Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KRIMINAL DI KALANGAN PELAJAR

Disusun Oleh :
Nama : Satrio Panji Buono
Kelas : XI IPS 1

SMA NEGERI 2 SIDOARJO


TAHUN AJARAN
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu problem yang dialami oleh kota besar, dan kota kota
lainnya tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan adalah
krimanalitas di kalangan pelajar. Berbagai media (baik media cetak
maupun media eletronik) telah banyak memberitakan mengenai aksi
tindak kriminal di kalangan pelajar. Hal ini cukup meresahkan, dan
fenomena ini terus berkembang di masyarakat.
Tindakan kriminal yang dilakukan oleh pelajar sangat bervariasi,
mulai dari tawuran antar sekolah, perkelahian dalam sekolah, pencurian,
perampasan barang siswa lain dengan paksa, memeras teman, tidak sopan
dengan guru, hingga pemerkosaan. Tindak kriminal yang terjadi di
kalangan pelajar sudah tidak lagi terkendali, dan dalam beberapa aspek
sudah terorganisir. Hail ini bahkan diperparah dengan tidak mampunya
instunsi sekolah dan kepolisian untuk mengurangi angka kriminal di
kalangan remaja tersebut.
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tindakan kriminal?
2. Apa faktor pendorong tindakan kriminal?
3. Apasaja bentuk kriminal yang dilakukan oleh pelajar?
4. Bagaimana aga tidak terjerumus dalam tindakan kriminal?
3. Tujuan
1. Memberikan informasi kepada siswa khususnya dan masyarakat luas
umumnya tentang fenomena yang baru baru ini terjadi di sekitar kita.
2. Memberikan gambaran kepada para generasi muda (pelajar) tentang
kriminal.
3. Memberikan gambaran tentang akibat yang ditimbulkan dari perbuatan
tersebut.
4. Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik
secara teiritis maupun praktis. Secara praktis makalah ini diharapkan bisa
bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan tentang masalah
khususnya tentang masalah masalah sosial seperti halnay kriminal baik
secara teoritis maupun secara praktis.
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang konsep penelitian tentang
masalah masalah sosial seperti halnya kriminal baik seacara teoritis
maupun seacara praktis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian tindakan kriminal
Kriminal secara yuridis formal adalah bentuk tingkah laku
kejahatan yang bertentangan dengan moral kemanusiaan,
merugikan masyakarat, sifatnyaasosial dan melanggar hukum serta
undang-undang pidana.
Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa
herediter (bawaansejak lahir, warisan) juga bukan merupakan
warisan biologis. Tingkah laku kriminalitu bisa dilakukan oleh
siapapun juga, baik wanita ataupun pria, dapat berlangsung pada
usia anak, dewasa ataupun lanjut umur. Tindak kriminal bisa
dilakukansecara sadar; yaitu dipikirkan, direncanakan, dan
diarahkan pada suatu maksud tertentu secara sadar benar. Namun,
bisa juga dilakukan secara setengah sadar misalnya, didorong oleh
impuls-impuls yang hebat, didera oleh dorongan-dorongan paksaan
yang sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi.
Kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali
misalnya karena terpaksa untuk mempertahankan hidupnya,
seseorang harus melawan dan terpaksa harus membalas
menyerang, sehingga terjadi peristiwa pembunuhan.
2.2 Faktor pendorong tindakan kriminal
1. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi perilaku kenakalan
oleh anak, merupakan aspek kepribadian yang berasal dari
dalam diri anak seperti konsep diri yang rendah, penyesuaian
sosial serta kemampuan menyelesaikan masalah yang rendah,
sikap yang berlebihan serta pengendalian diri yang rendah.
Konsep diri adalah bagaimana individu memandang dirinya
sendiri meliputi aspek fisik dan aspek psikologis. Aspek fisik
adalah bagaimana individu memandang kondisi tubuh dan
penampilannya sendiri. Sedangkan aspek psikologi adalah
bagaimana individu tersebut memandang kemampuan-
kemampuan dirinya, harga diri serta rasa percaya diri dari
individu tersebut.

 Faktor diri sendiri


Dalam sebuah penetilian yang dilakukan di Kendal
ditemukan bahwa yang menjadi faktor penyebab yang dominan
dari siswa siswa melakuakan kenakalan adalah faktor sifat dari
remaja itu sendiri. Penelitian rendah (mencontek), sedang
(membolos, merokok, memiliki gambar atau bacaan yang
berkonten purno), hingga kategori tinggi (seks bebas, minum
alkohol, memukul, merusak atau mengambil barang milik
orang lain, berkelahi dan tawuran) , karena siswa siswa itu
memiliki sikap berlebihan dan memiliki pengendalian diri yang
rendah.

 Ketidakmampuan melakukan penyesuaian sosial


Faktor internal berupa ketidakmampuan remaja dalam
melakukan penyesuaian sosial atau beradaptasi terhadap nilai
dan norma yang ada di dalam masyarakat.Bukti
ketidakmampuan anak/remaja dalam melakukan penyesuaian
sosial adalah maraknya perilaku kriminal oleh remaja yang
tergabung dalam geng motor, membolos serta aksi mereka
yang selalu berhubungan dengan tindakan kriminal seperti
memalak anak-anak sekolah lain, memaksa remaja lain
untukikut bergabung dengan geng mereka serta ada beberapa
anggota yang pernah melakukan tindakan kriminal pencurian
motor. Hal tersebut menunjukkan ketidakmampuan remaja-
remaja tersebut dalam berperilaku adaptif, mereka memiliki
kemampuan penyesuaian sosial serta kemampuan
menyelesaikan masalah yang rendah, sikap.

 Kondisi Psikolog Anak


Kondisi psikologis anak pada saat remaja memiliki
karakteristik yang labil, sulit dikendalikan, melawan dan
memberontak, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi,agresif,
mudah terangsang serta memiliki loyalitas yang tinggi. Seperti
yang telah dijelaskan di atas, bahwa lingkungan pertama
seorang anak adalah lingkungan keluarga, ketika meginjak
masa remaja maka anak mulai mengenali dan berinteraksi
dengan lingkungan selain lingkungan keluarganya. Pada situasi
ini, anak cenderung membandingkan kondisi di lingkungan
keluarga,lingkungan sekolah, lingkungan teman sebayanya atau
bahkan lingkungan sosial dimana masing-masing lingkungan
tersebut memiliki kondisi yang berbeda-beda. Perbedaan
berbagai kondisi lingkungan itu, menyebabkan
remajamengalami kebingungan dan mencari tahu serta
berusaha beradaptasi agar diterima oleh masyarakat. Pada saat
mengalami kondisi berganda itu, kondisi psikologis remaja
yang masih labil, sehingga dapat menimbulkan perilaku
kenakalan dan tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang besar pengaruhnya terhadap pelajar
dengan kriminalitasadalah keluarga dalam hal ini kondisi
lingkungan keluarga. Kondisi lingkungan keluarga pada masa
perkembangan anak dan remaja telah lama dianggap memiliki
hubungan dengan munculnya perilaku antisosial dan kejahatan
yang dilakukan olehremaja. Beberapa penelitian mengenai
perkembangan kenakalan dan kriminalitas pada remaja,
ditemukan bahwa tindak kriminal disebabkan adanya
pengalaman pada pengasuhan yang buruk. Ketiga pola asuh
orang tua terhadap anak yaitu pola asuh autoritarian,
permissive dan univolved ini menyebabkan seorang anak
berperilakuanti sosial.
Pada pola asuh otoritarian, orang tua menerapkan disiplin
yang sangat kakudan terkadang penuh dengan kekerasan, tidak
jarang anak mengalami pengasuhanyang buruk, kasar, menyia-
nyiakan dan ada kekerasan di dalam keluarga saat anak dalam
masa perkembangan awal anak-anak, maka anak akan memiliki
harga diri yang rendah. Tidak hanya itu, anak juga akan
mengembangkan perilaku kekerasan tersebut pada saudaranya
dan juga mengembangkan perilaku antisosial.
A Budi (2009) menemukan bahwa pola asuh authoritarian
orang tua mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan
dengan agresivitas pada anak binaan lembaga pemasyarakatan
anak Kutoarja Jawa Tengah. Pola asuh otoriter yang diberikan
oleh orang tua atau sikap negatif yang ditunjukkan oleh orang
tua berupa kedisiplinan yang keras, kemarahan dan kekerasan
yang ditunjukkan orang tua dalam pengasuhan dengan perilaku
antisosial remaja.
Pola asuh yang dikategorikan sebagai pola asuh permisif
indulgen, atau pola asuh neglected parenting atau ada juga yang
menerapkan pola asuh otoritarian itu tidak ada pengembangan
internalisasi nilai-nilai moral sebagai dasar terbentuknya
pertimbangan moral dan hati nurani. Sehingga menurut Evans,
Nelson, Porter dan Nelson (2012), dapat mempengaruhi
munculnya perilaku antisosial pada anak.Penelitian Torrente
dan Vazsonyi (2008) juga menunjukkan bahwa pengasuhan
yang diberikan oleh ibu memiliki pengaruh yang lebih besar
terhadap munculnya perilaku kenakalan dan tindak kriminal
yang dilakukan oleh anak. Ketika ibu tidak memberikan
pengasuhan yang tepat, tidak memberikan perhatian yang
cukup pada anak tentang kegiatan di sekolah atau kegiatan
dengan temannya dapat memicu terbentuknya perilaku
kenakalan dan tindak kriminal pada anak.
Ketika anak mengalami pengasuhan yang buruk, kasar,
disia-siakan dan ada kekerasan di dalam keluarga saat anak
dalam masa perkembangan awal anak-anak,maka anak akan
memiliki harga diri yang rendah, juga akan mengembangkan
perilaku kekerasan tersebut pada saudaranya dan juga
mengembangkan perilaku anti sosial. Kemudian pada saat
anak-anak mulai masuk di lingkungan sekolah, anak dengan
harga diri yang rendah akan mendapatkan isolasi dari
kelompok sebayanyadan mengalami kesulitan dalam sekolah,
membolos, serta mengalami kegagalan dalam kegiatan
akademik di sekolah. Anak-anak tersebut kemudian
berkembang menjadi remaja yang memiliki kecenderungan
untuk berasosiasi dalam geng, dan kelompok sebaya yang
menyimpang, serta pengarahan diri dalam kekerasan,
karenamenganggap teman sebaya seperti itulah yang dapat
menerima kondisi mereka.
Saat mereka beranjak dewasa, mereka akan meneruskan
perilaku kekerasan, penerimaan dan kekerasan dalam hubungan
pribadi, dan berkelanjutan dalam siklus kekerasan ketika
mereka menikah dan menerapkan pola asuh yang mengandung
unsur kekerasan pada anak-anaknya. Sehingga anak-anaknya
akan berkembang menjadi individu yang melakukan kenakalan
dan tindakan kriminal. Hal tersebut serupa dengan penelitian
yang menunjukkan bahwa perilaku agresi atau kekerasan
memiliki kontribusi secara genetik atau diturunkan oleh
orangtua pada anaknya terutama dalam perilaku anti sosial.
Pola hubungan di dalam keluarga antara orangtua dan anak
yang buruk juga bersifat genetik atau diturunkan. Mekanisme
perkembangan perilaku anti sosial di atas berbentuk siklus,
sehingga tindakankekerasan atau pengasuhan yang tidak tepat
oleh orang tua akan membentuk rantai siklus perkembangan
yang menyebabkan anak melakukan perilaku kekerasan atau
bahkan tindakan kriminal.
Tekanan yang ada dalam kelompok sosial memiliki
pengaruh yang sangat besar. Dan berdasarkan hasil wawancara
menunjukkan bahwa anak-anak terjeratkasus hukum baik kasus
asusila, narkoba, pembunuhan maupun perampokan dan
pencurian dikarenakan pengaruh dari teman-temannya.
Kelompok sosial dan temansebaya memberikan tekanan yang
sangat kuat untuk melakukan konformitas terhadapnorma sosial
kelompok, sehingga usaha untuk menghindari situasi yang
menekandapat menenggelamkan nilai nilai personalnya
(Baron, Branscombe, dan Byrne,2011). Konformitas terhadap
kelompok, dengan mengikuti perilaku kelompok bertujuan agar
anak diterima oleh teman-teman dan kelompok sosialnya
(Baron &Byrne, 2005), selain itu perilaku melanggar hukum
anak juga dilakukan karena adanya solidaritas sosial yang
sangat kuat untuk melindungi dan membela teman
kelompoknya. Menurut Hunter, Viselberg dan Berenson (dalam
Mazur, 1994), kelompok sosial menjadi kekuatan sosial yang
dapat mempengaruhi kebiasaan merokok dan juga narkoba dan
tindak kriminal lainnya. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan tindakan kriminal ataupun kejahatan, namun
perlu disadari, faktor kemiskinanlah yang menjadi modal awal
terjadinya tuntutan kebutuhan hidup. Selain tidak mampu
mencapai kesejahteranan, orang yang dalam kondisi miskin
sulit mendapat akses pendidikan. Padahal pendidikan adalah
salah satu modal sosial seseorang dalam pencapaian
kesejahteraan, dengan pendidikan syarat pekerjaan dapat
terpenuhi. Dengan demikian seseorang yang mempunyai
penghasilan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari segi
ekonomis. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan
sesorang sulit mendapatkan pekerjaan formal, atau mendapat
pekerjaan formal/informal dengan pendapatan yang sangat
sedikit/kecil, sehingga kebutuhan dasarnya tidak dapat
dipenuhi. Keadaan ini,sering kali menjadi pendorong
keterlibatan Anak dalam tindak kriminalitas.Dalam belajar
sosial (Bandura dalam Sandrock, 2003), fungsi role model
sangat penting. Namun pada saat role model yang tampil di
media-mediaelektronik maupun sosial mempertontonkan
perilaku negatif yang bertentangan dengan nilai dan norma
masyarakat, misalnya klip musik, iklan, film atau sinetron
menampilkan adegan seks bebas, perselingkuhan, kekerasan,
transgender, pembunuhan dan kriminalitas. Hal itu dapat
menjadi faktor pendorong Anak/Remajauntuk mencoba-coba
atau menirunya. Selain itu, perilaku negative yang
terusmenerus ditampilkan di media massa, juga dapat dianggap
sebagai perilaku yang benar secara sosial dan dan menjadi
model peran yang ditiru oleh Anak/Remaja.

2.3 Bentuk bentuk kriminal pelajar


a. Kriminal / kenakalan yang tergolong pelanggaran norma sosial dan
norma norma lainnya yang tidak diatur dalam KUHP atau Undang
Undang lainya.
 Memiliki atau menggunakan alat alat yang dapat
membahayakan orang lain yang diperuntukan baginya.
 Berpaiakan tidak senonoh
 Membolos sekolah
 Menentang guru
 Berlaku tidak senonoh dihadapan umum
 Bergaul dengan orang orang yang reputasinya jelek ( gerno,
penjudi, pencuri, orang jahat atau immoral)
 Berada ditempat yang tidak baik bagi perkembangan jiwa
remaja/terlarang untuk remaja.
 Pesta pesta musik semalam suntuk tanpa dikontrol, dan
acaranya tidak sesuai dengan kebiasaan sopan santun
 Membawa buku buku yang isinya dapat merusak jiwa
remaja.
 Memasuki tempat tempat yang membahayakan
keselamatan jiwanya.
 Menjadi pelacur atau melacurkan diri.
 Berkebiasaan berbicara kotor, tidak senonoh, cabul
dihadapan seseorang atau dihadapan umum.
 Ramai ramai naik bus dengan sengaja tidak membayar.
 Meminum minuman keras.
 Merokok ditempat umum sebelum batas umur yang pantas.
b. Kenakalan berupa kejahatan dan pelanggran yang diatur dalam
KUHP atau Undang Undang lainya. Kejahatan dapat dibagi
beberapa kelas yaitu :
 Kejahatan kelas 1:
 Pembunuhan dengan rencana dan dengan sengaja.
 Pembunuhan anak/bayi.
 Penganiayaan berat dengan dan tanpa rencana.
 Penganiayaan ringan.
 Perampasan kemerdekaan orang dan sejenisnya.
 Pemerasan dan pengancaman.
 Kejahatan Kelas 2:
 Pencurian dengan kekerasan (perampasan,
pendongan, dan penjambretan).
 Pencurian Berat (barang atau uang) dirumahnya
sendiri atau keluarganya, pencurian ringan (ditoko,
warung, pasar, tempat tempat penitipan barng)
 Penggelapan (uang setoran perdagangan, hutangan
atau barang barang yang dipinjam dari teman).
 Kejahatan kelas 3:
 Penipuan dengan segala macam bentuk dan
manivestasinya.
 Pemalsuan materai dan merek.
 Pemalsuan surat.
2.4 Upaya pencegahan tindakan kriminal pelajar

Dalam kenyataannya di sekolah, program pencegahan terhadap


upaya mengatasi penyimpangan tingkah laku pelajar terbagi menjadi dua
program yaitu :
1. Pencegahan jangka pendek
 Meningkatkan pengawasan terhadap tata tertib sekolah.
 Meningkatkan fungsi dan peranan Bimbingan dan
Penyuluhan/ Konseling sekolah.
 Menjalin hubungan kerjasama antar sekolah dengan pihak
orang tua dan masyarakat
 Menjalin hubungan dan kerja sama antar aparat sekolah
 Melakukan operasi mendadak terhadap kelas kelas secara
terprogram
 Menghimbau pihak berwajib untuk melakukan operasi
mendadak secara terprogram di tempat tempat yang
dipandang rawan dan merupakan sumber kerawanan sosial
dan tawuran remaja/pelajar.
 Memberikan sanksi yang tegas dan jelas terhadap segala
pelanggaran norma dan tata tertib sekolah dan
penyimpangan perilaku yang memberkontribusi tawuran
pelajar secara persuasif edukatif.
2. Pencegahan jangka panjang
 Menghimbau kepada pemerintah cq. Menteri Pendidikan
Nasional supayamenertibkan lokasi sekolah-sekolah secara
terprogram dengan memperhatikansituasi lingkungan serta
jarak sekolah satu dengan yang lainnya
 Mengusahakan supaya setiap sekolah mempunyai seorang
psikolog yang berfungsi sebagai carier adviser di sekolah
atau untuk rujukan
 Menghimbau kepada pemerintah supaya menambah sarana
untuk menyalurkan bakat dan minat para pelajar/remaja
seperti Gelanggang remaja/Gelanggang generasi muda
 Menghimbau kepada semua pihak yang terkait dalam
sensor perfilmansupaya melakukan tugasnya sebagaimana
mestinya dalam menegakkan kebudayaan dan kepribadian
nasional, sehingga tidak memberikan dampaknegatif bagi
perkembangan generasi muda, khususnya para pelajar
 Menghimbau kepada pemerintah supaya pemutaran film-
film di TVRI danTV komersial suasta lainnya tidak
didominir oleh film-film barat yangmenyuguhkan pola
hidup serta pergaulan yang semakin menjauhkan diri
dariagama, kebudayaan nasional dan kepribadian nasional
 Menghimbau kepada para pengusaha tempat hiburan
untukmelaksanakanaturan yang sudah ditetapkan (tidak
mengijinkan siswa yang berseragam sekolah) memasuki
tempat tersebut
 Menghimbau kepada orang tua siswa untuk lebih
memperhatikan putraputrinyaterutama yang sedang
menginjak remaja dan dewasa dalamtingkahlakunya sehari-
hari dan bekerjasama dengan pihak sekolah,
apabilaterdapathal-hal yang luar biasa
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kriminal pelajar merupakan jenis perbuatan yang melanggar
norma-norma, terjadinya kasus pembunuhan yang dilakukan oleh
pelajar, yang menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, karena
adanya kasus ini menunjukkan tidak terkendalinya tingkah laku diri
pelajar. Adanya kasus pembunuhan pada kerusuhan yang ditimbulkan
oleh pelajar, telah membuktikan bahwa penyimpangan yang dilakukan
oleh pelajar tidak hanya besifat sebagai tindakan kenakalan remaja
biasa,tetapi dapat dikategorikan sebagai tindak kriminal.
Dalam hal ini sehingga perlunya kerjasama yang terkait dari
berbagai elemen baik pemerintahan selaku penegak hukum dan tokoh-
tokoh masyarakat untuk membiasakan hidup tentram dan damai untuk
melakukan segala sesuatu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di
masyarakat, dalam kriminalitas pelajar tidak hanya merugikan pihak
personal namun semua elemen masyarkat sangat dirugikan dengan
banyaknya kerusakan fasilitas umum.
Sedangkan yang dimaksud dengan norma itu sendiri adalah aturan-
aturan sosial yang menjadi pedoman bertingkah laku yang sesuai untuk
setiap situasi. Orang atau siapapun yang melanggar norma-norma itu
adalah orang yang melakukan penyimpangan dan ia sepantasnya
mendapatkan hukuman.
3.2 Saran
Sebagai implikasi meningkatnya fenomena sosial dan psikologis
tersebut, banyak pihak pihak tertentu khususnya penulis,
mempertanyakan faktor sebab akibat terjadinya kriminal pelajar. Dan
akhirnya berusaha mencoba menganalisis permasalahan yang muncul
dan akhirnya merancang tindakan intervensi yang mungkin dapat
dilakukan.
Sejalan dengan kesimpulan diatas, penulis merumuskan sebagai
berikut :
1. Pendidikan formal hendaknya menjadi acuan untuk membentengi
perilaku asosial dan sebagai alat kontrol diri.
2. Penegak hukum dalam hal ini Kepolisian dan LSM serta tokoh
tokoh masyarakat harus bekerja sama untuk mencegah terjadinya
kriminal pelajar.

Anda mungkin juga menyukai