Anda di halaman 1dari 31

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun

intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar,

menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani

menanggung resiko atas perbuatannya tanpa di dahului oleh

pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang di ambil dalam

menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke dalam berbagai

masalah kesehatan fisik dan psikologi (Infodatin, 2014).

Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan

manusia yang paling penting dalam kehidupan setiap manusia. Suatu

masa yang indah penuh dengan dengan segala suka cita, keunikkan,

keceriaan dan menyenangkan. Hampir tidak ada manusia yang dapat

melupakan masa- masa remaja yang dilaluinya, baik masa-masa yang

menyenangkan maupun masa yang menyedihkan, tetapi tidak semua

remaja dapat melalui masa tersebut dengan selamat dan bahagia

menuju masa berikutnya (Suryandari, 2020).

Masalah yang sering terjadi pada remaja seperti gaya bergaul

yang salah, remaja saat ini harus memiliki kekasih, kondisi ini

menyebabkan remaja yang tidak mampu mengikuti tuntunan tren tersebut

1
2

membuat remaja akan merasa minder, galau, murung, menyendiri dan

sampai pada stres sosial yang berujung pada tindakan-tindakan negatif

seperti salah satunya kenakalan remaja. (BKKBN, 2014).

Sarwono (2013) menjelaskan bahwa kenakalan remaja merupakan

perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum.

Adapun wujud dari perilaku yang melanggar aturan ini adalah kebut-

kebutan dijalanan, perilaku ugal-ugalan, brandalan, perkelahian antar

gang, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, membolos sekolah,

kriminalitas anak, remaja yang berupa mengancam, intimidasi, memeras,

mencuri, dan pelanggaran lainnya.

Pada tahun 2018, FBI (Federal Bureau of Investigation’s)

mengungkapkan jumlah kenakalan remaja di dunia mencapai 216.090

untuk perempuan dibawah usia 18 tahun, dan laki-laki 512.180 untuk

pelanggaran tertentu termasuk pencurian (39%) ,meminum minuman

keras (42%), penyerangan sederhana (37%) dan perilaku tidak tertib

(36%).

Data peningkatan kenakalan remaja di Indonesia dari tahun

ketahun diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengalami peningkatan

setiap tahunnya. Pada tahun 2013 sampai pada tahun 2015 mengalami

kenaikan sekitar 10,7%. Kasus tersebut dari berbagai kasus kenakalan

remaja diantaranya, pencurian, pembunuhan, pergaulan bebas dan

narkoba. Tahun 2019 mencapai 11685,90 kasus dan pada tahun 2020

mencapai 12944,47 kasus (BPS, 2018).

1
3

Prevalensi kenakalan remaja di Aceh yang dilakukan pada tanggal

21 s/d 25 juni 2018 menunjukkan mayoritas remaja melakukan kenakalan

remaja ringan (77,3%), kenakalan menimbulkan korban fisik mayoritas

ringan (77,3%), kenakalan menimbulkan korban materi mayoritas ringan

(88,6%), kenakalan sosial mayoritas ringan (71,6%), kenakalan melawan

status mayoritas sedang (58%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

kenakalan remaja di Aceh berada pada kategori ringan (Uchra, Novitayani

2018).

Sumara, Humaedi, & Santoso (2017) menjelaskan bahwa faktor

yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja yaitu krisis identitas

dan kontrol diri yang lemah pada remaja, kurangnya perhatian dari orang

tua, minimnya pemahaman tentang keagaman, pengaruh dari lingkungan

sekitar dan pengaruh budaya barat, tempat pendidikan, serta pergaulan

dengan teman sebaya. Sebagian besar kenakalan remaja disebabkan

dari faktor keluarga, karena dari keluargalah karakter remaja tersebut

terbentuk.

Perilaku kenakalan remaja memiliki dampak yang negatif yakni

akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasi terutama dengan

remaja lain, dengan guru di sekolah dan dengan masyarakat di

lingkungan. Selain itu semua pihak akan menanggung dampak negatif

dari kenakalan remaja tidak hanya korban bahkan pelaku dan remaja

yang melakukan kenakalan. (Situmorang, 2018).

1
4

Sanjiwani & Budisetyani (2014) Kenakalan remaja juga

dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua, yaitu pola asuh permisif. Pola

asuh permisif akan menumbuh kembangkan kasih sayang antara orang

tua dan anak, tetapi menjadikan anak semakin agresif dan lebih suka

melakukan apa yang diinginkannya.

Santrock (2011), mengemukakan bahwa pola asuh permisif

merupakan pola pengasuhan orang tua yang tidak ikut campur dan

membebaskan anak untuk memilih apa yang mereka inginkan, sehingga

membuat anak tidak mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang

salah. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini percaya bahwa dengan

pola asuh tersebut membuat anak bisa bebas melakukan apapun hal

yang mereka inginkan agar anak bisa aktif, namun kenyataannya pola

asuh permisif ini membuat anak tidak mengerti bagaimana menghargai

orang lain, membuat anak memiliki rasa egois yang tinggi dan membuat

anak kesulitan dalam pergaulan dengan teman-temannya.

Berdasarkan hasil penelitian Purwaningtyas (2020) dapat

disimpulkan bahwa hasil analisis korelasi Spearman Rank menunjukkan

angka sig. (2-tailed) sebesar 0,004. Nilai signifikan lebih kecil daripada

batas kritis alpha = 0,05, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara

kedua variable. Dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara

pengasuhan permissive orang tua dengan kenakalan pada remaja. Nilai

koefisien korelasi sebesar 0,610 menunjukkan korelasi positif dalam arti

1
5

semakin tinggi pola asuh permisif orang tua maka semakin tinggi pula

kenakalan yang terjadi pada remaja.

Dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni, Rohmatun

(2019) menunjukkan bahwa nilai korelasi rxy = 0,485 dengan signifikan

0,000 (p < 0,01) dan flinier sebesar = 44,973 dengan taraf p = 0,000 (p <

0,05) yang mengartikan bahwa ada hubungan positif yang signifikan

antara pola asuh permisif dengan perilaku kenakalan remaja di SMA 1

Mejebo Kudus. Artinya, semakin tinggi pola asuh permisif, semakin tinggi

pula kenakalan remaja.

Berdasarkan urain di atas, Maka penulis tertarik untuk

menganalisis dalam bentuk literature riview dengan judul “Analisis

Pengaruh Pola Asuh Permisif Dengan Kenakalan Remaja”.

B. Rumusan masalah

Bagaimana gambaran analisis pola asuh permisif dalam

mencegah kenakalan remaja berdasarkan studi emperis dalam sepuluh

tahun terakhir ?

C. Tujuan penulisan

Mengetahui gambaran “analisis pola asuh permisif dalam

mencegah kenakalan remaja” berdasarkan studi emperis dalam sepuluh

tahun terakhir.

1
6

D. Manfaat penulisan

1. Remaja

Dari hasil penelitian ini remaja dapat lebih baik dalam

pengontrolan diri dengan “analisis pola asuh permisif dalam mencegah

kenakalan remaja”.

2. Bagi pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi kedepan

Pengetahuan ilmu dan teknologi keperawatan menambah

keluasan ilmu dan teknologi dibidang keperawatan terkait analisis pola

asuh permisif dalam mencegah kenakalan remaja.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan ke dalam dunia

nyata analisis pola asuh permisif dalam mencegah kenakalan remaja.

4. Instusi Akper Kesdam IM Banda Aceh

Dapat dijadikan sebagai bahan referensi temabahan dalam rangka

meningkatkan kualitas pengetahuan, Sikap dan keterampilan bagi

mahasiswa/I dalam memberikan asuhan keperawatan analisis pola

asuh permisif dalam mencegah kenakalan remaja.

1
7

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak kemasa

dewasa, pada masa ini mulai mulai terbentuk perasaan identitas

individu, pencapaian emansipasi dalam keluarga, dan usahanya untuk

mendapat kepercayaan dari ayah dan ibu. Pada masa peralihan

tersebut, individu matang secara fisiologik dan kadang-kadang

psikologik (Prawirohardjo, 2011).

Masa remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak –

anak hingga masa awal dewasa yang dimasuki pada usia kira-kira 10

hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.

Pada masa ini manusia mengalami proses pertumbuhan dan

perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologisnya (Maemunah

2018).

Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari

masa anak-anak menuju ke masa dewasa yang terjadi pada usia 12

tahun hingga 21 tahun (Dewi, 2012). Menurut Piaget, secara psikologis

masa remaja merupakan masa individu tidak lagi merasa berada di

bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan masa remaja

1
8

merupakan masa individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa dan

berada pada tingkatan yang sama (Hanifah, 2013).

2. Tahap Perkembangan Remaja

Remaja menurut (Hurlock dalam Maemunah 2013) dibagi atas tiga

kelompok usia tahap perkembangan, yaitu :

a. Early adolescence (remaja awal)

Berada pada rentang usia 12-15 tahun, merupakan masa negatif,

karena pada masa ini terdapat sikap dan sifat negatif yang belum

terlihat dalam masa kanak-kanak, individu merasa bingung, cemas,

takut dan gelisah.

b. Middle adolescence (remaja pertengahan)

Dengan rentang usia 15-18 tahun, pada masa ini individu

menginginkan atau menandakan sesuatu dan mencari-cari sesuatu,

merasa sunyi dan merasa tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

c. Late adolescence (remaja akhir)

Berkisar pada usia 18-21 tahun. Pada masa ini individu mulai stabil

dan mulai memahami arah hidup dan menyadari dari tujuan

hidupnya. Mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola

yang jelas.

3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Tugas-tugas perkembangan yang harus disesuaikan selama masa

remaja, yaitu menurut (Dahlan 2014)

1
9

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.

Remaja diharapkan mampu menerima hubungan pertemanan atau

persahabatan tidak terbatas hanya dengan sesama jenis. Selain itu,

remaja mampu menjaga dan memelihara hubungan terjalin dengan

baik.

b. Mencapai peran sosial sebagai priaatau wanita. Remaja menerima

keadaan diri sebagai pria atau wanita sesuai dengan kodratnya

dengan sifat dan tanggung jawab gender masing-masing.

c. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif. Pada

periode pra remaja, anak tumbuh demikian cepat yang mengarah

pada bentuk orang dewasa, diiringi perkembangan sikap dan citra

tubuh. Remaja dapat menerima keadaan diri sebagaimana adanya

keadaan diri sendiri, menjaga dan memelihara keadaan fisiknya

secara efektif sehingga timbul kepuasan diri.

d. Mencapaikemandirian secara emosional dari orangtua dan orang

dewasa lainnya. Tugas perkembangan yang dihadapi remaja adalah

bebas dari ketergantungan emosional seperti saat masa kanak-

kanak. Dalam masa remaja, seseorang dituntut untuk tidak lagi

tergantung dengan orangtua atau orang dewasa lain dengan

menjunjung tinggi sikap respek.

e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi tujuan, dari tugas ini adalah

agar remaja merasa mampu menciptakan kehidupan.

4. Tugas Perkembangan Masa Remaja Pada Sikap Dan Perilaku

1
10

Perkembangan remaja berdasarkan kematangan emosional dan

sosial dari remaja yang tidak toleran dan bersikap superior menjadi lebih

bersikap toleran dan merasa nyaman. Remaja yang kaku dalam bergaul

menjadi luwes dalam bergaul. Remaja yang kurang dapat

mengendalikan diri sendiri dari rasa marah dan sikap permusuhannya

menjadi seorang remaja yang mampu menyatakan emosinya. Remaja

yang masih harus dikontrol orangtua menjadi remaja yang mampu

mengkontrol diri mereka sendiri (Yusuf dalam Sumara 2011).

a. Menerima keadaan fisiknya.

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok

yang berlawan jenis.

d. Mencapai kemandirian emosional.

e. Mencapai kemandirian ekonomi.

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota

masyarakat.

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai dan orang

dewasa.

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab social.

i. Mempersiapkan diri memasuki perkawinan memahami dan

mempersiapkan berbagai tanggung jawah kehidupan keluarga.

j. Memperoleh peranan social

1
11

k. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif.

l. Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang

dewasa lainnya.

m. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri

sendiri.

n. Memilih dan mempersia pkan lapangan pekerjaan.

o. Mempersiapkan diri pembentukan keluarga.

p. Membentuk sistem nilai,moralitas dan falsafah hidup.

B. Konsep Kenakalan Remaja

1. Pengertian Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja menurut Willis (2014) adalah tindak perbuatan

sebagian para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama dan

norma-norma masyarakat, sehingga akibatnya dapat merugikan orang

lain, mengganggu ketentraman umum dan juga merusak dirinya

sendiri. Sedangkan kenakalan remaja bersumber dari ; keluarga yang

tidak efektif menjalankan fungsinya, menurunya kewibawaan sekolah,

dan peran lembaga keagamaan yang tidak mampu menangani

masalah moral.

Kenakalan remaja menurut Papalia (2014) mengacu pada rentang

perilaku yang luas,mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara

social (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti

melarikan diri dari rumah) hingga tindakan tindakan criminal (seperti

mencuri) yang dilakukan oleh anak dan remaja.

1
12

2. Faktor-Faktor Kenakalan Remaja

Menurut Eliasa (2013) menyebutkan faktor-faktor terjadinya

kenakalan remaja baik faktor internal maupun eksternal.

1. Faktor internal

a. Krisis identitas

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja

memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama,

terbentuknya perasaan akan konsisten dalam kehidupnya.

Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan remaja terjadi

karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

b. Kontrol diri yang lemah

Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah

laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan

terseret dengan perilaku “Nakal”. Begitupun bagi mereka yang

telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun

tidak bisa mengembangkan control diri untuk bertingkah laku

sesuai dengan pengetahuannya.

2. Faktor Eksternal

a. Keluarga

Perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antara anggota

keluarga, atau perselisihan antara anggota keluarga bisa memicu

perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah

dikeluargapun, perti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan

1
13

pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksitensi anak, bisa

menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.

b. Teman sebaya yang kurang baik

Teman sepermainan atau sebaya memberikan peranan

penting bagi setiap remaja yang sedang berkembang. Seorang

remaja yang berada pada lingkungan pertemanan buruk maka

tentu akan mendapat banyak pengaruh perilaku buruk.

Sebaliknya, remaja dengan lingkungan pertemanan baik dan

suportif tentu dapat saling membantu dan memberikan pengaruh

baik satu dengan yang lain.

c. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik

Masyarakat dapat menjadi penyebab berjangkitnya kenakalan

remaja, terutama di lingkungan yang kurang melaksanakan

ajaran-ajaran agama, lingkungan masyarakat yang kurang

beragama merupakan sumber berbagai kejahatan seperti

kekerasan, pemerasan, perampokan dan sebagainya, tindakan

yang seperi itu akan mudah terpengaruh oleh remaja yang

sedang dalam masa perkembangan.

3. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja

Papalia (2014) menbedakan perilaku kenakalan ke dalam dua

kategori yaitu index offenses dan status offenses. index offenses

merupakan tindakan kriminal baik yang dilakukan remaja maupun

1
14

dewasa. Tindakan-tindakan itu meliputi perampokan, pencurian,

pemerkosaan. Status offenses merupakan tindakan-tindakan yang

tidak terlalu serius dan melawan status di usianya seperti membolos

sekolah, lari dari rumah, mengomsumsi alcohol dan ketidakmampuan

mengendalikan diri sehingga menimbulkan perkelahian.

Masalah remaja lainya yang termasuk kenakalan remaja yang

menyebabkan terjadinya gangguan social, akademik,dan fungsi

pekerjaan di antaranya melakukan seks bebas atau perilaku seksual,

merokok di tempat umum atau di sekolah, melakukan

penyalahgunaan obat terlarang atau minum minuman berakohol

(Hidayati, 2013).

4. Dampak Kenakalan Remaja

Menurut Fusnika (2019), dampak dari perilaku kenakalan

remaja yaitu:

a. Kenakalan Dalam Keluarga

Remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal

yang negatif, di sinilah peran orang tua. Orang tua harus

mengontrol dan mengawasi putra-putri mereka dengan melarang

hal-hal tertentu. Namun, bagi sebagian anak remaja, larangan-

larangan tersebut malah dianggap hal yang buruk dan

mengekang mereka. Akibatnya, mereka akan memberontak

dengan banyak cara. Tidak menghormati, berbicara kasar pada

orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua adalah contoh

1
15

kenakalan remaja dalam keluarga. Kenakalan dalam pergaulan,

dampak kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal

pergaulan. Sampai saat ini, masih banyak para remaja yang

terjebak dalam pergaulan yang tidak baik. Mulai dari pemakaian

obat-obatan terlarang sampai seks bebas. Menyeret remaja pada

sebuah pergaulan buruk memang relatif mudah, dimana remaja

sangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang menawarkan

kenyamanan semu. Akibat pergaulan bebas inilah remaja,

bahkan keluarganya, harus menanggung beban yang cukup

berat.

b. Kenakalan dalam pendidikan

Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum

terjadi, namun tidak semua remaja yang nakal dalam hal

pendidikan akan menjadi sosok yang berkepribadian buruk,

karena mereka masih cukup mudah untukdiarahkan pada hal

yang benar. Kenakalan dalam hal pendidikan misalnya,

membolos sekolah, tidak mau mendengarkan guru, tidur dalam

kelas dan lain-lain.

Dampak kenakalan remaja pasti akan berimbas pada

remaja tersebut. Bila tidak segera ditangani, ia akan tumbuh

menjadi sosok yang bekepribadian buruk. Remaja yang melakukan

kenakalan-kenakalan tertentu pastinya akan dihindari atau malah

dikucilkan oleh banyak orang. Remaja tersebut hanya akan

1
16

dianggap sebagai pengganggu dan orang yang tidak berguna.

Akibat dari dikucilkannya ia dari pergaulan sekitar, remaja tersebut

bisa mengalami gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan bukan

berarti gila, tapi ia akan merasa terkucilkan dalam hal sosialisai,

merasa sangat sedih, atau malah akan membenci orang-orang

sekitarnya.

Dampak kenakalan remaja yang terjadi, tak sedikit keluarga

yang harus menanggung malu. Hal ini tentu sangat merugikan,

dan biasanya anak remaja yang sudah terjebak kenakalan

remaja tidak akan menyadari tentang beban keluarganya. Masa

depan yang suram dan tidak menentu bisa menunggu para

remaja yang melakukan kenakalan. Bayangkan bila ada seorang

remaja yang kemudian terpengaruh pergaulan bebas, hampir bisa

dipastikan dia tidak akan memiliki masa depan cerah. Hidupnya

akan hancur perlahan dan tidak sempat memperbaikinya.

5. Upaya-Upaya Mengatasi Kenakalan Remaja

Dalam cara mengatasi kenakalan remaja, tentunya

dibutuhkan peran keluarga dan niat dari remaja tersebut untuk

mengatasi kenakalan remaja yang semakin bertambah parah

setiap harinya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk

mencegah dan mengatasi kenakalan remaja. Penanggulangan

kenakalan remaja menurut (Kartono dalam Maemunah 2014)

sebagai berikut:

1
17

a. Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal

apapun.

b. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang.

c. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media

komunikasi seperti tv, gadget, dan internet.

d. Perlunya bimbingan kepribadian disekolah.

e. Perlunya dukungan terhadap hobi yang anak inginkan selama

itu masih positif.

f. Orang tua harus bisa menjadi tempat curhat yang nyaman

untuk anak.

Dalam hal ini keluarga juga berperan dalam memberi bekal

agama yang cukup dimulai sejak dini, mulai dari beribadah dan

mengunjungi tempat ibadah (sesuai kepercayaan masing-masing)

dan lainnya. Selain itu juga orang tua harus menanamkan nilai

moral yang tinggi kepada anak dan harus mengajarkan pendidikan

karakter agar anak tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan.

Sebagai remaja juga harus pintar memilih lingkungan pergaulan

yang tepat dan baik, sehingga tidak mudah untuk terjerat dalam

perilaku menyimpang. Tentu saja kenakalan remaja dapat teratasi

dengan baik jika peran orang tua, guru, serta orang dewasa lainnya

(masyarakat dan pemerintah) sudah berjalan sebagai mana

mestinya. Selain itu dibutuhkan komitmen yang kuat dari remaja

1
18

sendiri tersebut untuk tidak terjerumus kedalam pergaulan yang

salah yang hanya akan merugikan masa depannya kelak.

C. Konsep Pola Asuh Orang Tua

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua merupakan sejumlah model atau bentuk

perubahan ekspresi dari orang tua yang dapat mempengaruhi potensi

genetik yang melekat pada diri induvidu dalam uapaya memelihara,

merawat, membimbing, membina, dan mendidik anak-anaknya baik

yang masih kecil ataupun yang belum dewasa agar menjadi manusia

dewasa yang mandiri kemudian hari. Pola asuh yang dilakukan setiap

orang tua secara alami akan membentuk kepribadian seseorang,

sehingga terjadi suatu perkembangan psikis pada diri individu untuk

membentuk kepribadian yang berkerakter (Anisah, 2011).

2. Klasifikasi Pola Asuh Orang Tua

a. Pola Asuh Authoritarium (oteriter)

Pola asuh oteriter berpengaruh negatif terhadap kemampuan

social dan kognitif anak. Efek yang terlihat terhadap kemampuan

anak, diantaranya: anak menjadi tidak mampu bergaul dengan

1
19

teman sebaya, selalu menyindiri, merasa cemas dan gelisah

serta khawatir ketika bergaul dengan teman sebaya dan

cenderung memiliki hati nurani yang rendah, tidak gembira, serta

tidak mempunyai tujuan yang jelas (Anisah, 2011).

b. Pola Asuh Permissive

Pola asuh permisif ini memeliki dua tipe, Tipe yang pertama

indulgent (pemanja) adalah orang tua yang menganggap dan

merasa yakin bahwa anak mereka memiliki hak untuk tidak

diintervensi oleh orang tua. Apabila orang tua tidak terlalu banyak

menuntut dari anak, orang tua dapat memelihara kehangatan dab

mau menenggapi anak (responsive). Tipe yang kedua disebut

negligent (penelantar) yaitu orang tua tidak memiliki pendirian

atau keyakinan (conviction) tentang hak anak, tetapi didasarkan

karena mereka tidak dapat menguasai secara efektif tingkah laku

anak (Mensah dan Kuranchie, 2013).

c. Pola Asuh Authoritative (demokratis)

Pola asuh demokratis ini mendorong anak untuk memiliki

kemempuan yang lebih baik dari pada pola asuh oteriter atau pun

permissif. Anak–anak dari orang tua yang memiliki pola asuh

demokratis sangat memilihara tanggung jawab sosial dan

kebebasan ketika masih anak-anak, dan sesudah menginjak usia

8-9 tahun baik anak laki-laki maupun anak perempuan sudah

memiliki kecakepan emosional artinya kognitif sosialnya sudah

1
20

berkembang ke arah positif, punya kontrol diri dan dapat

mengendalikan diri sendiri, mempunyai tujuan, berorientasi pada

prestasi, menunjukkan minat dan keingintahuan pada situasi

yang baru, mampu menjalani persahabatan dengan sesama,

serta dapat menangani stress dengan baik (Anisah, 2011).

3. Pola asuh permisif Orang Tua

a. Pengertian Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif merupakan salah satu dari tipe pola asuh,

dimana pola asuh ini sangat memberikan kebebasan kepada

anaknya untuk melakukan apapun yang anak kehendaki tanpa

adanya pengawasan yang cukup dari orang tua. Tipe pola asuh

permisif ini banyak digunakan pada masa sekarang ini. Jadi,

dapat dipahami bahwa pola asuh permisif ini dapat ditandai oleh

sikap orang tua yang membiarkan anak mencari dan menemukan

sendiri tata cara yang memberi batasan-batasan dari tingkah

lakunya. Pada pola asuh ini pengawasan menjadi sangat longgar.

Pada saat diterapkan pola asuh permisif , anak akan merasa

bahwa orang tua tidak perduli dengan segala perilaku yang

dilakukan, bahkan orang tua tidak pernah memberikan Bimbingan

dan peranan yang berartidalam perkembangan anak. Anak

beranggapan bahwa apapun yang dilakukan, tidak pernah

1
21

dipermasalahkan oleh orang tua karena tidak perduli apakah hal

tersebut benar atau salah (Maemunah, 2018).

Santrock dalam Ledang (2011) mengemukakan bahwa pola

asuh permisif merupakan pola pengasuhan orang tua yang tidak

ikut campur dan membebaskan anak untuk memilih apa yang

mereka inginkan, sehingga membuat anak tidak mampu

mengetahui mana yang baik dan mana yang salah. Orangtua

yang menerapkan pola asuh ini percaya bahwa dengan pola

asuh ini percaya bahwa dengan pola asuh tersebut membuat

anak bisa bebas melakukan apapun hal yang mereka inginkan

agar anak bisa aktif, namun kenyataannya pola asuh permisif ini

membuat anak tidak mengerti bagaimana menghargai orang lain,

membuat anakmemiliki rasa egois yang tinggi dan membuat anak

kesulitan dalam pergaulan dengan teman-temannya.

b. Ciri-ciri Pola Asuh Permisif Orang Tua

Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif biasanya

mereka yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing

sehingga anak tidak diperhatikan, orang tua yang terlalu

memanjakan anaknya yang mengakibatkan anak melakukan

apapun yang mereka lakukan dengan seenaknya, secara lebih

jelas ciri-ciri pola asuh permisif menurut Fathi (dalam Ana Stevi U

Dampo, dkk, 2017) adalah sebagai berikut :

1) Orang tua bersikap longgar

1
22

2) Tidak terlalu memberi bimbingan dan kontrol

3) Perhatian kurang dan kendali anak sepenuhnya terdapat

pada anak itu sendiri

Orang tua permisif selalu membebaskan anak-anak mereka

sekalipun itu mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, orang

tua tidak pernah membatasi apa yang anak mereka lakukan.

anak dengan pola asuh ini kurang mendapatkan bimbingan dan

kontrol dari orang tuanya sehingga anak-anak dengan pola asuh

permisif ini sering lepas kontrol dan melakukan hal-hal yang

diluar batas.

Ketidak jelasan peraturan dan ketidak konsistenan hukuman

yang diberikan oleh orang tua atas kesalahan anak, merupakan

sebuah karakteristik dari pola asuh permisif. Mereka lebih suka

membiarkan anakanaknya dengan kebebasannya, tidak adanya

perhatian khusus dan komunikasi yang di lakukan antara orang

tua dan anak.

Anak memiliki latar belakang orang tua yang berbeda-beda,

maka pola asuh yang anak dapatkan juga pasti berbeda-beda,

tergantung bagaimana cara orang tuanya mendidik dan

membimbing mereka. Cara orang tua mengasuh anak

merupakan ciri khas yang menjadi karakter orang tua dalam

menciptakan bagaimana masa depan anak-anaknya. Jika

karakter pola asuh asuh orang tua baik dan tepat maka masa

1
23

depan anak pun akan baik dan terjamin, namun sebaliknya jika

karakter pola asuh yang diterapkan orang tua tidak tepat maka

masa depan anak mungkin tidak sebaik yang diharapkan,

contohnya seperti karakteristik pola asuh permisif.

c. Karakteristik Pola Asuh Permisif

Menurut Maemunah (2018) setiap orang tua mempunyai

cara dan ciri khas nya masing-masing, termasuk dalam

mengasuh anaknya pasti berbeda-beda sesuai dengan

bagaimana cara dan ciri khas orang tuanya. Hal tersebut dapat

dikatakan sebagai karakteristik pola asuh. Karakteristik pola asuh

berarti cara atau ciri khas orang tua dalam memberikan pola

pengasuhan terhadap anaknya, setiap pola asuh pasti memiliki

karakter yang berbeda-beda.

Dapat diketahui bahwa karakteristik pola asuh permisif

adalah adanya ketidak jelasan peraturan, hukuman yang tidak

konsisten dijalankan, persepsi orang tua bahwa anak akan

belajar dari kesalahan yang telah dilakukuan dan tidak ada

pemberian hadiah.

Dengan demikian pola asuh permisif banyak memberikan

dampak negatif terhadap anaknya, perkembangan anak menjadi

tidak stabil dan tidak terkontrol yang mengakibatkan anak

terjerumus pada perilaku perilaku yang menyimpang yang dapat

merugikan diri mereka sendiri, orang tua, dan lingkungannya.

1
24

Namun, selain memiliki kekurangan, pola asuh permisif ini juga

nampaknya memiliki sebuah kelebihan jika diterapkan pada anak

dan usia yang pas.

d. Dampak Pola Asuh Permissive

Dampak pola asuh permissive terhadap perkembangan anak

menurut (Indragiri, dalam Arnis 2017).

adalah :

a. Mudah terjerat dalam pergaulan yang salah

b.Tidak matang dan tidak bertanggung jawab.

c. Kurang percaya diri

d. Agresif, tidak menurut, dan impulsif

e. Perkembangan anak jadi tidak matang, emosi mudah berubah,

dan kurang bertanggung jawab

f. Kurang motivasi untuk berprestasi

g. Pemberontak

h. Manja dan ingin mendominasi

1
25

BAB III

METODE PENULISAN

A. Stategi Pencarian Literature

1. Framework yang digunakan

Strategi yang digunakan untuk mencari arikel menggunakan PICO

framework

a. Population/problem, populasi atau masalah yang di analisis.

Dalam Literature Riview ini populasi atau masalah yang akan di

analisis adalah remaja.

1
26

b. Intervention, suatu tindakan penatalaksanaan terhadap kasus

perorangan atau masyarakat serta penerapan tentang

penatalaksanaan. Dalam Literature Riview ini intervensi yang di

analisis adalah pola asuh permisif.

c. Comparation, penatalaksanaan lain yang digunakan sebagai

pembanding dalam Literature Riview ini tidak ada intervensi

pembanding.

d. Outcome, hasil atau luaran yang diperoleh pada penelitian

Dalam Literature Riview ini outcome yang di analsis adalah

kenakalan.

2. Kata kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword

Boolean operator (AND, OR NOT or AND NOT) yang digunakan

untuk memperluas atau menspesifikasikan pencarian, sehingga

mempermudah dalam penentuan artikel atau yang digunakan Kata

Kunci yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, ”Remaja” and “Pola

Asuh Permisif” and “Kenakalan”.

3. Database atau search engine

1
27

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung. akan

tetapi diperoleh dari hasil penelitian yang telah di lakukan oleh

peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang di dapat

berupa arikel atau jurnal yang relevan dengan topik dilakukan

mengunakan database melalui Google scholar.

B. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Tabel 1.

Kriteria inklusi dan ekslusi dengan format PICO

Kriteria Inklusi Ekslusi

Population/ Artikel yang berhubungan Artikel yang tidak


Problem dengan topik penelitian berhubungan dengan topik
analisis pengaruh pola penelitian analisis
asuh permisif dengan pengaruh pola asuh
kenakalan remaja. permisif dengan kenakalan
remaja.

Intervention Pola asuh permisif. Selain pola asuh permisif.

1
28

Comparation Tidak ada intervensi Ada intervensi


pembanding. pembanding.

Outcome Adanya pengaruh Tidak adanya pengaruh


analisis pola asuh analisis pengaruh pola
permisif dengan asuh permisif dengan
kenakalan remaja. kenakalan remaja.

Study design Mix methods Systematic/literature riview


study,experimental
study,exsperiment pra
exsperiment design, pre-
exsperiment one group
pre-test design, quasi
eksperimen

Tahun terbit Artikel atau jurnal yang Artikel atau jurnal yang
terbit setelah tahun terbit sebelum tahun 2012.
2012.

Bahasa Bahasa Indonesia. Selain bahasa Indonesia.

C. Seleksi Studi Dan Penilaian Kualitas

1. Hasil pencarian dan seleksi studi

Berdasarkan hasil pencarian melalui publikasi google scholar

menggunakan kata kunci Remaja AND Pola asuh permisif AND

kenakalan, penelitian menemukan 828 jurnal yang sesuai dengan

kata kunci tersebut. Jurnal tersebut kemudian di skrining, sebanyak

45 jurnal diekslusikarna terbitan tahun 2012 kebawah. Assesment

kelayakan terhadap 783 jurnal,jurnal yang di publikasi dan jurnal yang

tidak sesuai kriteria insklusi dilakukan ekslusi. Sehingga didapatkan 4

jurnal yang di lakukan review.

1
29

Exclude (n=769)

Problem / populasi :(n=350)


- Siswa: (n=178)
- Anak: (n=53)
- Lansia: (n=9)
- Teman sebaya: (n=59)
- Keluarga: (n=21)
- Penderita kanker: (n=1)
- Wanita: (n=29)
Intervention:(n=339)
- Pola asuh orang tua: (n=195)
Skema 1. - Pola asuh oteriter: (n=52)
- Pola asuh demokrasi: (n=12)
- Pola asuh keluarga: (n=9)
Alur Review jurnal - Pola asuh anak: (n=15)
- Pola asuh singgel parent: (n=17)
- Pola asuh keagamaan: (n=5)
- Pola asuh ibu: (n=20)
- Pengaruh penyuluhan kesehatan: (n=2)
- Pengaruh control diri: (n=5)
- Pengaruh partisipasi kader: (n=2)
Pencarian menggunakan keyword - Pola asuh ayah: (n=3)
melalui database google scholar - Pengaruh penyuluhan bina usaha: (n=1)
- Pola asuh nenek: (n=1)
Comparation:(n=29)
N = 828 1 - Pola asuh permisif dan otoriter :(n=2)
- Terapi tertawa dan aroma terapi mawar : (n=1)
- Pola asuh orang tua dan kemandirian toilet training :
(n=4)
- Pola asuh demokratis dan perilaku prososial: (n=3)
30

Seleksi jurnal 10 tahun terakhir


dengan menggunakan bahasa
Indonesia

N = 783

Seleksi judul dan duplikat

N = 777

Identifikasi abstrak

N=8
Rumusan dan tujuan

masalah tidak sesuai

Jurnal akhir yang dapat dianalisa N= 4


sesuai rumusan masalah dan tujuan

N=4

2. Daftar artikel hasil pencarian

Literature review ini di sintesis menggunakan metode naratif

dengan mengelompokan data-data hasil ekstarksi yang sejenis

sesuai dengan hasil yangdi ukur untuk menjawab tujuan jurnal

penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi kemudian dikumpulkan

1
31

dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun terbit, judul,

metode dan hasil penelitian serta database.

Anda mungkin juga menyukai