yang sesuai dengan yang diharapkan mereka.
2.2.2.4 Remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan
yang cepat baik secra fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi
selama masa remaja yang sekaligus sebagai ciri-ciri masa remaja (Jahja, 2011).
Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal
sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari
perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi
sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi
bari yang berbeda dari masa-masa yang sebelumnya.
Pada fase ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan kepada remaja, misalnya
mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah laku seperti anak-anak, mereka harus
lebih mandiri, dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan
terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan tampak jelas pada remaja akhir yang
duduk di awal-awal masa kuliah di perguruan tinggi. Perubahan yang cepat secara
fisik juga disertai dengan kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat
remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik
yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan,
dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan,
dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungannya dengan orang lain.
Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa
kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga
dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja
diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih
penting. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-
kanak menjadi kurang penting, karena telah mendekati dewasa. Kebanyakan remaja
bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi, di satu sisi mereka
menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang
menyertai kebebasan itu, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul
tanggung jawab.
Menurut Asmani, (2012) kenakalan remaja yang sering dilakukan di sekolah adalah
sebagai berikut : Rambut panjang bagi siswa putra, rambut disemir, mentato kulit,
merokok, berkelahi, mencuri, merusak sepeda/motor temannya, pergaulan bebas,
pacaran, tidak masuk sekolah, sering bolos, tidak disiplin, ramai di dalam kelas,
bermain play station, mengotori kelas dan halaman sekolah.
Semua orangtua pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya, juga ingin
memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan anak. Keadaan keluarga
yang terpecah broken home, pasti ingin memberi yang terbaik terhadap anak-anaknya
agar tidak melakukan tidakan nakal di masyarakat. Orang tua yang terlalu sibuk
diluar rumah tak dapat memberikan cukup waktu bagi anak-anaknya, ini sering
digunakan anak untuk mencari kepuasan diluar rumah, dengan kawan-kawannya
yang senasib yang akhirnya membentuk gank-gank yang memiliki sifat-sifat agresif,
sehingga dapat mengganggu masyarakat. Hal ini bisa mengarahkan kepada yang
dinamakan kenakalan remaja (juvenile delinquency).
Dari beberapa faktor yang menyebabkan kenakalan remaja tersebut di atas, maka
yang perlu diperhatikan bahwa harus adanya keaadaan yang harmonis didalam suatu
keluarga, dimana keluarga yang harmonis akan membentuk perilaku anak dan
keluarga yang baik, agar anak terhindar dari kenakalan remaja. Orangtua harus
mengontrol dan perilaku anak, dan memberikan kasih sayang kepada anak. Dari
kutipan di atas telah kita ketahui bahwasannya memilih wanita untuk pendamping
hidup juga hati-hati karena itu dapat berpengaruh dalam keturunan kita selanjutnya.
Teman pergaulan perilaku seseorang tidak akan jauh dari teman pergaulannya.
Remaja itu cenderung hidup berkelompok (geng) dan selalu ingin diakui identitas
kelompoknya di mata orang lain. Oleh sebab itu, sikap perilaku yang muncul diantara
mereka itu sulit untuk dilihat perbedaannya. Dampak kenakalan remaja pasti akan
berimbas pada remaja tersebut. Bila tidak segera ditangani, agar terhidar dari hal-hal
yang tidak diinginkan.
Lingkungan sekolah tindakan represif dapat diambil sebagai langkah awal adalah
dengan memberi teguran dan peringatan jika anak didik kita melakukan pelanggaran
terhadap tata tertib di sekolah. Bentuk hukuman tersebut bisa berupa melarang
bersekolah untuk sementara waktu. Hal ini dilakukan agar menjadi contoh bagi siswa
lainya, sehingga dengan demikian mereka tidak mudah melakukan pelangaran atau
tata tertib sekolah.
Pola asuh otoriter adalah sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak
harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak
mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung
memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa
yang dikatakan oleh orang tuanya, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum
anak. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti
mengenai anaknya. Oleh karena itu pelaksanaannya akan melibatkan hukuman dan
pemaksaan, agar tingkah laku yang diinginkan orang tua terbentuk pada anak. Pola
asuh ini kurang kehangatan dan komunikasi.
Faktor harmonisan
keluarga :
1. Proses
keterbukaan
keluarga
2. Adanya Persepsi Keharmonisan
kesepakatan Keluarga
keluarga
3. Cara mendidik Kenakalan Remaja
4. Meningkatkan
interaksi
Indikator keluarga
harmonis : Faktor Internal : Faktor Eksternal :
1. Kehidupan 1. Usia 1. Filem
beragam 2. Mental 2. Buku bacaan
2. Pendidikan 3. Broken Home 3. Komputer/laptop
keluarga
3. Kesehatan
keluarga
4. ekonomi
keluarga
5. Hubungan sosial
Faktor yang
mempengaruhi
keharmonisan
keluarga :
1. Komunikasi
Interpersonal
2. Tingkat
ekonomi
3. Sikap orang tua
4. Ukuran keluarga Gambar 2.1 Kerangka teori
Sumber : (Mufidah 2008; Lilik 2009; Musshofa 2011 dan Qolbiah 2017).
2.4 Kerangka konsep penelitian
Persepsi
keharmonisan Kenakalan remaja
keluarga.
Pola asuh
Variabel Penggangu
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Dalam mengambil sampel penelitian ini digunakan cara atau teknik-teknik
tertentu, sehingga sampel tersebut dapat mewakili populasi (Sugiyono, 2015). Dalam
penelitian mengambil sampel penelitian secara acak dengan melihat nomor rumah
yang genap genap sehingga dapat mewakili populasi.
𝑛 = N
1+ N (e²)
Keterangan :
𝑛: Jumlah sampel
N: Jumlah populasi
e: error level (tingkat kesalahan)
error level yang digunakan 0,1 (10%)
n= N
1 + N (e)2
= 81
1 + 81 (0,1)2
= 44
Berdasarkan rumus slovin, maka pengambilan sampel berjumlah 43,3 sehingga
dibulatkan menjadi 44 responden.
3.6.1 Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang artinya sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu kuesioner atau
instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Kuesioner yang menghasilkan
data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai kuesioner yang
memiliki validitas yang rendah. Adapun rumus untuk mengetahui koefisien korelasi
product moment (r) adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2009):
∑XY – (∑X) (∑Y) / n
rxy =
[∑X2 – (∑X)2 / n] [∑Y2 – (∑Y)2 / n]
Keterangan :
r = Korelasi antara masing-masing item pertanyaan
X = Skor pertanyaan
n = Jumlah subyek
Y = Skor total pertanyaan
3.6.2 Reliabilitas
Reliabilitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui hasil pengukuran tetap
konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama. Dengan
standar penilaian membandingan nilai r hasil dengan r tabel , jika r alpha > r tabel,
maka reliabel (Noor, 2013). Alat ukur (kuesioner dalam penelitian ini akan dilakukan
uji reabilitas di Desa jakatamu yang mempunyai karakteristik sama seperti sering
berkelahi, minum-minuman keras dan lain-lain.
Analisis Univariat
Data dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian. Untuk alasan tersebut
dipergunakan uji statistik yang cocok dengan variabel penelitian. Data yang di
peroleh akan dianalisis menggunakan program komputer. Karakteristik umum
(Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan) akan dianalisis dengan
distribusi prosentase. Distribusi responden berdasarkan persepsi keharmonisan
keluarga dengan kenakalan remaja akan dianalisis dengan prosentase. Uji statistik
yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel adalah chi square.
Variabel independent yaitu persepi kearmonisan keluarga. Variabel dependent yaitu
kenakalan remaja.
Analisa Bivariat
Karena data yang digunakan adalah data ordinal dan nominal, maka uji statistik
analisa bivariat yang digunakan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkorelasi dengan (chi-square).
Rumus chi-square dengan α 0,01%.
(O-E)2
X =∑
2
E
Keterangan :
X2 = chi-square
O = frekuensi yang diobsevasi
E = frekuensi yang diharapkan
Independen Dependen
Persepsi keharmonisan keluarga Kenakalan remaja Chi-square
(Ordinal) (Nominal)
Pada bab ini akan disajikan dan dijelaskan tentang hasil penelitian mengenai
hubungan persepsi keharmmonisan keluarga dengan kenakalan remaja di Desa
Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. Penjelasan tersebut
meliputi hasil pengolahan data penelitian.
4.1 Hasil
4.1.1 Analisa Data
4.1.1.1 Karakteristik Responden
Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan,
pekerjaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden
Dari tabel 4.1 hasil analisa karakteristik responden berdasarkan umur didominasi oleh
responden remaja yang berumur 18 tahun (WHO). Prosentase responden yang
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 97,7%. Responden sebagaian besar
berpendidikan menengah 56,8% dan bekerja 61,3%.
Total 44 100%
Dari tabel 4.1 diperoleh hasil persepsi keharmonisan keluarga tertinggi adalah
harmonis sebanyak 93,1%, yaitu tidak memberikan kebebasan kepada remaja untuk
berperilaku seperti yang anda inginkan dan membuat aturan-aturan yang mau tak
mau harus di turuti oleh remaja (tidak boleh membantah). Sedangkan yang tidak
harmonis sejumlah 6,8%, yaitu orang tua tidak melarang anda untuk berteman dengan
teman lawan jenis dengan batas sewajarnya dan memberi kebebasan penuh kepada
anda untuk bergaul dengan siapa saja yang anda sukai dan memberikan kepercayaan
penuh kepada anda untuk menentukan cita-citanya tanpa melihat bakat anda.
Dari tabel 4.3 diperoleh hasil kenakalan remaja yang dikategorikan nakal
sebanyak 6,8%, yaitu selalu bermain di luar rumah sampai larut malam, sering
berbohong pada orang tua, secara sembunyi-sembunyi mencoba untuk
berbohong dan mengonsumsi minum-minuman keras. Sedangkan yang
dikategorikan tidak nakal sebanyak 93,1%.
Untuk melakukan uji chi squre diperlukan beberapa asumsi, yang harus
terpenuhi diantaranya data frekuensi dan kategorik, serta dilakukan uji
normalitas. Data yang diperoleh berbentuk frekuensi dan kategorik, serta
hasil uji normalitas menunjukkan distribusi yang tidak normal, sehingga
memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi square.
4.1.1.3 Hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja di Desa
Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
Untuk mengetahui hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan
kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten
Brebes, sebagai berikut
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar remaja termasuk kategori
tidak nakal sebanyak 93,1%. Hasil uji chi square menunjukan ρ 0,00 (p-
Value < 0,05). Yang menunjukan bahwa Ho ditolak yang berarti sehingga dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan persepsi keharmonisan
keluarga terhadap kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes tahun 2018.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik responden
Berdasarkan hasil penelitian umur responden didominasi oleh remaja berumur 16
tahun. Hal tersebut terjadi karena usia 16 tahun termasuk dalam fase remaja akhir.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtiyani (2011) yang
menunjukan sebagian besar korban penyalahgunaan narkoba dan minuman keras
adalah kelompok remaja akhir (16-18 tahun) Harlock (2012) mempunyai pendapat
sama yang menyatakan bahwa ketika remaja berada pada masa remaja akhir yaitu
usia 16-18 tahun, remaja belum mampu mengendalikan emosinya dan proses menuju
kematangan emosi.
Menurut Sarwono (2010), salah satu penyebab tingginya angka kenakalan remaja
adalah kurangnya kemampuan mengendalikan emosi dan mengekspresikan emosi
dengan cara yang dapat diterima norma, belum matangnya emosi individu mudah
terbawa pengaruh kelompok untuk melakukan perbuatan tertentu. Kematangan emosi
individu berkaitan dengan karakteristik seperti umur, pendidikan, jenis kelamin serta
pekerjaan.
Faktor jenis kelamin juga dapat mepengaruhi kematangan emosi. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
yaitu 97,7%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtiyani (2011),
yang menunjukan sebagian besar korban penyalahgunaan narkoba dan minuman
keras adalah kelompok remaja laki-laki sebanyak 72%. Hal yang sama dikemukakan
oleh Santrock, (2009), laki-laki dikenal lebih berani dalam mengambil keputusan dan
tindakan dibanding perempuan, baik itu tindakan yang sesuai norma atau tidak hal ini
untuk menunjukan sisi kemaskulinan.
Hasil penelitian ini didominasi oleh responden dengan pendidikan terakhir SLTP.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kematan emosi
remaja. Semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka akan semakin banyak
pengetahuan individu yang dimilikinya. Pengetahuan tersebut digunakan untuk
melawan tekanan-tekanan yang akan dihadapi dan mengakibatkan emosi individu
semakin matang (Untung, 2014).
Sebagian besar responden sudah bekerja 61%. Hal ini dapat terjadi karena intensitas
waktu yang dipergunakan lebih longgar dari pada yang bekerja sehingga diisi dengan
kegiatan yang beragam termasuk kegiatan yang dapat melanggar norma (Rahmatia,
2013).
Keluarga yang harmonis merupakan keluarga dimana terdapat kasih sayang, saling
hidup rukun dan saling menghormati, sehingga tercipta perasaan tentram dan damai
yang lebih lanjut diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi
di masyarakat. Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam
tumbuh kembang seseorang (Marmin, 2013).
Kenakalan remaja adalah tingkah laku individu yang bertentangan dengan hukum,
agama, norma-norma masyarakat, sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain,
mengganggu ketentraman umum dan juga merusak dirinya sendiri (Willis, 2012)
Masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan kemudian menjadi orang tua, tidak lebih
hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang berkesinambungan dari
tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang manusia, setiap masa
pertumbuhan memiliki ciri-ciri tersendiri. Masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Demikian juga pada masa remaja. Masa remaja sering dianggap
sebagai masa yang paling rawan dalam proses kehidupan ini. Masa remaja sering
menimbulkan kekhawatiran bagi para orang tua. Padahal bagi remaja sendiri masa
ini adalah masa yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Oleh karena itu, orang
tua hendaknya menerima remaja sebagaimana adanya. Jangan terlalu membesar-
besarkan perbedaan. Orang tua para remaja hendaknya justru menjadi pemberi
teladan didepan, di tengah membangkitkan semangat, dan di belakang mengawasi
segala tindak-tanduk remaja. Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke
dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia
antara 13-18 tahun, seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-
kanak, namun masih belum cukup matang untuk dikatakan dewasa. Mereka sedang
mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan ini pun sering dilakukan melalui
metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan
sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi
lingkungan dan orang tuanya. Kesalahan yang dibuat oleh para remaja hanya akan
menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua memang sama-sama
masih dalam masa mencari identitas diri. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan
kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja (Untung,
2014).
Pada zaman seperti sekarang ini remaja melakukan suatu kebohongan itu bukan
merupakan suatu kenakalan, melainkan hal yang biasa dilakukan. Bukan hanya anak
remaja melainkan orang dewasa menganggap suatu kebohongan di zaman seperti
sekarang ini bukan suatu perilaku yang menyimpang atau suatu kenakalan, melainkan
hal yang biasa terjadi. Dilihat dari data penelitian ini, hampir semua responden
pernah berbohong. Disisi lain remaja melakukan membolos sekolah, berkelahi, kebut-
kebutan dijalan, mabuk, pengguna narkoba dan lain sebagainya, itu dikarenakan
remaja menganggap melakukan itu sebagai kebanggaan. Semua itu dikarenakan
kurangnya pengontrolan diri remaja dalam menjalani masa transisi dan remaja tidak
menyadari apa dampak dari perlakuan yang dilakukan (Willis, 2012).
Dari hasil penelitian diperoleh sebagian besar remaja termasuk kategori nakal
sebanyak 6,8% Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan persepsi
keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa
Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
Menurut Willis (2012) untuk mencari jalan keluar bagi penanggulangan kenakalan
remaja, sebaiknya diteliti terlebih dahulu sebab-sebab yang menimbulkan kenakalan
tersebut. Sumber kenakalan remaja itu atas empat bagian, yaitu faktor di dalam anak
sendiri, faktor di rumah tangga, faktor di masyarakat dan faktor yang berasal dari
sekolah.
Kenakalan remaja jika dikaitkan dengan kondisi fisik dan psikis remaja, hal ini cukup
beralasan karena dalam masa remaja sangat rentan dengan berbagai perubahan baik
perubahan fisik, psikis bahkan lingkungan. Remaja merupakan perubahan
perkembangan kesadaran dimana puncak perkembangan jiwanya ditandai dengan
proses perubahan dari kondisi entropy (sebuah kondisi dimana kesadaran manusia
belum tersusun rapi) ke kondisi kesadaran yang tersusun rapi. Belum adanya
kordinasi yang baik dan utuh dari pengetahuan, perasaan maupun sikap dari remaja,
membuat remaja membutuhkan perhatian, kasih sayang dan arahan orang tua untuk
menemukan kondisi kematangan sosial maupun intelektual (Hastuti, dalam Untung,
2014).
Manusia dilahirkan secara kosong, maka lingkungan merupakan hal terpenting dalam
pengisian jiwa anak yang teraktualisasi sebagai perilaku dengan cara modeling.
Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat dengan anak. Tahap-tahap anak
mengadopsi perilaku, nilai dan norma orang tua ini dimulai dari proses attentional
prosses, retention prosess, motor reproduction prosses dan motivasional prosess.
Tahap-tahap inilah yang termasuk dalam system pola asuh orang tua yang akan
membentu pola kepribadian dan prilaku seorang anak (Bandura, Untung 2014).
Sifat dan perilaku anak sangat dipengaruhi dengan pola asuh orang tuannya yang
terlalu memanjakan atau memandang sebelah mata keberadaan mereka, bisa
berakibat buruk terhadap kepribadian mereka kelak (Surya. 2008). Oleh sebab itu,
seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan
negatif ataupun lingkungan yang kurang mendukung cenderung mempunyai konsep
diri yang negatif, dan sikap positif orang tua akan menimbulkan konsep dan
pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri (Qumana, 2008).
Orang tua terlalu memaksakan kehendak antara lain peraturan yang dibuat untuk
anaknya. Orang tua melakukan semua itu karena orang tua menginginkan anaknya
tidak melakukan perilaku menyimpang (kenakalan remaja). Anak dipaksa untuk
mematuhi semua peraturan tersebut, sehingga anak menjadi terpaksa untuk
mematuhinya. Perbedaan pola pikir anak dan orang tua inilah yang memungkinkan
anak berbuat diam-diam diluar norma dan nilai yang ditetapkan orang tuanya.
Menurut Piaget (dalam Rahmansari, 2014) menjelaskan bahwa interaksi antara orang
tua dan anak merupakan satu dari empat faktor yang menyebabkan adanya perbedaan
cara berfikir anak dalam setiap tahapnya, Interaksi sosial ini akan memiliki pengaruh
dalam pola berfikir anak.
Dilihat dari hasil data pembahasan di atas, orang tua yang memberikan kehangatan
dalam keluarga lebih banyak tidak melakukan kenakalan dari pada orang tua yang
memberikan memberi kebebasan anaknya. Dari keharmonisan tersebut anak akan
senantiasa menuruti orang tua sewaktu dirumah. Dan anak tidak akan melakukan
suatu kenakalan diluar rumah, karena anak beranggapan kalau dirinya bebas dan tidak
ada yang mengaturnya di luar rumah. Anak akan melakukan suatu perilaku
menyimpang (kenakalan remaja) antara lain kebut-kebutan dijalan, merokok, minum-
minuman keras, dan lain sebagainya.
48
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.3 Hasil lebih dari jumlah responden sedikit remaja dikategorikan nakal
sebanyak 6,8% dan remaja yang termasuk tidak nakal sebesar 93,1%.
5.1.4 Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan persepsi keharmonisan
keluarga dengan kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes sedikit remaja termasuk kategori nakal 6,8%.
48
49
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Jatmika., Sidik., (2010). Genk Remaja, Anak Haram Sejarah ataukah Korban
Globalisasi, Yogyakarta: Kanisius.
Kartono, & Kartini., (2010). Patologi sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta: CV.
PT Raja Grafindo Persada.
Muniri, & Suharnan., (2014). Jurnal Psikologi Indonesia. Vol.3, No.02, hal 156-
164 Mei
Mushoffa,. (2011). Untaian Mutiara buat Keluarga (Bekal Bagi Keluarga Dalam
Menapaki Kehidupan). Mitra Pustaka: Yogyakarta.
Nando & Pandjaitan, NK., (2012). Hubungan Antara Perilaku Menonton Film
Kekerasan Dengan Perilaku Agresi Remaja. Jurnal Sosiologi Pedesaan,
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Nurthjahjanti, H., (2012). Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, Oktober.
Papalia D.E., Olds, S.W, & Feldman, R.D. (2009). Human Development
(Perkembangan Manusia, Jakarta:Salemba Humanika).
Prasetyono, D. S. (2013). Knowing Yourself. Yogyakarta : Saufa.
Priyatna, Andri. 2010. Let’s and Bullying. Jakarta: Elex Media Komputindo.
KUESIONER PENELITIAN
1. Inisial Nama :
No Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah anda mencoba-coba memakai narkotika dengan cara
sembunyi-sembunyi dari orang tua ?
2. Apakah anda setiap hari merokok ?
3. Apakah anda coba-coba mengonsumsi minum-minuman keras
atau alkohol ?
4. Apakah anda sering mengajak teman berkelahi dalam
menyelesaikan masalah ?
5. Apakah anda kalau naik kendaraan bermotor kebut-kebutan
dijalan ?
6. Apakah anda selalu pulang larut malam hanya untuk bermain ?
Peneliti mengundang remaja untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini
membutuhkan sekitar (44) responden penelitian, dengan jangka waktu
keikutsertaan 1 kali pertemuan maksimal 30 menit. Dengan ketentuan sebagai
berikut :
A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian
Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
Bila anda sudah memutuskan untuk ikut, anda juga bebas untuk
mengundurkan diri atau berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau
pun sanksi apapun.
B. Prosedur Penelitian
Apabila anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, anda diminta
menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk anda simpan,
dan satu untuk peneliti. Prosedur selanjutnya adalah anda mengisi kuesioner
atau pertanyaan terkait penelitian ini. Jika dalam pengisian kuesioner anda
mengalami kesulitan, anda dapat menanyakan pada peneliti.
55
C. Kewajiban responden
Sebagai responden penelitian, remaja berkewajiban mengikuti aturan atau
petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas,
remaja bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah anda akan mengetahui hubungan persepsi
keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja
E. Pembiayaan dan kompensasi
Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti.
F. Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi anda dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data
responden pada kuesioner penelitian ini disimpan di tempat yang aman dan
pemusnahan kuesioner dilakukan dalam batas waktu yang telah ditentukan (1
tahun).
G. Informasi tambahan
Remaja diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu terjadi efek samping
atau membutuhkan penjelasan lebih lanjut, remaja dapat menghubungi Imam
Fathurrohim (085799313433) Gmail (imamfathurrohim573@gmail.com) atau
datang ke STIKes Bhamada Slawi. Semua penjelasan tersebut telah
disampaikan kepada saya dan semua pertanyaan saya telah dijawab oleh
peneliti. Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut serta
dalam penelitian ini.
Imam Fathurrohim
56
(_____________________ )
57
CURRICULUM VITAE
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Based on
Cronbach's Standardize
Alpha d Items N of Items
,801 ,851 23
Item Statistics
Std.
Mean Deviation N
X1 ,9545 ,21071 44
X2 ,5227 ,50526 44
X3 ,7727 ,42392 44
X4 ,8864 ,32104 44
X5 ,7500 ,43802 44
X6 ,7500 ,43802 44
X7 ,8636 ,34714 44
X8 ,8636 ,34714 44
X9 ,8864 ,32104 44
X10 ,7500 ,43802 44
X11 ,7045 ,46152 44
X12 ,8636 ,34714 44
X13 ,8864 ,32104 44
Y1 ,8864 ,32104 44
Y2 ,3864 ,49254 44
Y3 ,9091 ,29080 44
Y4 ,9318 ,25497 44
Y5 ,8182 ,39015 44
Y6 ,6818 ,47116 44
Y7 ,8636 ,34714 44
Y8 ,9091 ,29080 44
KEHARMONISANK
10,4545 2,58308 44
ELUARGA
KENAKALANREMA
6,3864 1,16571 44
JA
59
N %
Excludeda 1 2,2
Total 45 100,0
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X
Chi-Square Tests
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent