Anda di halaman 1dari 52

JURNALISME INVESTIGASI

TENTANG PROSTITUSI DI KOTA MANNA

KABUPATEN BENGKULU SELATAN

PROPOSAL

Oleh :

Fadilla Ahbar Saputra

D1C018023

JURUSAN JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BENGKULU

2023
JURNALISME INVESTIGASI

TENTANG PROSTITUSI DI KOTA MANNA

KABUPATEN BENGKULU SELATAN

Oleh :

Fadilla Ahbar Saputra

D1C018023

JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU

2023
Telah Disetujui dan Disahkan Oleh

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Lisa Adhrianti, M.Si Evi Hafizah, S.Sos, M.Sc


NIP. NIP.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Era modern. Zaman di mana segala aspek kehidupan manusia berubah 180
derajat, sesuatu yang sangat dinamis dan terukur, kemajuan yang terjadi di hampir
segala sisi kehidupan manusia. Terutama di bidang informasi. Informasi adalah
suatu basis data atau penjabaran tentang suatu perihal yang sedang terjadi dan di
era modern sekarang sangat mudah untuk mendapatkan informasi tersebut sangat
memudahkan manusia mengetahui tentang suatu peristiwa walau tak berada di
tempat kejadian. Namun dengan akses yang sangat mudah untuk mendapatkan
suatu informasi ada individu ataupun kelompok yang berusaha dan berupaya
dalam mendapatkan informasi dan memberitahu khalayak tentang informasi
tersebut. Ya, mereka adalah Jurnalis.
Jurnalis adalah seorang atau pun kelompok yang bertugas dan bertanggung
jawab membuat dan memberikan berita yang valid ke masyarakat, perolehan
informasi yang diperoleh melalui data survei lapangan dan pewawancara dengan
narasumber tentang suatu peristiwa, di dalam dunia jurnalisme memiliki unsur
struktur seperti teknik, jenis dan kode etik , dan salah jenis jurnalisme adalah
Jurnalisme Investigasi.
Jurnalisme investigasi adalah sebuah cara atau teknik mengumpulkan, menulis,
mengedit, dan menerbitkan berita yang bersifat investigatif, atau sebuah
penelusuran panjang dan mendalam terhadap sebuah kasus yang dianggap
memiliki kejanggalan. Selain itu, investigasi merupakan penelusuran terhadap
kasus yang bersifat rahasia. Sebuah kasus dapat diketahui kerahasiaannya apabila
penelusuran terhadap kasus tersebut selesai dilakukan. Kata jurnalisme investigasi
sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu journal dan vestigium. 
Jurnalisme investigasi adalah sebuah proses yang mendalam untuk mendapatkan
informasi dari sebuah perkara, yang disebut dengan laporan
investigasi . Penelusuran sebuah kasus harus menggunakan kaidah investigasi
yang baik dan berguna untuk menyimpulkan informasi yang layak untuk
masyarakat. Laporan investigasi dalam pelaksanaannya bersifat sangat kompleks,
banyak faktor yang harus diperhatikan dalam proses penelusuran menjadikan
jurnalisme investigasi tergolong berbahaya, terlebih apabila topik yang dipilih
berhubungan dengan kriminalitas. Karenanya sebelum melakukan
penelusuran,para jurnalis harus memikirkan tentang landasan awal untuk proses
investigasi, perlu ada riset awal, wawancara dan observasi di
lapangan Perencanaan yang matang sangat dibutuhkan supaya penelusuran dapat
berjalan dengan baik, selain itu penyamaran dan koordinasi terutama untuk
jurnalis harus dilakukan dengan baik dalam hal ini seorang jurnalis juga dituntut
untuk memiliki sifat skeptis atau waspada dan teliti terhadap setiap fakta yang
diperoleh, sehingga fakta tersebut akan terus digali sampai ke akar permasalahan,
Pada intinya, tujuan utama dari jurnalisme investigasi adalah mengungkap
kesaksian dan bukti secara fisik dari suatu masalah yang kontroversial. Jurnalisme
investigasi semakin menekankan pada upaya mengungkap fakta yang sebelumnya
tersembunyi dari publik. Karena itu, proses kerja jurnalis dalam liputan investigasi
ini laksana detektif yang mengendus informasi tersembunyi dari banyak sisi dan
mengungkapkannya.
Prostitusi di Indonesia adalah salah satu penyimpangan sosial terhadap
kesusilaan atau moral dan melawan hukum. Praktik prostitusi telah dilakukan
sejak zaman dahulu sampai sekarang. Prostitusi merupakan peristiwa penjualan
diri dengan memperjual belikan kehormatan dan kepribadian kepada orang untuk
memuaskan hasrat dengan suatu imbalan pembayaran, berupa uang dan benda-
benda berharga. Masalah prostitusi adalah masalah yang kompleks, dan dikarena
kan itu, masalah ini sangat butuh perhatian khusus oleh masyarakat dan instansi .
pemerintahan. Prostitusi, sebuah bisnis yang identik dengan dunia malam dan
merupakan salah satu bisnis yang mendatangkan uang dengan cepat. Tidak
memerlukan modal banyak, dengan anggota tubuh yang di persediakan untuk
diperjual belikan, prostitusi bukan hanya berdampak pada mereka yang
melakukannya yaitu para pelaku dan pemakai jasanya, melainkan juga berdampak
pada masyarakat luas. Prostitusi dapat membahayakan bagi kehidupan rumah
tangga dan generasi muda yang dapat menimbulkan dampak buruk bahkan tindak
pidana, kejahatan dan lain sebagainya. Norma kehidupan sebagai salah satu
pedoman dalam hidup seakan tidak dihiraukan oleh mereka yang terlibat dalam
praktik prostitusi ini dan benar-benar merupakan perbuatan yang dilarang.
Prostitusi menjelma menjadi gejala sosial dari penyimpangan seksualitas yang
normal dan juga agama. Prostitusi selalu ada pada semua negara sejak zaman
dahulu sampai sekarang dan senantiasa menjadi obyek yang berurusan dengan
hukum maupun kaidah agama dan tradisi karena perkembangan teknologi,
industri, kebudayaan manusia turut berkembang pula prostitusi dalam berbagai
bentuk dan tingkatannya.
KemajuanTeknologi sangat merubah aspek kehidupan,kemajuan tersebut
merubah segala bidang menjadi sangat praktis, termasuk juga di bidang prostitusi
media Online, merupakan cara-cara baru dari cara yang selama ini berkembang
dalam masyarakat Tentu ada perbedaan antara praktik prostitusi yang terisolir
dengan praktik secara Online. Secara umum perbedaan itu, dalam prostitusi yang
terisolir, bagi pembeli bebas memilih siapa wanita atau perempuan yang
diinginkan. Artinya berhadapan langsung. Dengan komunikasi singkat, saat
berhadapan langsung, akan terlihat juga bagaimana bahasa tubuh baik dari si
wanita atau perempuan. Berbeda halnya melalui media Online, ada keterbatasan.
Hanya melalui foto atau video, pembeli mengetahui si wanita atau perempuan
yang diinginkannya. Kemajuan teknologi komunikasi, memungkinkan kedua
belah pihak untuk berkomunikasi melalaui video call. Jika melalui media Online,
bersifat tertutup. Privasi masing-masing pihak terjaga kerahasiaannya. Sementara
dengan cara berhadapan langsung, sekalipun dalam kawasan terisolir, sangat
mungkin diketahui pihak lain. Dan umumnya bagi pria hidung belang akan selalu
berusaha dengan beragam cara, untuk menutup diri pada situasi dan kondisi yang
terbuka ini. Misalnya dengan penggunaan nama samaran, cara semacam ini juga
sering digunakan bagi wanita atau perempuan yang menggunakan media Online.
Prostitusi diartikan sebagai pekerja yang bersifat menyerahkan diri atau menjual
jasa kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan
mendapatkan upah sesuai apa yang di janjikan sebelumnya. Prostitusi atau
Pelacuran adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau berhubungan seks.
Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur atau biasa disebut
pekerja seks komersial (PSK). Kegiatan prostitusi adalah sebuah kegiatan yang
patut ditabukan karena secara moral di anggap bertentangan dengan nilai agama
dan kesusilaan. Sebab-sebab timbulnya kejahatan secara garis besar terdiri atas
dua bagian yaitu, faktor internal adalah faktor penyebab dari dalam diri manusia
sendiri tanpa pengaruh lingkungan sekitar seperti tingkat emosional, gangguan
kejiwaan, personality (kepribadian), kelamin, kedudukan dalam keluarga.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor penyebab dari luar si pelaku, seperti
tekanan ekonomi, lingkungan, dan lain-lain. Faktor intern ini dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu faktor intern yang bersifat khusus dan faktor intern yang
bersifat umum. Sifat khusus dari diri individu adalah keadaan psikologis, dimana
masalah kepribadian sering tertekan perasaannya cenderung melakukan
penyimpangan dan penyimpangan ini biasanya terjadi pada sistem sosial ataupun
terhadap pola-pola kebudayaan. Pasal yang mengatur tentang Perbuatan promosi
prostitusi Online ini dapat dijerat melalui Undang-undang.
Aturan terkait prostitusielah dituangkan ke dalam berbagai peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP), ada beberapa Pasal yang mengatur dan berkaitan dengan
prostitusi, yakni Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 506, dan Pasal 284 yang
bisa digunakan untuk kasus tertentu. Pasal 295 mengancam orang-orang yang
menyebabkan, menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul
oleh anaknya atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa dengan
orang lain dan menjadikan perbuatan itu sebagai pencarian. Orang yang bisa
dikategorikan sebagai muncikari tersebut dapat diancam pidana penjara selama
lebih dari lima tahun. Pasal 296 juga menjerat para muncikari yang mengadakan
atau menyediakan jasa prostitusi orang dewasa. Pasal tersebut berbunyi, “Barang
siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan cabul oleh orang lain
dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda
paling banyak lima belas ribu rupiah.” Sesuai dengan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 2012, jumlah denda yang diancamkan dalam KUHP,
kecuali Pasal 303 Ayat 1 dan Ayat 2, 303 bis Ayat 1 dan Ayat 2, dilipatgandakan
menjadi seribu kali. Pasal 296 berkaitan dengan Pasal 506 yang juga mengatur
tentang muncikari atau pihak yang menjadi penghubung. Pasal 506 berbunyi,
“Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan
menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama
satu tahun.” Sementara itu, Pasal 297 juga dapat dikaitkan dengan prostitusi. Pasal
ini mengatur tentang perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa
yang diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Ancaman pidana
juga dapat menjerat para pengguna jasa prostitusi yang berstatus sudah menikah.
Mereka dapat dijerat Pasal 284 KUHP tentang perzinaan dengan ancaman penjara
maksimal sembilan bulan. Namun, pasal ini merupakan delik aduan dan hanya
dapat dipidana jika pasangan dari pelaku yang melaporkannya. Penelitian
dilakukan di Kota Manna, dengan aspek yang dipertimbangkan tentang lokasi
yang akan diteliti dan melakukan proses investigasi di daerah tersebut, investigasi
bertujuan untuk mengetahui tentang segala aspek yang prositusi yang berada di
kota Manna Kabupaten Bengkulu Selatan. Penelitian mengenai metode jurnalisme
investigasi pertama pernah dilakukan oleh Cita Inggil Megat dan Agus Sriyanto

(2022) yang berjudul "Jurnalisme Investigasi dalam Film Dokumenter The End
Game". Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang melemahnya KPK yang
dikemas menjadi film dokumenter tersebut menjadi hal yang menarik untuk
diteliti terkait implementasi junalisme investigasi dalam film tersebut Jenis
penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu penelitian
yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam. Data yang diperoleh akan
berbentuk kata-kata tertulis atau narasi, catatan lapangan, naskah wawancara,
foto dan video. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu: (1) mengetahui Watchdoc
dalam film tersebut adalah untuk memberi paham pada publik bahwa di KPK
terjadi upaya-upaya untuk menyingkirkan sejumlah pegawai, termasuk yang
menjadi narasumber dalam film tersebut (2)menelusuri berbagai konflik internal
yang terjadi di instansi di Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) . Penelitian kedua
dilakukan Andrawira Diwiyoga (2019) yang berjudul "Jurnalisme Investigasi
Dalam Film Drama (Analisis Wacana pada Film Spotlight karya Tom McCarthy)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai wacana jurnalisme
investigasi dalam scene-scene atau adegan-adegan dalam sebuah film. Metode
penelitian adalah pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang bermaksud untuk
mengetahui peristiwa yang terjadi atau dialami oleh subjek penelitian seperti
persepsi, tindakan, motivasi, perilaku dan lainnya, secara holistik, dan dengan
penjelasan dalam bentuk bahasa dan kata-kata, dalam sebuah konteks tertentu
yang natural dan dengan menggunakan macam-macam metode natural. Adapun
hasil dari penelitian (1) mengetahui tentang metode dimensi kognisi sosial yaitu
tentang isi pemikiran sutradara film, wacana diyakini memiliki pengaruh dalam
memperlihatkan beberapa maksud, opini, dan sebuah ideologi di mana pembuat
atau sutradara film akan mengutamakannya. (2) Dalam proses scene, struktur
wacana menunjukan beberapa maksud, opini, dan ideologi sehingga untuk
mengungkap bagaimana maksud tersembunyi dari sebuah teks tersebut
diterapkanlah analisis kognisi dan konteks sosial. Penelitian berikutnya dilakukan
oleh Siti Sarifah yang berjudul "Jurnalisme Investigasi Telivisi di Kompas TV
Jakarta (Studi Analisis Isi Kuantitatif dalam Naskah Berita Berkas Kompas) ".
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Berdasarkan uraian tersebut, tujuan
penelitian ini adalah tentang apa saja dan seperti apakah isi materi investigasi di
“Berkas Kompas” Jakarta periode November 2017-November 2018. Jenis
penelitian ini menggunakan metode analisis, lebih sesuai untuk digunakan sebagai
pendekatan karena lebih menyangkut pada wacana isi. Analisis isi, menurut
Narendra (2008), merupakan sebuah alat riset yang digunakan untuk
menyimpulkan kata atau konsep yang tampak di dalam teks atau rangkaian teks.
Adapun hasil dari penelitian ini yaitu: (1) Penyajian berita dalam acara “Berkas
Kompas” di Kompas TV Jakarta dilihat dari sisi teknis berdasarkan dimensi
liputan investigasi mayoritas berita dari hukum karena unsur utama liputan
investigasi adalah ketidakberesan, pelanggaran atau penyelewengan yang
menyangkut kepentingan umum, yang akhirnya merugikan masyarakat, topik
liputan investigasi mayoritas dari Pileg dan Pilpres karena “Berkas Kompas”
pada periode November 2017-November 2018 untuk mempersiapkan Pileg dan
Pilpres
. (2) Tujuan “Berkas Kompas” ini adalah memberikan sudut pandang dari
kacamata jurnalis dengan mengeksplor fenomena-fenomena sosial masyarakat
yang terjadi di Indonesia serta kemasan program yang memberikan renungan
kepada pemerintah dengan mengupas permasalahan dengan lebih mendalam,
mayoritas ada penyebutan sumber data penunjang yang melengkapi data primer.
Dari tiga penelitian tersebut, penelitian yang akan peneliti lakukan berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Karena penelitian yang akan peneliti lakukan lebih
berfokus kepada sesuatu peristiwa yang terjadi di lingkungan masyarakat tentang
bagaimana prostitusi bisa beroperasi di lingkungan masyarakat dengan
menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dan penelitian ini menjadi
menarik untuk diteliti karena nantinya hasil dari penelitian ini dapat menunjukkan
tentang semua informasi mengenai prostitusi di daerah kota Manna Kabupaten
Bengkulu Selatan

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
Tentang bisnis gelap prostitusi beroperasi di daerah kota Manna Bengkulu
Selatan
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tujuan pada penelitian ini adalah untuk
menyelidiki dan mengungkap detail informasi terkait bisnis prostitusi yang
beroperasi di daerah kota Manna Bengkulu Selatan
1.4 Metode Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk menghasilkan data deskriptif berupa
perolehan informasi yang didapat melalui subjek individu atau kelompok
menggunakan landasan jurnalisme investigasi.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan kajian
jurnalisme Investigasi
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi
penelitian-penelitian yang akan datang dalam konteks permasalahan yang
berkaitan dengan prostitusi
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian bisa digunakan sebagai tambahan materi dan referensi informasi
yang berkaitan dengan ilmu jurnalisme investigasi pada ruang perkuliahan dan
penelitian
1.6 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kota Manna Bengkulu Selatan. Peneliti
memilih lokasi tersebut yaitu dengan alasan: Pertama, karena penulis berasal dari
kota Manna Bengkulu Selatan dan ingin mengungkap permasalahan yang
berkaitan dengan prostitusi di daerah tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 JURNALISTIK
2.1.1 Pengertian Jurnalistik
Pengertian dari kata Jurnalistik atau di dalam bahasa Inggris journalisme
berasal dari kata Prancis yaitu Journa yang memiliki arti surat kabar
(Adinegoro,1954). Diurna adalah definisi pertama dari pengertian Journa yang
memiliki arti catatan harian, tiap hari dan harian (muis,1999).
Seseorang yang memiliki tugas dalam mengumpulkan data, mengelola
dan menyiarkan ‘catatan-catatan harian’ dalam bahasa (latin) disebut Diurnarii,
sedangkan dalam bahasa Inggris disebut Journalist, dan setelah perkembangan
zaman di sebut dengan berita. Sedangkan dalam bahasa suku kata terbagi menjadi
dua istilah yaitu, Jurnal dan Istik. Jurnal memili arti harian, tiap hari dan catatan
harian ,dan Istik memilik makna kata seni yang berarti ilmu pengetahuan tentang
keindahan. Dan demikian, secara makna . Jurnalistik adalah sebuah karya seni
yang mencatat tentang kejadian sehari-hari. Sebuah karya seni memiliki
pengertian bahwa keindahan yang bisa menarik publik (pemirsa, pembaca dan
pendengar), sehingga dapat diperuntukkan untuk keperluan hidup. Pengertian
yang lebih luas, tentang jurnalistik adalah seni dan kecakapan dalam mencari,
mengumpulkan, mengelola, menyusun dan menyajikan berita dengan secara
indah, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan perihal informasi kepada
masyarakat, dan sehingga terjadi hubungan timbal balik yang dapat
mempengaruhi perubahan sifat, sikap ,opini dan pendapat dari khalayak, sesuai
dengan tujuan para jurnalis dan media massa.
Pengetahuan tentang Ilmu Jurnalistik berkembang seiring dengan
kemajuan zaman, sejumlah pakar, praktisi dan teoritis komunikasi dan jurnalistik
berusaha dalam mendefinisikan Ilmu Jurnalistik dari beberapasegala sudut
pandang masing-masing, hampir memiliki pengartian dan makna yang hampir
sama. Sehingga untuk dapat memperoleh arti yang dapat lebih memiliki
pengertian jelas dan komprehensif mengenai Ilmu Jurnalistik, ada beberapa
sampel definisi Ilmu Jurnalistik dari sejumlah pakar yang penulis ambil untuk
menafsirkan perihal Ilmu tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “salah Satu Karya Seni yang
bersifat kejuruan yang bersangkutan tentang sebuah perihal pemberitaan dan
persurat kabaran," Pendefinisian oleh Ensiklopedi Indonesia," Sebuah Teknik
yang mengelola tentang berita sejak awal mendapatkan bahan dan sampai kepada
tahap untuk menyebarluaskannya kepada masyarakat . Pada awalnya jurnalistik
hanya dapat mengelola perihal yang sifatnya informatif saja.
Menurut penulis buku ‘Dinamika Komunikasi’ (1986) Onong Uchjana
Effendy dan Tjun Surjaman,"Sesuatu yang memilik pengertian seni atau sebuah
keterampilan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, serta
menyajikan perihal tentang berita dan tentang suatu peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari secara indah, dalam rangka untuk dapat memenuhi segala
kebutuhan hati nurani khalayaknya,"
Kustadi Suhandang, "Kepandaian karang-mengarang yang pokoknya
untuk memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar
kabar seluas-luasnya,"
Sastrawan pelopor Jurnalistik Indonesia Adinegoro, "Tindakan dan
Kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan
menyebarkan berita melalui media secara berkala kepada khalayak dengan luas
dan dengan secepat- cepatnya,"
Menurut para praktisi dan teoretisi ilmu komunikasi dan ilmu jurnalistik
mengartikan bahwa jurnalistik adalah suatu kegiatan mengumpulkan, mengolah
dan serta menyebarkan pemberitaan kepada khalayak dengan luas dan secara
cepat untuk semua masyarakat. Faktor tersebut yang menjadikan jurnalistik
sebagai suatu proses pengelolaan perihal kejadian yang terjadi sehari-hari yang
dapat menarik minat masyarakat. Sesuatu yang diliput dan disebarluaskan adalah
sesuatu kejadian dan peristiwa yang aktual dan bahkan pendapat seseorang(opini)
yang dapat menarik perhatian khalayak. Perihal sesuatu berita yang dapat menarik
perhatian masyarakat adalah materi utama para jurnalis untuk dijadikan berita dan
disebarkan secara luas kepada masyarakat dan khalayak dengan sangat cepat
2.2 JURNALISME
2.2.1. Pengertian Jurnalisme
Persamaan makna kata jurnalistik dan jurnalisme di kalangan para pakar
masih jadi perdebatan, para ahli masih mendiskusikan tentang kesamaan arti dari
kedua kata tersebut ,hal tersebut masih menjadikan semua orang sering bingung
untuk menyebut dan membedakan antara jurnalis dengan jurnalisme.
Pendefinisian tentang Jurnalisme menurut Webster Dictionary.’Jurnalisme adalah
suatu kegiatan mengumpulkan berita atau memproduksi sebuah surat kabar’. Dari
pemaknaan tersebut, jurnalisme adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang wartawan, di sisi lain jurnalistik merupakan kata sifat (ajektif) dari
jurnalisme.
Pada dasarnya, jurnalistik adalah sifat dari suatu kegiatan jurnalisme.
Dengan kata lain, jurnalistik merupakan kata sifat dan jurnalisme merupakan kata
benda. Jurnalisme adalah suatu hal yang merupakan aliran, paham, desain, teknik
dan gaya pelaporan peristiwa, pemikiran, ide atau opini melalui media massa.
Jurnalisme juga memiliki bidang disiplin dan menerapkan kode etik jurnalistik
dalam mengumpulkan, memastikan, melaporkan dan menganalisis informasi yang
dapat dikumpulkan mengenai tragedi yang sedang terjadi sekarang.
2.3 JURNALISME INVESTIGASI
2.3.1 Pengertian Jurnalisme Investigasi
Pengertian investigasi pertama kali muncul pada tahun 1890. Nellie Bly
adalah wartawan pertama yang menerapkan proses investigasi ketika ia bekerja
sebagai reporter di Pintsburgh Dispatch. Bly menerapkan gaya jurnalistik yang
berbasis investigasi , tentang bagaimana kehidupan masyarakat kasta kelas bawah
dalam kehidupan sehari-hari . Bekerja di sebuah pabrik di Pittsburg adalah cara
Bly dalam mendalami kasus dan menyelidiki kehidupan para buruh yang berada
di bawah umur, yang bekerja dalam kondisi Tidak layak(Septiawan
Santana,2002).
Chris White dari The Partliament Magazine di Brussels, berpendapat
bahwa hal yang dituju dalam pekerjaan journalisme investigasi yaitu yang
pertama , bertujuan untuk mengungkapkan dan mendapatkan sebuah kisah yang
kompleks. Dan, kedua, memberikan dan menjaga masyarakat untuk memiliki
kecakapan informasi dan mengetahui keberadaan bahaya di kehidupan mereka
(Septiawan Santana. 2003). Menurut Septian Santana mengungkapkan bahwa
kegiatan jurnalisme investigasi adalah peluang yang mencakup bidang
penyelidikan . Penyelidikan yang bertujuan kepada penelusuran dan penemuan
sesuatu yang dianggap tertutup. Perkerjaan liputan berfokus pada arah kegiatan,
bagaimana para pencari informasi mendapatkan informan yang dapat
memberikaninformasi yang di dibutuhkan, bagaimana dan dimanah informasi
dapat di evaluasi . Penyelidikan bisa di kategorikan dalam situasi yang berbahaya
dikarenakan usaha membuka sesuatu yang sengaja ditutup-tutupi (Septiawan
Santana ,2003).
Goenawan Mohamad, adalah salah satu wartawan senior di Indonesia, di
kutip oleh Septiawan Santana, yang menyatakan bahwa ia melihat upaya
jurnalisme investigasi yang bergerak mengikuti naluri Panca indra ,untuk dapat
membuka beberapa upaya pihak yang berusaha menutup-nutupi suatu perkara,
perkerjaan menjadi satu fokus yaitu untuk menelusuri berbagai dokumen, yang
memilik keterkaitan dengan perkara tersebut, dan mencoba untuk
mengevaluasi ,menemukan berbagai kejanggalan dari suatu peristiwa (Septiawan
Santana, 2003) dan dari hal tersebut, perkerjaan jurnalisme investigasi terkait
dengan mencari informasi yang tersembunyi untuk dapat di laporkan kepada
masyarakat. Peliputan menjadi kegiatan pengujian dari berbagai dokumen dan
rekaman yang diperoleh, informasi dari informan, sebuah tekad dan perluasan
riset. Jurnalisme investigasi sering memberitakan penyimpangan yang dilakukan
para pekerja publik dan aktivitasnya.
Dandhy Dwi Laksono (2010) berpendapat, Jurnalisme investigasi adalah
usaha untuk mengungkap sebuah perkara kejahatan yang menyangkut
kepentingan publik secara jelas dan tuntas, dan disertai dengan pengungkapan
seseorang atau pun kelompok yang terlibat dalam perkara tersebut dengan di sertai
oleh barang bukti, sehingga masyarakat memahami kompleksitas suatu perkara
tersebut.
Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional (2003) adalah sebuah
buku yang ditulis oleh Deddy Iskandar Muda, Deddy mengatakan bahwa
jurnalistik investigasi adalah berita yang bersifat eksklusif. Data yang diperoleh
tidak mudah untuk di dapatkan, harus melalui suatu proses penyelidikan. Karena
melalui proses penyelidikan, tentunya untuk membutuhkan waktu yang cukup
lama atau dalam kurun waktu yang sangat lama dan membutuhkan tenaga yang
banyak, dikarenakan melalui proses yang sangat kompleks, berita jurnalisme
investigasi menjadi lebih menarik dari berita lainya.
2.3.2 Unsur-Unsur Jurnalisme Investigasi
Septiawan Santana dalam karya buku yang ia tulis mengutip dari Steve
Weinberg (1996) tentang unsur-unsur jurnalisme investigasi, yaitu:
a. Subjek Investigasi
Jurnalisme Investigasi di dalam proses yang diperlukan pengenalan
terhadap subjek-subjek liputan. Perlu perencanaan sebelum
melakukan investigasi , wartawan investigator harus mengukur
ketepatan dalam subjek investigasinya. Proses investigasi bisa
bermula dari informan atau sumber yang telah lama dihubungi, atau
asing, tidak dikenal
b. Hipotesis Riset
Investigatif memiliki fokus perkerjaan di bagian penelusuran
permasalahan yang akan diungkap, berdasar pada hipotesis wartawan.
Wawancara yang dilakukan secara intens dan membutuhkan waktu
yang cukup panjang serta dilakukan di berbagai tempat, riset yang di
perlukan harus berupa rancangan yang cukup cermat, sehingga dapat
membuktikan hipotesa. Bahkan, di dalam proses investigasi
dipadukan dengan bidang lain selain kewartawanan
c. Sumber Sekunder
Informasi yang telah di peroleh dipubliskan dan disiarkan adalah
informasi yang telah menjawab pertanyaan- pertanyaan mendasar.
Informasi tersebut dikatakan sebagai materi keterangan dari sumber
sekunder, dalam jurnalisme investigasi, jika keterangan tersebut telah
layak diperiksa, maka dapat dijadikan sebagai petunjuk, dari berbagai
petunjuk tersebut, dibagi menjadi beberapa tahap, dengan melakukan
proses penyelidikan dan penelusuran dengan menggunakan petunjuk
tersebut sebagai landasan dasar bagi proses penyelidikan tersebut.
d. Narasumber
Narasumber (human source) adalah orang-orang yang memberikan
informasi dan tidak memiliki risiko ketika memberikan keterangan
dan memiliki waktu reflektif, dan serta memungkinkan menyimpan
dokumen-dokumen yang diperlukan. Keterangan dari narasumber
dapat memiliki nilai yang sangat penting karena merupakan sebuah
informasi yang sangat berguna bagi proses penyelidikan. Pemaknaan
dari narasumber terhadap berbagai dokumen dalam kedudukan
sebagai orang dalam dan punya keahlian yang berkaitan dengan isu
yang diinvestigasi.
e. Pikiran dokumentatif
Informasi dari sumber sekunder sering dijadikan sebagai petunjuk
untuk melakukan proses pencarian dokumen-dokumen utama
(primary documents). Akan tetapi, data dari berbagai dokumen
tersebut dapat berubah, hal ini dikarenakan ada beberapa oknum-
oknum tertentu yang dengan sengaja di rubah data dari dokumen
tersebut, dikarenakan hal itu seorang wartawan investigasi harus
memiliki pemikiran dokumentatif, yaitu. Berpikir berdasarkan
berbagai catatan-catatan dokumentatif yang telah di peroleh.
f. Teknik Riset
Teknik riset adalah usaha untuk mencari keterkaitan dari latar
belakang paralel (parallel background) dengan latar belakang tidak
langsung (indirect parallel) yang sengaja ditutup demikian rapat, di
tempat tidak terduga. Teknik penelitian wartawan ,yang harus terbiasa
dengan sikap skeptis terhadap yang terjadi di sekitarnya , merujuk
kepada sesuatu pemikiran akan latar belakang dari informasi dari
sesuatu yang tampak
g. Berpikir Wisdom
Unsur yang memiliki keterkaitan dengan logika, yang dijadikan
sebuah alasan dasar bagaimana pengumpulan informasi serta teknik
penyusunan dan penulisan dilakukan wartawan
h. Mengorganisir Informasi dan Menulis-ulang
Data yang telah terkumpul dari sumber sekunder, dokumen utama,
dan narasumber, sering kali terlalu banyak dan luas. Dikarenakan hal
tersebut, dilakukan langkah pengevaluasian dengan secara berkala,
membuat sebuah pilihan untuk di jadikan sebagai pendahuluan
mengenai bahan/keterangan/informasi yang paling valuable.
Sedangkan menurut Dandhy Dwi Laksono di dalam bukunya Jurnalisme
Investigasi (2010) ,jurnalisme investigasi terdiri dari 5 unsur, yaitu:
a. Menuntaskan sebuah kejahatan terhadap kepentingan publik, atau
tindakan yang dapat merugikan orang lain
b. Dari kasus yang diungkap cenderung memiliki skala dan terjadi
secara luas dan sistematis (ada kaitan atau benang merah
c. Dapat menjawab semua pertanyaan penting yang bermunculan dan
menjawab persoalan secara baik
d. Memberitahukan orang-orang yang terlibat secara lugas, serta
didukung dengan bukti-bukti yang kuat.
e. Masyarakat dapat bisa memahami Kompleksitas dari permasalahan
yang di laporkan dan dapat membuat keputusan atau perubahan
berdasarkan laporan itu
2.3.3 Karakteristik Reportase Investigasi
Farid Gaban berpandangan bahwa esensi sebuah liputan investigasi
bukanlah soal besar-kecilnya suatu isu, persoalan hidup sehari-hari pun bisa
menjadi tema liputan investigasi yang dahsyat. Tidak harus berakhir dengan
kejatuhan seorang presiden seperti Richard Nixon setelah The Washington Post
mengungkap skandal Watergate di Amerika Serikat, era 1970-an. Menurut Farid,
kini zaman sudah menuntut wartawan tidak hanya terpaku pada investigasi yang
menyangkut pejabat atau politisi, tetapi juga berkaitan dengan relasi konsumen-
produsen atau kejahatan korporasi. Karena itu, kini persoalannya bukan lagi
apakah isunya harus nasional, menyangkut Istana Negara, Bank Sentral, tetapi
bisa juga kantor polsek, pasar tradisional, bahkan tempat ibadah. Hampir setiap
karya jurnalis Indonesia yang diberi label investigasi selalu menimbulkan
perdebatan tentang layak tidaknya predikat itu disandang. Hanya sedikit yang
diakui sebagai karya investigasi. Padahal, jurnalis tersebut atau medianya merasa
sudah jungkir balik mengerjakannya. Seperti laporan Bondan Winarno tentang
skandal Busang setebal 270 halaman, biasanya langsung disebut sebagai produk
atau karya jurnalistik investigatif.
Tentu saja laporan yang panjang belum tentu laporan investigasi.
Sebaliknya, laporan-laporan pendek atau tayangan lima menit di televisi bisa
merupakan laporan investigasi, bisa juga bukan. Hal itu dikarenakan, produk atau
karya investigasi yang dihasilkan oleh seorang jurnalis pasti menggunakan teknik
investigasi dalam proses peliputannya, sedangkan teknik investigasi yang
dilakukan seorang wartawan belum tentu menghasilkan produk atau karya
jurnalisme investigasi. Banyak jurnalis Indonesia berpendapat bahwa status
investigasi bukan ditentukan oleh panjang pendeknya laporan, atau apakah dia
menggunakan teknik menyamar dalam liputannya, melainkan apakah laporan itu
mengungkap kasus kejahatan terhadap kepentingan publik, apakah laporan itu
tuntas menjawab semua hal tanpa menyisakan sedikit pun pertanyaan, (karena
kejahatan tersebut biasanya dilakukan secara sistematis), apakah laporan itu sudah
mendudukkan aktor-aktor yang terlibat disertai buktinya (karena sistematis, maka
dalam kejahatan itu biasanya ada pembagian peran, aktor pengecoh, dan kambing
hitam atau korban), serta apakah pembaca/ pendengar/ penonton sudah paham
dengan kompleksitas masalah yang dilaporkan.
Robert Greenen dari Newsday (Amerika) menegaskan adanya elemen
“disembunyikan” dan “orisinal” dalam sebuah laporan investigasi. Menurut
Greene, topik seputar kejahatan publik saja tidak cukup layak disebut investigasi,
tapi haruslah yang orisinal, dan bukan menindaklanjuti investigasi pihak lain,
seperti polisi atau jaksa. Itulah jurnalisme investigasi. Peraih Pulitzer pada 1970
dan 1974 ini juga menegaskan pentingnya elemen “dirahasiakan oleh mereka
yang terlibat”. Jadi bila ada kejahatan yang sengaja ditutup-tutupi, maka itulah
pintu masuk untuk jurnalisme investigasi.
2.3.4 Perbedaan Investigative Reporting dengan In-Depth
Reporting Di Indonesia banyak orang tak bisa membedakan mana sebuah
tulisan in-depth reporting (laporan mendalam) dan mana sebuah investigation
reporting (laporan investigasi). Misalnya pengungkapan skandal korupsi
Pertamina oleh harian Indonesia Raya pada awal 1970-an yang oleh kalangan
jurnalis biasanya langsung disebut sebagai model awal praktik peliputan
investigasi di Indonesia. Posisi sebuah laporan investigasi memang demikian
tingginya dalam jurnalisme. Baik dari sisi kesulitan, dampak maupun perlakuan
yang diberikan kepadanya. Perlakuan istimewa terhadap pekerjaan investigasi
secara jelas bisa dilihat dari kode etik sejumlah organisasi profesi wartawan,
termasuk Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang melarang wartawan untuk
menyogok narasumber demi mendapatkan berita, kecuali untuk kepentingan
investigasi. Kalangan wartawan sendiri menilai pekerjaan investigasi adalah induk
dari semua bentuk jurnalisme (investigative reporting is the mother’son
journalism). In-depth reporting atau laporan mendalam biasanya juga disajikan
panjang lebar. Tetapi, dia hanya berhenti pada pemetaan masalah. Laporan
investigasi lebih maju dengan mencari di mana letak kesalahannya, apakah terjadi
secara sistematis, dan siapa saja yang terlibat dan bertanggung jawab. Karena
jurnalisme investigasi adalah produk jurnalistik yang mengungkap cerita dibalik
sebuah berita. Bila dibedakan antara laporan biasa (regular news), laporan
mendalam (in-depth reporting), dan laporan investigasi (investigative reporting).
Tabel 1.1 : Perbedaan Regular News, In-depth dan Investigative

Regular News In-Depth Investigative

Laporan yang Laporan yang Laporan yang


menceritakan menjelaskan
menunjukkan

Menceritakan Lebih menjelaskan Lebih menunjukkan apa


apa,siapa,di mana, bagaimana dan dan siapa (what dan
kapan, mengapa (how dan who)
mengapa,bagaiman why)
a (5W+1H)

Sebagai informasi Memberi Membeberkan dan


(data) bagi publik pengetahuan dan meluruskan persoalan
pemahaman dengan bergerak maju ke
pertanyaan: bagaimana
bisa, sampai sejauh apa,
dan siapa saja.

Sebagai ilustrasi sederhana, dalam regular news jurnalis bercerita kepada


orang lain. Dalam in-depth, jurnalis bercerita sembari memperlihatkan ekspresi
wajahnya. Sementara dalam investigative, di akhir cerita, jurnalis menggunakan
telunjuknya.
2.3.5 Modal Dasar Laporan Investigasi
a. Kemauan, Ketekunan, dan Keberanian
Tanpa modal pertama ini, anggaran dan daya dukung logistik sebesar apa
pun, akan membuat sebuah proyek investigasi macet dan hanya menghambur-
hamburkan uang. Wartawan yang ingin menekuni investigasi sebaiknya punya
komitmen untuk berkorban sebelum menuntut pihak lain berkorban. Salah satu
pengorbanan yang harus dibuktikan adalah kesediaannya meluangkan waktu.
Pengorbanan waktu menjadi indikator apakah seorang jurnalis memiliki kemauan
yang kuat atau tidak.
Ketekunan tak kalah pentingnya, ketekunan adalah kunci suksesnya sebuah
liputan investigasi. Tanpa ketekunan, wartawan akan mudah frustrasi atau terburu-
buru mengambil kesimpulan, sekedar untuk mengakhiri masa liputan yang
panjang. Keberanian seorang wartawan adalah salah satu modal utama dalam
kerja-kerja investigasi. Manajemen nyali adalah sesuatu yang harus dilakukan
tidak saja oleh mereka yang bekerja di lapangan, tetapi juga tim pendukungnya.
Tim pendukung yang bekerja di kantor tak boleh menjadi “provokator” yang bisa
menjerumuskan rekannya di lapangan dalam risiko, tetapi di saat yang sama,
mereka juga tidak boleh menjadi faktor yang melucuti semangat, dan tanpa
disadari hal tersebut bisa menjadi bagian dari teror yang akan menghambat gerak
maju proses peliputan.
b. Jejaring yang luas
Dalam kerja-kerja investigasi, jejaring yang sangat bermanfaat biasanya
justru didapat dari mereka yang bukan pejabat atau orang terkenal. Mereka bisa
sopir pribadi, sekretaris, tukang parkir, pemilik kios, atau tukang fotokopi
dokumen. Mereka adalah jejaring potensial untuk mendapatkan dokumen apa saja,
termasuk surat menyurat dengan kategori rahasia.
Membuang-buang waktu dan biaya. Sebuah proyek investigasi jelas
membutuhkan dukungan dan komitmen institusi media. Bagi media yang hanya
mengejar keuntungan bisnis, seharusnya bisa dilawan dengan kebijakan
pemerintah yang lebih tegas dalam menentukan syarat-syarat bagi para pemegang
hak frekuensi, untuk mengalokasikan durasi siarannya di jam-jam yang masuk
akal bagi pelayanan informasi pada publik.
Memelihara jejaring bagi wartawan adalah keniscayaan, meski secara
realistis kita tidak mungkin menggarap semua jenis jejaring. Wartawan kadang
harus memilih, jejaring mana yang menjadi spesialisasinya; apakah kepolisian,
kalangan pemain saham, penyelidik pajak, atau orang-orang LSM lingkungan.
Semakin banyak topik yang pernah diliput, biasanya semakin banyak pula variasi
jejaring narasumbernya.
c. Pengetahuan yang Memadai
Informasi dan ide liputan investigasi sebenarnya bisa didapat dari mana
saja. Yang perlu dilakukan seorang wartawan adalah membuka semua pancaindra
dan terus menerus melatih kepekaan, ketekunan dan kesabaran. Setelah menerima
sebuah informasi, yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menakar atau
menentukan nilai informasi itu. Pengetahuan dan pengalaman seseorang akan
meningkatkan bobot assessment (menilai informasi) pada sebuah informasi.
Sepotong informasi baru memiliki nilai berita bila wartawan memiliki
pengetahuan yang cukup untuk menakar dan menilai kadarnya Dalam
memunculkan sebuah ide liputan, dibutuhkan dua syarat: yaitu.
a. Menangkap informasi dengan pancaindra
b. Melakukan assessment; yakni menggunakan pengetahuan dan
pengalaman untuk menakar atau menilai bobot informasi itu.
Dengan melakukan assessment, maka seorang jurnalis bisa
menemukan titik bidik tentang apa yang salah dari sebuah
peristiwa.
2.3.6 Keterampilan Mengemas Laporan
Seorang wartawan harus memiliki keterampilan dan jeli dalam pengemasan
sebuah berita. Ini ibarat seorang koki yang akan mengolah bahan-bahan mentah
yang berkualitas super menjadi sajian kuliner, bila dia gagal menyajikannya
menjadi menu yang enak, maka semua usahanya akan sia-sia. Karena itu, dalam
sebuah tim investigasi tidak saja dibutuhkan para pemburu lapangan yang militan,
tetapi juga seorang “koki” yang Handal. Karena tujuan akhir sebuah karya
jurnalistik adalah kepentingan publik, maka memenangi kompetisi untuk meraih
perhatian publik adalah esensinya. Sangat penting bagi setiap wartawan mengenal
karakter media dan topik liputan investigasi yang akan digarapnya. Karena, tidak
semua topik liputan investigasi cocok untuk semua media, ada topik-topik tertentu
yang akan lebih maksimal dampaknya bila digarap oleh jenis media tertentu,
karena setiap media mempunyai kelebihan-kelebihan yang memang melekat pada
sifat medianya. Rumusnya sederhana saja:
1) Angka dan data untuk media cetak/Internet 2) Rekaman suara untuk radio 3)
Gambar bergerak untuk televisi.
Secara umum, tabel di bawah ini bisa membantu memberi
gambaran tentang topik investigasi dan orientasi jenis medianya :
Tabel 1.2 Gambaran Topik investigasi dan orientasi jenis medianya ;

Cetak/Internet Radio Televisi

Topik Skandal keuangan, Kejahatan Kejahatan


manipulasi terhadap lingkungan,
konsumen, kejahatan
malpraktek kemanusiaan

Kekuatan Data, dokumen, Kesaksian, Rekaman


foto, deskripsi laporan peristiwa
lapangan pandangan (footage),
mata di gambar hasil
lapangan penelusuran/te
muan
lapangan

e. Komitmen Institusi media


Dalam urusan yang satu ini, sulit rasanya jika tidak membanggakan
majalah Tempo. Tiga dari lima nominator penghargaan Mochtar Lubis Award
untuk kategori investigasi tahun 2008 diantara-Nya adalah para wartawan Tempo.
Sebagian media biasanya hanya mau unggulan berita dengan label investigasi,
tetapi enggan melakukan investasi untuk mewujudkannya. Sebuah proyek
investigasi memang membutuhkan biaya besar bila topik yang diliput sangat
kompleks. Data Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) tahun 2008 menyebut, ada
1.008 penerbitan media cetak. Sementara panitia Mochtar Lubis Award tahun
yang sama hanya menerima 13 kiriman karya investigasi. Hal ini sangat
memprihatinkan juga memalukan. Sebagian besar yang melatarbelakangi hal
tersebut adalah persoalan berpikir atau mindset yang hanya di orientasikan pada
bisnis dan keuntungan, karena menganggap sebuah laporan investigasi hanya
membuang-buang waktu dan biaya. Sebuah proyek investigasi jelas
membutuhkan dukungan dan komitmen institusi media. Bagi media yang hanya
mengejar keuntungan bisnis, seharusnya bisa dilawan dengan kebijakan
pemerintah yang lebih tegas dalam menentukan syarat-syarat bagi para pemegang
hak frekuensi, untuk mengalokasikan durasi siarannya di jam-jam yang masuk
akal bagi pelayanan informasi pada publik. Di sisi lain, dukungan institusi media
hanya akan muncul bila, sekali lagi, para jurnalis memang menunjukkan semangat
dan dedikasi tinggi untuk bekerja demi kepentingan publik. Dukungan modal dan
logistik bisa dicari dan diperjuangkan. Tapi bila semangat yang hilang, ke mana
pula hendak diusahakan. Kesadaran bahwa produk-produk investigasi adalah
1.bagian dari investasi bisnis dalam industri, mestinya bertemu dengan
2. kepentingan nilai-nilai jurnalisme yang bekerja untuk kepentingan
publik
3.Tuntutan profesionalisme para wartawan untuk meningkatkan
kapasitasnya sebagai pengumpul informasi.
2.3.7 Tahapan dalam Perencanaan Reportase Investigasi
Dalam perencanaan sebuah liputan investigasi, sangat penting untuk
merumuskan hipotesis yang jelas untuk diuji di lapangan. Semua itu hanya bisa
dilakukan dengan sebuah perencanaan yang baik. Hal itu dikarenakan sebuah
kejahatan yang terencana hanya bisa diungkap oleh upaya-upaya yang juga
terencana dan keberuntungan. Berikut ini adalah garis besar beberapa tahapan/
langkah perencanaan dalam sebuah proyek investigasi:
a. Membentuk sebuah tim (Multi-Spesialisasi)
Dalam sebuah proyek investigasi, keberadaan tim investigasi tidak berarti
harus banyak orang. Semua bergantung pada kompleksitas kasus yang sedang
ditangani. Namun, meski kasusnya terlihat sederhana, kadang tetap dibutuhkan
lebih dari satu kepala. Sesakti apa pun seorang jurnalis, tetap membutuhkan orang
lain baik formal maupun informal, setidaknya sebagai partner diskusi. Mereka
yang terjun ke lapangan biasanya sangat menguasai detail, sehingga kerap
kehilangan perspektif besar (Wide angle) atau tersesat arah liputannya. Karena itu
diperlukan mitra yang mengawasi dan mengawal proses peliputan dan
penggarapan jalan ceritanya. Fungsi tim dalam investigasi bukanlah soal
pembagian kerja semata, tetapi untuk saling menjaga substansi cerita. Pembagian
kerja hanyalah salah satu strategi menyiasati keterbatasan waktu dan menghindari
proses yang lama bila hanya dikerjakan satu orang. Keuntungan lain bekerja
dalam tim adalah keterlibatan orang-orang dengan spesialisasi tertentu. Sebuah
tim investigasi yang baik, selalu membuka kemungkinan untuk melibatkan
reporter dari aneka jenis kelamin, bahkan orientasi seksual- untuk
memudahkannya dalam kegiatan-kegiatan penyamaran atau pendekatan kepada
narasumber atau komunitas tertentu. Dalam skala isu yang lebih sederhana, tim
investigasi mungkin hanya terdiri dari seorang reporter dan seorang redaktur.
Reporter di lapangan merangkap sebagai fotografer, redaktur yang menulis dan
melakukan verifikasi data. Karena itu, esensi dari pembagian kerja dalam tim
investigasi adalah mencari spesialis terbaik berdasarkan kebutuhan, bukan semata-
mata mengurangi beban kerja setiap orang.
b. Riset dan Observasi Awal (Survey)
Riset dalam investigasi biasanya dipahami sebagai fase yang harus
dilakukan sebelum turun ke lapangan. Tetapi ada kalanya riset juga bisa menjadi
inti dari action investigasi itu sendiri, terutama bila dari hasil riset itu bisa ditarik
kesimpulan. Atau riset itu menjawab hipotesis yang telah kita bangun. Seperti
halnya riset, ada dua jenis observasi yang akan muncul dalam “teori investigasi”.
Pertama observasi untuk pengumpulan informasi guna menyusun perencanaan,
atau bisa juga disebut survei, dan kedua adalah teknik observasi yang digunakan
dalam sebuah liputan (yang biasanya dilakukan oleh jurnalis media cetak atau
radio). Bagi seorang jurnalis televisi, teknik observasi tak akan menghasilkan apa-
apa tanpa membawa kamera video.Observasi/ survei dalam tahap perencanaan
biasanya dilakukan dalam topik-topik yang lebih kompleks dan membutuhkan
kerja sama tim di lapangan. Survei penting dilakukan sebelum menerjunkan
pasukan multi-tim di medan yang akan diliput. Untuk jurnalis televisi/ radio,
misalnya, observasi/ survei penting dilakukan sebelum memutuskan akan
menempatkan berapa kamera atau alat perekam dan di titik mana saja. Hasil
observasi awal ini akan dibawa ke rapat perencanaan untuk menentukan berapa
orang yang akan diterjunkan, siapa saja, apa risiko terburuknya, dan berapa
anggarannya. Liputan investigasi membutuhkan perencanaan yang baik. Karena
itu, semua jenis informasi harus digelar di atas meja, sebelum mengambil
keputusan dan merumuskan strategi peliputannya. Informasi itu bisa berupa berita
kecil di koran, keterangan dari narasumber (whistle blower), hasil riset dokumen
hingga laporan hasil survei lapangan. Tanpa melakukan semua ini, sebuah kerja
investigasi hanya akan menjadi “sensasi petualangan liputan yang mendebarkan”,
daripada sebuah kerja sistematis yang terencana, terukur, dan rasional.
c. Menentukan Angle (Fokus) dan Hipotesis Angle
Fokus liputan ditentukan oleh sebuah pertanyaan sederhana : Apa yang
hendak diungkap? Di sinilah pentingnya menentukan sudut bidik liputan (angle),
sekaligus fokus ke bagian tertentu yang hendak dicari jawabannya. Tidak ada
aturan baku dalam merumuskan angle, memilih angle dalam liputan persis seperti
kerja kamera belaka, sama-sama memotret sebuah fenomena, tetapi pemilihan
sudut menjadi penting karena akan membuat gambar tersebut bercerita dengan
sendirinya. Dadi Sumaatmadja, seorang wartawan senior yang pernah bekerja di
Metro Realitas di Metro TV kerap menggunakan teknik-teknik investigasi dalam
liputannya. Sebelum menentukan angle atau fokus liputan, menurut Dadi, penting
bagi seorang wartawan untuk mengumpulkan semua informasi dan menyusunnya
dalam pohon masalah. Menurutnya, setiap cerita memiliki unsur-unsur yang juga
dimiliki sebuah pohon. Ada akar, ada batang utama, ada cabang-cabang masalah,
ada ranting-ranting, dan ada dedaunan yang “menutupi” fakta. Juga ada puncak
pohon atau kambium yang biasanya sulit terjangkau oleh penglihatan, padahal
justru itulah bagian terpenting.
Pohon masalah alah Dandhy, bisa juga digunakan sebagai kompas di tengah-
tengah proses peliputan agar tidak tersesat. Ini agar wartawan tetap bisa
menentukan mana cerita utama yang sedang kita kejar, dan mana bumbu-bumbu
cerita yang sepertinya sedap, tetapi sebenarnya tak terlalu penting.Setelah
menentukan angle dan fokus liputan, wartawan perlu merumuskan hipotesis yang
akan diujinya di lapangan. Hipotesis ini bisa disusun secara deduktif (logika)
maupun induktif (informasi). Bisa disusun dengan melihat pola peristiwa serupa
yang pernah terjadi, bisa juga dirumuskan dari potongan-potongan fakta yang
telah terkumpul. Bila angle bertanya : “apa yang hendak diungkap?”, maka
hipotesis akan menjawab pertanyaan itu, lalu merumuskan dugaan berdasarkan
kaitan logis dan potongan fakta yang sudah ada di tangan. Tidak ada salah-benar
dalam hipotesis, yang ada ialah seberapa bermutu hipotesis yang disusun.
Semakin baik mutu hipotesis, maka semakin terarah investigasi yang dilakukan,
dan semakin banyak energi yang bisa dihemat. Jadi, kualitas sebuah hipotesis
sebenarnya ditentukan oleh :
1. Kualitas informasi yang sudah dikumpulkan.
2. Seberapa kuat riset yang dilakukan, baik riset dokumen maupun
survei lapangan Mutu sebuah hipotesis sangat ditentukan oleh
mutu proses yang dijalani sebelumnya. Dan karena sifatnya
dugaan, hipotesis bisa diperbarui di tengah jalan, dimodifikasi,
bahkan diganti total, sesuai prioritas dan perkembangan temuan.
3. Merencanakan Strategi Eksekusi
Setelah merumuskan hipotesis, langkah selanjutnya adalah
merancang strategi eksekusi liputan. Ini semacam merancang
skenario jalannya “operasi tempur”, harus ada lebih dari satu
rencana. Plan A, plan B, plan C, dan seterusnya. Perencanaan
strategi ini biasanya meliputi siapa melakukan tugas apa, di mana,
bagaimana caranya, apa risikonya, dan bagaimana logistiknya.
Logistik yang dimaksud bisa saja berupa peralatan peliputan
hingga uang cash. Tapi pada dasarnya, strategi peliputan adalah
jawaban atas pertanyaan how: “bagaimana investigasi ini
dijalankan?”.
Strategi operasi menuntut kecermatan hingga ke detail. Semuanya
dikembangkan secara dinamis sesuai kebutuhan. Intinya, target ditetapkan dan
jalan menuju ke sana harus digambarkan secara jelas. Termasuk jalur-jalur
alternatifnya
e. Menyiapkan Skenario Pasca-Publikasi
Bila ada media cetak yang paling banyak melakukan investigasi, barangkali
memang Tempo. Dan bila ada media yang paling banyak digugat orang,
jawabannya juga Tempo. Ada guyonan di kalangan siswa bahwa semakin banyak
belajar, semakin banyak lupa. Kalau tak mau banyak lupa, ya jangan banyak
belajar. Analogi lain barangkali seperti seorang pria yang di tubuhnya penuh
bekas luka, karena berbagai pengalaman di medan petualangan. Sementara yang
mulus, wangi dan klimis tak pernah mengambil risiko apa-apa. Koran peraih lima
kategori Pulitzer tahun 2009 seperti The New YorkTimes sekalipun, tak luput dari
gugatan saat menulis tentang Indonesia. Yang menggugat adalah bos Newmont
Minahasa, Richard BruceNess, dengan nilai gugatan 64 juta dolar Amerika.
Begitu pula dengan majalah Time yang digugat keluarga Soeharto Rp 1 triliun
setelah menurunkan laporan “Soeharto Inc”. Begitu juga dengan liputan Bondan
tentang skandal Busang yang digugat Mentamben Ida Bagus Sudjana hingga Rp 1
triliun. Selain menghadapi gugatan hukum, sebuah produk jurnalistik terutama
investigasi juga menghadapi ancaman lain seperti tindak kekerasan, baik terhadap
media maupun individu jurnalisnya.
Dalam kasus liputan kebakaran pasar Tanah Abang (Maret 2003) yang
menyinggung-nyinggung nama Tommy Winata, Tempo, menghadapi ketiga-
tiganya: kantornya digerumuk, pemimpin redaksinya dipukul, medianya digugat.
Setelah ada gugatan atas artikel “Ada Tommy di Tenabang” itu, Tempo memang
lebih berhati-hati. Ada sekelompok ahli hukum yang bertugas menelaah
kemungkinan celah gugatan dari setiap artikel yang dianggap sensitif sebelum
diterbitkan. Hal ini juga banyak digunakan oleh media di Negara-negara maju.
Metro Realitas juga beberapa kali mengonsultasikan materi yang akan
ditayangkan kepada pengacara tertentu. Berbagai ancaman kerap dialami
wartawan secara individu selama melakukan liputan atau setelah publikasinya.
Karena itu, menyiapkan skenario pasca-publikasi harus menjadi bagian dari
perencanaan.
Segala kemungkinan perlu diinventarisasi, tidak hanya agar risiko bisa
diantisipasi, tetapi yang lebih penting persepsi ancaman itu akan membuat sebuah
tim bisa lebih teliti dan akurat dalam menyusun sebuah laporan untuk publik.
Mengungsi sementara atau mengganti nomor telepon adalah jurus-jurus yang
banyak dilakukan wartawan saat merasakan adanya ancaman. Semuanya
bergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Cara paling mudah untuk
menyiapkan skenario pasca publikasi adalah menyusun daftar ancaman, mulai
dari yang teringan hingga yang paling berat. Mulai dari protes atau somasi,
gugatan perdata, delik pidana, menghadapi unjuk rasa, hingga ancaman
keselamatan jiwa. Dari daftar tersebut lalu dirumuskan langkah-langkah yang
harus diambil bila hal itu benar-benar terjadi. Reaksi dari mereka yang merasa
dirugikan dengan sebuah pemberitaan memang bermacam-macam. Hal ini pula
yang perlu diidentifikasi dalam menyusun perencanaan.
Rapat harus mengidentifikasi pihak-pihak mana saja yang mungkin terimbas,
terkena, atau tersinggung dengan hasil investigasi tersebut. Karena, mereka yang
melakukan kejahatan terorganisasi dan sistematis juga menyiapkan berbagai
skenario bila kegiatannya diusik media. Maka alangkah naifnya bila media massa
sendiri tidak menyiapkan diri menghadapi hal tersebut.
2.3.8 Metode Investigasi
Dalam rangka mendapatkan kedua hal tersebut (tahapan pelaksanaan
investigasi), ada beberapa metode investigasi yang bisa digunakan, seperti,
melacak keberadaan dokumen (paper trail), melacak orang (people trail), atau
menelusuri aliran uang (money trail-followthemoney).
a. Paper Trail
Paper trail atau material trail adalah bukti fisik dalam konsep
jurnalisme. Material bisa berupa dokumen kertas, dokumen digital,
bukti foto, rekaman video, atau rekaman audio yang bisa diperoleh dari
penelusuran atas materi yang sudah ada (di tangan pihak lain), maupun
dari hasil kerja-kerja lapangan yang dilakukan sendiri oleh para jurnalis.
Menelusuri bukti fisik (materials trail) baik berupa dokumen, foto,
rekaman suara, atau rekaman video bisa dilakukan dengan petunjuk
sebagai berikut :
1. Siapa yang secara sah memilikinya ?
2. Siapa yang mungkin ikut memilikinya ?
3. Di mana bisa diperoleh ?
4. Di mana lagi bisa diperoleh ?
5. Bagaimana cara memperolehnya ?
6. Siapa yang bisa membantu mendapatkannya ?
Dengan cara ini, seorang jurnalis tidak akan mudah panik dan menyerah
untuk mendapatkan bukti fisik apa pun yang akan mendukung inti
cerita.
b. People Trail
People Trai yakni menelusuri keberadaan jati diri seseorang atau
narasumber. Baik mereka yang diduga terlibat, maupun mereka yang
mengetahui seluk-beluk masalah tersebut. Metode ini kerap kali
digunakan dalam tahap mencari kesaksian, metode ini akan membantu
seorang jurnalis memetakan dengan baik, siapa menjalankan peran
apa, dan siapa yang memiliki versi lain atas semua keterangan yang
ada. Ide dasar dari metode people trail dalam investigasi adalah:
1. Untuk mengetahui para aktor dalam sebuah kasus dan memilah-milah
perannya.
2. Mencari keterkaitan antara satu kejadian dan kejadian lain, melalui
benang merah orang.
3. Menentukan sumber-sumber penting lain yang bisa membantu jurnalis
memecahkan kasus tersebut
Memulai people trail bisa dari memetakan siapa saja yang diuntungkan
atau siapa saja yang dirugikan dalam sebuah kasus tertentu. Lalu setelah
orang per orang dipetakan, seorang jurnalis bisa menggunakan analisis
unit sosial atau struktur sosial untuk membantu memperoleh gambaran
yang lebih jelas. Seorang jurnalis investigasi dalam hal ini bisa
mengembangkan pendekatan sendiri, karena pada dasarnya kerja-kerja
investigasi adalah seni, bukan ilmu eksakta yang penuh teori.
c. Money Trail
Metode menelusuri asal-usul dan aliran arah uang dalam mengungkap
sebuah kasus juga mujarab. Uang kerap menjadi benang merah atas
segala hal. Uang adalah salah satu motivasi utama manusia berbuat
sesuatu. Karena itu, mengikuti aliran dan asal-usul uang bisa menuntun
para jurnalis menemukan siapa saja yang bermain. Jurnalis dengan
segala keterbatasannya memang tidak mungkin menelusuri rekening
pribadi orang per orang. Ada aturan tentang kerahasiaan bank, di mana
hanya pihak dengan otoritas tertentu seperti Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang bisa melakukannya.
Namun, seorang jurnalis tetap bisa menggunakan instrumen uang
sebagai bagian dari metode peliputannya. Tanpa menuding bahwa
seseorang menikmati uang dari hasil kejahatan, misalnya, jurnalis bisa
membandingkan antara pendapatan per-bulan seseorang dengan kondisi
rumah dan hartanya yang serba mewah, terutama setelah kasus tersebut
mencuat. Gaya hidup seseorang yang berubah secara drastis juga bisa
menjadi petunjuk adanya aliran uang dalam jumlah besar yang masuk
ke dalam kehidupannya. Kesaksian ini bisa diberikan oleh tetangga atau
kenalan yang tak terlalu akrab dengan korban. Sementara, keluarga atau
sahabat kurang cocok untuk ditanya perihal ini karena akan
menimbulkan kecurigaan
2.3.9 Teknik Investigasi
Dalam investigasi, teknik penyamaran kerap kali digunakan para jurnalis.
Tapi penyamaran sendiri sebenarnya adalah teknik umum, setelah memutuskan
menyamar, jurnalis harus memerinci bentuk penyamaran seperti apa yang akan
digunakan. Apakah menyamar menjadi kelompok target, di luar target, atau hanya
menempel ke target.
a. Penyamaran Melebur (immerse)
Teknik ini biasanya dipakai bila ingin “menangkap basah” sebuah aktivitas,
seperti menyamar sebagai pemakai atau pembeli narkoba untuk mendapatkan
kontak dengan jaringan pengedar. Bila ditimbang skala risiko, barangkali teknik
inilah yang paling tinggi risikonya, tapi juga menjanjikan hasil yang paling
maksimal karena reporter berada di “episentrum” peristiwa atau objek liputannya.
Untuk itu, sebelum memutuskan menggunakan teknik ini, semua strategi dan
skenario peliputan harus disusun secermat-cermatnya dengan berbagai rencana
cadangan, khususnya dalam aspek keamanan.

b. Penyamaran Menempel (embedded)


Penyamaran menempel adalah teknik “kuda troya”, di mana jurnalis
memanfaatkan objek tertentu sebagai kendaraan untuk mendapatkan fakta,
keterangan, atau akses. Teknik embedded ini, misalnya, banyak digunakan para
jurnalis yang ingin menembus penjara dengan menyamar sebagai anggota
keluarga pembesuk atau bagian dari tim pengacara. Pada dasarnya teknik ini
digunakan agar jurnalis tersamarkah sebagai bagian dari kelompok tertentu yang
memiliki akses atau keleluasaan bergerak untuk berinteraksi dengan objek atau
agar memungkinkannya bersentuhan dengan objek cerita.
c. Penyamaran Berjarak (surveillance)
Teknik penyamaran atau pengintaian berjarak ini bisa dinilai sebagai teknik
yang paling kecil risikonya dan paling bisa dikontrol, dibandingkan dengan
bentuk penyamaran lainnya. Dalam teknik penyamaran berjarak ini “ruang lari”
bagi jurnalis lebih luas, setidaknya masih ada kesempatan untuk mengubah
strategi di tengah jalan. Istilah surveillance sendiri juga berarti pemantauan atau
pengamatan, di mana objek atau sasaran tidak merasakan jika ia sedang diintai,
atau istilah lainnya shadowing (membayangi). Makna berjarak dalam penyamaran
ini bukan saja makna jarak secara fisik, tetapi juga secara sosiologis atau
psikologis. Penyamaran berjarak relatif lebih mudah dilakukan di berbagai situasi
dan kondisi asal dilakukan sesuai konteks lingkungan dan selogis (masuk akal)
mungkin.
2.4.1 Pengertian Prostitusi atau Pelacuran
Secara etimologi kata prostitusi berasal dari bahasa latin yaitu “pro-stitute”
artinya membiarkan diri berbuat zina, melakukan persundalan, pencabulan, dan
bergendakan. Sedangkan kata ‘prostitute’ merujuk pada kata keterangan yang
berarti WTS atau sundal dikenal pula dengan istilah Wanita Tuna Susila (WTS).
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) WTS adalah orang celaka
atau perihal menjual diri (persundalan) atau orang sundal. Prostitusi juga dapat
diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri atau menjual
jasa kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan
mendapatkan imbalan sesuai dengan apa yang di janjikan sebelumnya. Seseorang
yang menjual jasa seksual disebut WTS, yang kini kerap disebut dengan istilah
Pekerja Seks Komersial (PSK).
Prostitusi (pelacuran) secara umum adalah praktik hubungan seksual sesaat,
yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa uang. Tiga
unsur utama dalam praktik pelacuran adalah: pembayaran, promiskuitas dan
ketidakacuhan emosional
Sarjana P.J de Bruinevan Amstel: “prostitusi adalah penyerahan diri dari
wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.” Kartini Kartono
mengemukakan definisi pelacuran sebagai berikut:
1. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi
impuls atau dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk
pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang (promiskuitas),
disertai eksploitasi dan komersialisasi seks, yang impersonal tanpa afeksi sifatnya.
2. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan
memperjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang
untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran.
3. Pelacuran ialah perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan
badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa paling tidak terdapat empat
elemen utama dalam definisi pelacuran yang dapat ditegakkan yaitu,
(1) bayaran, (2) perselingkuhan, (3) ketidakacuhan emosional, dan (4) mata
pencaharian. Dari keempat elemen utama tersebut, pembayaran uang sebagai
sumber pendapatan dianggap sebagai faktor yang paling umum dalam dunia
pelacuran.
Apabila dilihat dari norma-norma sosial sudah jelas melarang atau
mengharamkan prostitusi dan sudah ada pengaturan tentang larangan bisnis
prostitusi terletak dalam Pasal 296 KUHP menentukan bahwa pidana hanya dapat
dikenakan bagi orang yang dengan sengaja menyebabkan sebagai pencarian atau
kebiasaan. Melihat dari rumusan pasal-pasal tersebut maka pemidanaan hanya
dapat dilakukan kepada muncikari atau germo (pimp) sedangkan terhadap pelacur
(Prostitute) dan pelanggannya (client) sendiri tidak dapat dikenakan pidana.
Dengan demikian penegak hukum baik dalam konteks transnasional dan nasional
yang dimaksudkan adalah terhadap muncikari (pimp).
Muncikari merupakan profesi dalam masyarakat yang diatur di dalam
KUHP dan sangat bertentangan dengan kesusilaan, disebutkan istilah muncikari
yang tergolong sebagai kejahatan kesusilaan yang diatur dalam BAB XIV Buku
ke-II KUHP. Namun istilah pengertian tersebut perlu diartikan secara jelas dan
dapat diterima mengapa istilah muncikari termasuk kejahatan kesusilaan.
Pengertian muncikari adalah seorang laki-laki atau wanita yang hidupnya seolah-
olah dibiayai oleh pelacur, yang dalam pelacuran menolong mencarikan
langganan-langganan dari hasil mana ia mendapatkan bagiannya dan menarik
keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan oleh pelacur. Yang dimaksud dengan
orang yang menarik keuntungan di sini adalah muncikari tersebut. Di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) itu sendiri, prostitusi diatur pada Pasal
296 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau
memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan
menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas
ribu rupiah.” Bagian inti delik (delictsbestanddelen): 1. sengaja 2. menyebabkan
atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain 3. dan menjadikan sebagai
mata pencaharian atau kebiasaan.
R. Soesilo mengatakan bahwa pasal ini untuk memberantas orang-orang
yang mengadakan rumah bordil atau tempat-tempat pelacuran. Supaya dapat
dihukum berdasarkan pasal ini, harus dibuktikan bahwa perbuatan itu menjadi
“pencaharian” (dengan pembayaran) atau “kebiasaannya” (lebih dari satu kali).
Lebih lanjut dikatakan bahwa yang dapat dikenakan Pasal 296 KUHP misalnya
orang yang menyediakan rumah atau kamarnya kepada perempuan dan laki-laki
untuk melacur (bersetubuh atau melepaskan nafsu kelaminnya). Biasanya untuk
itu disediakan pula tempat tidur. Maka sanksi bagi pemilik rumah yang
menjadikan rumahnya sebagai tempat prostitusi untuk perbuatan pelacuran
dengan membuatnya sebagai pencaharian, maka pemiliknya dapat dikenakan
sanksi sesuai dengan Pasal 296 KUHP.
Namun demikian, ada yang perlu dicermati di sini adalah bahwa arti
prostitusi adalah pemanfaatan seseorang dalam aktivitas seks untuk suatu imbalan.
Dari sini kita bisa lihat dua kemungkinan, yakni apakah orang yang melakukan
pelacuran tersebut melakukannya tanpa paksaan atau tidak dengan paksaan.
Apabila kegiatan melacur tersebut dilakukan tanpa paksaan, maka pelakunya
dikenakan sanksi sesuai dengan perda daerah setempat. Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada satu pun pasal yang mengatur secara
khusus tentang pelacuran atau wanita pelacur, padahal di dalam hukum pidana
terdapat asas legalitas yang termuat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, yang
menyebutkan “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana kecuali atas aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.” Hal
ini berarti segala perbuatan yang belum diatur di dalam undang-undang tidak
dapat dijatuhi sanksi pidana. Jadi, belum tentu semua perbuatan melawan hukum
atau merugikan masyarakat diberi sanksi pidana. Namun, Moeljatno mengartikan
pelacuran tidak dijadikan larangan dalam hukum pidana, jangan diartikan bahwa
pelacuran itu tidak dianggap merugikan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dicari
rumusan hukum atau peraturan yang tepat menindak aktivitas pelacuran, yang
selama ini dalam praktik dapat dilaksanakan oleh penegak hukum.
Ketentuan Pasal 296 KUHP tersebut mengatur perbuatan atau wanita yang
melacurkan diri tidak dilarang oleh undang-undang, sedangkan yang bisa
dikenakan pasal ini adalah orang-orang yang menyediakan tempat kepada laki-
laki dan perempuan untuk melacur, dan agar dapat dihukum perbuatan itu harus
dilakukan untuk mata pencaharian atau karena kebiasaannya. Sementara itu, orang
yang tidak masuk dalam ketentuan Pasal 296 KUHP ini adalah orang yang
menyewakan rumah atau kamarnya kepada perempuan atau laki-laki yang
kebetulan pelacur, dikarenakan tidak ada maksudnya sama sekali untuk
mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul, ia sebab hanya menyewakan
rumah dan bukan merupakan mata pencaharian yang tetap
2.4.2 Faktor-Faktor Terjadinya Prostitusi
Beberapa faktor terjadinya prostitusi sebagai sebab atau alasan seorang
perempuan terjun dalam dunia prostitusi. Ada pun pekerja sosial asal Inggris
mengatakan dalam bukunya, Womenof The Streets, tentang keadaan individu dan
sosial yang dapat menyebabkan seorang wanita menjadi pelacur adalah:
1. Rasa terasingkan dari pergaulan atau rasa diasingkan dari pergaulan hidup
pada masa tertentu di dalam hidupnya.
2. Faktor-faktor yang aktif dalam keadaan sebelum diputuskan untuk
melacurkan diri, dalam kenyataan ini merupakan sebab yang langsung tapi
hampir selalu dan hanya mungkin terjadi karena keadaan. Sebelumnya yang
memungkinkan hal tersebut terjadi.
3. Tergantung dari kepribadian wanita itu sendiri.
Kemudian dalam bukunya Reno Bachtiar dan Edy Purnomo menjelaskan
beberapa alasan dasar seseorang perempuan menjadi pelacur yaitu:
1.Faktor ekonomi
Permasalahan ekonomi yang sangat menyesakkan bagi masyarakat yang tidak
memiliki akses ekonomi mapan. Jalan pintas mereka tempuh sehingga lebih
mudah untuk kemudahan mencari uang. Faktor ini bukan faktor utama seorang
perempuan memilih profesi pelacur. Hal ini merupakan tuntutan hidup praktis
mencari uang sebanyak-banyaknya bermodal tubuh/fisik. Mereka melakukannya
bukan hanya demi dirinya sendiri, tapi orang tua, keluarga dan anak. Kemiskinan
memang tidak mengenakkan, sehingga untuk keluar dari kesulitan ekonomi,
mereka rela “berjualan diri” agar hidup lebih layak.
2. Faktor kemalasan
Mereka malas untuk berusaha lebih keras dan berpikirlebih inovatif dan
kreatif untuk keluar dari kemiskinan. Persaingan hidup membutuhkan banyak
modal baik uang, kepandaian, pendidikan, dan keuletan. Kemalasan ini
diakibatkan oleh faktor psikis dan mental rendah, tidak memiliki norma agama,
dan susila menghadapi persaingan hidup. Tanpa memikirkan semua itu, hanya
modal fisik, kecantikan, kemolekan tubuh, sehingga dengan mudah
mengumpulkan uang
3. Faktor pendidikan
Mereka yang tidak bersekolah, mudah sekali untuk terjerumus ke lembah
pelacuran. Daya pemikiran yang lemah menyebabkan mereka melacurkan diri
tanpa rasa malu. Mungkin kebodohan telah menuntun mereka untuk menekuni
profesi pelacur. Hal ini terbukti ketika ditemukan pelacur belia berusia belasan
tahun di lokalisasi. Bukan berarti yang memiliki pendidikan tinggi tidak ada yang
menjadi pelacur.
4. Niat lahir batin
Hal ini dilakukan karena niat lahir batin telah muncul di benaknya untuk
menjadi pelacur yang merupakan jalan keluar “terbaik”. Tidak perlu banyak
modal untuk menekuninya, mungkin hanya perlu perhiasan palsu, parfum wangi,
penampilan menarik, keberanian merayu, keberanian diajak tidur oleh orang yang
baru dikenal, hanya beberapa menit, tidur lalu mereka langsung dapat uang. Niat
lahir batin diakibatkan oleh lingkungan keluarga yang berantakan, tidak ada
didikan dari orang tua yang baik, tuntutan untuk menikmati kemewahan tanpa
perlu usaha keras, atau pengaruh dari diri sendiri terhadap kenikmatan duniawi.
Niat ini muncul di semua kalangan, dari kelas bawah sampai kelas atas. Profesi ini
tidak di dominasi oleh kelas bawahan saja, tetapi juga merata di semua kalangan.
Buktinya ada mahasiswa yang berprofesi pelacur
5. Faktor persaingan
Kompetisi yang keras di perkotaan, membuat kebimbangan untuk bekerja di
jalan yang “benar”. Kemiskinan, kebodohan, dan Kurangnya kesempatan bekerja
di sektor formal, membuat mereka bertindak criminal, kejahatan, mengemis di
jalan-jalan, dan jadi gelandangan. Bagi perempuan muda yang tidak kuat menahan
hasrat terhadap godaan hidup, lebih baik memilih jalur “aman” menjadi pelacur
karena cepat mendapatkan uang dan bisa bersenang-senang. Maka, menjadi
seorang pelacur dianggap sebagai solusi.
6. Faktor sakit hati
Maksudnya seperti gagalnya perkawinan, perceraian, akibat pemerkosaan,
melahirkan seorang bayi tanpa laki-laki yang bertanggung jawab, atau gagal
pacaran karena sang pacar selingkuh. Lalu mereka marah terhadap laki-laki,
menjadi pelacur merupakan obat untuk mengobati luka yang paling dalam. Cinta
mereka gagal total sehingga timbul rasa sakit hati, pelampiasan bermain seks
dengan laki-laki dianggap sebagai jalan keluar.
7. Tuntutan keluarga
Seorang pelacur mempunyai tanggung jawab terhadap orang tuanya di desa,
atau anak-anak yang masih membutuhkan uang SPP. Setiap bulan harus
mengirimkan uang belanja kepada orang tua. Jika mempunyai anak, maka uang
kiriman harus ditambah untuk merawatnya, membeli susu, atau pakaian. Mereka
rela melakukan ini tanpa ada paksaan dari orang tuanya. Kadang-kadang ada
orang tua yang mengantarkan mereka ke germo untuk bekerja sebagai pelacur.
Pelacur sendiri tidak ingin anaknya seperti dirinya.
2.4.3 Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Prostitusi
Berikut beberapa pelaku dalam praktik prostitusi:
1. Muncikari
Muncikari atau dalam kamus besar bahasa Indonesia merujuk kepada kata
Muncikari adalah induk semang bagi perempuan lacur atau germo. Namun
pemahaman masyarakat secara luas adalah orang yang berperan sebagai
pengasuh, perantara, dan "pemilik" pekerja seks komersial (PSK). Dalam
kebanyakan bisnis seks, khususnya yang bersifat massal, pekerja seks biasanya
tidak berhubungan langsung dengan pengguna jasa. Muncikari berperan sebagai
penghubung kedua pihak ini dan akan mendapat komisi dari penerimaan PSK
yang persentasenya dibagi berdasarkan perjanjian. Muncikari biasanya amat
dominan dalam mengatur hubungan ini, karena banyak PSK yang "berhutang
budi" kepadanya. Banyak PSK yang diangkat dari kemiskinan oleh muncikari,
walaupun dapat terjadi eksploitasi oleh muncikari kepada "anak asuh" nya. Seperti
ini pula muncikari dalam dunia prostitusi, mereka hanya sebagai penghubung
antara Pekerja Seks Komersial dengan mereka lelaki hidung belang.
2. Pekerja Seks Komersial (PSK)
Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah seseorang yang menjual jasanya untuk
melakukan hubungan seksual untuk uang atau disebut pelacur. Pekerja Seks
Komersial sebutan yang di perhalus dari sebutan pelacur selain itu ada pula
sebutan wanita tunasusila yang juga mengacu kepada layanan seks komersial.
Praktik prostitusi dimana Pekerja Seks Komersial inilah yang menjadi objek
eksploitasi utama dari mata rantai praktik prostitusi.
3. Pengguna jasa PSK
Dari semua pihak yang telah disebutkan, pihak pengguna inilah yang
menjadi titik bagaimana bisa transaksi prostitusi ini bisa terjadi. Walaupun tentu
pihak lain itu juga memberikan dorongan hingga terjadinya praktik prostitusi ini
Para ahli memiliki pandangan tersendiri terhadap pengertian jasa, yaitu:
a. Pengertian “jasa” menurut Phillip Kotler adalah: “Jasa adalah setiap
tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain
yang secara prinsip intangibel dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan
apa pun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terikat pada suatu produk
fisik”
b. Pengertian “jasa” menurut Rangkuti adalah: “jasa merupakan pemberian
suatu kinerja atau tindakan kasat mata dari suatu pihak ke pihak lain”.
c. Pengertian “jasa” menurut Christian Gronross adalah: “Jasa adalah proses
yang terdiri atas serangkaiaktivitas yang biasanya (namun tidak harus selalu)
terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya
fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi
atas masalah pelanggan
Menurut Kartini Kartono, jenis prostitusi dapat dibagi menurut aktivitasnya,
yaitu yang terdaftar dan terorganisir, dan yang tidak terdaftar dalam
penjabarannya sebagai berikut:
1. Prostitusi yang terdaftar dan terorganisasi Pelakunya diawasi oleh bagian
Vice Control dari kepolisian, yang dibantu dan bekerja sama dengan jawatan
sosial dan jawatan kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisasi dalam suatu
daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada
dokter atau petugas kesehatan, dan mendapatkan suntikan serta pengobatan,
sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum.
2. Prostitusi yang tidak terdaftar Termasuk dalam kelompok ini ialah mereka
yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan
maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisir, tempatnya pun tidak
tertentu. Bila disembarang tempat, baik mencari mangsa sendiri, maupun melalui
calo-calo dan panggilan. Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib.
Sehingga kesehatannya sangat diragukan, karena belum tentu mereka itu mau
memeriksakan kesehatannya kepada dokter.
PSK di Indonesia beraneka ragam, PSK mempunyai tingkatan-tingkatan
operasional, diantara-Nya :
1. Segmen kelas rendah
Dimanah PSK tidak terorganisir. Tarif pelayanan seks terendah yang
ditawarkan, dan biaya beroperasi di kawasan kumuh seperti halnya pasar,
kuburan, taman-taman kota dan tempat lain yang sulit dijangkau, bahkan kadang-
kadang berbahaya untuk dapat berhubungan dengan para PSK tersebut
2. Segmen kelas menengah
Dimanah dalam hal tarif sudah lebih tinggi dan beberapa wisma menetapkan
tarif harga pelayanan yang berlipat ganda jika dibawa keluar untuk di booking
semalaman.
3. Segmen kelas atas
Pelanggan ini kebanyakan dari masyarakat dengan penghasilan yang relatif
tinggi yang menggunakan nightclub sebagai ajang pertama untuk mengencani
wanita panggilan atau menggunakan kontak khusus hanya untuk menerima
pelanggan tersebut.
4. Segmen kelas tertinggi.
Kebanyakan mereka dari kalangan artis televisi dan film serta wanita model.
Super germo yang mengorganisasikan perdagangan wanita kelas atas ini.
Kegiatan prostitusi ditentukan oleh modus operasi di WTS (Wanita Tuna
Susila) dan WTS dalam melakukan kegiatannya. Ada yang berdiri di pinggiran
jalan, ada duduk di taman, ada yang mendapatkan tamu di bar, ada yang
menunggu panggilan melalui telepon, dan ada yang menempati lokasi tempat
tertentu sebagai tempat praktik prostitusi. Dari berbagai cara WTS menawarkan
pelayanan seksual, maka dapat diklasifikasikan cara melakukan kegiatan
prostitusi. Cara melakukan kegiatan prostitusi yang dimaksud ialah dengan cara
prostitusi jalanan, prostitusi panggilan, prostitusi rumah bordil, prostitusi
terselubung.
Pengklasifikasian cara melakukan kegiatan prostitusi dipandang perlu untuk
memudahkan pembinaan prostitusi baik pembinaan mental maupun spiritual,
seperti pelayanan kesehatan, di samping itu juga memudahkan penulis untuk
mengidentifikasikan jumlah prostitusi sebagai berikut:
1. Prostitusi jalanan Pada umumnya pelayanan yang diberikan oleh jenis
prostitusi semacam ini diberikan kepada laki-laki atau langganan yang
penghasilan rendah, misalnya buruh, abang becak, sopir dan pedagang kecil
lainnya. Hal ini disebabkan karena tarif pelayanan seksual yang ditawarkan tidak
mahal dan mudah terjangkau oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Kalau
ditinjau dari segi ekonomi, maka WTS semacam ini umumnya dikategorikan
sebagai golongan ekonomi lemah dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mereka rela memberikan pelayanan seksual kepada setiap laki-laki yang
membutuhkannya. Oleh karena itu hubungan seksual dengan kegiatannya
prostitusi jalanan ini akan berisiko terhadap kesehatan, ini disebabkan mereka
jarang, ataupun tidak pernah sama sekali memeriksa kesehatannya khususnya alat
kelamin yang mungkin mendatangkan penyakit. Para pelacur jalanan tidak terikat
pada seorang germo, mereka mendapatkan keuntungan dan seksual itu hanya
untuk diri sendiri. Dalam praktiknya sering terjadi para pelacur jalanan
mendapatkan perlindungan dari seorang atau beberapa orang laki-laki bagi
keselamatan mereka dari laki-laki yang berlaku kasar atau tidak bersedia
membayar. Untuk urusan tersebut para pelacur jalanan bersedia membagi
penghasilan mereka dengan laki-laki yang memberikan perlindungan
tersebut.Dalam praktiknya sering terjadi para pelacur jalanan mendapatkan
perlindungan dari seorang atau beberapa orang laki-laki bagi keselamatan mereka
dari laki-laki yang berlaku kasar atau tidak bersedia membayar. Untuk urusan
tersebut para pelacur jalanan bersedia membagi penghasilan mereka dengan laki-
laki yang memberikan perlindungan tersebut.
2. Prostitusi Panggilan Prostitusi ini sering disebut call girl. Di Indonesia
prostitusi semacam ini biasanya dilakukan melalui perantara seperti muncikari,
manajer, atau mami sekaligus operasi kegiatan seks tersebut di bawah
pengawasan perantara tadi dan semakin berkembangnya teknologi biasanya cara
memesan para PSK menggunakan media Online. Seperti menggunakan,
Instagram, Facebook, WhatsApp, dan lain-lain. Salah satu ciri khas dari prostitusi
panggilan biasanya bila mengadakan hubungan seks tidak dilakukan pada tempat-
tempat tertentu saja akan tetapi selalu berubah-ubah. Pemilihan tempat didasarkan
pada kesepakatan antara kedua belah pihak, adakalanya dilakukan di hotel-hotel,
tempat rekreasi atau pegunungan. Bila dibandingkan dengan prostitusi jalanan,
prostitusi panggilan ini tergolong pelacur yang memiliki posisi tawar yang cukup
tinggi. Mereka biasanya meminta bayaran dengan tarif mencapai ratusan ribu
untuk short time. Penghasilan yang di dapat. Dari pelayanan seksual tersebut
dibagi dua berdasarkan kesepakatan dengan germo ataupun muncikari.
3. Prostitusi Rumah Bordil Prostitusi rumah bordil yaitu praktik pelacuran,
dimanah pelacur dapat dijumpai di tempat-tempat tertentu, berupa rumah-rumah
yang dinamakan bordil, yang mana umumnya di setiap bordil dimiliki oleh
namanya muncikari atau germo. Sering disebut bahwa jenis prostitusi yang
berbentuk rumah bordil mempunyai fungsi sosial karena memberikan lapangan
kerja pada berbagai pihak, antara lain penjual makanan, tukang cuci pakaian,
penjual obat dan usaha-usaha lainnya yang mendapatkan keuntungan dengan
adanya rumah bordil tersebut.
4. Prostitusi Terselubung Prostitusi terselubung, itulah sebagian kalangan
menyebutkan karena mereka adanya di jalanan. Tentu saja ilegal, dan bukan tak
pernah mereka diterbitkan. Prostitusi yang terjadi bukan hanya secara langsung
antara penjual dan pembeli, tetapi bisa juga melalui perantara
muncikari .Prostitusi dengan kedok salon dan spa atau bisa juga melalui internet.
Sudah rahasia umum mereka tak bekerja sendirian. Ada tangan-tangan kuat yang
mengatur kerja mereka
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pendekatan deskriptif
kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif
dikarenakan peneliti mencoba menggambarkan secara mendalam tentang berbagai
situasi dan fenomena yang terjadi. Serta dengan memuat penjelasan-penjelasan
mengenai proses perkembangan yang terjadi dalam lingkup penelitian. Data
kualitatif yang didapat yaitu dengan mengikuti dan memahami alur peristiwa
secara kronologis, melalui fakta kejadian, proses dan sebab akibat yang terjadi
dalam lingkup pikiran orang-orang setempat. Pendekatan kualitatif ini juga
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini dengan maksud untuk mendapatkan
informasi tentang perihal Tentang Bagaimana Prostitusi Beroperasi di Kota
Manna Kabupaten Bengkulu Selatan.
Penelitian menggunakan format deskripsif bertujuan untuk menggambarkan
berbagai kondisi, situasi atau fenomena realitas. Peneliti terjun langsung di
tengah-tengah Kalangan Masyarakat Kota Manna Bengkulu Selatan, dimulai
dengan pengumpulan berbagai isu tentang prostitusi di daerah tersebut sebagai
awal proses investigasi dan melakukan penelusuran ke berbagai tempat yang
memiliki perihal dengan prostitusi dan melakukan proses mencari informan untuk
mendapatkan informasi untuk dijadikan landasan penelitian
3.2 Key Informan dan Informan
Pengertian dari key informan adalah seseorang yang mengetahui dan memiliki
segala informasi pokok yang diperlukan dalam pengertian sebuah penelitian.
Sedangkan pengertian informan adalah orang yang dapat memberikan informasi
secara langsung atau tidak dapat secara langsung terlihat dalam interaksi sosial
yang diteliti. Menurut pendapat (Bagong & Suyanto, 2005). Adapun key informan
dan informan dalam penelitian ini dapat disajikan dalam tabel yang ada di
halaman selanjutnya :
Tabel III.1 Key Informan dan Informan Tinjauan Jurnalisme Investigasi
Tentang Prostitusi di Kota Manna Kabupaten Bengkulu Selatan

No Responden Key Informan Informa Jumlah


n

1 Masyarakat

2 Pelaku Prostitusi

3 Pelaku
Prostitusi/Muncikari

4 Pembeli Jasa Prostitusi

5 Pihak Berwajib
Kepolisian/Satpol pp

3.3 Jenis dan Sumber Data


Penelitian ini menggunakan jenis dan sumber data dari Menurut (Sugiyono,
2016, p. 225) dan sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang langsung didapatkan dengan cara
mengumpulkan data STASIS primer didapatkan melalui kegiatan Sumber data
wawancara dengan subjek penelitian dan dengan observasi atau pengamatan
langsung di lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaga instansi dan dinas
yang ada kaitannya dalam penelitian ini yang berupa laporan tertulis
3.3 Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer adalah
data atau informasi yang berasal dari narasumber atau informan yang diteliti
berupa kata-kata maupun tindakan yang berbentuk dokumen atau catatan dari
yang bersangkutan. Untuk mencapai kelengkapan mengenai permasalahan
penelitian, peneliti menggunakan 3 macam teknik, yaitu :

1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan peneliti memperhatikan keadaan
yang menjadi lokasi penelitian peneliti dengan menggunakan Indra mata sebagai
alat bantu utamanya dan Panca indra lainnya seperti telinga, penciuman, dan
mulut (Anggito, 2018: 18). Dalam proses pengamatan ini peneliti mengumpulkan
data dengan observasi jenis yang terstruktur, yaitu pengamatan dilakukan
menggunakan pedoman observasi. Peneliti mengembangkan pengamatannya
berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan. Observasi berlangsung
kurang lebih sekitar 1 bulan. Pada saat di lapangan peneliti melakukan observasi
pertama yaitu tentang isu-isu prostitusi yang berada di Kota Manna. Adapun hasil
yang peneliti dapatkan dari observasi kegiatan atau pun hal yang berkaitan dengan
prositusi. Hasil dari pengamatan atau observasi peneliti merupakan pelengkap
data yang menjadi fokus masalah peneliti, yaitu bagaimana dan mengapa prositusi
bisa beroperasi di daerah Kota Manna
2. Wawancara
Teknik wawancara merupakan suatu teknik mendekati informan untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan cara tanya jawab berdasarkan
tujuan penelitian. Dengan melakukan wawancara dapat menangkap aksi reaksi
orang dalam bentukekspresi sewaktu tanya jawab berlangsung (Silalahi, 2010 :
312). Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik terstruktur. Selanjutnya juga dilakukan wawancara mendalam terhadap
informan yang telah peneliti tentukan. Peneliti dalam Proses wawancara akan
menggunakan metode penyamaran, dikarenakan informasi dan data yang peneliti
butuhkan adalah sesuatu yang rahasia, diawali dengan membuat satu penyamaran
sebagai klien atau pengguna jasa. wawancara dilakukan dengan menemui
informan yang telah mendapati kesepakatan untuk bertemu dan melakukan proses
wawancara namun dengan cara seperti melakukan sebuah obrolan, intens namun
hati-hati agar mendapatkan informasi yang berguna untuk penelitian
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode yang digunakan untuk menelusuri data
historis baik sumber data sekunder di mana sumber data tersebut tidak dibatasi
menurut Menurut Anggito (2018: 115). Dalam penelitian yang peneliti lakukan
mengenai bagaimana prostitusi bisa beropersi, dengan mengumpulkan
dokumentasi berupa foto atau gambar yang berhubungan dengan penelitian
peneliti. Adapun gambar yang peneliti jadikan dokumentasi dalam dokumentasi
adalah foto tentang sebuah lokasi yang memiliki kerterkaitan dengan hal
prostitusi, bukti bill pembayaran dan screenshoot chat antara pengguna dan
penyedia jasa , foto tersebut bertujuan untuk menjadi bukti dan menjadi tahap
lanjutan untuk proses invetigasi. Peneliti juga melakukan dokumentasi pada
beberapa yang dipublikasikan oleh informan peneliti sebagai salah satu bukti
observasi yang peneliti lakukan beserta beberapa foto wawancara bersama
informan peneliti.
4. Investigasi
Tiga teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan akan di balut dengan
metode investigasi. Penyamaran, adalah metode yang akan digunakan dalam ke-
tiga metode pengumpulan data, karena sebuah informasi yang peneliti butuh kan
bersifat rahasia, tentunya bukan hal mudah untuk mendapatkan informasi tersebut
dari informan jika melakukan wawancara dengan cara metode dasar. Peneliti akan
menggunakan metode:
Penyamaran Melebur (immerse)
Teknik ini akan peneliti gunakan untuk menyamar sebagai pengguna
jasa atau pembeli layanan prositusi untuk mendapatkan sejumlah
informasi dan jaringan prositusi . Bila ditimbang skala risiko,
barangkali teknik inilah yang paling tinggi risikonya, tapi juga
menjanjikan hasil yang paling maksimal karena reporter berada di
“episentrum” peristiwa atau objek liputannya. Agar peneliti
mendapatkan sebuah informasi yang berharga
People Trail
People Trai yakni menelusuri keberadaan seseorang atau narasumber.
Baik mereka yang diduga terlibat, maupun mereka yang mengetahui
seluk-beluk masalah tersebut. Metode ini kerap kali digunakan dalam
tahap mencari kesaksian, metode ini akan membantu seorang jurnalis
memetakan dengan baik, siapa menjalankan peran apa, dan siapa yang
memiliki versi lain atas semua keterangan yang ada. Ide dasar dari
metode people trail dalam investigasi adalah:
1. Untuk mengetahui para aktor dalam sebuah kasus dan memilah-milah
perannya.
2. Mencari keterkaitan antara satu kejadian dan kejadian lain, melalui
benang merah orang.
3. Menentukan sumber-sumber penting lain yang bisa membantu jurnalis
memecahkan kasus tersebut
Memulai people trail bisa dari memetakan siapa saja yang diuntungkan
atau siapa saja yang dirugikan dalam sebuah kasus tertentu. Lalu setelah
orang per orang dipetakan, seorang jurnalis bisa menggunakan analisis
unit sosial atau struktur sosial untuk membantu memperoleh gambaran
yang lebih jelas. Seorang jurnalis investigasi dalam hal ini bisa
mengembangkan pendekatan sendiri, karena pada dasarnya kerja-kerja
investigasi adalah seni, bukan ilmu eksakta yang penuh teori.
Dalam metode investigasi penentuan informan adalah hal yang sangat penting.
Dikarenakan, mendapatkan data tidak dilakukan secara acak melainkan
berdasarkan tujuan yang disesuaikan dengan sasaran penelitian dengan
menggunakan teknik purposive sampling atau bertujuan. Pemilihan siapa subjek
yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan
peneliti, oleh karena itu orang-orang terpilih harus sesuai dengan dengan ciri-ciri
khusus yang dimiliki oleh sampel itu. Mereka dipilih karena dipercayai mewakili
satu dari yang lainnya. Peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian atas
karakteristik yang akan dijadikan informan (Silalahi, 2010: 272). Adapun
informan dalam penelitian yang akan peneliti kaji terdiri dari informan kunci dan
informan tambahan. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Pekerja seks
Komersial (PSK). Muncikari orang yang memiliki komunikasi atau sebagai
perantara antara pembeli dan Pekerja Seks Komersial dan orang-orang yang
menggunakan jasa pekerja seks komersial dan instansi keamanan di daerah kota
Manna.
Penelusuran akan dilakukan untuk menentukan beberapa lokasi yang di duga
adalah tempat prostitusi atau tempat pekerja seks komersial melakukan kegiatan
yang bersifat penyimpan/prostitusi, dan observasi terkait perihal penentuan
langkah selanjutnya untuk mendapatkan informasi .
4. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan
Verifikasi dilakukan peneliti dengan terus berada di lapangan. Dari permulaan
pengumpulan data, mencari data dan mendapati data di lapangan. Selain itu,
verifikasi juga diperkuat dengan teori yang peneliti gunakan selama berada di
lapangan yaitu teori Cris White. Berbendapat bahwa Jurnalisme Investigasi adalah
yakni mengungkap dan mendapatkan sebuah kisah berita yang bagus. Serta,
menjaga masyarakat untuk memiliki kecukupan informasi dan mengetahui adanya
bahaya di tengah kehidupan mereka. Satana (2004 : 99). Menjelaskan bahwa
wartawan investigasi mencoba mendapatkan kebenaran yang tidak jelas, samar
atau tidak pasti. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa jurnalistik investigasi
berfokus pada upaya untuk mengungkap kebenaran, fakta, dan kejelasan
informasi. Dari verifikasi data yang dilakukan maka kesimpulan dapat disajikan
dalam bentuk deskriptif di mana peneliti kemudian mencoba menarik kesimpulan
dari hasil temuan di lapangan sekira data yang peneliti butuhkah telah lengkap.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut dilakukan dengan cara : (1) memikir ulang
selama penulisan, (2) tinjauan ulang catatan lapangan, (3) upaya-upaya luas untuk
menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain hingga
tercapailah suatu pemaparan dan penegasan kesimpulan berupa adanya kasus
Prostitusi yang beroperasi di kota Manna Bengkulu Selatan.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, R. A. A. R. A. (2022). PENGARUH DJAMALUDDIN


ADINEGORO DALAM PERKEMBANGAN PERS MASA
KOLONIAL BELANDA (1932-1942). SEUNEUBOK LADA:
Jurnal ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, Budaya dan
Kependidikan, 10(2), 175-181.
https://doi.org/10.33059/jsnbl.v10i2.5733

Muis, A. (2020). Jurnalistik hukum dan komunikasi massa.


Uri: http://books.google.co.id/books?
id=FkTDAAAACAAJ&dq=intitle:JURNALISTIK&hl=&source=g
bsapi
http://repo.iainbatusangkar.ac.id/xmlui/handle/123456789/19117

Effendi, O. U., & Surjaman, T. (1986). Dinamika komunikasi. Remadja


Karya.

Daud, B. S., & Sopoyono, E. (2019). Penerapan sanksi pidana terhadap


pelaku perdagangan manusia (human trafficking) di
Indonesia. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 1(3), 352-365.

Santana, S. K. (2002). Jurnalisme Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama. URI: http://hdl.handle.net/123456789/30268

White, C. (2014). The Spanner trials and the changing law on


sadomasochism in the UK. In Sadomasochism (pp. 167-187).
Routledge.
PRAKOSO, T. (2017). GOENAWAN MOHAMAD: STUDI SEJARAH
INTELEKTUAL 1960-2001 (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA).

Weinberg, S. (1996). The reporter's handbook: An investigator's guide to


documents and techniques. Macmillan.
https://www.proquest.com/openview/87354cdd02ec0707a6ff0140692754
05/1.pdf?pq-origsite=gscholar&cbl=35114

Sirait, H. P., Gaban, F., & Anto, J. (2007). Meretas jurnalisme damai di


Aceh: kisah reintegrasi damai dari lapangan. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=l5bxDQAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT1&dq=farid+gab
an&ots=gmp2-XzCaB&sig=q6-
usjgJy1QXjXG5dWOepXtWhmA&redir_esc=y#v=onepage&q=far
id%20gaban&f=false.

Muda, D. I. (2018). Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional.

Laksono, D. D. (2010). Jurnalisme investigasi. Kaifa.


Suhandang, K. (2004). Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk,
dan Kode Etik. Bandung: Nuansa.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/pbs/article/view/8649

Holiday, R. (2019). Ego is the Enemy. Elex media komputindo.


https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=8cSZDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=Robert+
Greene+jurnalisme
%5D&ots=JH_XHv0agV&sig=u2TmNXJJNiLL25OQ4yav9vCEv
Uk&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

Dasar Pembentukan dan Penjelasan Undang-undang Informasi dan


Transaksi.Elektronik”,
http://groupe5eptik.blogspot.co.id/2013/04/lengkap-tentang-uu-
ite.html

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-


Komentarnya Lengkap Pasal demi pasal, (Bogor: Politeia, 1996).

Achrol, R. S., & Kotler, P. (2014). The service-dominant logic for


marketing: A critique. In The service-dominant logic of
marketing (pp. 338-352). Routledge.
Alhamid, M. I., Daud, Y., Surachman, A., Sugiyono, A., Aditya, H. B., &
Mahlia, T. M. I. (2016). Potential of geothermal energy for
electricity generation in Indonesia: A review. Renewable and
Sustainable Energy Reviews, 53, 733-740.
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1364032115
010023

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. CV


Jejak (Jejak Publisher).

Purba, R., Silalahi. (2009).Metode Penelitian Sosial,  1(418), 271-272.


https://repository.unpar.ac.id/bitstream/handle/123456789/1409/Ul
ber_131796-p.pdf?sequence=3&isAllowed=y

Utomo, H. M. E., & Ma'ruf, U. (2020). The Criminal Law Enforcement


Policy in Online Prostitution Treatment. Law Development
Journal, 2(2), 115-120.

Bachtiar, R., & Purnomo, E. (2007). Bisnis prostitusi: profesi yang


menguntungkan. Pinus.

Stone, M. (2007). Fundamentals of marketing. Routledge.

Anda mungkin juga menyukai