Anda di halaman 1dari 11

e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

ANALISIS YURIDIS TENTANG PASAL 506 KUHP SEBAGAI


PERATURAN UTAMA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK
PIDANA PROSTITUSI

Kadek Martha Hadi Parwanta1, Made Sugi Hartono2, Ni Ketut Sari Adnyani3
Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: {marthahadi10@gmail.com,
sugi.hartono@undiksha.ac.id,niktsariadnyani@gmail.com}

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji dan menganalisa tentang Pasal 506 KUHP sebagai
peraturan utama dalam penanggulangan tindak pidana prostitusi (2) mengetahui dan
menganalisis interpretasi hukum terhadap Pekerja Seks Komersial sebagai korban dalam
tindak Pidana Prostitusi. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum
normatif, maka jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
peraturan Perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus. Sumber bahan
hukum yang digunakan yaitu sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik
pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teknik studi
kepustakaan (library research). Hasil penelitian menunjukan (1) tindak pidana prostitusi di
indonesia diatur dalam Pasal 506 KUHP, dalam Pasal ini hanya membahas dan menjatuhkan
pidana kepada seseorang yang mengambil keuntungan dari perbuatan cabul atau seseorang
yang berprofesi sebagai mucikari atau germo dalam Pasal ini tidak membahas tentang
seseorang yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial dan juga pengguna jasa, (2) dalam
Pasal 506 KUHP tidak mengatur tentang seseorang yang bekerja sebagai pekerja seks
komersial sehingga Pasal ini tidak dapat menjatuhkan hukumam pidana kepada seseorang
yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial, selama ini pekerja seks komersial hanya
dianggap sebagai korban yang tidak berdaya.

Kata kunci: Pasal 506, Tindak Pidana Prostitusi, Pekerja Seks Komersial

ABSTRACT
This study aims to (1) study and analyze of Article 506 of the Criminal Code as the main rule
in combating prostitution crime (2) to find out and analyze legal interpretations of
commercial sex workers as victims of the crime of prostitution. The type of research used is
the type of normative legal research, so the type of approach used in this research is statute
approach and the case approach. The sources of legal materials used are primary, secondary,
and tertiary legal material sources. The legal materials used in this research is library
research. The results show (1) the crime of prostitution in Indonesia is regulated in Article
506 of the Criminal Code, in this Article it only discusses and imposes crimes against
someone who takes advantage of obscene acts or A person who works as a pimp or pimp in
this Article does not discuss a person who is a commercial sex worker and is also a service
user, (2) Article 506 of the Criminal Code does not regulate someone working as a
commercial sex worker so this Article cannot impose a criminal punishment to someone Those
who work as commercial sex workers, so far, commercial sex workers are only considered as
helpless victims.

Keywords: Article 506, Prostitution Crime, Commercial Sex Workers

PENDAHULUAN kehidupan sehari-hari. Dikarenakan mudahnya


Prostitusi merupakan tindak pidana akses untuk mencari tempat untuk pelacuran
yang sudah sangat lumrah kita temui dalam menyebabkan para pengguna jasa datang dan

531
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

menyalurkan hawa nafsunya. Sehingga tindak dilakukan secara individual atau tidak
pidana ini semakin marak terjadi. Tingginya terorganisir dapat ditemukan pada perempuan
angkat pelacuran menyebabkan sebuah yang menjajakan dirinya di pinggir jalan,
keresahan dan juga ketakutan bagi masyarakat. pasarannya pun sangat beragam dari pasaran
Ketakutan ini bukan lagi ketakutan tanpa kelas menengah hingga pasaran kelas bawah.
alasan, mereka yang menyewakan atau Tidak hanya itu tindak pidana
menjual tubuhnya sering kali dianggap sebagai prostitusi tidak hanya ditemukan pada tempat-
sampah masyarakat yang nista dan hina. tempat tertentu saja. Seiring dengan
Berkaca dari hal tersebut bagaimana jika perkembangan teknologi yang semakin maju
tindak pidana ini terjadi pada orang-orang dan memberikan dampak positif bagi
terdekat seperti saudara, dan anak, tentu saja masyarakat, yang memudahkan interaksi dan
hal ini akan menimbulkan penilaian-penilaian bertukar informasi, perkembangan teknologi
negatif dari lingkungan terdekat. juga memberikan dampak negatif yang cukup
Jika dikaji lagi prostitusi merupakan besar salah satu contoh adalah mudahnya
permasalahan yang sangat kompleks karena menemukan video pornografi dan banyaknya
hal ini menyangkut berbagai aspek kehidupan perbuatan asusila yang dilakukan melalui
dalam masyarakat. Kegiatan prostitusi ini akan media internet. Karena hal tersebut pula
berkaitan dengan aspek hukum, gender, sosial, banyak menimbulkan kejahatan-kejahatan baru
agama, kesehatan, psikologi, serta moral dan yang dilakukan melalui dunia maya salah
etika (Syafrudin, 2007:16). Ditinjau dari segi satunya adalah tindak pidana prostitusi melalui
sosial tindak pidana prostitusi dianggap media sosial atau sering kita disebut sebagai
sebagai kanker masyarakat. Ditinjau dari segi prostitusi online.
agama tindak pidana prostitusi merupakan Dalam tindak pidana prostitusi
perbuatan yang dilarang atau haram. Dalam seseorang yang menjajakan atau menjual
Al-Qur’an, tindakan prostitusi itu dianggap dirinya dapat disebabkan karena berbagai
sebagai perbuatan zina yang berkaitan dengan faktor. Seperti faktor ekonomi yang mendesak.
hubungan persetubuhan di luar ikatan Faktor ini merupakan faktor utama yang
perkawinan. Ditinjau dari segi kesehatan mendorong seorang perempuan untuk menjual
tindak pidana prostitusi dapat memudahkan diri. Menjual diri dianggap menjadi jalan
penyebaran penyakit yang berbahaya seperti pintas yang dapat mereka tempuh sehingga
contohnya penyakit HIV-Aids serta penyakit lebih mudah dan lebih cepat dalam mencari
yang membahayakan keturunan. Ditinjau dari uang. Guna memenuhi kebutuhan hidup
pandangan hukum, tindak pidana prostitusi sehari-hari dan mampu bersaing dalam
dianggap sebagai perbuatan yang melanggar pergaulan. Selain itu tingkat pendidikan yang
atau bertentang dengan kaidah hukum pidana. rendah juga mempengaruhi seorang wanita
Tindak pidana prostitusi ini termuat pada Pasal untuk menjadi seorang pelacur. Mereka yang
296 KUHP dan Pasal 506 yang mengancam tidak mendapatkan Pendidikan memiliki daya
hukuman penjara bagi siapa saja yang pemikiran yang rendah, sehingga sangat
pekerjaannya atau kebiasaannya dengan mudah untuk terjerumus ke dalam pelacuran.
sengaja memudahkan perbuatan cabul. Fenomena tindak pidana prostitusi
Seiring dengan berjalannya waktu yang ditemukan di Indonesia sangat beragam,
praktik tindak pidana prostitusi di Indonesia mulai dari kelas rendah yang menawarkan tarif
terjadi semakin banyak dan semakin kompleks. yang murah dan sangat terjangkau bagi
Hal ini disebabkan karena masih banyaknya seorang yang memiliki perekonomian rendah
tempat-tempat prostitusi besar yang masih sampai dengan pelacuran kelas tinggi yang
berdiri sampai saat ini. aktivitas tindak pidana memiliki tarif yang sangat luar biasa yang
prostitusi ini menjadi sangat beragam, ada hanya bisa dijangkau oleh orang-orang yang
yang terorganisir dan ada pula yang dilakukan taraf ekonominya tinggi.
secara individual. Bentuk dari tindak pidana Di Indonesia, peraturan yang berkaitan
prostitusi yang terorganisir adalah adanya dengan tindak pidana prostitusi sangat jelas
sebuah lokasi tetap untuk tempat terjadinya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
tindak pidana prostitusi tersebut, contohnya Pidana pada Pasal 296 dan Pasal 506. Dalam
klub malam, spa atau salon, rumah bordir. Pasal 296 berbunyi:
Sedangkan tindak pidana prostitusi yang

532
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

“Barang siapa dengan sengaja tempat tersebut dianggap sebagai lokasi kasus
menghubungkan atau memudahkan perbuatan human trafficking yang kian menjadi saat itu.
cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan Selanjutnya, kasus tindak pidana
menjadikannya sebagai mata pencarian atau prostitusi yang berkedok panti pijat yang
kebiasaan, diancam dengan pidana penjara berlokasi di Kawasan Cibinong, Cileungsi, dan
paling lama satu tahun empat bulan atau denda Ciawi. Dalam kasus tersebut setidaknya
paling banyak seribu rupiah”. ditemukan 6 gadis belia yang dijadikan
Kemudian pada Pasal 506 berbunyi: pemuas nafsu lelaki hidung belang atau yang
“Barang siapa menarik keuntungan dari lebih dikenal sebagai PSK. Dalam
perbuatan cabul seorang wanita dan penggerebekan yang dilakukan, petugas
menjadikan sebagai mata pencarian, diancam berhasil mengamankan dua orang tersangka
dengan kurungan paling lama satu tahun”. selaku pengelola tempat dan mami (mucikari).
Dari kedua Pasal tersebut yang Selain kasus-kasus diatas, banyak pula
merupakan sumber utama dari penegakan kasus tindak pidana prostitusi yang dilakukan
tindak pidana prostitusi di Indonesia dapat kita secara online, atau sering disebut sebagai
simpulkan bahwa kedua Pasal tersebut hanya tindak pidana prostitusi online. Salah satu
dapat menjerat perantara dari tindak pidana kasus yang paling terkenal adalah kasus
prostitusi yaitu germo, mucikari, atau pemilik prostitusi online yang menjerat artis Vanessa
dari tempat yang dijadikan sebagai lokasi Angel. Kasus ini terungkap setelah
prostitusi tersebut. Tidak ada ketentuan khusus dilakukannya penyidikan selama satu bulan.
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Polisi melakukan penggerebekan di sebuah
(KUHP) yang mengatur secara khusus tentang hotel dan mengamankan VA beserta
ancaman bagi PSK (Pekerja Seks Komersial) pasangannya. Adapun modus operandi
dan juga bagi pengguna atau konsumen jasa prostitusi artis tersebut pihak mucikari
dari tindak pidana prostitusi. menghubungi VA bahwa ada pria yang tertarik
Tindak pidana prostitusi tindak hanya kepadanya. Berkaitan dengan lokasi, sang
tentang bagaimana pengaturan terhadap mucikari bersama lelaki hidung belang
mucikari. Di dalam sebuah tindak pidana tidak menyepakati lokasi di sebuah hotel di
hanya satu unsur yang berada di dalamnya Surabaya.
sehingga tindak pidana itu dapat terjadi, ada Prostitusi merupakan salah
beberapa unsur yang mendukung atau menjadi satu dari tindakan yang melanggar Hak Asasi
syarat sehingga tindak pidana tersebut terjadi. Manusia (HAM) dan merupakan bentuk dari
Dalam tindak pidana prostitusi ada beberapa kekerasan terhadap perempuan (LBH APIK
unsur yang harus ada sehingga tindak pidana Semarang, 2010). Dalam tindak pidana
ini berlangsung. Di antaranya adalah adanya prostitusi perempuan merupakan objek pemuas
seorang yang menyediakan tempat atau bagi pengguna jasa dan dapat mendatangkan
mempermudah terjadinya transaksi yang sering keuntungan bagi mucikari. Pelacuran atau
disebut sebagai germo atau mucikari. prostitusi dapat dikategorikan sebagai sarana
Kemudian, ada seorang pekerja seks komersial untuk membeli pelecehan seksual sehingga
(PSK) yang nantinya akan menawarkan dapat kita simpulkan bahwa pelacuran atau
dirinya. Terakhir, ada pengguna jasa yang prostitusi ini adalah tindakan pemerkosaan
nantinya akan menggunakan jasa dari PSK yang di bayar. Dalam pelacuran atau prostitusi
yang kemudian ditukarkan dengan imbalan pengguna jasa memberikan bayaran untuk PSK
berupa barang atau uang sebagai gantinya. sehingga pengguna jasa ini dapat menikmati
Kasus tindak pidana prostitusi sangat dan berbuat seenaknya kepada PSK. Hal
banyak terjadi di Indonesia, contohnya adalah tersebut dapat membuktikan bahwa tindak
tindak pidana prostitusi yang terjadi di Gang pidana prostitusi ini merupakan bagian dari
Dolly, Surabaya. Dahulu di lokasi ini bentuk kekerasan terhadap perempuan.
merupakan salah satu tempat prostitusi terbesar Berdasarkan latar belakang
di Asia Tenggara. Lelaki hidung belang dari yang sudah dipaparkan diatas, maka perlu
kalangan rendah hingga kalangan atas tidak dilakukan kajian lebih mendalam mengenai
sulit ditemukan di tempat ini. Sekarang, gang tindak pidana prostitusi, khususnya bagaimana
Dolly sudah di tutup oleh wali kota Surabaya pengaturan terhadap tindak pidana prostitusi
saat itu. Alasan ditutupnya gang Dolly yaitu yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, maka

533
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut akan tetapi dalam realitanya prostitusi masih
tentang “ANALISIS YURIDIS TENTANG tetap bertahan dan ada di sekitar kita. Hal ini
PASAL 506 KUHP SEBAGAI PERATURAN dikarenakan masih banyaknya anggota
UTAMA DALAM PENANGGULANGAN masyarakat baik dari golongan rendah,
TINDAK PIDANA PROSTITUSI” menengah maupun golongan atas yang belum
menyadari bahwa tindak pidana prostitusi
merupakan tindakan yang memiliki bahaya
METODE
besar dan dosa yang besar. Untuk
Jenis penelitian yang digunakan oleh
menanggulangi perkembangan-perkembangan
peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian
tindak pidana prostitusi yang sudah menjamur
jenis normatif. Penelitian hukum normatif
di Indonesia, maka hukum positif Indonesia
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
memuat dan mengatur segala perbuatan yang
mengkaji peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan tindak pidana prostitusi
berlaku atau ditetapkan terhadap suatu
dalam Kitab Undang-Undang Hukum pidana.
permasalahan hukum tertentu.
Berkaitan dengan tindak pidana
Berkaitan dengan jenis penelitian yang
prostitusi diatur dalam Kitab Undang-Undang
di ambil oleh peneliti, yaitu penelitian hukum
Hukum pidana khususnya pada Pasal 506 dan
normatif, maka jenis pendekatan yang
296 KUHP. Dalam Pasal 506 KUHP, Dalam
digunakan peneliti adalah Pendekatan
Pasal ini berbunyi: “Barang siapa menarik
Peraturan Perundang-undangan (statute
keuntungan dari perbuatan cabul seorang
approach) dan Pendekatan Kasus.
wanita dan menjadikan sebagai mata
Sumber-sumber bahan hukum terdiri
pencarian, diancam dengan kurungan paling
dari Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum
lama satu tahun”. Jika diidentifikasi kata
Sekunder dan Bahan Hukum Tersier.
“barang siapa” pada Pasal tersebut merupakan
Pengumpulan bahan hukum dilakukan
unsur yang mengacu kepada orang, orang yang
dengan cara menginventaris dan
dimaksud adalah orang yang melakukan
mengidentifikasi peraturan perundang-
sebuah berbuatan, kemudian terdapat kata
undangan. Oleh karena itu Teknik yang
“menarik keuntungan dari perbuatan cabul
digunakan dalam penelitian ini adalah studi
seorang wanita” jika dicermati kembali kata ini
kepustakaan (library research).
ditunjukkan kepada seseorang yang disebut
Dalam penelitian ini Teknik analisis
sebagai mucikari, selanjutnya “menjadikan
bahan hukum dilakukan dengan cara deskripsi.
sebagai pencarian”.
Teknik analisis bahan hukum deskripsi
Unsur yang pertama yaitu “barang
merupakan Teknik analisis bahan hukum yang
siapa”, kata ini menunjukkan orang, baik pria
dilakukan dengan menguraikan terhadap suatu
atau pun wanita yang apabila orang tersebut
kondisi dari proporsi-proporsi hukum atau non
terbukti memenuhi semua unsur dari tindak
hukum yang terkandung di dalam sebuah
pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan
bahan hukum.
pidana yang diatur dalam Pasal 506 maka
orang tersebut dapat disebut sebagai pelaku
HASIL DAN PEMBAHASAN
dari sebuah tindak Pidana. Unsur yang kedua
Identifikasi Pasal 506 KUHP
yaitu “menarik keuntungan dari perbuatan
Tindak pidana prostitusi merupakan
cabul seorang wanita”, Undang-undang tidak
tindakan yang terkait dengan tindakan
menjelaskan tentang keuntungan apa yang
pelacuran, yang pada dasarnya merupakan
sebenarnya dimaksudkan di dalam ketentuan
permasalahan masyarakat, sebab kegiatan
pidana yang diatur dalam Pasal 506 KUHP,
pelacuran merupakan gejala masyarakat yang
tetapi pada hakikatnya keuntungan tersebut
dimana seorang wanita menjual dirinya kepada
harus berupa keuntungan yang bersifat
seseorang untuk melakukan sebuah hubungan
kebendaan dalam artian seorang germo atau
badan yang kemudian mendapatkan upah dari
mucikari menggantungkan diri pada uang yang
kegiatan tersebut. Bahaya dari praktik
dihasilkan dari kegiatan perbuatan cabul
prostitusi bagi segala aspek kehidupan
seorang wanita untuk membiayai sebagian
masyarakat sudah dalam tahapan yang sangat
besar kebutuhan hidupnya. Unsur yang ketiga
membahayakan, meskipun hal tersebut sudah
adalah “menjadikan sebagai pencarian”, unsur
disadari oleh para pihak dalam praktiknya,
ini dapat dimaknai bahwa perbuatan yang

534
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

dilakukan oleh seorang germo atau mucikari orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur
merupakan bentuk perbuatan yang dilakukan dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam
atau berlangsung secara terus-menerus ketentuan Pasal 296 KUHP maka orang
sehingga dijadikan sebagai suatu kebiasaan tersebut dapat dikatakan sebagai pelaku dari
dalam mendapatkan keuntungan dari hasil sebuah tindak pidana.
praktik prostitusi. Selanjutnya yaitu unsur “memudahkan”,
Jika dikaji dari perbuatannya dalam dalam unsur tindakan memudahkan, yaitu
pasal tersebut tidak ditemukan kata prostitusi, dengan cara monolog, memperlancar, atau
yang ada adalah kalimat “Perbuatan Cabul”. memberikan kesempatan kepada orang lain
Berhubungan dengan perbuatan cabul, untuk dilakukannya tindakan yang melanggar
R.Soesilo mengatakan bahwa perbuatan cabul kesusilaan dengan orang lain. Kata
merupakan perbuatan yang melanggar memudahkan dalam unsur ini dapat juga
kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang dimaknai pihak (mucikari) melakukan sebuah
dianggap keji, semua itu dalam lingkungan perbuatan yang pasif karena memberikan
nafsu birahi kelamin (R.Soesilo, 2005: 327). kesempatan kepada orang lain yang melalukan
Kata keji dalam sebuah definisi mengenai perbuatan cabul. Sehingga, dalam hal ini
perbuatan cabul menunjukkan adanya suatu seorang yang dimaksud dalam Pasal tersebut
suasana psikis yang kejam. Sementara merupakan pihak ketiga yang bertugas menjadi
tindakan prostitusi yang tidak berasal dari penghubung sehingga terjadinya tindakan
perbuatan trafficking atau perdagangan orang melanggar kesusilaan antara pemberi jasa
adalah tindakan atau aktivitas seksual yang (PSK) dan pemakai jasa.
dilakukan tidak dengan suatu kekejian, dan Menurut Prof. Noyon dan Prof.
bahkan selalu disertai dengan sebuah transaksi Langemeijer (Lamintang, 2011: 196),
keuangan secara disengaja. Berbeda halnya perbuatan yang memudahkan terjadinya suatu
dengan tindakan prostitusi yang berkaitan tindakan yang melanggar kesusilaan itu juga
dengan kejahatan perdagangan orang, dimana dipandang sebagai telah selesai dilakukan,
di dalamnya ditemukan sebuah unsur paksaan, walaupun tindakan melanggar kesusilaan yang
ketidaksetujuan seorang perempuan untuk dimaksud untuk dimudahkan oleh pelaku itu
melakukan sebuah aktivitas seksual, walaupun ternyata telah tidak terjadi dilakukan.
disertai dengan adanya transaksi uang, tetapi Selanjutnya “Menjadikan sebagai mata
transaksi tersebut ditunjukkan untuk pencaharian atau kebiasaan”, dapat diartikan
keuntungan mucikari. perbuatan yang dilakukan oleh seorang
Selanjutnya, dalam Pasal 296 berbunyi: mucikari merupakan perbuatan yang
“Barang siapa dengan sengaja berlangsung secara terus-menerus sehingga
menghubungkan atau memudahkan perbuatan dijadikannya sebagai suatu kebiasaan dalam
cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan mendapatkan keuntungan dari hasil praktik
menjadikannya sebagai mata pencarian atau prostitusi.
kebiasaan, diacam dengan pidana penjara Hoge Road (Lamintang, 2011: 204)
paling lama satu tahun empat bulan atau denda memberikan sebuah pernyataan bahwa orang
paling banyak seribu rupiah”. hanya dapat berbicara tentang membuat
Tindak pidana yang dimaksud dalam sebagai kebiasaan jika tindakan-tindakan yang
Pasal 296 KUHP terdiri dari beberapa unsur bersangkutan telah dilakukan berulang-ulang
sebagai berikut: kali, dan antara tindakan-tindakan tersebut
a. Barang siapa. terdapat suatu hubungan yang tertentu.
b. Dengan sengaja. Kemudian selanjutnya ditinjau dari
c. Memudahkan. unsur subjektif yang terdapat dalam Pasal 296
d. Dilakukannya perbuatan cabul oleh KUHP, yaitu berupa adanya unsur kesengajaan
orang lain. dari pelaku (mucikari) untuk memudahkan
e. Menjadikan sebagai mata pencaharian orang lain berbuat cabul serta menjadikannya
atau kebiasaan. sebagai mata pencaharian. Kesengajaan pelaku
Ditinjau dari unsur objektif yang itu harus ditunjukkan pada perbuatan-
terdapat dalam Pasal 296 KUHP, unsur yang perbuatan yang menyebabkan atau
pertama yaitu “barang siapa” menunjukkan memudahkan dilakukannya tindakan-tindakan
orang, baik pria maupun wanita yang apabila melanggar kesusilaan oleh orang lain dengan

535
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

orang ketiga, dan membuat kesengajaan bertanggungjawab terhadap tindak pidana


tersebut sebagai sebuah mata pencaharian atau prostitusi. Pada Pasal 296 KUHP yang
sebagai sebuah kebiasaan. bertanggungjawab atas perbuatan prostitusi
Pasal 296 KUHP menjelaskan bahwa adalah “Penghubung”, yaitu orang yang
subjek hukum atau pelaku adalah tindak mempermudah adanya perbuatan cabul
melakukan perbuatan cabul melainkan sedangkan pada Pasal 506 KUHP, yang
memudahkan seseorang melakukan perbuatan dianggap bertanggungjawab adalah mucikari
cabul dengan orang lain. sebagai penarik keuntungan atau pelaku
Menurut Simons (Lamintang, 2011: 204) langsung. Penghubung diberi sanksi lebih
pada awalnya ketentuan pidana yang diatur tinggi dibandingkan dengan mucikari karena
dalam Pasal 296 KUHP dimaksudkan untuk penghubung mempunyai peran yang lebih
melarang perbuatan membuat tempat-tempat penting dalam terjadinya kegiatan illegal, yaitu
pelacuran. Akan tetapi, dengan diadakannya dengan perannya mencari pelanggan atau laki-
perubahan di dalam rumusan-rumusannya, laki hidung belang. Dengan pengaturan seperti
kemudian yang disebut tempat-tempat rendez- itu maka menjatuhkan pidana terhadap
vous itu juga termasuk dalam pengertian mucikari dan penghubung atau calo
tempat, yang penyelenggaraannya merupakan sebenarnya tidaklah cukup dalam konteks
tindakan yang dilarang di dalam ketentuan penanggulangan tindak pidana prostitusi
pidana yang diatur dalam Pasal 296 KUHP. karena realisasi dari tindak pidana prostitusi
Berkaitan dengan Pasal 506 dan Pasal juga melibatkan wanita penyedia jasa seks atau
296 KUHP dengan adanya pendapat dari wanita pekerja seks dan pengguna jasa seks.
R.Soesilo bisa dimaknai bahwa tindak pidana
prostitusi merupakan perbuatan cabul yaitu Interpretasi Hukum Terhadap Pekerja Seks
perbuatan yang melanggar kesusilaan Komersial (PSK) Sebagai Korban Dalam
(kesopanan) atau perbuatan yang keji dalam Tindak Pidana Prostitusi
lingkungan nafsu birahi kelamin. Dilakukan Tindak pidana prostitusi merupakan sebuah
suatu pembayaran sebagaimana dikemas dalam penyakit masyarakat yang sudah sangat
kata keuntungan yang menunjukkan bahwa meresahkan, Prostitusi sendiri merupakan
dalam perbuatan cabul tersebut ada sebuah suatu tindakan yang menawarkan jasa seksual
transaksi yang memberikan suatu keuntungan kepada seseorang guna memuaskan hawa
baik berupa uang maupun barang oleh nafsu, untuk kemudian di tukarkan dengan
pengguna jasa. materi atau uang sebagai imbalannya. Di
Jadi, pada Pasal 506 dan Pasal 296 ini dalam tindak pidana prostitusi tentu saja
memiliki fungsi yang sama yaitu dipergunakan terdapat pihak-pihak yang terlibat di dalamnya,
untuk menjatuhkan pidana pada perkara pihak-pihak tersebut yaitu Mucikari, Pekerja
Prostitusi. Kedua Pasal ini memiliki Seks Komersial (PSK), kemudian pengguna
perbedaan, berkaitan dengan unsur jasa. Mucikari adalah orang yang berperan
kesengajaan dalam perbuatan prostitusi, ada sebagai pengasuh, perantara, dan pemilik
perbedaan antara perumusan dalam Pasal 296 pekerja seks komersial (PSK). Pekerja Seks
dan Pasal 506 KUHP. Pasal 296 KUHP komersial (PSK) adalah seseorang yang
mencantumkan unsur sengaja secara eksplisit, menjual jasanya untuk hubungan seksual untuk
sedangkan Pasal 506 tidak merumuskan unsur uang atau disebut pelacur. Pekerja seks
sengaja. Berkaitan dengan hal ini tidak komersial adalah ungkapan yang diperhalus
dirumuskan kesengajaan secara jelas, menurut dari sebuta pelacur selain itu ada juga sebutan
Soedarto (Soedarto, 2009:18), kesengajaan yang menyebutkan wanita tunasusila yang
dapat dilihat dari keseluruhan kalimat terutama jelas mengacu kepada pekerja seks komersial
kata kerja yang terdapat dalam rumusan Pasal (PSK). Pengguna Jasa adalah orang yang
tersebut, yaitu terdapat klausul “menarik menggunakan jasa dari Pekerja Seks komersial
keuntungan” Yang tidak dapat semata-mata (PSK) guna memenuhi hawa nafsunya yang
dikatakan sebagai kealpaan. Dengan demikian kemudian memberikan bayaran kepada PSK
kedua Pasal itu sebenarnya mengandung unsur dan mucikari.
kesengajaan.
Perbedaan selanjutnya dari Pasal Pengaturan Hukum Terhadap Pekerja Seks
tersebut terletak pada pelaku yang harus Komersial (PSK) Di Indonesia

536
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

Sebuah tindakan yang tergolong ke yang dilakukan dan berlangsung secara terus-
dalam sebuah tindak pidana, di Indonesia menerus sehingga dijadikan sebagai sebuah
diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum kebiasaan dalam mendapatkan keuntungan dari
Pidana (KUHP) dan beberapa Undang-undang hasil praktik prostitusi.
pidana khusus untuk perbuatan yang 4. Diancam Dengan Kurungan Paling
digolongkan sebagai perbuatan pidana setelah Lama Satu Tahun
penetapan atau pengesahan KUHP di Dari unsur-unsur tersebut dapat
Indonesia (Maliarta, 2018). Masalah pekerja disimpulkan bahwa Pasal 506 KUHP mengatur
seks komersial yang terdapat di Indonesia tentang seseorang yang bekerja atau
sangat bertentang dengan norma hukum, mengambil keuntungan dari perbuatan cabul
khususnya norma agama, norma kesopanan seseorang yang dalam hal ini ditunjukkan
dan norma kesusilaan (Pradiva, 2017: 19). Di kepada seseorang yang berprofesi sebagai
dalam KUHP Indonesia masih belum mengatur seorang germo atau mucikari. Seseorang yang
secara khusus tentang Pekerja Seks Komersial memenuhi unsur-unsur tersebut maka akan
(PSK) ataupun terkait pemidanaan PSK dapat dipidana dan dimintai
tersebut. KUHP hanya dapat menjerat dan pertanggungjawaban pidananya. Pasal ini tidak
menjatuhkan pidana terhadap penyedia jasa dapat mempidanakan seseorang yang
PSK atau mucikari atau germo. berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial
Dalam Pasal 506 KUHP berbunyi: “Barang (PSK) yang merupakan bagian dari tindakan
siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul prostitusi karena dalam Pasal ini tidak
seorang wanita dan menjadikan sebagai mata mendefinisikan atau mengatur seseorang yang
pencarian, diancam dengan kurungan paling berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial
lama satu tahun”. Dalam Pasal ini mengandung atau PSK, hal ini berdasarkan kepada asas
beberapa unsur yaitu: hukum pidana yaitu Nullum Delictum Nulla
1. Barang siapa Poena Sine Praevia Lege Poenali atau asas
Kata barang siapa ditunjukkan kepada legalitas yang memiliki arti tiada suatu
orang, baik seseorang itu pria maupun seorang perbuatan boleh dihukum, melainkan atas
wanita yang apabila orang tersebut terbukti kekuatan ketentuan pidana dalam undang-
memenuhi semua unsur dari tindak pidana undang, yang ada terlebih dahulu daripada
yang dimaksud pada ketentuan Pasal 506 perbuatan itu (R.Soesilo, 1996: 27).
KUHP, maka orang tersebut dapat dikatakan Indonesia sendiri seharusnya sudah
sebagai pelaku. mulai melihat prostitusi ini sebagai suatu
2. Menarik Keuntungan Dari Perbuatan tindak pidana dan cara untuk menghentikan
Cabul seorang Wanita tindak prostitusi ini adalah dengan
Menarik keuntungan dari perbuatan menjatuhkan pidana terhadap para pelaku
cabul seorang wanita adalah seseorang yang prostitusi yang dimaksud dalam hal ini adalah
mendapatkan keuntungan dari perbuatan cabul Pekerja Seks Komersial (PSK). Pelaku
yang dilakukan oleh seorang wanita yang prostitusi yang dalam hal ini adalah para PSK
dalam hal ini dimaksudkan wanita adalah sudah layak untuk dimasukkan ke dalam
seorang pekerja seks komersial (PSK), hukum pidana kita karena memenuhi tiga
kemudian seseorang yang mengambil kriteria kriminalisasi yang disampaikan oleh
keuntungan tersebut dimaksudkan kepada Moeljatno.
seorang germo atau mucikari. Keuntungan 1) Bekerja sebagai PSK sudah jelas adalah
tersebut harus berupa keuntungan yang bersifat suatu tindakan yang seharusnya dilarang
kebendaan dalam artian seorang germo atau karena tidak sesuai dengan norma yang
mucikari menggantungkan diri pada uang yang ada di Indonesia.
dihasilkan dari kegiatan perbuatan cabul 2) Penjatuhan pidana terhadap para PSK
seorang PSK untuk membiayai sebagian besar adalah jalan untuk mengurangi PSK yang
kebutuhan hidupnya. ada dan mengurangi tindak pidana
3. Menjadikannya Sebagai Mata prostitusi itu sendiri.
Pencaharian 3) Penjatuhan hukuman terhadap PSK ini
Unsur ini dapat diartikan perbuatan tentu dapat dilakukan apabila ada PSK
yang dilakukan oleh seorang germo atau yang tertangkap nantinya karena
mucikari merupakan suatu bentuk perbuatan

537
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

perbuatannya memanglah melanggar salah satu dari bentuk perdagangan orang yang
norma dan meresahkan masyarakat. dieksploitasi. Dikarenakan dianggap sebagai
Dari ketiga kriteria di atas tersebut sudah korban, maka PSK tersebut berhak
jelas bahwa para Pekerja Seks Komersial mendapatkan perlindungan. Perlindungan
(PSK) memang sudah selayaknya dijatuhkan kepada korban dalam Undang-Undang TPPO
sanksi. Sampai saat ini Indonesia menilai para dapat diwujudkan dalam bentuk pemenuhan
Pekerja seks komersial adalah para korban hak-haknya yang diantaranya meliputi: Hak
yang tak berdaya dan terpaksa menjadi bagian untuk memperoleh kerahasiaan identitas (Pasal
dari prostitusi dan bekerja sebagai PSK karena 44 UU TPPO), hak untuk memperoleh restitusi
paksaan dari sang penyedia jasa (mucikari atau atau ganti rugi (Pasal 48 UU TPPO), hak untuk
germo), sehingga para PSK tersebut tidak memperoleh rahabilitasi Kesehatan,
dapat dipidana dan bekerja sebagai PSK rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi
bukanlah sebuah tindak pidana yang terdapat sosial dari pemerintah apabila yang
dalam KUHP. Selain itu penyebab terjadinya bersangkutan mengalami penderitaan fisik
prostitusi ini antara lain permasalahan ekonomi maupun psikis akibat dari perdagangan orang
yang dialami oleh PSK (Nuraeny, 2013: 324). (Pasal 51 UU TPPO).
Bila dicermati kembali di Indonesia Rehabilitasi merupakan serangkaian
sudah ada beberapa peraturan yang mengatur aktivitas pelayanan yang ditunjukkan untuk
tentang seseorang yang berprofesi sebagai PSK memulihkan dan mengembangkan kemampuan
yaitu pada beberapa Peraturan Daerah tertentu seseorang yang mengalami disfungsi sosial
akan tetapi hal ini hanya dapat berlaku pada sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya
daerah-daerah tertentu saja tidak dapat berlaku secara wajar (Eleo, 2017:126). Dalam
di seluruh Indonesia. Seperti pada: perspektif yuridis rehabilitasi dimaknai sebagai
a. PERDA Kab. Indramayu No. 7 TH pemulihan dari gangguan terhadap kondisi
1999 fisik, psikis dan sosial agar dapat
Pada Pasal 1 huruf (e) menerangkan melaksanakan perannya secara wajar baik
bahwa “pelacur adalah suatu perbuatan dimana dalam keluarga maupun dalam masyarakat
seorang perempuan menyerahkan dirinya (Pasal 1 angka 14 UU TPPO). Artinya,
untuk berhubungan kelamin dengan lawan rehabilitasi adalah upaya untuk memulihkan
jenisnya dan menerima pembayaran baik kondisi seseorang yang disebabkan oleh
berupa uang maupun bentuk lainnya”. Diatur berbagai sebab, seperti kekerasan, trauma, dan
pada Pasal 7 bahwa pelaku prostitusi baik laki- lain sebagainya yang mengakibatkan seseorang
laki ataupun perempuan dapat dikenakan menjadi terganggu kondisi fisik maupun
sanksi pidana berdasarkan Pasal 9 ayat (1) psikis.
yaitu setiap orang yang melanggar PERDA ini Rehabilitasi yang dimaksud adalah
akan diancam paling lama sanksi pidana berupa rehabilitasi Kesehatan, rehabilitasi
kurungan enam bulan atau dengan denda sosial (diharapkan dapat diterima kembali oleh
paling banyak lima juta rupiah. masyarakat tanpa dihina dan dikucilkan
b. PERDA Kota Tangerang No. 8 TH sebagai korban tindak pidana yang masih
2005 dianggap tabu oleh masyarakat), pemulangan
Dalam Pasal 1 ayat (7) berbunyi ke tempat asal korban, baik yang berada di
“Pelacur adalah setiap orang baik pria ataupun dalam negeri maupun di luar negeri, dan
wanita yang menjual diri kepada umum untuk reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang
melakukan hubungan seksual di luar bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik
pernikahan”. Kemudian Berdasarkan ketentuan maupun psikis.
Pasal 2 ayat (2) PERDA ini bahwa siapapun Pelaksanaan rehabilitasi ditunjukkan
baik sendiri atau bersama-sama dilarang kepada PSK yang berniat untuk meninggalkan
melakukan perbuatan prostitusi sesuai dengan pekerjaannya dan beralih profesi serta
Pasal 9 ayat (1) apabila terjadi pelanggaran berintegrasi kembali ke dalam masyarakat luas
atas PERDA ini akan diancam paling lama namun terkendala oleh kepercayaan diri atau
pidana kurungan tiga bulan atau denda paling kemampuan lainnya. Rehabilitasi tersebut
tinggi lima belas juta rupiah. berbasis panti dimana para peserta diwajibkan
Perempuan yang dipekerjakan sebagai tinggal di suatu asrama sekitar 3 sampai 6
Pekerja Seks komersial (PSK) merupakan bulan untuk mendapatkan pembinaan mental,

538
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

sosial, fisik, dan keterampilan kerja untuk 5. Pelayanan Yang Berdedikasi Dan
mengubah cara pandang mereka tentang Didukung Oleh Sumber Yang
prostitusi dan mempersiapkan mereka untuk Memadai
meninggalkan pekerjaan sebagai PSK dan Termasuk di dalamnya program yang
berintegrasi dengan masyarakat. jelas dan terukur, fasilitas sarana dan prasarana
Beberapa ahli menjabarkan beberapa yang mendukung, sumber pendanaan yang
prinsip penting yang dapat dijadikan rujukan memadai, serta sumber daya manusia yang
sebagai praktik terbaik dalam pelayanan yang berdedikasi dan kompeten.
membantu PSK meninggalkan pekerjaan
mereka. Mayhew dan Mossman (2007) SIMPULAN DAN SARAN
menjabarkan prinsip-prinsip tersebut sebagai Di Indonesia tindak pidana prostitusi
berikut: diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
1. Intervensi Holistik Pidana (KUHP) yang tertera pada Pasal 506
Intervensi perlu mengintegrasikan beberapa dan Pasal 296 KUHP. Kedua Pasal tersebut
pendekatan untuk membantu memperkuat hanya mengatur tentang pemidanaan terhadap
motivasi PSK serta rasa kepercayaan diri pihak ketiga atau mucikari. Dalam KUHP
mereka untuk meninggalkan profesinya. tersebut tidak dapat mempidanakan PSK dan
Dengan kata lain intervensi harus mampu pengguna jasa. Indonesia membutuhkan suatu
membantu menangani berbagai isu atau kebijakan hukum yang tepat guna
hambatan yang sering dihadapi oleh PSK. menanggulangi tindak pidana prostitusi.
Termasuk juga hambatan-hambatan psikologi Indonesia Pekerja Seks Komersial (PSK)
yang bersumber dari trauma masa kecil dan dianggap sebagai korban yang tak berdaya dan
atau kondisi eksploitatif yang dialami selama terpaksa menjadi bagian dari prostitusi,
menjalani pekerjaan sebagai PSK. sehingga para PSK tersebut tidak dapat
2. Kemudahan Akses dipidana dan bekerja sebagai PSK bukanlah
Intervensi haruslah Pro-aktif, tidak memaksa sebuah tindak pidana yang terdapat dalam
namun aktif menjangkau PSK. Penjangkauan KUHP.
ini akan memaksimalkan kesempatan untuk Saran bagi pemerintah yaitu mengkaji
menemukan PSK yang ingin keluar dari kembali peraturan perundang-undangan
pekerjaannya dan membutuhkan penguatan. khusunya Kitab Undang-Undang Hukum
Kemudian layanan-layanan rehabilitasi dapat Pidana (KUHP) yang menjadi salah satu
disebar di titik-titik yang mudah untuk di akses landasan dalam memberantas tindakan
oleh PSK dan tidak terkesan eksklusif kriminal di Indonesia. Dengan aturan yang
sehingga dapat mengurangi stigma sosial. tepat makan hukum dapat menjadi suatu sarana
3. Mengantisipasi Perubahan dalam menjaga ketertiban, keamanan dan
Motivasi/Minat kenyamanan masyarakat. Sehingga masyarakat
Intervensi harus dilakukan dengan kesabaran. mendapatkan suatu jaminan dalam kehidupan
Harus ada pemahaman bahwa niat pekerja seks sosial.
untuk meninggalkan profesinya sering kali Saran kepada legal drafter yaitu mengkaji
berubah. Kesabaran dan penguatan yang kembali dan menyempurnakan Pasal 506
konsisten diperlukan dalam intervensi terhadap KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana
mereka. prostitusi. Dalam Pasal ini hanya dapat
4. Hubungan Didasarkan Atas Dasar mempidanakan seorang yang menjadi germo
Saling Percaya atau mucikari, dalam Pasal ini tidak mengatur
Intervensi perlu membangun kepercayaan para tentang seseorang yang berprofesi sebagai PSK
PSK terhadap para pelakasana intervensi dan dan juga pengguna jasa, mengingat kedua
sebaliknya. Sebaliknya, hubungan yang pihak ini merupakan suatu hal yang berkaitan
didasarkan atas kecurigaan, sikap erat dengan keberadaan suatu tindak pidana
menyalahkan, stigma dan diskriminasi dapat prostitusi, sehingga kedua pihak ini tidak dapat
memberikan pengaruh negatif terhadap dipidanakan yang membuat keberadaan kedua
interaksi penyedia layanan dan peserta pihak ini masih sangat banyak dan
sehingga menghambat pencapaian hasil berpengaruh terhadap kuantitas patologi sosial
kegiatan. yaitu tindak pidana prostitusi yang

539
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

menimbulkan suatu keresahan dalam Mertokusumo, Sudikno. 2002. Mengenal


masyarakat. Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Liberty.
Moeljanto. 2008. Asas-asas Hukum Pidana.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta: Rineka Cipta.
Neng Djubaedah. 2010. Perzinahan Dalam
Buku: Peraturan Perundang-Undangan Di
Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam.
Abussalam. 2007. Kriminologi. Jakarta: Restu Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Agung. Nursariani Simatupang. 2017. Kriminologi.
Alam, A.S. 2010. Pengantar Kriminologi. Medan: CV Pustaka Prima.
Makassar: Pustaka Refleksi. Nuraeny, Henny. 2018. Tindak Perdagangan
Amiruddin dan Asikin, Zainal. 2016. Orang. Jakarta: Sinar Grafika.
Pengantar Metode Penelitian Hukum. Pisani Elizabart. 2008. Kearifan Pelacur Kisah
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Gelap di Balik Bisnis Seks dan Narkoba.
Asy Syahid Abdul Qodir Audah. 2008. Jakarta: Serabi Ilmu Semesta.
Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. Reno Bachtiar dan Edy Purnomo. 2007. Bisnis
Bogor: PT Kharisma Ilmu. Prostitusi, Yogyakarta: PINUS Book
Bagong, Suyanto. 2012. Anak Perempuan Publisher.
Yang Dilacurkan, Korban Eksploitasi di Rena Yulia. 2013. Viktimologi Dalam Hukum
Industri Seksual Komersial. Yogyakarta: Terhadap Korban Kejahata.
Graha Ilmu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bambang Sunggono. 2010. Metode Penelitian. Supriyadi Widodo & dkk. 2007. Melawan
Jakarta: Rajawali Pers. Praktik Prostitusi Anak Di Indonesia &
Endang R Setyaningsih Mamahit. 2010. tantangannya. Jakarta: Institute For
Perempuan-Perempuan Kramat Criminal Justice Reform.
Tunggak. Jakarta: Gramedia. Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. 2003.
Farhana. 2012. Aspek Hukum Perdagangan Penelitian Hukum Normatif Suatu
Orang di Indonesia. Jakarta: Sinar Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja
Grafika. Grasindo Persada.
Gultom, Maidin. 2015.Perlindungan Hukum Yesmil Anwar dan Andang.2010. Kriminologi.
Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung: Refleksi Aditama.
Bandung: Refika Aditama. Zainuddin Ali. 2012. Hukum Pidana Islam.
Kartini, Kartono. 2015. Patologi Sosial. Jakarta: Sinar Grafika.
Jakarta: Rajawali Pers. Jurnal:
Koentjoro. 2004. On The Sport: Tutur Dari Amalia, M. (2016). Analisis Terhadap Tindak
Seorang Pelacur. Yogyakarta: CV Pidana Prostitusi dihubungkan dengan
Qalams. Etika Moral serta Upaya
Lamintang, Theo Lamintang. 2009. Delik-delik Penanggulangan di Kawasan Cisarua
Khusus “Kejahatan Melanggar Norma Kampung Arab. Jurnal Mimbar Justitia,
Kesusilaan & Norma Kepatutan”. Vol. II.
Jakarta: Sinar Grafika. Aprilia Kusumawati, Nur Rochaeti. (2019).
Mahmud, Peter. 2005. Penelitian Hukum Edisi Memutus Mata Rantai Praktik Prostitusi
Revisi. Jakarta: Kencana Pernadamedia Di Indonesia Melalui Kriminalisasi
Group. Pengguna Jasa Prostitusi. Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia
Volume I.

540
e-Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha
Program Studi Ilmu Hukum (Volume 4 Nomor 2 Agustus 2021)

Arya Mahardhika Pradana. (2015). Tinjauan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014


Hukum Pidana Terhadap Prostitusi Dan Tentang Perubahan Atas Undang-
Pertanggungjawabannya, Jurnal Hukum Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara
Dan Pembangunan, Vol. 2.
Republik Indonesia Nomor 297, Tahun
Debby Pratiwi Subakti, DKK. (2020). Bentuk 2014), (Tambahan Lembaran Negara
Perlindungan Bagi Perempuan Yang Nomor 5606).
Dipekerjakan Sebagai Pekerja Seks Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
Komersial (PSK). Jurnal Ilmu Hukum, Tentang Pornografi (Lembaran Negara
Vol.5 Nomor 2. Republik Indonesia Nomor 181, Nomor
Drs. H. Kondar Siregar, MA. (2015). Model 2008) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4928).
Pengaturan Hukum Tentang Pencegahan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Tindak Prostitusi Berbasis Masyarakat Tentang Perubahan Atas Undang-
Adat Dalihan Na Tolu. Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Fitria, Dina. (2012). Kebermaknaan Hidup Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pekerja Seks Komersial di Balai (UU ITE) (Lembaran Negara Republik
Rehabilitasi sosial. Indonesia Nomor 251, Tahun 2016),
I Komang Mahardika Wijaya, I Gede Yusa. (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5952).
(2019). Kriminalisasi Terhadap
PERDA Kab. Indramayu Nomor 7 Tahun 1999
Perbuatan Penggunaan Jasa Prostitusi di (Lembaran Daerah Kabupaten
Indonesia, Jurnal Kertha Wicara Indramayu Tahun 1999 Nomor 19 Seri
Program Kekhususan Hukum Pidana c.1).
Fakultas Hukum Universitas Udayana, PERDA Kota Tanggerang Nomor 8 Tahun
Vol. 08, No. 01. 2005 (Lembaran Daerah Kota Kota
Tanggerang Tahun 2005 Nomor 8 Seri
Islamia Ayu Anindia, R.B Sularto. (2019).
E6).
Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya PERDA Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun
Penanggulangan Prostitusi Sebagai 2007 Tentang Ketertiban Umum
Pembaharuan Hukum (Lembaran Daerah Provinsi Daerah
Peraturan Perundang-Undangan: Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2007
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nomor 8).
(KUHP). PERDA Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum (Lembaran
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Daerah Kota Denpasar Tahun 2015
Perdagangan Orang (Lembaran Negara Nomor 1).
Republik Indonesia Nomor 58, Tahun PERDA Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun
2007), (Tambahan Lembaran Negara 2016 Tentang Ketertiban Umum dan
Nomor 4720). Ketentraman Masyarakat (Lembara
Daerah Kabupaten Badung Nomor 7).

541

Anda mungkin juga menyukai