1
yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada
berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka.2
Istilah “kenakalan remaja” didefinisikan oleh sistem hukum sebagai remaja
yang melanggar hukum dengan suatu cara, tetapi tidak berarti remaja tersebut
memenuhi kriteria untuk suatu gangguan mental.4
Kenakalan remaja sedang bertambah terus di semua negara dan rupa-
rupanya merupakan gejala masyarakat industri modern karena mengalami
perubahan-perubahan yang cepat, mobilitas yang tinggi dan keadaan hidup
perkotaan yang mengakibatkan ketidak stabilan sosial.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Secara etimologis kenakalan remaja (juvenile delinquency)
dijabarkan sebagai berikut, dimana istilah juvenile
yang berarti anak sedangkan delinquency yang berarti kejahatan, dengan
demikian pengertian secara etimologis adalah kejahatan anak. Pengertian
juvenile delinquency sebagai kejahatan anak dapat diinterprestasikan
berdampak negatifsecara psikologis terhadap anak yang menjadi pelakunya.
Kenakalan remaja tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering
menimbulkan kekerasan di lingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga.
Contoh yang sangat sederhana dalam hal ini antara lain pencurian oleh remaja,
perkelahian di kalangan anak didik yang kerap kali berkembang menjadi
perkelahian antar sekolah, mengganggu wanita di jalan yang pelakunya anak
remaja. Demikian juga sikap anak yang memusuhi orang tua dan saudaranya,
atau perbuatan-perbuatan lain yang tercela seperti menghisap ganja, menonton
/mendengarkan pornografis dan coret-coret tembok pagar yang tidak pada
tempatnya.5
Metode untuk mempermudah klasifikasi kenakalan remaja dapat dilakukan
dengan cara melacak rentangan umur dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini
dapat dibuat patokan probabilitas usia remaja tersebut berkisar antara 10,5
tahun sampai 21 tahun. Dengan demikian nampak jelas bahwa apabila seorang
anak masih berada dalam fase-fase usia remaja kemudian melakukan
pelanggaran terhadap norma-norma hukum, sosial, susila dan agama, maka
perbuatan anak tersebut dapat digolongkan ke dalam kenakalan remaja (juvenile
delinquency).5
2.2 PREVALENSI
Berikut adalah data peningkatan kenakalan remaja dari tahun ketahun
diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pada tahun 2013 angka kenakalan
3
remaja di Indonesia mencapai 6325 kasus, sedangkan pada tahun 2014
jumlahnya mencapai 7007 kasus dan pada tahun 2015 mencapai 7762 kasus.
Artinya dari tahun 2013 – 2014 mengalami kenaikan sebesar 10,7%, kasus
tersebut terdiri dari berbagai kasus kenakalan remaja diataranya, pencurian,
pembunuhan, pergaulan bebas dan narkoba. Dari data tersebut kita dapat
mengetahui pertumbuhan jumlah kenakalan remaja yang terjadi tiap tahunnya.
Dari data yang didapat kita dapat memprediksi jumlah peningkatan angka
kenakalan remaja, dengan menghitung tren serta rata – rata pertumbuhan,
dengan itu kita bisa mengantisipasi lonjakan dan menekan angka kenakalan
remaja yang terus meningkat tiap tahunnya. Prediksi tahun 2016 mencapai
8597,97 kasus, 2017 sebesar 9523.97 kasus, 2018 sebanyak 10549,70 kasus
,2019 mencapai 11685,90 kasus dan pada tahun 2020 mencapai 12944,47 kasus.
Mengalami kenaikan tiap tahunnya sebesar 10,7%.6
4
skizoprenia), kurangnya dukungan sosial bagi keluarga, pola mendidik
anak, nilai-nilai hidup yang dianut orangtua, dan kurang pengertian
mengenai perkembangan anak.
3. Faktor anak, yaitu, prematuritas, berat badan lahir rendah, cacat, dan
anak dengan masalah/emosi.
Perlakuan salah pada anak disebabkan faktor-faktor multidimensi.
Perlakuan salah terhadap anak, dibagi menjadi dua golongan, yaitu1 dalam
keluarga (perlakuan salah fisis, perlakuan salah seksual, perlakuan salah
emosional, penelantaran anak, dan sindrom Munchausen) dan di luar keluarga
(dalam institusi/lembaga, tempat kerja, jalan, medan perang).8
2.4 DIAGNOSIS
Kenakalan remaja, dimana remaja yang sering menunjukkan sikap
bermusuhan, ia penuh dengan rasa dendam dan suka merusak serta menggoda
terutama melalui tindakan agresif, anak-anak ini sering membolos dan
melakukan tindakan pidana. Mereka suka menyerang, kejam, bersikap
menentang, terhadap otoritas merusak anak-anak lain, binatang dan milik orang
lain. Rasa bermusuhan mereka dinyatakan dengan kata-kata atau dengan
serangan fisik dan sesudahnya sering menghukum. Ia tidak pernah mengalami
seorang figure ibu yang baik dan ia sangat kekurangan hubungan emosional.9
Kenakalan remaja dapat berbentuk kelompok, dimana anak dengan reaksi
ini sudah memperoleh nilai, perilaku dan keterampilan kelompok atau “gang”
anak-anak sebayanya. Loyalitasnya terhadap kelompok ini tinggi dan mereka
bersama-sama mencuri, membolos, keluyuran sampai larut malam atau
melakukan tindakan lain. Keadaan ini lebih sering didapatkan pada anak laki-
laki.9
Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk gangguan tingkah laku ( F-91
): 10
1) Gangguan tingkah laku berciri khas dengan adanya pola tingkah laku
dissosial, agresif atau menentang yang berulang dan menetap.
5
2) Penilaian tentang adanya gangguan tingkah laku perlu memperhitungkan
tingkat perkembangan anak. Tempertantrum merupkan gejala normal pada
perkembangan anak berusia 3 tahun, dan adanya gejala ini bukan
merupakan dasar bagi diagnosis ini. Begitu pula pelanggaran terhadap hak
orang lain (seperti tindak pidana dengan kekerasan) tidak termasuk
kemampuan anak berusia 7 tahun dan dengan demikian bukan merupakan
kriteria diagnostik bagi anak kelompok usia tersebut.
3) Diagnosis ini tidak dianjurkan kecuali tingkah laku seperti yang diuraikan
di atas berlanjut selama 6 bulan atau lebih.
2.7 PENATALAKSANAAN
Penanganan kenakalan remaja memang sukar, karena sangat kompleks dan
dapat meliputi pendekatan somatik (obat-obatan dan sebagainya), psikologik
(psikoterapi) dan sosial (perbaikan keadaan hidup, peraturan-peraturan,
pendidikan dan sebagainya).9
6
Obat psikotropik dapat membantu dalam mengatasi perilaku agresif
individual, terutama bila terdapat kerusakan otak. Psikoterapi sangat sukar
dalam hal ini. Lebih baik bila dilakukan terapi keluarga. Kadang-kadang anak
perlu diobati di klinik.9
PSIKOTERAPI INDIVIDUAL
Tujuan terapeutik harus dinyatakan dengan istilah yang dimengerti dan
dihargai remaja. Walaupun mereka mungkin tidak melihat petunjuk dalam
melatih pengendalian diri, meneruskan emosi disforik, atau melakukan
pemuasan, impulsive, mereka mungkin menilai perasaan lebih mendapatkan
pengendalian terhadap kehidupan mereka dan peristiwa-peristiwa yang
mempengaruhi mereka.4
PSIKOTERAPI KELOMPOK
Psikoterapi kelompok mempunyai banyak cara seperti lingkungan alami
remaja. Sebagian besar merasa lebih nyaman dengan teman sebaya
dibandingkan orang dewasa. Psikoterapi kelompok biasanya menjawab
masalah interpersonal dan masalah kehidupan sekarang.
Tetapi beberapa remaja terlalu rapuh untuk psikoterapi kelompok atau
memiliki gejala atau sifat sosial yang kemungkinan besar menimbulkan ejekan
teman sebaya, sehingga mereka membutuhkan terapi individual untuk bertahan
dengan hubungan teman sebaya.4
TERAPI KELUARGA
Terapi keluarga adalah utama jika kesulitan remaja terutama mencerminkan
keluarga yang disfungsional. Terapi keluarga diindikasikan dengan kuat
bilamana mungkin dalam gangguan tersebut, tetapi sebagian besar ahli
memandangnya sebagai pelengkap psikoterapi individual intensifjika
psikopatologi individual telah menjadi sangat terinternalisasi dan menetap,
terlepas dari status keluarga sekarang.4
7
TERAPI RAWAT INAP
Terapi rawat inap jangka panjang adalah terapi yang terpilih bagi gangguan
parah yang seluruhnya atau sebagian besar dianggap patogenik, seperti defisit
ego berat yang disebabkan oeh kehilangan massif dan yang berespon buruk atau
tidak berespon sama sekali terhadap semua medikasi.4
2.8 PROGNOSIS
Prognosis dari kenakalan remaja atau gangguan perilaku remaja tergantung
pada lamanya gangguan dan lingkungan sosial remaja itu serta adanya
keinginan dari diri remaja tersebut untuk memperjuangkan masa depannya.9
8
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
9
1. Harsanti I, Verasari D. Kenakalan Pada Remaja Yang Mengalami
Perceraian Orang Tua. Depok: Universitas Gunadarma. 2013. Vol. 5
2. Pressel DM. Evaluation of physical abuse in children. Am Fam Physician
2000;6:3057-64.
3. Widiatmoko W, Gunardi H, penyunting. Buku panduan tatalaksana kasus
penganiayaan dan penelantaran anak. Jakarta: IDI, 2000. h. 1-64.
4. Kaplan HI, Sadock BJ. Sinopsis psikiatri. Jilid II. Edisi Ketujuh. Binarupa
Aksara, Jakarta, 2010 : 269-271
5. Sudarsono. S. H, M. Si, Kenakalan Remaja, Penerbit Rineka Cipta : 92-118
6. Utami L, Kenakalan Dan Degradasi Remaja. Serang : Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, 2016.
7. Giardino AP. Child abuse and neglect: physical abuse. EMedicine Journal
2001;2:1-13.
8. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Pelatihan Deteksi Dini &
Penatalaksanaan Korban Child Abuse and Neglect, Bagi Tenaga
Profesional Kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia –– UNICEF; 2003.
9. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Kedua. Airlangga
Uniiversity Press, Surabaya, 2013 : 516-528
10. Maslim, Rusdi, Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan PPDGJ-III,
FK unika Atma Jaya, Jakarta, 2011: 136-137
10