Anda di halaman 1dari 62

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, dan pada masa
ini jiwa mereka masih penuh dengan gejolak. Tidak sedikit diantara mereka justru
berperilaku menyimpang, bahkan ada yang menjurus ke seks bebas, tindak kriminal
dan penyalahgunaan obat (Prasetyono, 2013). Masa remaja (adolescence) merupakan
peralihan masa perkembangan yang berlangsung sejak usia sekitar 10 sampai 11
tahun, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau usia dua puluh awal,
serta melibatkan perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang
saling berkaitan (Papalia, 2009). Masa remaja merupakan masa dimana meraka
kadang melakukan suatu tindakan yang dilarang dan melanggar norma-norma yang
dianut keluarganya, hal ini adalah salah satu tindakan kenakalan remaja yang kurang
baik atau menyimpang, tindakan yang kurang baik akan merugikan diri sendiri dan
orang lain.

Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan
anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan
remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja
mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima
sosial sampai pelanggaran status sehingga tindak sosial. Kenakalan remaja adalah
dampak dari perilaku remaja yang menyimpang (Kartono, 2014). Kenakalan remaja
kebanyakan dilakukan oleh remaja laki-laki dibandingkan remaja perempuan, karena
remaja laki laki cenderung lebih agresif.
Perilaku agresif pada remaja dapat berupa mengejek, memaki, memukul, menampar,
tawuran. Remaja laki-laki cenderung lebih sering melakukan agresif yang bersifat
lebih kejam terhadap teman dan orang lain, sedangkan remaja perempuan melakukan
perilaku agresif umumnya kepada teman sebayanya (Nando & Pandjaitan, 2012).
Remaja laki-laki lebih sering menunjukkan agresif fisik dibandingkan remaja
perempuan, sehingga remaja laki-laki lebih sering tercatat melakukan agresif, seperti
pada beberapa kasus tawuran yang dilakukan oleh siswa SMA yang lebih banyak
dilakukan oleh remaja laki-laki. Berbagai faktor berpengaruh terhadap berperilaku
agresif, termasuk faktor keluarga. Anggota keluarga memberi pengaruh positif untuk
mengurangi perilaku agresif (Taufik, Nurfarhanah dan Rahayu 2013). Perilaku
remaja merupakan salah satu yang disebabkan oleh faktor keluarga, karena keluarga
yang harmonis akan membawa perilaku yang hal positif, tapi sebaliknya keluarga
yang kurang harmonis akan menimbulkan perilaku hal negatif.

Keluarga yang harmonis menjadi tempat yang baik bagi tumbuh kembang seorang
anak, sehingga mampu menjadi individu yang sejahtera. Keluarga yang harmonis
merupakan keluarga dimana terdapat kasih sayang, saling hidup rukun dan saling
menghormati, sehingga tercipta perasaan tentram dan damai yang lebih lanjut
diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam tumbuh kembang
seseorang (Marmin, 2013). Apabila didalam keluarga terdapat kasih sayang, hidup
rukun dan saling menghormati, maka terciptalah keluarga yang harmonis.

Keluarga yang harmonis dapat mengurangi perilaku kenakalan remaja, remaja yang
memiliki persepsi positif terhadap keharmonisan keluarganya cenderung tidak
melakukan kenakalan remaja dibanding remaja yang memiliki persepsi negatif
terhadap keharmonisan keluarganya dan begitu pula sebaliknya. Keluarga yang
kurang harmonis berkaitan dengan adanya ketegangan di dalam keluarga mampu
membuat anak atau remaja menjadi tidak nyaman berada di dalam keluarga dan
mempengaruhi perkembangan emosi dan perilaku agresifnya. Keluarga yang terdapat
kekerasan di dalamnya juga dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku agresif
remaja (Hariz, 2013). Remaja yang memiliki persepsi yang positif cenderung tidak
melakukan kenakalan remaja, sedangkan remaja yang memiliki persepsi yang negatif
cenderung melakukan kenakalan remaja atau tidakan menyimpang. Apabila anak
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis, seorang anak akan dapat
melakukan penyesuaian diri secara sehat dan baik. Rasa dekat dengan keluarga
merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang anak. Orang
tua yang terlalu sibuk mencari nafkah sering ditanggapi negatif oleh remaja, dengan
merasa dirinya kurang diperhatikan, tidak disayangi, diremehkan, atau dibenci.
(Fatimah, 2010). Maka dari itu suatu keluarga harus saling menghormati dan saling
menyayangi satu sama lain agar menjadi keluarga yang baik dan keluarga yang
harmonis.

Ketidakharmonisan keluarga dan tidak sesuainya pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua berakibat anak yang menjadi korban. Anak, cenderung mengalami konflik-
konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan
yang tinggi sukar dikerjakan sehingga menjadi frustasi, bahkan bisa mengalami
pergaulan yang tidak sehat (Dheky, 2010). Semakin banyak konflik internal anak
semakin agresif dan mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Ada beberapa
macam-macam kenakalan remaja yaitu, tawuran, seks bebas, bolos sekolah,
pembunuhan dengan latar belakang geng atau kelompok, minum-minuman keras dan
pengunaan narkoba.

Kapolda Metro Jaya Irjen Putut Bayu Ajiseno mengatakan bahwa terjadi peningkatan
kenakalan remaja sebanyak 11 kasus atau 36.66% di tahun 20116. Total kasus
kenakalan remaja yang terjadi selama 2016 mencapai 41 kasus, sementara pada tahun
2015 hanya 30 kasus (http://news.detik.com). Situs Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memberitakan bahwa dari 2.4 juta kasus
aborsi, 700.000 hingga 800.000 pelakunya adalah remaja. Penelitian yang dilakukan
oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Universitas Indonesia (UI) juga
menemukan bahwa jumlah pengguna narkoba sebesar 1.5% dari populasi remaja
Indonesia yang mencapai 30% dari jumlah penduduk Indonesia atau 3.2 juta orang
(http://ntb.bkkbn.go.id). Berdasarkan data kasus tawuran pelajar 2012 di wilayah
hukum Polda Metro Jaya, sudah terjadi puluhan kasus tawuran pelajar yang
menimbulkan korban luka dan meninggal dunia (http://metro.news.viva.co.id).
Kepala seksi (seksi) Linmas Sofi mengatakan dari sejumlah titik, pihaknya berhasil
mengamankan 27 siswa. Semuanya yang membolos seokolah bukan dari tegal, yakni
2 orang asal Tegal dan 25 orang siswa lainnya dari Brebes (Radar Tegal. com).

Berdasarkan survei pendahuluan, yang peneliti lakukan pada 17 Maret 2017 melaui
wawancara pada kepala Desa Rengas Pendwa Kecamatan Larangan di peroleh data
tentang kenakalan remaja, kenakalan remaja yang dilakukan di Desa tersebut adalah
sering berkelahi antar kampung, salah satu kejadian yang pernah terjadi, pada acara
dangdut dan pada waktu kejadian para pemuda ikut berjoged dan karena desak-
desakan salah satu pemuda ada yang tidak terima saat tersenggol oleh pemuda lain
dan terjadilah kegaduhan sampai berkelahi ditempat acara tersebut. Kejadian tersebut
sampai mengakibatkan salah satu pemuda tewas ditempat kejadian akibat dikeroyok
oleh sekelompok pemuda yang habis minum-minuman keras. Data lain dengan cara
observasi dari 10 remaja didapatkan bahwa 8 remaja diantaranya mengalami perilaku
yang kurang baik seperti, minum-minuman keras, penggunaan obat berbahaya. Hal
ini disebabkan keharmonisan keluarga yang mengakibatkan anak itu sendiri menjadi
kurang baik. Anak selalu mengabaikan nasehat saudara atau orang tua, Berdasarkan
fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Persepsi
keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja Desa Rengas Pendawa Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes.
1.2 Tujuan penelitian

1.2.1 Tujuan umum


Untuk mengtahui hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan
remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
1.2.2 Tujuan khusus
1.2.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden berdasarkan umur, tingkat
pendidikan remaja, jenis kelamin dan pekerjaan remaja
1.2.2.2 Mengidentifikasi persepsi keharmonisan keluarga
1.2.2.3 Mengidentifikasi kenakalan remaja
1.2.2.4 Menganalisis hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan
remaja

1.3 Manfaat penelitian

1.3.1 Manfaat aplikatif


Penelitian ini diharapkan dapat terapkan dalam keluarga, agar menjadi keluarga yang
harmonis, sedangkan untuk responden untuk mengurangi jumlah kenakalan remaja,
mengenai hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja.
1.3.2 Manfaat keilmuaan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan informasi dalam bidang
keperawatan, dengan menambah intervesi khususnya dalam bidang keperawatan
keluarga mengenai hubungan persepsi kehamonisan keluarga dengan kenakalan
remaja.
1.3.3 Manfaat metodologi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi baik secara teori maupun data bagi
peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti mengenai persepsi keharmonisan
keluarga dengan kenalakan remaja.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Persepsi


Persepsi merupakan proses seseorang terhadap obyek tertentu, adapun aspek-aspek
dari persepsi yaitu, aspek kognisi berhubungan dengan ingatan, bahasa, asosiasi,
konsep, atensi, kesadaran dan stimulus dari objek sehingga membentuk proses
berfikir. Aspek afeksi berhubungan dengan perasaan dan emosi individu, pemahaman
yang didapat dari peroses kognisi dapat memahami apa yang individu rasakan, yang
menyangkut senang atau tidak senang, sedih atau bahagia (Nurtjahjanti, 2012).

2.1.1 Pengertian Keharmonisan Keluarga


Keluarga harmonis merupakan kualitas relasi di dalam keluarga yang memberikan
sumbangan bagi kesehatan emosi dan kesejahteraan (well-being) keluarga (Defrain &
Stinnet, 2009). Keluarga harmonis adalah seluruh anggota keluarga merasa bahagia
yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan menerima seluruh
keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi, aktualisasi diri) yang meliputi aspek
fisik, mental dan sosial. Keharmonisan keluarga adalah suatu situasi atau kondisi
keluarga dimana terjalinnya kasih sayang, saling pengertian, dukungan, mempunyai
waktu bersama keluarga, adanya kerjasama dalam keluarga, komunikasi dan setiap
anggota keluarga dapat mengaktualisasikan diri dengan baik serta minimnya
konflik, ketegangan dan kekecewaan (Gunarsa, 2012) .

Ada beberapa faktor keluarga yang harmonis sebagaimana diungkapkan oleh


(Mufidah, 2008) yaitu :
2.1.1.1 Proses keterbukaan antara pasangan dalam keluarga yaitu ayah, ibu dan anak.
2.1.1.2 Adanya kesepakatan antara ayah, ibu dan anak, tentang segala hal yang harus
dijalankan untuk meningkatkan kedisiplinan dalam keluarga.
2.1.1.3 Cara mendidik anak yang penuh kasih sayang bukan kekerasan.
2.1.1.4 Meningkatkan volume interaksi dengan keluarga (sering kumpul, memberi
informasi, reaksi dan lain-lain).

Keluarga yang harmonis menjadi tempat yang baik bagi tumbuh kembang seorang
anak, sehingga mampu menjadi individu yang sejahtera atau keluarga yang harmonis
merupakan keluarga dimana terdapat kasih sayang, saling hidup rukun dan saling
menghormati, sehingga tercipta perasaan tentram dan damai yang lebih lanjut
diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam tumbuh kembang
seseorang (Marmin, 2013).

Membina keluarga yang harmonis merupakan dambaan setiap orang. Namun, untuk
meraihnya diperlukan pemahaman, pengertian, bahkan pengorbanan dari setiap
anggota keluarga. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka dapat dipastikan akan
menimbulkan permasalahan dalam perjalanannya. Secara umum, fokus masalah
dalam berkeluarga ditimbulkan oleh komunikasi yang kurang dan terbatas antar
anggota keluarga (Sarwendah & Neni 2014).

2.1.2 Keharmonisan Keluarga


Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam tumbuh kembang
seseorang. Seorang anak atau remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial
keluarga yang tidak baik, maka resiko anak mengalami gangguan kepribadian
menjadi berkepribadian anti sosial dan berperilaku menyimpang lebih besar
dibandingkan dengan anak yang dibesarkan dalam keluarga sehat atau harmonis
(Marmin, 2013). Keluarga yang harmonis dapat mengurangi perilaku kenakalan
remaja. Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan remaja yang
memiliki persepsi positif terhadap keharmonisan keluarganya cenderung tidak
melakukan kenakalan remaja dibanding remaja yang memiliki persepsi negatif
terhadap keharmonisan keluarganya, dan begitu pula sebaliknya (Hariz, 2013).
2.1.3 Aspek-aspek Keharmonisan Keluarga
Keluarga harmonis mempunyai beberapa aspek yaitu, (Lilik, 2009).

2.1.3.1 Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga : Sebuah keluarga yang


harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan beragama dalam rumah tersebut. Hal
ini penting karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan.
Berdasarkan beberapa penelitian ditemukan bahwa keluarga yang tidak religius, yang
penanaman komitmennya rendah atau tanpa nilai agama sama sekali cenderung
terjadi pertentangan konflik dan percekcokan dalam keluarga, dengan suasana seperti
ini maka anak akan merasa tidak betah di rumah dan kemungkinan besar, anak
akanmencari lingkungan lain yang dapat menerimanya.

2.1.3.2 Mempunyai waktu bersama keluarga : Keluarga yang harmonis, selalu


menyediakan waktu bersama keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan
bersama, menemani anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan
anak, dalam kebersamaan ini anak merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh
orangtuanya, sehingga anak betah tinggal di rumah.

2.1.3.3 Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga : Komunikasi


merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan keluarga, remaja akan merasa aman
apabila orangtuanya tampak rukun, karena kerukunan tersebut akan memberikan rasa
aman dan ketenangan bagi anak, komunikasi yang baik dalam keluarga juga akan
dapat membantu remaja untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya di luar
rumah, dalam hal ini selain berperan sebagai orangtua, ibu dan ayah harus berperan
sebagai teman, agar anak lebih leluasa dan terbuka dalam menyampaikan
permasalahannya.

2.1.3.4 Saling menghargai antar sesama anggota keluarga : Keluarga yang harmonis
adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap keluarga menghargai perubahan
yang terjadi dan mengajarkan keterampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak
dengan lingkungan yang lebih luas.

2.1.3.5 Kualitas dan kuantitas konflik yang minim : Faktor lain yang tidak kalah
pentingnya dalam menciptakan keharmonisan keluarga adalah kualitas dan kuantitas
konflik yang minim, jika dalam keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran,
maka suasana dalam keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis,
setiap anggota keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan
mencari penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.

2.1.3.6 Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga : Hubungan
yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya sebuah keluarga,
apabila dalam suatu keluarga tidak mempunyai hubungan yang erat, maka antar
anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan akan
kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini dapat diwujudkan dengan
adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan saling
menghargai.

2.1.4 Indikator Keluarga Harmonis


Keluarga harmonis meliputi bebarapa indikator yaitu, (Musshofa, 2011).

2.1.4.1 Kehidupan beragamaan dalam keluarga, mampu melakukan ibadah wajib


maupun sunah, mampu melakukan, mempelajari dan memperdalam agama Islam.
2.1.4.2 Pendidikan keluarga : Memberikan motivasi terhadap pendidikan formal bagi
setiap anggota keluarga.
2.1.4.3 Kesehatan keluarga : Menyukai olahraga, sehingga tidak gampang sakit,
mendapatkan imunisasi yang pokok keadaan rumah dan lingkungan memenuhi
criteria rumah sehat.
2.1.4.4 Ekonomi keluarga : Suami istri mempunyai penghasilan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok, pengeluaran tidak melebihi pendapatan.
2.1.4.5 Hubungan sosial keluarga yang harmonis : Hubugan suami istri saling
mencintai, menyayangi, saling membantu, menghormati, mempercayai, dan saling
terbuka, apabila ada masalah di musyawarahkan dengan baik dan saling mempunyai
jiwa pemaaf.

2.1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga


Untuk mengetahui apakah suatu keluarga itu harmonis atau belum, maka suatu
keluarga harus mengetahui dan memenuhi faktor-faktor yang mempengaruhi
keharmonisan keluarga. Faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga
(Lilik, 2009).

2.1.5.1 Komunikasi Interpersonal : Komunikasi interpersonal merupakan faktor yang


sangat mempengaruhi keharmonisan keluarga karena komunikasi akan menjadikan
seseorang mampu mengemukakan pendapat dan pandangannya, sehingga mudah
untuk memahami orang lain dan sebaliknya tanpa adanya komunikasi kemungkinan
besar dapat menyebabkan kesalahpahaman yang memicu terjadinya konflik.

2.1.5.2 Tingkat ekonomi keluarga : Tingkat ekonomi keluarga juga merupakan salah
satu faktor yang menentukan keharmonisan keluarga. Tingkat ekonomi hanya
berpengaruh terhadap kebahagian keluarga, apabila berada pada taraf yang sangat
rendah sehingga kebutuhan dasar saja tidak terpenuhi dan inilah nantinya akan
menimbulkan konflik dalam keluarga.

2.1.6.3 Sikap orangtua : Sikap orangtua juga berpengaruh terhadap keharmonisan


keluarga terutama hubungan orangtua dan anak-anaknya, semua keputusan di tangan
orangtuanya sehingga membuat remaja itu merasa tidak mempunyai peran dan
merasa kurang dihargai dan kurang kasih sayang serta memandang orangtuanya tidak
bijaksana.
2.1.5.4 Ukuran keluarga : Jumlah anak dalam satu keluarga cara orangtua mengontrol
perilaku anak, menetapkan aturan, mengasuh dan perlakuan efektif orangtua terhadap
anak. Keluarga yang lebih kecil mempunyai kemungkinan yang lebih besar
mengontrol anaknya dan lebih baik anak dengan orangtua.

2.2 Kenakalan Remaja


Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda:
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu
mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang (Kartono, 2013). Kenakalan
anak (Juvenile delinquency) adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa
yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika
perbuatannya itu sempat diketahui petugas hukum ia bisa dikenai hukuman
(Sarwono, 2012). Kenakalan remaja bersumber dari moral yang sudah berbahaya atau
beresiko, menurutnya kerusakan moral bersumber dari keluarga yang sibuk, keluarga
yang retak, dan keluarga yang single parent dimana anak hanya diasuh ibu,
menurunya kewibawaan sekolah dalam mengawasi anak, peranan agama tidak
mampu menangani masalah moral (Wilis, 2014).

Masa remaja merupakan peralihan masa perkembangan yang berlangsung sejak usia
sekitar 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal sampai masa remaja akhir atau usia
dua puluh awal, serta melibatkan perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, dan
psikososial yang saling berkaitan (Papalia, 2009). Dalam hal tersebut pada
pengasuhan yang lebih menekankan kepada hukuman fisik yang diberikan kepada
anak membuat remaja menaruh rasa dendam. Hal ini dapat merupakan sumber dari
kenakalan remaja seperti menentang, membolos dan lain sebagainya.

2.2.1 Pengertian Remaja


Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Masa
transisi ini seringkali menghadapakan individu yang bersangkutan kepada situasi
yang membingungkan, disatu pihak masih kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia sudah
harus bertingkah laku seperti orang dewasa. Situasi-situasi yang menimbulkan
konflik seperti ini, sering menyebabkan perilaku-perilaku yang aneh, canggung dan
kalau tidak dikontrol bisa menjadi kenakalan (Sarwono, 2012).

Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada
usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun (Feldman, Papalia & Olds,
2008). Masa remaja sebagai usia bermasalah karena ketidakmampuannya untuk
mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakni, banyak remaja
akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan
mereka (Hurlock, 2012). Rentang waktu usia remaja dibedakan atas tiga, yaitu masa
remaja awal antara usia 12-15 tahun, masa remaja tengah antara usia 15-18 tahun, dan
masa remaja akhir antara usia 18-21 tahun (Desmita, 2009).

2.2.2 Ciri-ciri Remaja


2.2.2.1 Seperti halnya pada semua periode yang penting, sela rentang kehidupan masa
remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode
sebelumnya dan sesudahnya. Masa remaja ini, selalu merupakan masa-masa sulit bagi
remaja maupun orangtuanya. Menurut Jatmika, (2010). Kesulitan itu berangkat dari
fenomena remaja sendiri dengan beberapa perilaku khusus; yaitu: Remaja mulai
menyampaikan kebebasannya dan haknya untuk mengemukakan pendapatnya sendiri.
Tidak terhindarkan, ini dapat menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan bias
menjauhkan remaja dari keluarganya.

Remaja lebih mudah dipengaruhi oleh teman-temannya daripada ketika mereka masih
kanak-kanak. Ini berarti bahwa pengaruh orangtua semakin lemah. Anak remaja
berperilaku dan mempunyai kesenangan yang berbeda bahkan bertentangan dengan
perilaku dan kesenangan keluarga. Contoh-contoh yang umum adalah dalam hal
mode pakaian, potongan rambut dan kesenangan musik.

Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhannya maupun
seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul bisa menakutkan,
membingungkan dan menjadi sumber perasaan salah dan frustrasi. Remaja sering
menjadi terlalu percaya diri (over confidence) dan ini bersama-sama dengan
emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan sulit menerima nasihat dan
pengarahan oangtua.

2.2.2.2 Selanjutnya menurut Jatmika (2010). menjelaskan adanya kesulitan yang


sering dialami kaum remaja yang betapapun menjemukan bagi mereka dan orangtua,
merupakan bagian yang normal dari perkembangan remaja itu sendiri. Beberapa
kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja antara lain: Variasi kondisi
kejiwaan: Suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri,
tetapi pada saat yang lain terlihat sebaliknya, periang, berseri-seri dan yakin. Perilaku
yang sulit ditebak dan berubah-ubah ini bukanlah sesuatu yang abnormal.

Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba: Hal ini merupakan sesuatu yang normal dan
sehat. Rasa ingin tahu seksual dan bangkitnya rasa birahi adalah normal dan sehat.
Ingat, perilaku tertarik pada seks sendiri juga merupakan cirri yang normal pada
perkembangan masa remaja. Rasa ingin tahu seksual dan birahi jelas menimbulkan
bentuk-bentuk perilaku seksual, membolos.

Perilaku anti sosial : Seperti suka mengganggu, berbohong, kejam dan menunjukkan
perilaku agresif. Sebabnya mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada
budayanya. Penyalahgunaan obat bius. Psikosis, bentuk psikosis yang paling dikenal
orang adalah skizofrenia (setengah gila hingga gila beneran).
2.2.2.3 Dari berbagai penjelasan di atas, dapatlah dipahami tentang berbagai ciri
remaja. Ciri-ciri tersebut adalah :
Masa remaja sebagai periode yang penting Pada periode remaja, baik akibat langsung
maupun akibat jangka panjang tetaplah penting. Perkembangan fisik yang begitu
cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada masa awal
remaja. Masa remaja sebagai periode peralihan : Pada fase ini, remaja bukan lagi
seorang anak dan bukan juga orang dewasa, kalau remaja berperilaku seperti anak-
anak, ia akan diajari untuk bertindak sesuai dengan umurnya. Kalau remaja berusaha
berperilaku sebagaimana orang dewasa, remaja seringkali dituduh terlalu besar
ukurannya dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa.

Masa remaja sebagai periode perubahan tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik : Selama awal masa
remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap
juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan
perilaku juga menurun. Masa remaja sebagai usia bermasalah setiap periode
perkembangan mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja
sering menjadi persoalan yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak
perempuan : Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut
cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa
penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.

Masa remaja sebagai masa mencari identitas pada tahun-tahun awal masa remaja,
penyesuaian diri terhadap kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan
perempuan : Lambat tahun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas
lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.
Status remaja yang mendua ini menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan remaja
mengalami “krisis identitas” atau masalah-masalah identitas-ego pada remaja. Masa
remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan: Anggapan budaya bahwa remaja
suka berbuat semaunya sendiri atau “semau gue”, yang tidak dapat dipercaya dan
cenderung berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung jawab dan
bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

Masa remaja sebagai ambang masa dewasa semakin mendekatnya usia kematangan
yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun
dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan
bertindak seperti orang dewasa ternyata bejumlah cukup: Oleh karena itu, remaja
mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu
merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam
perbuatan seks bebas yang cukup meresahkan. Mereka menganggap bahwa perilaku
yang seperti ini akan memberikan citra yang sesuai dengan yang diharapkan mereka.

2.2.2.4 Remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan
yang cepat baik secra fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi
selama masa remaja yang sekaligus sebagai ciri-ciri masa remaja (Jahja, 2011).
Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal
sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari
perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi
sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi
bari yang berbeda dari masa-masa yang sebelumnya.

Pada fase ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan kepada remaja, misalnya
mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah laku seperti anak-anak, mereka harus
lebih mandiri, dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan
terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan tampak jelas pada remaja akhir yang
duduk di awal-awal masa kuliah di perguruan tinggi. Perubahan yang cepat secara
fisik juga disertai dengan kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat
remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik
yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan,
dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan,
dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungannya dengan orang lain.
Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa
kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga
dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja
diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih
penting. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-
kanak menjadi kurang penting, karena telah mendekati dewasa. Kebanyakan remaja
bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi, di satu sisi mereka
menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang
menyertai kebebasan itu, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul
tanggung jawab.

2.2.3 Bentuk-bentuk atau Penggolongan Kenakalan Remaja


Menurut Wahidin (2014), Kenakalan remaja dapat di golongkan dalam 4 jenis :
Kenakalan remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti
perkelahian, pemerkosaan dan pembunuhan. Kenakalan remaja yang menimbulkan
korban materi, seperti pengrusakan, merokok, minum-minuman keras, ngebut dijalan,
pencurian, dan pencopetan. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban fisik
pada orang lain, seperti pelacuran, penyalahgunaan obat, kumpul kebo, dan lain-lain.
Kenakalan yang melawan status, mengingkari kasus pelajar dengan cara membolos,
mengingkari status orang tua dengan minggat dari rumah atau melawan orang tua.

Menurut Asmani, (2012) kenakalan remaja yang sering dilakukan di sekolah adalah
sebagai berikut : Rambut panjang bagi siswa putra, rambut disemir, mentato kulit,
merokok, berkelahi, mencuri, merusak sepeda/motor temannya, pergaulan bebas,
pacaran, tidak masuk sekolah, sering bolos, tidak disiplin, ramai di dalam kelas,
bermain play station, mengotori kelas dan halaman sekolah.

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja


1.2.4.1 Faktor internal
Menurut Qolbiah, (2016) Masa remaja identik dengan keceriaan, kebingungan,
persahabatan pengenalan diri, remaja juga mudah tersinggung, karena jumlah remaja
memiliki sifat egosentris. Faktor internal penyebab penyimpangan perilaku remaja,
psikologis mental remaja masih tergolong labil dengan didukung keingintahuan yang
kuat, maka mereka biasa cenderung melakukan apa saja tanpa mempertimbangkan
yang akan ditimbulkan. Dalam kondisi seperti ini para orang tua tidaklah membiarkan
dengan begitu saja bagi anaknya khususnya saat masa reamaja, di usia yang rentang
lebih baik diarahkan dalam pendidikan yang positif, seperti mengikuti kegiatan
remaja Masjid, yang ada dilingkungannya.

Semua orangtua pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya, juga ingin
memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan anak. Keadaan keluarga
yang terpecah broken home, pasti ingin memberi yang terbaik terhadap anak-anaknya
agar tidak melakukan tidakan nakal di masyarakat. Orang tua yang terlalu sibuk
diluar rumah tak dapat memberikan cukup waktu bagi anak-anaknya, ini sering
digunakan anak untuk mencari kepuasan diluar rumah, dengan kawan-kawannya
yang senasib yang akhirnya membentuk gank-gank yang memiliki sifat-sifat agresif,
sehingga dapat mengganggu masyarakat. Hal ini bisa mengarahkan kepada yang
dinamakan kenakalan remaja (juvenile delinquency).

2.2.4.2 Faktor Eksternal


Menurut Qolbiah (2017), lingkungan masyarakat istilah lingkungan sebagai
ungkapan dari lingkungan hidup yang juga sering digunakan istilah lain seperti dunia
dan alam semesta. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh Allah
SWT kepada masyarakat melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulnya. Jadi
lingkungan Islam berarti obyek material yang kajiannya bidang lingkungan dan
perumusannya didasarkan pada sumber nilai ajaran agama Islam. Perkembangan
teknologi yang menimbulkan kegoncangan para remaja yang memiliki mental untuk
menerima perubahan baru. Media massa seperti film dan buku bacaan yang
menggambarkan siswa yang membolos, tawuran, melakukan kejahatan, kelicikan,
perampok, pencuri, memberikan kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan rasa
hati yang terpendam. Disamping pengaruh rangsangan untuk mencontohnya dalam
kehidupan sehari-hari akhinya secara tidak disadari mereka telah meniru apa yang
terdapat dalam film maupun dalam bacaan-bacaan tersebut. Secara psikologis para
pelajar mempunyai sifat imitatif, yaitu ingin meniru apa yang dilakukan oleh idolanya
yang diperoleh ketika (membaca buku), (film), dan (komputer/laptop) yang sekarang
ini seperti kebutuhan sehari-hari dan sebagainya.
Tidak selektifnya anak dalam memilih buku bacaan, film, dalam bermain komputer
atau laptop dan sebagainya serta kurangnya pengawasan orangtua dapat
mengakibatkan siswa melakukan tindakan negatif dari apa yang telah dibaca, dilihat,
karena anak sifatnya mencontoh.

Dari beberapa faktor yang menyebabkan kenakalan remaja tersebut di atas, maka
yang perlu diperhatikan bahwa harus adanya keaadaan yang harmonis didalam suatu
keluarga, dimana keluarga yang harmonis akan membentuk perilaku anak dan
keluarga yang baik, agar anak terhindar dari kenakalan remaja. Orangtua harus
mengontrol dan perilaku anak, dan memberikan kasih sayang kepada anak. Dari
kutipan di atas telah kita ketahui bahwasannya memilih wanita untuk pendamping
hidup juga hati-hati karena itu dapat berpengaruh dalam keturunan kita selanjutnya.
Teman pergaulan perilaku seseorang tidak akan jauh dari teman pergaulannya.
Remaja itu cenderung hidup berkelompok (geng) dan selalu ingin diakui identitas
kelompoknya di mata orang lain. Oleh sebab itu, sikap perilaku yang muncul diantara
mereka itu sulit untuk dilihat perbedaannya. Dampak kenakalan remaja pasti akan
berimbas pada remaja tersebut. Bila tidak segera ditangani, agar terhidar dari hal-hal
yang tidak diinginkan.

2.2.5 Upaya Mengatasi Kenakalan Remaja (Kartini & Kartono, 2010)


2.2.5.1 Upaya penangulangan kenakalan remaja telah banyak dilakukan oleh
perorangan atau kelompok secara bersama-sama untuk mendapat hasil yang
dingginkan dengan itu pula dapat menjadikan remaja bisa atau dapat menerima
keadaan dilingkungannya secara wajar. Menghilangkan semua sebab-sabab
timbulnya kenakalan remaja, baik yang berupa pribadi familial, sosial ekonomis dan
kultural atau melakukan perubahan lingkungan dengan jalan mencarikan orangtua
angkat/asuh dan memberikan fasilitas yang diperlukan bagi perkembangan jasmani
dan rohani yang sehat bagi anak-anak remaja.

Memindahkan anak-anak nakal ke sekolah yang lebih baik, atau ke tengah


lingkungan sosial yang baik. Memberikan latihan bagi para remaja untuk hidup
teratur, tertib dan berdisiplin. Memanfaatkan waktu senggang di kamp latihan, untuk
membiasakan diri bekerja, belajar dan melakukan rekreasi sehat dengan disiplin
tinggi. Memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan
pembangunan.

2.2.5.2 Upaya penaggulangan secara preventif. Upaya penanggulangan secara


preventif yaitu suatu usaha untuk menghindari kenakalan atau mencegah timbulnya
kenakalan-kenakalan sebelum rencana kenakalan itu bisah atau setidaknya dapat
memeprkecil jumlah kenalan remaja setiap harinya. Agar dapat mewujudkan upaya
penggulangan tersebut perlu dilakukan langkah-langkah yang tepat dalam
melakukan upaya preventif tersebut antara lain, lingkungan keluarga merupakan
lingkungan pertama dan terakhir dalam membentuk peribadi anak, sehingga langkah
yang dapat ditempuh dalam upayah preventif ini antara lain, menciptakan lingkungan
keluarga yang harmonis dengan menghindari percecokan antara istri dan suami serta
kerabat yang lain. Menjaga agar dalam keluarga jangan sampai terjadi perceraian,
sehingga dalam keluarga tidak terjadi broken home.

Orangtua hendaknya lebih banyak meluangkan waktu di rumah, sehingga mereka


mempunyai waktu untuk memberi perhatian terhadap pendidikan anaknya. Orangtua
harus berupaya memahami kebutuhan anak-anaknya tidak bersikap yang berlebihan,
sehingga anak tidak akan menjadi manja. Menanamkan disiplin pada anaknya.
Orangtua tidak terlalu mengawasi dan mengatur setiap gerak gerik anak, sehingga
kebebasan berdiri sendiri, dalam lingkungan masyarakat langkah-langkah pencegahan
yang harus ditempuh masyakat antara lain. Perlu adanya pengawasan atau kontrol
dengan jalan menyeleksi masuknya unsur-unsur baru.

Perlu adanya pengawasan terhadap pengedaran buku-buku seperti komik, majalah


ataupun pemasangan iklan-iklan yang dianggap perlu. Menciptakan kondisi sosial
yang sehat, sehingga akan mendukung perkembangan dan pertumbuhan anak.
Memberi kesempatan untuk berpartisipasi pada bentuk kegiatan yang lebih relavan
dengan adanya kebutuhan anak muda zaman sekarang.

2.2.5.3 Upaya penanggulangan secara represif. Upaya penaggulangan secara represif


adalah suatu usaha atau tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan remaja
sesering mungkin atau menghalagi timbulnya peristiwa yang lebih kuat, upaya ini
bisa diwujudkan dengan jalan memberi peringatan atau hukuman yang dilakuan
setiap remaja. Bentuk hukuman tersebut bersifat psikologis yaitu, mendidik dan
menolong agar mereka menyadari akan perbuatannya dan tidak akan mengulangi
kesalahannya, upaya penaggulangan secara represif dari lingkungan keluarga dapat
ditempuh dengan jalan memdidik anak hidup disiplin terhadap peraturan yang
berlaku dan bila dilanggar harus ditindak atau diberi hukuman sesuai dengan
perbuatannya.

Dalam lingkungan masyarakat tindakan represif dapat ditempuh dalam


memfungsikan peran masyarakat sebagai kontrol sosial yaitu dengan langkah-langkah
sebagai berikut : Memberi nasehat secara langsung kepada anak yang bersangkutan
agar anak tersebut meninggalkan kegiatannya yang tidak sesuai dengan seperangkat
norma yang berlaku, yakni norma hukum, sosial, susila dan agama, membicarakan
dengan orang tua anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluar untuk anak
tersebut. Sebagai langkah terakhir masyarakat untuk lebih berani melaporkan kepada
yang berwajib tentang adanya perbuatan dengan disertai bukti-bukti yang nyata,
sehingga bukti tersebut dapat dijadikan dasar yang kuat bagi instansi yang berwenang
di dalam menyelesaikan kasus kenakalan remaja.

Lingkungan sekolah tindakan represif dapat diambil sebagai langkah awal adalah
dengan memberi teguran dan peringatan jika anak didik kita melakukan pelanggaran
terhadap tata tertib di sekolah. Bentuk hukuman tersebut bisa berupa melarang
bersekolah untuk sementara waktu. Hal ini dilakukan agar menjadi contoh bagi siswa
lainya, sehingga dengan demikian mereka tidak mudah melakukan pelangaran atau
tata tertib sekolah.

2.2.5.3 Upaya penanggulangan secara kuratif dan rehabilitasi :


Tindakan kuratif dan rehabilitasi dalam mengatasi kenakalan remaja berarti usaha
untuk memulihkan kembali (menolong) anak yang terlibat kenakalan agar kembali
dalam perkembangan yang normal atau sesuai dengan aturan-aturan/norma-norma
hukum yang berlaku. Sehingga pada diri anak remaja tumbuh kesadaran dan terhindar
dari keputusasaan (frustasi). Penanggulangan ini dilakukan melalui pembinaan secara
khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidangnya.
2.2.5.3 Menurut Priyatna (2012), terdapat 3 macam pola asuh orang tua, yaitu: Pola
asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak. Orang tua
dengan pola asuh ini bersikap rasional, yang selalu mendasari tindakannya pada rasio
atau pemikiranpemikiran. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak
untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak
bersifat hangat. Dalam pola asuh seperti ini, orang tua lebih mau mendengar keluhan
anaknya, mau memberikan masukan. Ketika anaknya diberikan hukuman, orang tua
menjelaskan mengapa dia harus dihukum. Pola asuh ini banyak dimiliki orang tua
zaman sekarang. Contoh pola asuh orang tua seperti ini yaitu mendengarkan “curhat”
dari anaknya, mau memberikan solusi dari masalah yang dihadapi.

Pola asuh otoriter adalah sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak
harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak
mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung
memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa
yang dikatakan oleh orang tuanya, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum
anak. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti
mengenai anaknya. Oleh karena itu pelaksanaannya akan melibatkan hukuman dan
pemaksaan, agar tingkah laku yang diinginkan orang tua terbentuk pada anak. Pola
asuh ini kurang kehangatan dan komunikasi.

Pola asuh permisif biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar.


Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan
yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak
apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh
mereka. Namun pada orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali
dikuasai oleh anak. Pada pola asuh permisif dapat menciptakan pribadi anak menjadi
bebas dan terkadang bertindak tidak sesuai dengan aturan maupun norma yang ada.
Selain itu, anak yang pola asuh permisif biasanya kurang menghargai pendapat orang
tuanya, sehingga mereka sering merasa memiliki kebebasan bertindak dan
memutuskan segala hal.
2.3 Kerangka teori

Faktor harmonisan
keluarga :
1. Proses
keterbukaan
keluarga
2. Adanya Persepsi Keharmonisan
kesepakatan Keluarga
keluarga
3. Cara mendidik Kenakalan Remaja
4. Meningkatkan
interaksi

Indikator keluarga
harmonis : Faktor Internal : Faktor Eksternal :
1. Kehidupan 1. Usia 1. Filem
beragam 2. Mental 2. Buku bacaan
2. Pendidikan 3. Broken Home 3. Komputer/laptop
keluarga
3. Kesehatan
keluarga
4. ekonomi
keluarga
5. Hubungan sosial

Faktor yang
mempengaruhi
keharmonisan
keluarga :
1. Komunikasi
Interpersonal
2. Tingkat
ekonomi
3. Sikap orang tua
4. Ukuran keluarga Gambar 2.1 Kerangka teori
Sumber : (Mufidah 2008; Lilik 2009; Musshofa 2011 dan Qolbiah 2017).
2.4 Kerangka konsep penelitian

Dalam kerangka konsep penelitian dijelaskan mengenai variabel bebas dan


variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi
keharmonisan keluarga. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kenakalan
remaja.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Persepsi
keharmonisan Kenakalan remaja
keluarga.

Pola asuh

Variabel Penggangu

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

2.5 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Jenis
hipotesis dalam statistic:
Hipotesis nol (H0) merupakan suatu hipotesis yang menyatakan tidak
adanya hubungan, perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh
variabel X dan Y (Arikunto, 2010).
Hipotesis alternatif (Ha) yaitu hipotesis yang menyatakan adanya hubungan
antara variabel X dan Y (Arikunto, 2010).
Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada hubungan persepsi keharmonisan keluarga
dengan kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa
Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan antara persepsi keharmonisan keluarga
dengan kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa
Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan rancangan penelitian


Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Sugiyono (2013)
menjelaskan bahwa penelitian kuantitaif adalah suatu metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel
pada umumnya dilakukan secara acak, dan pengumpulan data menggunakan intrumen
penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi hubungan persepsi
kehamonisan keluarga dengan kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes. Penelitian ini menggunakan metode korelasi untuk
mengetahui hubungan suatu variabel dengan variabel-variabel yang lain. Dengan
menggunakan metode tersebut, akan dapat diketahui apakah terdapat hubungan yang
signifikan persepsi kharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja.

3.2 Alat penelitian dan cara pengumpulan data


3.2.1 Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,
2015). Kuesioner penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian. Bagian A untuk
menjelaskan karakteristik data responden. Bagian B untuk mengumpulkan data
tentang persepsi keharmonisan keluarga dan ketidakharmonisan keluarga. Bagian C
menjelaskan tentang kenakalan remaja. Masing-masing kuesioner memiliki nilai,
penelitian ini pengukuran skalanya menurut (Guttman). Yang menggunakan “Ya”
atau “Tidak”. Kuesioner I persepsi keharmonisan keluarga yang terdiri dari 16
pertanyaan, 1-8 nilai 1 jika menjawab Ya. 9-16 nilai 1 jika menjawab tidak.
Kuesioner II terdiri dari 10 pertanyaan jika 1-10 nilai 1 jika menjawab tidak.
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Persepsi Keharmonisan Keluarga

Variabel Item Jumlah


Favourabel Unfavourabel
Persepsi kehar-
Monisan keluarga
a. Aspek keharmonisan keluarga 1,2,3 3
b. Indikator keluarga 4,5,6,7,8,15 6
c. Faktor yang mempengaruhi 9,10,11,12,13,14,16 7
Keharmonisan keluarga

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kenakalan Remaja

Variabel Item Jumlah


Kenakalan
Remaja
a. Minum-minuman keras, narkotika, merokok 1,2,3 3
b. Ngebut dijalanan, berkelahi, memalak 4,5,6 3
c. Seks bebas, pulang malam, membolos, melihat video porno 7,8,9,10 4

3.2.2 Cara Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data dari responden dalam penelitian yang dilakukan di Desa
Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes, peneliti melaksanakan
prosedur pengumpulan data sebagai berikut

Peneliti menyelesaikan proposal dan melakukan sidang proposal, setelah proposal


disetujui, peneliti mengajukan permohonan ijin dari Ketua Program Studi S1
keperawatan STIKes Bhamada Slawi. Peneliti melakukan permohonan ijin penelitian
kepada Kesbangpolinmas Kabupaten Brebes sebagai surat pengantar yang ditujukan
ke Bappeda. Setelah mendapatkan surat ijin dari Bappeda dan membawa surat
pengantar ke Desa untuk mendapatkan ijin penelitian. Kemudian peneliti melakukan
uji validitas dan reabilitas dulu di Desa Jakatamu, setelah itu peneliti melekukan ijin
penelitian dari keluruhan, peneliti meminta surat rekomendasi dari kepala desa untuk
mengumpulkan remaja yang akan dijadikan sebagai responden dalam penelitian.
Peneliti mengidentifikasi remaja yang sesuai dengan kriteria responden. Peneliti
mendatangi nomor rumah yang genap dan memberikan surat informasi penelitian.
Setelah itu peneliti mengatur jadwal untuk dilakukannya penelitian. Setelah waktu di
sepakati, peneliti membuat dan memberikan undangan untuk seluruh responden.
Sebelum penelitian dilakukan, peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan cara
pengisian kuesioner kepada responden. Setelah memahami tujuan penelitian,
responden diminta menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi responden
penelitian bagi yang bersedia berpartisipasi dalam kegiatan penelitian. Proses
pengisian kuesioner membutuhan waktu ± 30 menit. Pada saat pengisian kuesioner
peneliti didekat responden, apabila responden tidak mengerti peneliti dapat langsung
memberikan penjelasan pada responden. Jika kuesioner sudah diisi, kemudian peneliti
melihat kelengkapan dari kuesioner dengan cara memberikan kode responden untuk
menjaga kerahasiaan jawaban responden, yang selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis data.

3.3 Populasi dan sampel


3.3.1 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi merupakan keseluruhan
subjek penelitian (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini populasinya adalah remaja
yang ada di Desa Rengas pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes yang
berusia 15-18 tahun berjumlah 81 orang (Profil Desa Rengas Pendawa 2018).

3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Dalam mengambil sampel penelitian ini digunakan cara atau teknik-teknik
tertentu, sehingga sampel tersebut dapat mewakili populasi (Sugiyono, 2015). Dalam
penelitian mengambil sampel penelitian secara acak dengan melihat nomor rumah
yang genap genap sehingga dapat mewakili populasi.

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan


sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling
yang digunakan (Sugiyono, 2015). Pada penelitian ini dalam menentukan sampel
penelitian menggunakan teknik simple random sampling. Teknik simple random
sampling adalah pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan starta yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2015).
Pengambilan sampel ini menggunakan teknik secara acak, berdasarkan kriteria dan
mendatangi nomor rumah yang genap. Supaya hasil penelitian sesuai dengan tujuan,
maka penentuan sampel yang dikehendaki harus sesuai dengan kriteria tertentu yang
telah ditetapkan dalam penelitian.

3.3.2.1 Kriteria inklusi


Merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subyek agar dapat
diikutsertakan ke dalam penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu :
a) Remaja laki-laki maupun perempuan yang berusia 15-18 tahun.
b) Bersedia menjadi responden.
c) Sehat jasmani rohani.
d) Warga desa Rengas Pendawa Kecamatan Langan Kabupaten Brebes.

3.3.2.2 Kriteria eksklusi


Merupakan keadaan yang menyebabkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi tidak
dapat diikut sertakan dalam penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu:
Remaja yang tidak bisa baca dan menulis.
3.4 Besar Sampel
Berdasarkan data yang didapat di Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan
Kabupatem Brebes, jumlah remaja sebanyak 81 responden. Teknik sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling (Pengambilan sampel
seacara acak) dengan memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi.

𝑛 = N
1+ N (e²)

Keterangan :
𝑛: Jumlah sampel
N: Jumlah populasi
e: error level (tingkat kesalahan)
error level yang digunakan 0,1 (10%)

n= N
1 + N (e)2
= 81
1 + 81 (0,1)2
= 44
Berdasarkan rumus slovin, maka pengambilan sampel berjumlah 43,3 sehingga
dibulatkan menjadi 44 responden.

3.5 Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan
Kabupaten Brebes. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni-Juli 2018.
3.6 Definisi operasional variabel penelitian dan skala pengukuran
Tabel 3.1 Definisi operasional variabel penelitian dan skala pengukuran
Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala
Persepsi Pemahaman remaja Kuesioner Nilai atau skor Ordinal
keharmonisan terhadap keluarga persepsi
keluarga bahagia yang ditandai keharmonisan
oleh berkurangnya keluarga
ketegangan, a. Baik jika
kekecewaan dan skornya 10-16
menerima seluruh b. Cukup jika
keadaan yang meliputi skornya 6-9
fisik,mental dan sosial. c. Kurang jika
skornya < 6
Kenakalan Merupakan perilaku Kuesioner Nilai atau skor Nominal
remaja remaja yang melanggar tertinggi
norma-norma yang kenakalan
disebabkan oleh suatu remaja
bentuk pengabaian a. Nakal jika
sosial, sehingga mereka skornya 1-10
itu mengembangkan b. Tidak nakal
bentuk tingkah laku jika nilai 0
yang menyimpang

3.6.1 Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang artinya sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu kuesioner atau
instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Kuesioner yang menghasilkan
data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai kuesioner yang
memiliki validitas yang rendah. Adapun rumus untuk mengetahui koefisien korelasi
product moment (r) adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2009):
∑XY – (∑X) (∑Y) / n
rxy =
[∑X2 – (∑X)2 / n] [∑Y2 – (∑Y)2 / n]

Keterangan :
r = Korelasi antara masing-masing item pertanyaan
X = Skor pertanyaan
n = Jumlah subyek
Y = Skor total pertanyaan

Pengujian validitas instrument menggunakan analisis tiap butir (item analisys)


dengan korelasi product moment. Menurut Sugiyono (2009), bila r hitung lebih besar
dari r tabel artinya variabel tersebut valid. Bila r hitung lebih kecil dari r tabel artinya
variabel tersebut tidak valid. Alat ukur (kuesioner dalam penelitian) ini akan
dilakukan uji validitas di Desa jakatamu yang mempunyai karakteristik sama seperti
sering berkelahi, minum-minuman keras dan lain-lain, karena belum valid.

3.6.2 Reliabilitas
Reliabilitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui hasil pengukuran tetap
konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama. Dengan
standar penilaian membandingan nilai r hasil dengan r tabel , jika r alpha > r tabel,
maka reliabel (Noor, 2013). Alat ukur (kuesioner dalam penelitian ini akan dilakukan
uji reabilitas di Desa jakatamu yang mempunyai karakteristik sama seperti sering
berkelahi, minum-minuman keras dan lain-lain.

3.7 Teknik pengolahan data dan analisa data

3.7.1 Metode pengolahan data


3.7.1.1 Teknik Pengolahan Data
Menurut Sugiyono (2015) pengolahan data adalah langkah mengolah data sedemikian
rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki data tersebut. Data yang terkumpul
kemudian diolah dengan cara editing, coding, processing/entry, dan cleaning. Pada
tahap editing, peneliti mulai dengan memeriksa kelengkapan dan kejelasan pada
kuesioner yang diisi oleh responden. Kedua yaitu coding, pada penelitian ini kode
yang diberikan peneliti untuk kuesioner persepsi keharmonisan keluarga mencakup
pengkodean pada identitas reponden meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan dan
pekerjaan. Selanjutnya pengkodean untuk jawaban responden, yaitu kode 1 untuk
jawaban yang benar dan kode 2 untuk jawaban sesuai

Setelah coding selesai dilakukan mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari responden


dalam kategori tertentu. Kemudian processing / entry, peneliti memasukkan data
yang telah didapat. Tahap terakhir dalam pengolahan data yaitu cleaning, peneliti
mengecek apabila ada kesalahan penulisan kode pada komputer dan menghapus data-
data yang tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian.

3.7.1.2 Analisis data

Analisis Univariat
Data dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian. Untuk alasan tersebut
dipergunakan uji statistik yang cocok dengan variabel penelitian. Data yang di
peroleh akan dianalisis menggunakan program komputer. Karakteristik umum
(Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan) akan dianalisis dengan
distribusi prosentase. Distribusi responden berdasarkan persepsi keharmonisan
keluarga dengan kenakalan remaja akan dianalisis dengan prosentase. Uji statistik
yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel adalah chi square.
Variabel independent yaitu persepi kearmonisan keluarga. Variabel dependent yaitu
kenakalan remaja.
Analisa Bivariat
Karena data yang digunakan adalah data ordinal dan nominal, maka uji statistik
analisa bivariat yang digunakan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkorelasi dengan (chi-square).
Rumus chi-square dengan α 0,01%.

(O-E)2
X =∑
2

E
Keterangan :
X2 = chi-square
O = frekuensi yang diobsevasi
E = frekuensi yang diharapkan

Tabel 3.2 Variabel Penelitian Dan Uji Statistik

Karakteristik dan Variabel Variabel Uji Statistik

Independen Dependen
Persepsi keharmonisan keluarga Kenakalan remaja Chi-square

(Ordinal) (Nominal)

3.8 Etika penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai responden tidak boleh bertentangan


dengan etik. Tujuan penelitian harus etis dalam arti hak responden harus dilindungi.
Prinsip etika penelitian merupakan standar etika dalam melakukan penelitian
Notoatmodjo (2012). Menurut Nursalam (2010) dalam Wasrifatun (2015) etika dalam
penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan sebuah penelitian,
mengingat penelitian akan berhubungan langsung dengan manusia. Oleh karena itu,
segi etika penulisan harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak azasi dalam
kegiatan penelitian. Masalah etika dalam penelitian meliputi :
3.8.1 Persetujuan responden (informed consent)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti. Peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan riset yang telah dilakukan serta dampak yang
mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia
diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar persetuan tersebut. Responden
penelitian atau responden diberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian prosedur,
pengumpulan data, manfaat dan kerugian menjadi responden dalam penelitian ini dan
diberi hak untuk bersedia atau tidak dalam penelitian ini dengan menjelaskan hak dan
kewajiban responden serta peneliti.

3.8.2 Tanpa nama (Anomity)


Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan
nama subyek pada lembar alat ukur. Lembar tersebut hanya diberi nomor, kode/inisial
responden. Suatu bentuk jaminan dengan tidak mencantumkan identitas responden.
Peneliti tidak akan mencantumkan nama asli responden pada lembar alat ukur.
Peneliti hanya diperbolehkan memberi kode pada lembar alat ukur atau hasil
penelitian untuk menjaga kerahasiaan.

3.8.3 kerahasiaan (confidentality)


Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti.Peneliti
menjamin bahwa informasi yang diberikan responden tidak akan diakses oleh orang
selain tim peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian. Publikasi akan dilakukan
apabila terkait dengan penelitian dan dengan persetujuan responden.

3.8.4 Keadilan (Juctice)Peneliti memberikan perlakuan penelitian ataupun dalam


berkomunikasi, yang sesuai terhadap responden penelitian dengan tidak
mengistimewakan sebagian responden dengan sebagian responden yang
lain.Peneliti memberikan reinforcement positive pada semua responden
keluarga balita yang telah mengikuti kegiatan penelitian.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan dan dijelaskan tentang hasil penelitian mengenai
hubungan persepsi keharmmonisan keluarga dengan kenakalan remaja di Desa
Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. Penjelasan tersebut
meliputi hasil pengolahan data penelitian.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2018 di Desa Rengas Pendawa


Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes, terhadap 44 remaja. Pengumpulan data
dilakukan menggunakan kuesioner yang diisi oleh remaja. Seluruh data yang
terkumpul dan telah memenuhi syarat selanjutnya dilakukan analisis. Hasil penelitian
disajikan dalam bentuk tabel dan narasi yang didasarkan pada hasil analisis.

4.1 Hasil
4.1.1 Analisa Data
4.1.1.1 Karakteristik Responden
Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan,
pekerjaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Frekuensi Prosentase %


Umur :
15 tahun 4 9,9 %
16 tahun 3 6,8 %
17 tahun 15 34 %
18 tahun 22 50 %
Jenis Kelamin :
Laki-laki 30 68,1 %
Perempuan 14 31,1 %
Pendidikan :
Sd 3 6,8 %
Smp 25 56,8 %
Sma 16 36,3 %
Pekerjaan :
Bekerja 27 61,3 %
Tidak bekerja 17 38,6 %

Dari tabel 4.1 hasil analisa karakteristik responden berdasarkan umur didominasi oleh
responden remaja yang berumur 18 tahun (WHO). Prosentase responden yang
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 97,7%. Responden sebagaian besar
berpendidikan menengah 56,8% dan bekerja 61,3%.

4.1.1.2 Persepsi keharmonisan keluarga dan kenakalan remaja di Desa Rengas


Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
Distribusi responden dapat dilihat pada tabel persepsi keharmonisan keluarga)
di bawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan persepsi keharonisan keluarga di
Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
Variabel Frekuensi Prosentase
Persepsi keharmonisan keluarga :
Kurang 3 6,8%
Cukup 8 18%
Kurang 30 68,18%

Total 44 100%
Dari tabel 4.1 diperoleh hasil persepsi keharmonisan keluarga tertinggi adalah
harmonis sebanyak 93,1%, yaitu tidak memberikan kebebasan kepada remaja untuk
berperilaku seperti yang anda inginkan dan membuat aturan-aturan yang mau tak
mau harus di turuti oleh remaja (tidak boleh membantah). Sedangkan yang tidak
harmonis sejumlah 6,8%, yaitu orang tua tidak melarang anda untuk berteman dengan
teman lawan jenis dengan batas sewajarnya dan memberi kebebasan penuh kepada
anda untuk bergaul dengan siapa saja yang anda sukai dan memberikan kepercayaan
penuh kepada anda untuk menentukan cita-citanya tanpa melihat bakat anda.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan kenakalan di Desa Rengas


Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.

Variabel Frekuensi Prosentase


Kenakalan remaja
Nakal tidak 41 93,1
Nakal 3 6,8

Dari tabel 4.3 diperoleh hasil kenakalan remaja yang dikategorikan nakal
sebanyak 6,8%, yaitu selalu bermain di luar rumah sampai larut malam, sering
berbohong pada orang tua, secara sembunyi-sembunyi mencoba untuk
berbohong dan mengonsumsi minum-minuman keras. Sedangkan yang
dikategorikan tidak nakal sebanyak 93,1%.

Untuk melakukan uji chi squre diperlukan beberapa asumsi, yang harus
terpenuhi diantaranya data frekuensi dan kategorik, serta dilakukan uji
normalitas. Data yang diperoleh berbentuk frekuensi dan kategorik, serta
hasil uji normalitas menunjukkan distribusi yang tidak normal, sehingga
memenuhi syarat untuk dilakukan uji chi square.
4.1.1.3 Hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja di Desa
Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
Untuk mengetahui hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan
kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten
Brebes, sebagai berikut

Tabel 4.4 Hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan


remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten
Brebes

Persepsi Kenakalan Remaja P


keharmonisa Tidak Nakal Nakal value
n keluarga F % F %
Harmonis 41 93,1 3 6,8 0,00
Tidak 3 6,8 41 93,1
harmonis

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar remaja termasuk kategori
tidak nakal sebanyak 93,1%. Hasil uji chi square menunjukan ρ 0,00 (p-
Value < 0,05). Yang menunjukan bahwa Ho ditolak yang berarti sehingga dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan persepsi keharmonisan
keluarga terhadap kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes tahun 2018.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik responden
Berdasarkan hasil penelitian umur responden didominasi oleh remaja berumur 16
tahun. Hal tersebut terjadi karena usia 16 tahun termasuk dalam fase remaja akhir.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtiyani (2011) yang
menunjukan sebagian besar korban penyalahgunaan narkoba dan minuman keras
adalah kelompok remaja akhir (16-18 tahun) Harlock (2012) mempunyai pendapat
sama yang menyatakan bahwa ketika remaja berada pada masa remaja akhir yaitu
usia 16-18 tahun, remaja belum mampu mengendalikan emosinya dan proses menuju
kematangan emosi.

Menurut Sarwono (2010), salah satu penyebab tingginya angka kenakalan remaja
adalah kurangnya kemampuan mengendalikan emosi dan mengekspresikan emosi
dengan cara yang dapat diterima norma, belum matangnya emosi individu mudah
terbawa pengaruh kelompok untuk melakukan perbuatan tertentu. Kematangan emosi
individu berkaitan dengan karakteristik seperti umur, pendidikan, jenis kelamin serta
pekerjaan.

Faktor jenis kelamin juga dapat mepengaruhi kematangan emosi. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
yaitu 97,7%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtiyani (2011),
yang menunjukan sebagian besar korban penyalahgunaan narkoba dan minuman
keras adalah kelompok remaja laki-laki sebanyak 72%. Hal yang sama dikemukakan
oleh Santrock, (2009), laki-laki dikenal lebih berani dalam mengambil keputusan dan
tindakan dibanding perempuan, baik itu tindakan yang sesuai norma atau tidak hal ini
untuk menunjukan sisi kemaskulinan.

Hasil penelitian ini didominasi oleh responden dengan pendidikan terakhir SLTP.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kematan emosi
remaja. Semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka akan semakin banyak
pengetahuan individu yang dimilikinya. Pengetahuan tersebut digunakan untuk
melawan tekanan-tekanan yang akan dihadapi dan mengakibatkan emosi individu
semakin matang (Untung, 2014).
Sebagian besar responden sudah bekerja 61%. Hal ini dapat terjadi karena intensitas
waktu yang dipergunakan lebih longgar dari pada yang bekerja sehingga diisi dengan
kegiatan yang beragam termasuk kegiatan yang dapat melanggar norma (Rahmatia,
2013).

4.2.2 Persepsi keharmonisan keluarga


Berdasarkan hasil persepsi keharmonisan keluarga tertinggi adalah harmonis
sebanyak 93,1%, yaitu tidak memberikan kebebasan kepada remaja untuk berperilaku
seperti yang anda inginkan dan membuat aturan-aturan yang mau tak mau harus di
turuti oleh remaja (tidak boleh membantah). Sedangkan yang tidak harmonis
sejumlah 6,8%.

Keluarga yang harmonis merupakan keluarga dimana terdapat kasih sayang, saling
hidup rukun dan saling menghormati, sehingga tercipta perasaan tentram dan damai
yang lebih lanjut diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi
di masyarakat. Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam
tumbuh kembang seseorang (Marmin, 2013).

Hampir dari jumlah responden yang mendapatkan keharmonisan keluarga sering


berunding kepada anaknya untuk menentukan peraturan dan orang tua memaksakan
peraturan yang dibuatnya untuk anak. Kebanyakan dari orang tua di Desa Rengas
Pendawa Kecamatan Larangan ini menentukan peraturan pada anak dan tidak pernah
melihat apakah anak bersedia dan mau mengikuti apa yang telah dibuat oleh orang
tua. Hal ini memungkinkan remaja atau anak tidak diberi kesempatan untuk bebas
bahkan menentang orang tua karena orang tua sangat mengekang remaja atau anak,
menyebabkan anak jarang keluar rumah atau jarang berkomunikasi dengan dunia luar
sehingga pada kemudian hari anak akan merasa menikmati dunia luar dengan bebas.
4.2.3 Kenakalan Remaja
Hasil hasil kenakalan remaja yang dikategorikan nakal sebanyak 6,8%, yaitu selalu
bermain di luar rumah sampai larut malam, sering berbohong pada orang tua, secara
sembunyi-sembunyi mencoba untuk berbohong dan mengonsumsi minum-minuman
keras. Sedangkan yang dikategorikan tidak nakal sebanyak 93,1%.

Kenakalan remaja adalah tingkah laku individu yang bertentangan dengan hukum,
agama, norma-norma masyarakat, sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain,
mengganggu ketentraman umum dan juga merusak dirinya sendiri (Willis, 2012)

Masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan kemudian menjadi orang tua, tidak lebih
hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang berkesinambungan dari
tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang manusia, setiap masa
pertumbuhan memiliki ciri-ciri tersendiri. Masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Demikian juga pada masa remaja. Masa remaja sering dianggap
sebagai masa yang paling rawan dalam proses kehidupan ini. Masa remaja sering
menimbulkan kekhawatiran bagi para orang tua. Padahal bagi remaja sendiri masa
ini adalah masa yang paling menyenangkan dalam hidupnya. Oleh karena itu, orang
tua hendaknya menerima remaja sebagaimana adanya. Jangan terlalu membesar-
besarkan perbedaan. Orang tua para remaja hendaknya justru menjadi pemberi
teladan didepan, di tengah membangkitkan semangat, dan di belakang mengawasi
segala tindak-tanduk remaja. Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke
dewasa. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia
antara 13-18 tahun, seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-
kanak, namun masih belum cukup matang untuk dikatakan dewasa. Mereka sedang
mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan ini pun sering dilakukan melalui
metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan
sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang tidak menyenangkan bagi
lingkungan dan orang tuanya. Kesalahan yang dibuat oleh para remaja hanya akan
menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua memang sama-sama
masih dalam masa mencari identitas diri. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan
kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja (Untung,
2014).

Pada zaman seperti sekarang ini remaja melakukan suatu kebohongan itu bukan
merupakan suatu kenakalan, melainkan hal yang biasa dilakukan. Bukan hanya anak
remaja melainkan orang dewasa menganggap suatu kebohongan di zaman seperti
sekarang ini bukan suatu perilaku yang menyimpang atau suatu kenakalan, melainkan
hal yang biasa terjadi. Dilihat dari data penelitian ini, hampir semua responden
pernah berbohong. Disisi lain remaja melakukan membolos sekolah, berkelahi, kebut-
kebutan dijalan, mabuk, pengguna narkoba dan lain sebagainya, itu dikarenakan
remaja menganggap melakukan itu sebagai kebanggaan. Semua itu dikarenakan
kurangnya pengontrolan diri remaja dalam menjalani masa transisi dan remaja tidak
menyadari apa dampak dari perlakuan yang dilakukan (Willis, 2012).

4.2.4 Hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja di


Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.

Dari hasil penelitian diperoleh sebagian besar remaja termasuk kategori nakal
sebanyak 6,8% Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan persepsi
keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa
Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.

Menurut Willis (2012) untuk mencari jalan keluar bagi penanggulangan kenakalan
remaja, sebaiknya diteliti terlebih dahulu sebab-sebab yang menimbulkan kenakalan
tersebut. Sumber kenakalan remaja itu atas empat bagian, yaitu faktor di dalam anak
sendiri, faktor di rumah tangga, faktor di masyarakat dan faktor yang berasal dari
sekolah.

Kenakalan remaja jika dikaitkan dengan kondisi fisik dan psikis remaja, hal ini cukup
beralasan karena dalam masa remaja sangat rentan dengan berbagai perubahan baik
perubahan fisik, psikis bahkan lingkungan. Remaja merupakan perubahan
perkembangan kesadaran dimana puncak perkembangan jiwanya ditandai dengan
proses perubahan dari kondisi entropy (sebuah kondisi dimana kesadaran manusia
belum tersusun rapi) ke kondisi kesadaran yang tersusun rapi. Belum adanya
kordinasi yang baik dan utuh dari pengetahuan, perasaan maupun sikap dari remaja,
membuat remaja membutuhkan perhatian, kasih sayang dan arahan orang tua untuk
menemukan kondisi kematangan sosial maupun intelektual (Hastuti, dalam Untung,
2014).

Hasil Analisis jawaban kuesioner kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa


Kecamatan Larangan, pertanyaan yang paling banyak dijawab “Tidak” adalah
perilaku tidak nakal berupa tidak sering berbohong dengan orang tua. Jika dikaitkan
dengan keharmonisan keluarga di Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan
Kabupaten Brebes,

Manusia dilahirkan secara kosong, maka lingkungan merupakan hal terpenting dalam
pengisian jiwa anak yang teraktualisasi sebagai perilaku dengan cara modeling.
Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat dengan anak. Tahap-tahap anak
mengadopsi perilaku, nilai dan norma orang tua ini dimulai dari proses attentional
prosses, retention prosess, motor reproduction prosses dan motivasional prosess.
Tahap-tahap inilah yang termasuk dalam system pola asuh orang tua yang akan
membentu pola kepribadian dan prilaku seorang anak (Bandura, Untung 2014).
Sifat dan perilaku anak sangat dipengaruhi dengan pola asuh orang tuannya yang
terlalu memanjakan atau memandang sebelah mata keberadaan mereka, bisa
berakibat buruk terhadap kepribadian mereka kelak (Surya. 2008). Oleh sebab itu,
seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan
negatif ataupun lingkungan yang kurang mendukung cenderung mempunyai konsep
diri yang negatif, dan sikap positif orang tua akan menimbulkan konsep dan
pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri (Qumana, 2008).

Keluarga yang harmonis, responsife, dan memiliki harapan-harapan yang relistik


akan meningkatkan harga diri anak, sedangkan keluarga yang perfecsionis, suka
mengkritik, terlalu mengontrol atau terlalu melindungi, memanjakan, mengabaikan
serta tidak memberikan batasan-batasan atau aturan-aturan yang jelas dan konsisten
akan menurunkan tingkat harga diri anak. Anak-anak yang berasal dari keluarga-
keluarga dimana terdapat penerimaan, rasa saling percaya, dan kecocokan diantara
orang tua dan anak, lebih baik penyesuaian dirinya, lebih mandiri dan berpandangan
lebih positif tentang diri mereka sendiri (Rusdijana, Untung 2014).

Orang tua terlalu memaksakan kehendak antara lain peraturan yang dibuat untuk
anaknya. Orang tua melakukan semua itu karena orang tua menginginkan anaknya
tidak melakukan perilaku menyimpang (kenakalan remaja). Anak dipaksa untuk
mematuhi semua peraturan tersebut, sehingga anak menjadi terpaksa untuk
mematuhinya. Perbedaan pola pikir anak dan orang tua inilah yang memungkinkan
anak berbuat diam-diam diluar norma dan nilai yang ditetapkan orang tuanya.
Menurut Piaget (dalam Rahmansari, 2014) menjelaskan bahwa interaksi antara orang
tua dan anak merupakan satu dari empat faktor yang menyebabkan adanya perbedaan
cara berfikir anak dalam setiap tahapnya, Interaksi sosial ini akan memiliki pengaruh
dalam pola berfikir anak.
Dilihat dari hasil data pembahasan di atas, orang tua yang memberikan kehangatan
dalam keluarga lebih banyak tidak melakukan kenakalan dari pada orang tua yang
memberikan memberi kebebasan anaknya. Dari keharmonisan tersebut anak akan
senantiasa menuruti orang tua sewaktu dirumah. Dan anak tidak akan melakukan
suatu kenakalan diluar rumah, karena anak beranggapan kalau dirinya bebas dan tidak
ada yang mengaturnya di luar rumah. Anak akan melakukan suatu perilaku
menyimpang (kenakalan remaja) antara lain kebut-kebutan dijalan, merokok, minum-
minuman keras, dan lain sebagainya.
48

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut :
5.1.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan berdasarkan umur didominasi
oleh responden berumur 16 tahun. Jumlah responden yang berjenis kelamin
laki-laki lebih banyak yaitu 97,7% sedangkan responden yang berjenis
kelamin perempuan 2,2%. Pendidikan didominasi oleh responden dengan
pendidikan terakhir SLTP. Dan sebagian besar responden sudah bekerja
61,3%.

5.1.2 Persepsi keharmonisan keluarga yang harmonis mendominasi sebanyak


93,1%. Sedangkan yang tidak harmonis Sejumlah 6,8%.

5.1.3 Hasil lebih dari jumlah responden sedikit remaja dikategorikan nakal
sebanyak 6,8% dan remaja yang termasuk tidak nakal sebesar 93,1%.

5.1.4 Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan persepsi keharmonisan
keluarga dengan kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes sedikit remaja termasuk kategori nakal 6,8%.

48
49

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Keluarga

Diharapkan dengan adanya usaha dilingkungan keluarga untuk


mencegah kenakalan remaja diantaranya menciptakan keluarga yang
harmonis, terbuka dan jauh dari kekacauan yang mengakibatkan anak-anak
lebih sering di rumah dan lebih dekat dengan orang tuanya. Selain itu,
memberikan kebebasan kepada remaja untuk mengemukakan pendapat
dalam batas-batas kewajaran tertentu sehingga mereka berani untuk
menentukan langkahnya yang menyebabkan mereka lebih bertanggung
jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Serta orang tua selalu berbagi
pengalaman cerita dan informasi kepada anak remaja sehingga mereka
dapat memilih figur dan sikap yang cocok untuk di jadikan pegangan
dalam bertingkah laku. Dan orang tua sebaiknya memperhatikan sikap-
sikap yang pantas dan dapat diteladani oleh anak-anak mereka.

5.2.2 Bagi institusi pendidikan

Diharapkan nantinya mahasiswa lain dapat meneliti lebih dalam


tentang pola interaksi, komunikasi keluarga terhadap kenakalan remaja.

5.2.3 Bagi dunia keperawatan

Bekerjasama dengan perangkat desa serta petugas pelayanan kesehatan


lainnya untuk mengadakan penyuluhan pada semua masyarakat mengenai
kenakalan remaja.
50

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, SS., Neni, W., (2014). Sekolah Tinggi Psikologi Yogyakarta..

Asmani., (2011). Kiat Mengatasi Kenakalan Remaja di Sekolah. Yogjakarta.

Defrain & Sainet (2009). Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Fatimah, E., (2010). Psikologi perkembangan, perkembangan peserta didik.


Bandung: Pustaka Setia
Fauziah Lilik., (2009). Peran keharmonisan keluarga. Keluarga dan pendidikan
Agama terhadap Pencegahan kenakalan remaja. Tesis ( tidak diterbitkan),
jombang Program pasca sarjana. Magister Studi Islam UNDAR.

Gunarsa., (2012). Psikologi Praktis : Anak Remaja Dan Keluarga,Bpk Gunung


Mulia, Jakarta

Hariz, SA., (2013). Hubungan Antara Persepsi Keharmonisan Keluarga Dan


Konformitas Teman Sebaya Dengan Kenakalan Remaja. E-Jurnal Dinas
Pendidikan Kota Surabaya.

Hurlock., (2012). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Jahja., Yudrik., (2011). Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana.

Jatmika., Sidik., (2010). Genk Remaja, Anak Haram Sejarah ataukah Korban
Globalisasi, Yogyakarta: Kanisius.

Kartono, & Kartini., (2010). Patologi sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta: CV.
PT Raja Grafindo Persada.

Kartono, & Kartini., (2014). Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta:


Rajawali Pers.
Marmin. (2013). Kenakalan Remaja Sebagai Permasalahan Sosial Dan Upaya
Pengatasannya. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Dan Humaniora.
Mufidah, Ch., ( 2008). Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Uin
Malang, Jawa Timur
51

Muniri, & Suharnan., (2014). Jurnal Psikologi Indonesia. Vol.3, No.02, hal 156-
164 Mei

Mushoffa,. (2011). Untaian Mutiara buat Keluarga (Bekal Bagi Keluarga Dalam
Menapaki Kehidupan). Mitra Pustaka: Yogyakarta.

Nando & Pandjaitan, NK., (2012). Hubungan Antara Perilaku Menonton Film
Kekerasan Dengan Perilaku Agresi Remaja. Jurnal Sosiologi Pedesaan,
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.

Nursalam.(2010). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu kesehatan


pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan.Jakarta
Salemba Medika.

Nurthjahjanti, H., (2012). Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, Oktober.

Papalia D.E., Olds, S.W, & Feldman, R.D. (2009). Human Development
(Perkembangan Manusia, Jakarta:Salemba Humanika).
Prasetyono, D. S. (2013). Knowing Yourself. Yogyakarta : Saufa.

Priyatna, Andri. 2010. Let’s and Bullying. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Qolbiah, Singgih, Gunarso. (2017). Psikologi perkembangan Jombang.

Qolbiah,. Nashori., (2017) Agenda Psikologis Islami

Sarwono, Sarlito. (2012). Psikilogi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.

Sarwono,S.W (2012). Psikologi remaja. Edisi revisi. PT Raja Grafindo Persada

Sugiono., (2015) Statistika untuk Penelitian., Alfabeta

Taufik N, Nurfarhanah & Rahayu, N. (2013). Hubungan Antara Intimasi Dalam


Keluarga Dengan Tingkah Laku Agresif Pada Siswa. Jurnal Ilmiah
Konseling,
Wahidin,. (2012). Pemahaman Remaja Tentang Kenakalan Dan Partisipasi
Masyarakat Dalam Mengatasi Kenakalan Remaja Di Kecamatan
Mamajang Makassar. Jurnal Ilmu Sosial.

Willis.Sofwan S. (2014) Remaja & Masalahnya. Bandung : Alfabeta


52

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
(STIKES BHAMADA)
Cut Nyak Dhien No : 16 Kalisapu Slawi – Kab. Tegal, Telp (0283) 6197570, 6197571 Fax. (0283) 6198450

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Persepsi Keharmonisan keluarga dengan Kenakalan Remaja Di Desa


Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes
A. Identitas Responden
Petunjuk pengisian :
Pilihlah salah satu jawaban sesuai dengan status anda, dengan memberi
tanda “√“.

1. Inisial Nama :

2. Jenis Kelamin : Laki-Laki Perempuan

3. Umur : 15-18 Tahun

4. Pendidikan : SD SMP SMA Tidak


Sekolah

5. Pekerjaan : Bekerja Tidak bekerja

B. Kuesioner Persepsi Keharmonisan Keluarga


Petunjuk pengisian :
Isilah tanda √ (checklist) pada salah satu kotak jawaban yang menurut anda
paling tepat diantaranya:
Pertanyaan
No Ya Tidak
1. Apakah keluarga anda selalu menyediakan waktu berkumpul
bersama ?
2. Apakah anda dengan keluarga setiap hari selalu berkomunikasi
dengan baik ?
3. Apakah Keluarga anda tidak sering terjadi perselisihan atau
pertengkaran ?
4. Apakah dalam keluarga anda saling membantu dan menghormati
?
5. Apakah orangtua selalu memberi motivasi terhadap pendidikan
pada anda ?
6. Apakah orang tua anda mampu mencukupi kebutuhan anda ?
7. Apakah orang tua tidak ingin tahu apa yang diperbuat anda jika
berada diluar rumah ?
53

8. Apakah orang tua tidak mengajarkan kepada anda untuk


mengerjakan suatu pekerjaan rumah ?
9. Apakah orang tua mengajarkan kepada anda agar segera minta
maaf jika melakukan kesalahan ?
10. Apakah orang tua tidak melarang anda untuk berteman dengan
teman lawan jenis dengan batas sewajarnya ?
11. Apakah orang tua tidak memberi perhatian dan cuek sama anda ?
12. Apakah orang tua selalu mengajarkan kepada anda agar taat
beribadah ?
13. Apakah orang tua tidak akan marah jika anda pulang larut malam
dan tidak akan menanyakan mengapa andapulang larut malam ?

C. Kuesioner Kenakalan Remaja


Petunjuk pengisian :
Isilah tanda √ (checklist) pada salah satu kotak jawaban yang menurut anda
paling tepat diantaranya:

No Pertanyaan
Ya Tidak
1. Apakah anda mencoba-coba memakai narkotika dengan cara
sembunyi-sembunyi dari orang tua ?
2. Apakah anda setiap hari merokok ?
3. Apakah anda coba-coba mengonsumsi minum-minuman keras
atau alkohol ?
4. Apakah anda sering mengajak teman berkelahi dalam
menyelesaikan masalah ?
5. Apakah anda kalau naik kendaraan bermotor kebut-kebutan
dijalan ?
6. Apakah anda selalu pulang larut malam hanya untuk bermain ?

7. Apakah anda membolos sekolah saat jam pelajaran ?


8. Apakah anda sering membaca atau menonton film pornografi ?
54

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
(STIKES BHAMADA)
Cut Nyak Dhien No : 16 Kalisapu Slawi – Kab. Tegal, Telp (0283) 6197570, 6197571 Fax. (0283) 6198450

LEMBAR INFORMASI RESPONDEN


Nama : Imam Fathurrohim
Institusi : STIKes Bhakti Mandala Husada
Judul penelitian : Hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan
kenakalan remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes
Tujuan penelitian : Untuk mengidentifikasi hubungan persepsi keharmonisan
keluarga dengan kenakalan remaja di Desa Rengas
Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.

Peneliti mengundang remaja untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini
membutuhkan sekitar (44) responden penelitian, dengan jangka waktu
keikutsertaan 1 kali pertemuan maksimal 30 menit. Dengan ketentuan sebagai
berikut :
A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian
Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
Bila anda sudah memutuskan untuk ikut, anda juga bebas untuk
mengundurkan diri atau berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau
pun sanksi apapun.
B. Prosedur Penelitian
Apabila anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, anda diminta
menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk anda simpan,
dan satu untuk peneliti. Prosedur selanjutnya adalah anda mengisi kuesioner
atau pertanyaan terkait penelitian ini. Jika dalam pengisian kuesioner anda
mengalami kesulitan, anda dapat menanyakan pada peneliti.
55

C. Kewajiban responden
Sebagai responden penelitian, remaja berkewajiban mengikuti aturan atau
petunjuk penelitian seperti yang tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas,
remaja bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah anda akan mengetahui hubungan persepsi
keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja
E. Pembiayaan dan kompensasi
Semua biaya yang terkait penelitian akan ditanggung oleh peneliti.
F. Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi anda dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian. Data
responden pada kuesioner penelitian ini disimpan di tempat yang aman dan
pemusnahan kuesioner dilakukan dalam batas waktu yang telah ditentukan (1
tahun).
G. Informasi tambahan
Remaja diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu terjadi efek samping
atau membutuhkan penjelasan lebih lanjut, remaja dapat menghubungi Imam
Fathurrohim (085799313433) Gmail (imamfathurrohim573@gmail.com) atau
datang ke STIKes Bhamada Slawi. Semua penjelasan tersebut telah
disampaikan kepada saya dan semua pertanyaan saya telah dijawab oleh
peneliti. Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut serta
dalam penelitian ini.

Rengas penadawa, Juni 2018


Tanda tangan peneliti

Imam Fathurrohim
56

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
(STIKES BHAMADA)
Cut Nyak Dhien No : 16 Kalisapu Slawi – Kab. Tegal, Telp (0283) 6197570, 6197571 Fax. (0283) 6198450

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


Inisial :
Usia :
Jenis kelamin :
Alamat : Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan Kabupaten
Brebes

Setelah membaca dan mendapat penjelasan saya memahami sepenuhnya tentang


penelitian :
Judul Penelitian : Hubungan persepsi keharmonisan keluarga dengan kenakalan
remaja di Desa Rengas Pendawa Kecamatan Larangan
Kabupaten Brebes

Nama Peneliti : Imam Fathurrohim


Jenis Penelitian : Studi Korelasional dengan Desain Cross Sectional
Waktu Penelitian : Juni-Juli 2018
Instansi Penelitian : STIKes Bhakti Mandala Husada
Dengan ini saya menyatakan bersedia berpartisipasi mengikuti penelitian tersebut
secara sukarela sebagai responden penelitian.

Rengas Pendawa, Juni 2018

(_____________________ )
57

CURRICULUM VITAE

Nama : Imam Fathurrohim (Bapaw)


Tempat dan tanggal lahir : Brebes 16 April 1996
Jenis Kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Desa Rengas Pendawa RT 06 RW 03
Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes
Nama Orang Tua : H. Fatkhurrohman
Hj. Nurkhayati
Pekerjaan Orang Tua : Wiraswasta
Ibu rumah tangga
Riwayat Pendidikan : 1. MI Ta,alamul Huda Rengas Pendawa
2. SMP Negeri 3 Larangan
3. SMA Negeri 1 Wanasari
58

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha
Based on
Cronbach's Standardize
Alpha d Items N of Items

,801 ,851 23

Item Statistics

Std.
Mean Deviation N

X1 ,9545 ,21071 44
X2 ,5227 ,50526 44
X3 ,7727 ,42392 44
X4 ,8864 ,32104 44
X5 ,7500 ,43802 44
X6 ,7500 ,43802 44
X7 ,8636 ,34714 44
X8 ,8636 ,34714 44
X9 ,8864 ,32104 44
X10 ,7500 ,43802 44
X11 ,7045 ,46152 44
X12 ,8636 ,34714 44
X13 ,8864 ,32104 44
Y1 ,8864 ,32104 44
Y2 ,3864 ,49254 44
Y3 ,9091 ,29080 44
Y4 ,9318 ,25497 44
Y5 ,8182 ,39015 44
Y6 ,6818 ,47116 44
Y7 ,8636 ,34714 44
Y8 ,9091 ,29080 44
KEHARMONISANK
10,4545 2,58308 44
ELUARGA
KENAKALANREMA
6,3864 1,16571 44
JA
59

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 44 97,8

Excludeda 1 2,2

Total 45 100,0

a. Listwise deletion based on all variables


in the procedure.

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X

X1 1,000 ,228 ,402 -,078 ,126 ,126 ,231 ,231


X2 ,228 1,000 ,242 -,055 ,184 ,184 ,151 ,151
X3 ,402 ,242 1,000 ,148 ,063 ,063 ,259 ,259
X4 -,078 -,055 ,148 1,000 ,124 ,124 ,275 ,275
X5 ,126 ,184 ,063 ,124 1,000 ,152 ,229 ,076
X6 ,126 ,184 ,063 ,124 ,152 1,000 ,229 ,076
X7 ,231 ,151 ,259 ,275 ,229 ,229 1,000 ,421
X8 ,231 ,151 ,259 ,275 ,076 ,076 ,421 1,000
X9 -,078 -,055 ,148 1,000 ,124 ,124 ,275 ,275
X10 ,126 ,184 ,063 ,124 1,000 ,152 ,229 ,076
X11 ,098 ,079 ,005 ,082 ,086 ,892 ,178 ,033
X12 ,231 ,151 ,259 ,275 ,229 ,229 1,000 ,421
X13 ,266 ,088 ,318 ,323 ,124 ,124 ,275 ,901
Y1 ,609 ,088 ,318 ,097 ,289 ,124 ,275 ,484
Y2 ,173 ,571 ,208 -,010 ,135 ,135 ,179 ,179
Y3 -,069 -,144 -,171 ,136 ,000 -,183 ,105 -,126
Y4 -,059 -,078 ,068 ,755 ,052 ,052 ,155 ,155
Y5 -,103 ,021 ,166 ,017 ,000 -,136 ,156 ,156
Y6 ,085 ,129 -,138 ,063 ,169 ,620 ,013 -,129
Y7 ,231 ,018 ,259 ,066 ,229 ,076 ,614 ,228
Y8 ,311 ,014 ,206 ,136 ,000 ,000 ,105 ,796
KEHARMONISANKELU
,381 ,420 ,458 ,484 ,555 ,555 ,667 ,563
ARGA
KENAKALANREMAJA ,357 ,281 ,276 ,306 ,285 ,285 ,478 ,478
60

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value Df sided)

Pearson Chi-Square 5.027a 43 .000


Likelihood Ratio 5.027 43 .000
Linear-by-Linear Association 877 1 .000
N of Valid Cases 44

a. 1 cells (149%) have expected count less than 5. The minimum


expected count is 801.

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 43 97,7 97,7 97,7

Perempuan 1 2,2 2,2 100.0

Total 44 100.0 100.0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 3 6,8 6,8 6,8

SLTP 25 56,8 56,8 56,8

SLTA 16 36,3 36,3 100.0

Total 44 100.0 100.0


61

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Bekerja 17 38,6 38,6 38.6

Bekerja 27 61,3 61,3 100.0

Total 44 100.0 100.0

Anda mungkin juga menyukai