WTS
1.1 PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari
kata Latin socius yang berarti (kawan).Istilah masyarakat berasal dari kata
bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi).Masyarakat
adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah
saling berinteraksi.Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui
warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain, masyarakat adalah
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat
tertentu bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu: 1)
Interaksi antar warga-warganya, 2). Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa
identitas kuat yang mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009: 115-118).
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai
persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus
dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah
melembaga (Sumijatun dkk, 2006). Keperawatan komunitas sebagai suatu
bidang keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan
kesehatan masyarakat (public health) dengan dukungan peran serta masyarakat
secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara
berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif secara
menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok
serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing
process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal,
sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2009).
Dalam penyelenggaraannya pelayanan keperawatan komunitas tidak lepas
dari pelayanan pada kelompok khusus seperti pelayanan terpusat dilakukan di
sekolah, lingkungan kesehatan kerja, lembaga perawatan kesehatan di rumah
dan lingkungan kesehatan kerja lainnya (Mubarak 2009). Mengurangi transmisi
penyakit menular antar pekerja, memberikan program peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, dan pendidikan kesehatan.Khususnya pada daerah yang
merupakan tempat beresiko terjadi penularan penyakit.Salah satunya seperti
tempat lokalisasi..
B.RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN PENULISAN
D.MANFAAT
11. Tugas ini berguna bagi pembaca untuk memperdalam pengetahuan dan
pemahaman tentang asuhan keperawatan WTS (Wanita Tuna Susila) di
komunitas.
12. Penyusun dapat mengetahui dan memahami secara spesifik tentang
asuhan keperawatan WTS (Wanita Tuna Susila) di komunitas.
1.2.TINJAUAN PUSTAKA
A.DEFINISI
Menurut Kartono (2009 : 185) bahwa Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan
seorang wanita yang menjual diri dengan jalan memperjualbelikan badan,
kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-
nafsu seks dengan imbalan sebagai pembayarannya.
Kata prostitusi berasal dari perkataan latin prostituere yang berarti
menyerahkan diri dengan terang-terangan kepada perzinahan. Sedangkan
secara etimologi berasal dari kata prostare artinya menjual, menjajakan
(Simandjuntak, Patologi Sosial (Bandung: Tarsito, 2009), hal. 112.).
Jadi prostitusi adalah suatu transaksi antara si peerempuan pelacur dan si
pemakai jasa pelacur yang memberi sejumlah uang untuk interaksi seksual.
(Ratna Saptari, BrigitteHolzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial Sebuah
Pengantar Studi Perempuan, 2009, hal. 391).Lokalisasi merupakan suatu bentuk
dari legalisasi aktifitas prostitusi secara eksklusif pada suatu wilaya tertentu. Jadi
Lokalisasi erat kaitannya dengan prostitusi atau dengan kata lain sebagai bentuk
legalisasi praktek atau aktifitas prostitusi.
Kehidupan wanita dalam dunia seks (prostitusi), bisa terjadi karena dua faktor
utama yaitu “faktor internal” dan “faktor eksternal”.Faktor internal adalah yang
datang dari individu wanita itu sendiri, yaitu yang berkenaan dengan hasrat, rasa
frustrasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya.Sedangkan faktor eksternal adalah
sebab yang datang bukan secara langsung dari individu wanita itu sendiri
melainkan karena ada faktor luar yang mempengaruhinya untuk melakukan hal
yang demikian.Faktor eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi ekonomi,
pengaruh lingkungan, kegagalan kehidupan keluarga, dan sebagainya.
Selain itu factor penyebab terjadinya prostitusi menurut Kartini Kartono, 2009
hal adalah sebagai berikut :
1. Adanya kecenderungan menghancurkan diri
3. Tekanan ekonomi
4. Aspirasi material (materialistis)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setiawan tahun 2010 dengan metode
wawancara terhadap 20 wanita yang terlibat prostitusi dapat disimpulkan bahwa
faktor penyebab mereka terjun ke dunia ‘hitam’ tersebut adalah sebagai berikut :
13. Faktor ekonomi, yaitu sebanyak 45%,
17. Faktor tipuan mucikari yang katanya hendak mencarikan kerja yang pantas
dan gajinya besar, sebanyak 10%
D.PENANGGULANGAN WTS
Usaha untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
A. PENGKAJIAN
B. ANALISA DATA
Ds:
O:
- kelompok wanita ini tampak antusias
ketika diberikan arahan yang lebih
positif
- mencoba menerapkan perilaku
sehat A: Masalah Teratasi Sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
S:
2. Selas 11.00
a/ 19- - kelompok wanita tuna susila mengerti
03- tentang risiko atau bahaya penyakit
19 menular atau IMS
- mnerapkan kebersihan diri
O:
B.RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan ganguan tetanus
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian dari penggunaan NAPZA
2. Mengetahui faktor penyebab penggunaan NAPZA
3. Mengetahui gejala klinis penggunaan NAPZA
4. Mengetahui dampak penggunaan NAPZA
5. Mengetahui proses keperawatan pada gangguan
penyalahgunaan NAPZA meliputipengkajian, analisa data
dan diagnosa, intervensi dan evaluasi
Di Amerika, prevalensi :
16,7 % > usia 18 tahun
Alkohol 13,8%
Non – alcohol 6,2%
Marijuana 12- 33% per tahun, 5% pengguna baru
Zat psikotherapetic dan kokain : 12,5% zat psikotherapetic,
11,5% kokin
Zat – zat lain inhalan – halusinogen : 9%
b. Demografi
Usia : 18- 25 tahun
Jenis kelamin : laki-laki > wanita
Ras dan etnik : kulit hitam > kulit putih
Daerah padat pendudukmetropolitan lebih tinggi
Daerah barat > timur
c. Kormobiditas
Ditemukan 76% laki-laki dan 65% wanita
Paling sering penggunaan alcohol dan zat lain
Gangguan kepribadian atau autisosial
Depresi dan bunuh diri
C. JENIS-JENIS NAPZA
NAPZA dapat dibagi ke dalam tiga golongan yaitu:
A. Golongan Narkotika
1) Narkotika Golongan I :
2) Narkotika Golongan II :
2) Psikotropika Golongan II :
4) Psikotropika Golongan IV :
Yaitu gas yang dihirup dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai
barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai
pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan adalah : Lem,
Tiner, Penghapus Cat Kuku, Bensin.
3) Tembakau
3. Golongan Halusinogen
F. FAKTOR PREDISPOSISI
Penyebab penyalahgunaan NAPZA menurut Hawari (2000) adalah
interaksi antara faktor predisposisi, faktor kontribusi dan faktor
pencetus.Faktor kontribusi yaitu kondisi keluarga yang tidak baik
(disfungsi keluarga) seperti keluarga yang tidak utuh, kesibukan orang
tua dan hubungan interpersonal dalam keluarga yang tidak
harmonis.Faktor pencetus yaitu pengaruh teman sebaya serta
tersedia dan mudahnya memperoleh barang yang dimaksud (easy
availability).
Faktor predisposisi terbagi dalam tiga kelompok yaitu :
1. Faktor biologik, Meliputi: kecenderungan keluarga, terutama
penyalahgunaan alkohol dan perubahan metabolisme alkohol
yang mengakibatkan respon fisiologik yang tidak nyaman.
2. Faktor psikologik, meliputi: kepribadian ketergantungan oral,
harga diri rendah, sering berhubungan dengan penganiayaan
pada masa kanak-kanak, perilaku maladaptif yang dipelajari
secara berlebihan, mencari kesenangan dan menghindari rasa
sakit, sifat keluarga termasuk tidak stabil, tidak ada contoh yang
positif, rasa kurang percaya tidak mampu memperlakukan anak
sebagai individu serta orang tua yang adiksi.
3. Faktor sosiokultural, meliputi: ketersedian dan penerimaan
sosial terhadap pengguna obat, ambivalen sosial tentang
penggunaan dan penyalahgunaan zat, seperti tembakau, alkohol
dan maryuana, sikap, nilai, norma dan sosial kultural kebangsaan,
etnis dan agama, kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil
dan keterbatasan kesempatan
G. FAKTOR PRESIPITASI
Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada
beberapa faktor presipitasi yang menyebabkan seseorang menjadi
pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini
lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi
pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga
diri yang rendah.Perkembangan emosi yang terhambat, dengan
ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya
secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung
depresi, juga turut mempengaruhi.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang
datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada
umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok
usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja
menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang
membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi;
sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai
obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan
tersendiri.Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba
dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan
oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi
satu kebutuhan yang utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba
untuk menyelesaikan persoalan.Hal ini disebabkan karena
pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan
membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi
penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan
hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi
Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe
keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat
penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua)
mengalami ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh
ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada
upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang
berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah
dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut
anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar
tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi
kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah
cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi
sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan
kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur
untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti
kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent
dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-
faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada
keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang
kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan
psikologis.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga
dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu.
Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin
memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan
akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu
karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara
bersamaan.Karena ada juga faktor yang muncul secara
beruntun akibat dari satu faktor tertentu.
H. TANDA DAN GEJALA
J. PENCEGAHAN KEKAMBUHAN
Kambuh merupakan pengalaman yang sering terjadi dalam proses
pemulihan pasien gangguan penggunaan NAPZA. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor yang dapat diprediksi dalam kekambuhan
adalah sistem keyakinan yang salah dan menetap (....'Saya seorang
pecandu dan saya tidak bisa berhenti menggunakan NAPZA...'). Di
bawah ini beberapa strategi yang digunakan dalam pencegahan
kekambuhan :
1. Tingkatkan komitmen untuk berubah (misal menggunakan
wawancara memotivasi)
2. Identifikasi situasi resiko tinggi yang menimbulkan kekambuhan
(Kapan, dimana, dengan siapa dan bagaimana penggunaan
Napza bisa terjadi)
3. Mengajarkan kamampuan masing hadapi masalah (coping skill),
misalnya: ketrampilan sosial, ketrampilan manajemen diri,
monitoring diri dari penggunaan NAPZA,
4. Mengembangkan strategi untuk menghadapi situasi yang dapat
menyebabkan terjadinya kekambuhan :
a. apa yang harus dilakukan pasien dalam suatu kejadian yang
dapat menimbulkan kambuh?
b. Dimana pasien mendapatkan dukungan?
c. Apa peran yang dapat diberikan dari teman atau keluarga?
d. Seberapa cepat pasien harus membuat perjanjian untuk
kembali ketempat praktek?
Program 12 Langkah
Fokus dari Program 12 Langkah adalah penerapan langkah-
langkah itu dalam kehidupan sehari-hari.Disinilah penggunaan
istilah falsafah menjadi lebih relevan, karena langkah-langkah ini
menjadi panduan untuk menjalani kehidupan sebagai seorang
pecandu yang ingin mempertahankan kebersihannya dan membina
perjalanan spiritualnya.Jadi, lebih dari sekedar peraturan 12
Langkah menjadi "Falsafah Hidup" seorang pecandu untuk
diamalkan ketika menjalani kehidupan kesehariannya.Dan
berdasarkan paradigma Disease Model of Addiction, penyakit
kecanduan mempunyai potensi untuk kambuh sewaktu-waktu
apabila tidak diredam oleh program pemulihan yang
berkesinambungan. Dengan pengamalan atau praktek dari
langkah-langkah inilah para pecandu akan dapat meredam
penyakitnya agar tidak kambuh sepanjang hayatnya. Pada
penjelasan ini, setiap langkah akan diuraikan secara singkat
maknanya dan karena setiap langkah di targetkan untuk mengatasi
setiap aspek spesifik dalam penyakit kecanduan, uraian ini akan
mencakup fungsi klinikal yang dapat diterapkan baik dalam kondisi
di dalam atau diluar institusi/panti rehabilitasi. Berikut ini adalah
contoh 12 langkah seperti yang tertera dalam program Narcotic
Anonymous (NA).
Kasus:
Desa X Rt:05/Rw:02 di Kelurahan Sukorame, Kecamatan Mojoroto,
Kabupaten Kediri dengan jumlah penduduk ± 500 orang dan jumlah
remaja di desa itu berjumlah ± 250 orang. Mayoritas remajanya pernah
menyalahgunakan narkoba. Berdasarkan data yang kami dapat dari BNN
(Badan Narkotika Nasional) di desa sukorame tersebut kami mendapatkan
hasil bahwa sejumlah 60% pengguna narkotika dengn jenis sabu-sabu,
heroin, ganja, cimeng dll pada tahun 2010- 2015, dan kemungkinan
meningkat dilihat dari kebiasaan remaja dengan aksesyang mudah untuk
mendapatkan narkotikatersebut.
Warga mengatakan bahwa mereka sering melihat remaja keluar dari
sebuah rumah dengan keadaan kacau diantaranya jalan sempoyongan,
wajah berkeringat dan pucat, mata cekung dan merah, bicara cedal.Saat
dilakukan bersih desa, warga menemukan banyak botol-botol miras, pil-pil
ekstasi, jarum suntik di beberapa titik yang ada di desa tersebut. Data dari
polsek setempat, ditemukan ladang ganja disalah satu perkebunan milik
warga di desa X.Pihak warga maupun polisi setempat menemukan korban
kecelakaan di area tikungan,Data dari polsek juga menunjukkan bahwa
tindak kejahatan terutamanya pemalakan atau pemerasan dilakukan oleh
remaja. Warga juga mengatakan bahwa remaja sering memaksa-maksa
minta uang pada sembarang orang dan mereka akan marah jika tidak
diberikan. Mereka juga tak segan memukul jika keinginan mereka tak
segera dituruti.Banyak orang tua yang mengatakan,uang yang diberikan
pada anakmya seharusnya digunakan untuk membayar sekolah
disalahgunakan untuk membeli narkoba.
DATA DAN HASIL PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan komunitas pada kelompok pengguna NAPZA
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi pengkajian status kesehatan komunitas, pengkajian peka
budaya, perumusan diagnose keperawatan perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
A. PENGKAJIAN
Data Inti:
Remaja tidak ada yang ikut serta dalam ormas. Remaja sulit
untuk dikumpulkan atau tidak pernah mengikuti kegiatan
Karang Taruna
6. Komunikasi
Tidak adanya tempat berkumpul untuk remaja dalam
bertukar informasi.
Alat komunikasi yang dimiliki keluarga seperti televisi,
koran, telepon dan ponsel.
Tidak ada alat komunikasi umum yang tersedia di desa X
Media komunikasi di masyarakat dengan arisan, PKK dan
pengajian.
Tidak ada konsultasi oleh tenaga medis dengan
masyarakat desa X
7. Pendidikan
DS:
Tokoh masyarakat/warga
mengatakan sering
terjadi tawuran antar
pemuda Desa X dengan
Desa Y
Warga mengatakan di
desanya banyak remaja
yang hamil di luarnikah
Laporan dari kepala desa
setempatdan data yang
ada bahwa organisasi
masyarakat atau karang
taruna tidak aktif
Laporan dari polisi
banyak terjadi pemalakan
3. DS: Resiko tinggi cedera pada
Warga mengatakan bahwa remaja di desa X rt. 05 rw.02
mereka sering melihat berhubungan dengan
remaja keluar dari sebuah perilaku dan dampak
rumah dengan keadaan penyalahgunaan NAPZA
kacau diantaranya jalan
sempoyongan.
DO:
Pihak warga maupun polisi
setempat menemukan
korban kecelakaan di area
tikungan, setelah di
periksa ternyata ada
pengaruh obat NAPZA
Pencegahan Sekunder
1. Bentuklah hubungan
dengan pemakai dan coba
tingkatkan kesadaran akan
akibat pemakaian zat
2. Munculkan alasan untuk
berubah
3. Perkuat efikasi/kemampuan
diri untuk berubah
4. Lakukan pemeriksaan
penuh (full assessment)
terhadap pemakai
5. Anjurkan untuk
mengembangkan gaya
hidup sehat
6. Bantu pasien untuk
memutuskan langkah
terbaik untuk berubah
Perubahan tersier
1. Ajarkan beberapa
keterampilan pada pemakai
dan cara mengembangkan
starategi untuk hidup bebas
tanpa narkoba
2. Anjurkan untuk selalu
menerapkan strategi hidup
sehat tanpa narkoba untuk
mencegah kekambuhan
3. Persiapkan pemakai
terlebih dulu untuk
memahai tahapan kambuh
4. Gambarkan apa penyebab
kambuh dan bantu perbarui
kontemplasi lalu terapkan
rencana aksi lebih efektif
5. Persiapkan lingkungan
dimana pemakai tinggal
agar bisa menerima
kembali
2. Kenakalan remaja Setelah dilakukan - Partnership 1. Karang taruna yang lama 80% remaja Mahasiswa
pada remaja di tindakan - Proses dan pokjakes membentuk mendapat FIK-UNIK
desa X rt. 05 keperawatan Kelompok pengurus karang taruna yang undangan
rw.02 selama 5 minggu - Pendidikan baru Poster Kader
berhubungan diharapkan : Kesehatan 2. Pasang poster dan terpasang di
dengan - Empowerme pengumuman melalui masjid depan Pokjakes
peningkatan nt dan kader untuk kegiatan posyandu dan
penyalahgunaan penyuluhan remaja. di masing-
NAPZA 3. Berikan materi penyuluhan masing RT
tentang :Tumbuh kembang 70% remaja
remaja Masalah yang dan 50% kader
berkaitan dengan di pokjakes an
kenakalanremaja seperti tokoh
miras, AIDS masyarakat
4. Cara hadir pada
menanggulangikenakalan acara
remaja. penyuluhan
80% remaja
yang diberi
pertanyaan
dapat
menjawab
denganbenar
3 Resiko cedera pada Setelah dilakukan - Partnership 1. Identifikasi tingkat gejala 80% remaja Mahasiswa
remaja di desa tindakan - Proses putus alkohol, misalnya mendapat FIK-UNIK
X rt 05 rw 02 keperawatan Kelompok tahap I diasosiasikan undangan
berhubungan selama 5 minggu - Pendidikan dengan tanda/gejala Poster Kader
dengan perilaku diharapkan : Kesehatan hiperaktivitas (misalnya terpasang di
dan dampak 1. Remaja tidak Empowerment tremor, tidak dapat depan Pokjakes
penyalahgunaan menggunakan beristirahat, posyandu dan
NAPZA NAPZA mual/muntah, diaforesis, di masing-
takhikardi, hipertensi); masing RT
tahap II dimanifestasikan 70% remaja
dengan peningkatan dan 50% kader
hiperaktivitas ditambah di pokjakes an
dengan halusinogen; tokoh
tingkat III gejala meliputi masyarakat
DTs dan hiperaktifitas hadir pada
autonomik yang acara
berlebihan dengan penyuluhan
kekacauan mental berat, 80% remaja
ansietas, insomnia, yang diberi
demam. pertanyaan
2. Membentukorganisasikar dapat
angtaruna, menjawab
dengankaderremaja yang denganbenar
sudahdilatihuntukmenyal
urkanhobiataumengisiwa
ktuluang.
BAB III
PEKERJA KHUSUS
Tenaga kerja merupakan salah satu kelompok sasaran dalam pelayanan keperawatan
komunitas, dimana perawat komunitas mampu mempunyai tanggung jawab terhadap
kesehatanpara pekerja yang merupakan bagian dari komunitas. Dibeberapa negara maju
kesehatan kerja sudah ditangani khusus oleh perawat kesehatan kerja (accupational health
nursing ), di Indonesia perawat kesehatan kerja saat ini sudah mulai dikembangkan, namun
pemerintah sebenrnya sudah mulai mempromosikan tentanpentingnya keberadaan perawat
kerja dalam suatu perusahaan/ industry.
A. PENGERTIAN
Perawat kerja (occupational health nursing ) adalah paktik spesialis yang ditunjukkan dan
diberikan kepada para pekerja dan masyarakat pekerja yang difokuskan pada upaya
promosi , prevensi, dan restorasi kesehatan pekerja dalam konteks keselamatan dan
kesehatan lingkungan kerja.
Merujuk dari pengartian diatas diketahui bahwa, asuhan keperawatan pad pekerja adalah
praktik spesialis yang dilakukan oleh perawat yang kompeten dan mempunyai berbagai
ketrampilan terkait pekrja khusus. Di Indonesia hal ini memenga masih berkembang, belum
banyak perusahaan mempunyai perawat kesehatan kerja yang bekerja seperti kualifikasi
deifinisi diatas. Perawat yangbada saat ini bekerja di perusahaan yang sifatnya hanya
pasien diruang periksa dan melakukan hal-hal yang bersifat kegawatan saja dan kurang
mengoptimalisasikan upaya promotifnya.
B. TUJUAN KEPERAWATANKESEHATAN KERJA :
1. Meningkatkan derajat kesehatan pekerja melalui tiga level pencegahan baik primer,
sekunder maupun tertier.
2. Melakukan upaya pencegahan terjadinya bahaya akibat kerja dengan mejauhkan
pekrja dari stressordan potential hazard
3. Memberikan pelayanan kesehatan
4. Memebantu dalam penenpatan pekerja yang sesuai dengan kemampuan kapasitas
fisik, mempertimbangkan bahaya dan peralatan yang digunakan pekerja.
C. PERAN PERAWAT PADA KELOMPOK KHUSUS KERJA
1. Provider : memberikan perawatan langsung baik individu, kelompok dan keluarga
pekerja
2. Case manager : mengkoordinir pelayanan perawatan kesehatan kerja
3. Advokat : mengembangkan atau membuat usulan kebijakan dalam pelaksanaan
perawatan kesehatan kerja
4. Konsultan
5. Penddidik kesehatan
6. Peneliti : analisis kesehatan pekerja untuk membantu meningkatkan derajat ke
menguntungkan sehatan pekerja yang berhubungan dengan kinerja yang dapat
perusahaan
Bila kita berbicar terkait masalah pekerja khusus, maka yang perlu kita bahas adalah teori
epidemiologic triad yang terdiri dari :
a. Host (pejamu) : pada populasi pekerja yang dikaju umur, jenis kelami, suku, jenis
pekejaan, riwayta penyakit, kebiasaan pola hidup,.
b. Lingkungan : kondisi kesternal yang mempengaruhi interaksi atar host dengan agent
seperati managemen, hubungan interpersonal, lingkungan fisik,dan social sekitar tempat
kerja
c. Agent : fisik (kebisingan, suhu, radiasi, tekanan darah, vibrasi ) Biologi (huh s virus,
bakter,mikrooorganisme, lain ) Kimiawi (jumlah dan jenis zart yang sring digunakan)
Ergonomi : sikap tubuh saat berkerja; Psikososial : (hungan anatara pekerja dan
manajmen )
Bila tidak ada keseimbangan interaksi antara host, lingkungan dan agent maka akan dapat
menyebabkan masalah kesehatan, berikut masalah kesehatan kerja pekerja yang dapat
menyebabkan menurunnya produktivitas kerja yaitu :
a. Penyakit umum yang biasa dialami pekerja : TBC, asma , flu/influenza , diabetes mellitus
dan lain lain
b. Penyakit yang timbul akibat kerja misalnya : pneumocosisis, dermatosis, bronchitis,
aspkisia, keruskan indra pendengaran,konjungtivis,keracuan.
c. Nutrisi :gastritis , gangguan pencernaan , kekurangan / kelebihan nutrisi dan lain lain
d. Lingkungan kerja yang kurang menunjang peningkatan produktvitas, misalnya suhu yang
terlalu panas (heat rash/bitnik bitnik pada kulit akibat panas yang tinggi, kelembaban,
ventilasi, penerangan(gangguan penglihatan/kerusakan ) ,lingkungan yang bisisng (>85)
menyebabkan gangguan pendengaran /ketulian, kanker.
e. Keselamatan : cidera jatuh,fraktur,luka bakar
f. Psikologis : stress, kecemasan,kesejahteraan tenaga kerja yang kurang memadai,
sosialisai antar pekerja yang kurang baik.
Berikut 5 tahapan proses keperawatan yang dapat dilaksanakan oleh perawat komunitas :
A. PENGKAJIAN
a) Core : jumlah pekerja , umur, riwayat atau perkembangan pekerja, kebiasaan, perilaku
yang ditampilkan, nilai ,keyakinan, dan agama
b) Lingkungan fisik : bagaiman kondisi lingkungan kerja tingkat kebisingan ? suhu ruangan
kerja? Radiasi ? Penerangan ? Apakah sudah sesuai dengan ketentuan kesehatan ?
c) Pelayanan kesehatan dan social : bagaimana yankes dan social khusus pekerja, seperti
ada klinik konsultasi untuk pekerja atau adanya kelompok social pekerja ? jarak ? atau
system rujukan yang digunakan oleh perusahaan. Adakah jaminan kesehatan yang
dimilki pekerja ?
d) Ekonomi : bagaimana kesejahteraan pekerja sudsh sesuai dengan aturan/diats upah
minimum daerah ?
e) Transportasi dan keamanan : apakah tempat kerja pekerja mudah dijangkau ? berapa
rata rata jarak yang ditempuh pekerja ? transportasi yang digunakan ? apakah sudah
menggunakn alat pelindung diri dengan baik unuk menghindari kecelakaan saat bekerja
f) Politik dan pemerintahan : bagaimana dukungan pemerintah setempat terhadap
kesejahteraan dan hak pekerja ? jenis dukungan nya? Apakah ada instruksi yang
mengatur / melindungi hak pekerja ?
g) Komunikasi : bagaiman cara perkerja berkomunikasi dengan pekerja lain ?media yang
digunakan ?
h) Pendidikan : adakah kesempatan bekerja untuk mengembangkan diri melalui pendidikan
fomal maupun informal ?
i) Rekreasi : adakah program reakreasi di perusahaan ? tempat rekresi yang sering
digunakan pekerja ? frekuensi ? apakah tersedia tempatn yang cukup bagi pekerja ?
apakah tersedia kantin yang sehat ?
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berikut ini contoh diagnosa keperawatan pada kelompok khusus pekerja, saudara dapat
mengembangkan dari masalah keperawatan yang ada dan merujuk pada panduan
penulisan diagnosa keperawatan menurut NANDA.
1) Risiko terjadinya gangguan integritas kulit pada pekerja di bagian pencucian di
perusahaan kulit berhubungan dengan kurangnya kemampuan pekerja dalam
melakukan upaya pencegahan pemaparan terhadap bahan kimia
2) Risiko terjadinya penurunan kemampuan dalam mengatasi masalah pada pekerja di
perusahaan konveksi indah berhubungan dengan tidak bagian pengepakan perusahaan
buku jaya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pekerja tentang bahaya
pengulangan kerja, dan kurangnya fasilitas efektifnya koping pekerja dalam mengatasi
masalah atau stres yang dialaminya
3) Risiko gangguan muskuloskletal pada pekerja di perusahaan dalam menjamin
keselamatan dan kesehatan kerja
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Upaya Pencegahan Primer
a) pendidikan kesehatan pada pekerja
b) peningkatan dan perbaikan gizi pekerja
c) pemantauan kejiwaan pekerja yang sehat
d) Mendorong perusahaan untuk membuat program rekreasi
e) memantau penyediaan tempat dan lingkungan kerja yang sehat
f) Memantau pengendalian bahay akibat kerja
g) mendorong pekerja untuk menggunakan alat pelindungdiri dengan baik saat bekerja
j) memberikan dukungan pekerja : bentuk kelompok swabantu pekerja
k) melayani pemberian immunisai
2) Upaya pencegahan sekunder : deteksi dini adanyaaa masalah kesehatan akibat kerja;
memfasilitas pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala; tindakan perawatan
segera yang dilanjutkan dengan pembinaan atau layanan konsultasi pekerja.
3). Upaya pencegahan tertier : melakukan rehabilitas (latihan dan pendidikan untuk melatih
kemampuan yang ada ), memotivasi masyarakat dan perusahaan untuk
memberdayakan pekerja yang cacat/sakit akibat kerja; penempatan tempat kerja yang
sesuai dengan kondisi pekerja saat ini; dan melalukan pembinaan lanjutan atau rujukan.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang tlah disusun dengan menggunakan
empat pendektan yaitu :
1) Proses Kelompok:
E.EVALUASI
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi
pada pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI.
Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B. 1992. Mental Health and Psichiatric
Nursing.Chapter 8.Philadelpia : J.B.,Lippincott Company
Stuart, Gail W. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3rd ed. Jakarta : EGC