A. Latar Belakang
Maraknya tingkah laku agresif akhir-akhir ini yang dilakukan kelompok remaja kota
merupakan sebuah kajian yang menarik untuk dibahas. Perkelahian antar pelajar yang
pada umumnya masih remaja sangat merugikan dan perlu upaya untuk mencari jalan
keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Perkembangan teknologi yang
terpusat pada kota-kota besar mempunyai korelasi yang erat dengan meningkatnya
perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja kota.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kah Faktor - faktor yang menyebabkan tawuran antar pelajar ?
2. Apa dampak yang mempengaruhi tawuran antar pelajar ?
3. Bagaimana pencegahan dan penanganan terhadap tawuran antar pelajar?
C. Tujuan pembahasan
Tujuan pembahasan ini adalah mengetahui rangsangan atau pengaruh terhadap agresivitas
yang dilakukan oleh remaja kota, membahas pengaruh identitas kelompok yang sangat
kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan mengeksklusifkan kelompok lain,
mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang memicu perilaku remaja kota serta mencari
penanggulangan yang tepat dalam menyikapi kenakalan remaja kota.
Manfaat dari pembahasan ini adalah membuka cakrawala bagi semua kalangan baik
pemerintah, masyarakat maupun keluarga untuk dapat bekerja sama dalam menyiapkan
kader-kader dan generasi bangsa, untuk mengurangi tingkat agresivitas maupun
kenakalan remaja khususnya perkelahian massal yang kerap kali dilakukan oleh remaja
kota.
D. Pembahasan
Menurut Shaw dan Constanzo, ruang lingkup studi psikologi sosial salah satunya adalah
pengaruh sosial terhadap proses individual (Sartono, 2002). Yang termasuk dalam
golongan ini adalah bagaimana kehadiran orang lain, keberadaan seseorang dalam
kelompok tertentu atau norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat
mempengaruhi persepsi, motivasi, proses belajar, sikap (attitude), atau sifat (atribusi)
seseorang. Terjadinya kerusuhan antar suporter yang sebagian besar merupakan remaja
dan perkelahian antar pelajar di kota-kota besar seperti Jakarta belum tentu karena niat
atau motif pribadi tetapi lebih pada pengaruh kelompok (sosial).
a. Faktor internal dan faktor eksternal
-Faktor internal yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru oleh
remaja dalam menanggapi miliu di sekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Perilaku
mereka merupakan reaksi ketidakmampuan dalam melakukan adaptasi terhadap
lingkungan sekitar. Sedangkan faktor eksternal atau faktor eksogen, dikenal pula sebagai
pengaruh alam sekitar, faktor sosial atau faktor sosiologis adalah semua perangsang dan
pengaruh luar yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada remaja (tindak kekerasan,
kejahatan, perkelahian massal, dan lain sebagainya).
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi, urbanisasi, dan
industrialisasi yang berakibat semakin kompleksnya masyarakat sekarang, semakin
banyak pula anak remaja yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri terhadap
berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustrasi, konflik
terbuka baik internal maupun eksternal, ketegangan batin dan gangguan kejiwaan.
Apalagi ditambah oleh semakin banyaknya tuntutan sosial, sanksi-sanksi dan tekanan
sosial atau masyarakat yang mereka anggap melawan dorongan kebebasan mutlak dan
- Baik buruknya rumah tangga atau berantakan dan tidaknya sebuah rumah tangga
- Perlindungan lebih yang diberikan orang tua
- Penolakan orang tua, ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul
tanggung jawab sebagi ayah dan ibu
- Pengaruh buruk dari orang tua, tingkah laku kriminal, asusila
b. faktor lingkungan sekolah
lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan bisa berupa bangunan sekolah yang tidak
memenuhi persyaratan, di antaranya adalah:
- tanpa halaman bermain yang cukup luas
- tanpa ruangan olah raga
- minimnya fasilitas ruang belajar
- jumlah murid di dalam kelas yang terlalu banyak dan padat
- ventilasi dan sanitasi yang buruk dan lain sebagainya
c. faktor lingkungan
lingkungan sekitar yang tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan
perkembangan remaja.
Dari semua hal di atas dapat dianalisa beberapa predikator kenakalan meliputi
identitas (identitas negatif), pengendalian diri (derajat rendah), usia (telah muncul pada
usia dini), jenis kelamin(laki-laki), harapan-harapan bagi pendidikan (harapan-harapan
yang rendah, komitmen yang rendah), nilai rapor sekolah (prestasi yang rendah pada
kelas-kelas awal), pengaruh teman sebaya (pengaruh berat, tidak mampu menolak), status
sosial ekonomi (rendah), peran orang tua (kurangnya pemantauan, dukungan yang
rendah, dan disiplin yang tidak efektif), dan kualitas lingkungan (perkotaan, tingginya
kejahatan, tingginya mobilitas).
Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif
maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas
yang negatif seperti: menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak, dan
sebagainya.
Kenakalan remaja dan perkelahian massal itu merupakan refleksi dari perbuatan orang
dewasa di segala sektor kehidupan yang penuh bayang-bayang hitam dan pergulatan seru
(penuh intrinsik, kekejaman, kekerasan, nafsu kekuasaan, kemunafikan, kepalsuan, dan
lain-lain) yang terselubung rapi dengan gaya yang elegan dan keapikan.
b. Dinamika Psikologis
Piaget yakin bahwa pemikiran operasional formal berlangsung antara usia sebelas hingga
lima belas tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak daripada pemikiran seorang
anak. Selain abstrak, pemikiran remaja juga idealistis. Remaja mulai berpikir tentang ciriciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain dengan standar-standar yang ideal ini.
Remaja lazim menjadi tidak sabar dengan standar-standar yang ideal yang baru
ditemukan ini dan dibingungkan oleh banyak standar ideal yang diadopsi.
Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi sosial menjadi ciri
perkembangan remaja. Pemikiran remaja bersifat egosentris. Menurut David Elkind
egosentrisme remaja memiliki dua bagian yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi.
Penonton khayalan ialah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya
sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Perilaku mengundang perhatian, umum
terjadi pada masa remaja, mencerminkan egosentrisme dan keinginan untuk tampil di atas
pentas, diperhatikan, dan terlihat. Dongeng pribadi ialah bagian dari egosentrisme remaja
yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik pribadi remaja membuat
mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka
sebenarnya. Beberapa ahli perkembangan yakin bahwa egosentrisme dapat menerangkan
beberapa perilaku remaja yang nampaknya ceroboh.
Gangguan-gangguan atau kelalaian-kelalaian orang tua dalam menerapkan dukungan
keluarga dan praktek manajemen secara konsisten berkaitan dengan perilaku anti sosial
anak-anak dan remaja. Dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen ini mencakup
pemantauan tempat remaja berada, penggunaan bagi disiplin yang efektif bagi perilaku
berkesinambungan.
Upaya menyembuhkan gejala patologis pada kenakalan remaja dan perkelahian massal
yang dikemukakan Kartini Kartono adalah sebagai berikut:
- banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri, dan melakukan koreksi
terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan menuntun itu
- memberi kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan
sehat
- memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja
zaman sekarang serta kaitannya dengan pengembangan bakat dan potensi remaja
Disusun Oleh :
Nama : Afrianti. La aja
Kelas : X- 13