Anda di halaman 1dari 27

KRIMINALISASI PERBUATAN KUMPUL KEBO

(KOHABITASI) DALAM PERSPEKTIF UNDANG-


UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

USULAN PENELITIAN SKRIPSI


Program Studi Hukum

Diajukan oleh:

PUTRI INDAH PERMATA SARI


Nim : 2019200080

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023

1
USULAN PENELITIAN

KRIMINALISASI PERBUATAN KUMPUL KEBO

(KOHABITASI) DALAM PERSPEKTIF UNDANG-

UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Diajukan oleh:

PUTRI INDAH PERMATA SARI

Nomor Induk Mahasiswa : 2019200080

Disetujui Untuk Diseminarkan :

Ketua Bagian Hukum Publik

Tubagus Heru Dharma Wijaya, S.H., M.H.


A. LATAR BELAKANG

Masyarakat terbentuk atas suatu tatanan norma-norma dan sistem-sistem

kemasyarakatan yang hidup saling pengaruh-mempengaruhi satu dengan yang

lainnya. Norma-norma tersebut terbagi menjadi 2 (dua), yakni norma yang tidak

tertulis dan tertulis. Norma tidak tertulis adalah norma yang hidup dalam

masyarakat tertentu serta ditaati oleh masyarakat pada suatu tempat tertentu

pula. Dalam kehidupan bermasyarakat juga dikenal norma yang tertulis yang

disebut dengan “Hukum”. Yakni : “Rangkaian peraturan mengenai tingkah laku

orang-orang sebagai anggota-anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya

tujuan dari hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata

tertib di dalam masyarakat”.1

Bangsa Indonesia yang terkenal dengan budaya yang tinggi serta

menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan dalam kehidupan bermasyarakat mulai

mempersoalkan “kumpul kebo (kohabitasi)”, yaitu hidup bersama tanpa adanya

ikatan suatu perkawinan yang antara seorang pria dan seorang wanita dimana

mereka bersama tinggal di dalam satu rumah.2

“”Keseimbangan kehidupan dalam kehidupan masyarakat dapat terjadi bila

hukum yang mengaturnya dapat di implementasikan, dihormati, dan/atau tidak

dilanggar. Sehingga apabila sebagian norma (tertulis maupun tidak tertulis)

tersebut sampai dilanggar oleh masyarakat, maka dapat dipastikan akan

1
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung : Refika
Aditama, 2003), hlm.15.
2
Rizal, Pahrur. "DASAR KRIMINALISASI KUMPUL KEBO DALAM
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA." MEDIA BINA ILMIAH 15, no. 1 (2020):
3905-3914

1
2

menimbulkan gejolak-gejolak dalam kehidupan bermasyarakat. ” Seperti

contohnya kumpul kebo (semen leven; living in non-matrimonial union;

conjugal union; cohabitation) yang merupakan suatu fenomena yang nyata ada

di dalam kehidupan masyarakat. Perbuatan kumpul kebo diartikan sebagai

“hidup bersama tanpa adanya ikatan suatu perkawinan yang terjadi antara

seorang pria dan wanita dimana mereka sama-sama belum menikah atau yang

kita kenal dengan kumpul kebo.3 Kumpul kebo dalam Bahasa Belanda disebut

Semen Leven dan di dalam bahasa trendinya yaitu Living Together tetapi, yang

dimaksud adalah kumpul kebo.” Kata “Kumpul Kebo” “berasal dari masyarakat

Jawa tradisional (generasi tua) ”. Secara gamblangnya “pasangan yang belum

menikah tetapi tinggal di bawah satu rumah atau satu atap, perilakunya itu

dianggap sama seperti kerbau/sapi”. Secara anecdotal, “kerbau dianggap

binatang yang bersifat atau bersikap semaunya sendiri, jadi hidup bersama tanpa

ikatan perkawinan dianggap sebagai cermin perilaku semaunya sendiri”.

Perbuatan yang oleh masyarakat disebut “kumpul kebo” hakikinya

bertentangan dengan nilai yang hidup dalam perikehidupan masyarakat itu

sendiri. Nilai yang hidup dalam perikehidupan masyarakat meyakini, bahwa

hidup bersama berlainan jenis dan sama-sama dewasa harus diikat oleh

pernikahan. Pernikahan merupakan “ikatan suci” (mengandung nilai kesucian)

yang menjadi landasan terbentuknya keluarga sejahtera lahir dan bathin yang

dalam bahasa Islamnya sebagai keluarga “sakinah, mawadah dan rahmah”.

Inilah perlunya hukum melindungi “nilai kesucian” perkawinan dengan

3
Barda Nawawi, Pembaharuan Hukum Pidana (Bandung, CV Citra Aditya Bakti : 2011).
hlm. 300
3

melakukan kriminalisasi terhadap kumpul kebo. 4 Sudikno Mertokusumo

mengatakan bahwa disamping kaidah kepercayaan atau agama, kaedah

kesusilaan dan kaedah sopan santun masih diperlukannya suatu kaedah hukum.

Kaedah hukum ini melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia

yang sudah mendapat perlindungan dari ketiga kaedah lainnya dan melindungi

kepentingan-kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari

ketiga kaedah tadi.5

Oleh karena itu butuh adanya suatu respon yang berupa suatu aturan hukum

sebagai alat untuk mengatasi suatu perbuatan yang dianggap menyimpang oleh

masyarakat, sehingga masyarakat memandang perlu adanya sanksi yang berupa

sanksi pidana, sebagai sarana yang dapat melindungi masyarakat dari kejahatan

atau sarana untuk penanggulangan perbuatan yang menyimpang. Hukum pidana

merupakan suatu “aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan

yang memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai akibat yang berupa pidana”.6

Perbuatan kumpul kebo (kohabitasi) menjadi salah satu perbuatan yang

dimasukan kedalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana sebagai bentuk peluasan dari delik kesusilaan

di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang ada saat ini. 7 Pada

4
Eko Soponyono, Kebijakan Hukum Pidana Yang Berorientasi Pada Korban, Disertasi,
Semarang, 2013, hlm. 196
5
Mertokusumo, Sudikno. 2008. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta:
Liberty. hlm. 12
6
Sudarto, 2009, Hukum Pidana 1 Edisi Revisi, Cetakan Ketiga, Yayasan Sudarto d/a
Fakultas Hukum Undip, Semarang. hlm. 9
7
Mahendra, Gede Bisma, and I. Gusti Ngurah Parwata. "Tinjauan Yuridis Terhadap
Perbuatan Kumpul Kebo (Samen Leven) Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia."
Jurnal Kertha Wicara Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
8, no. 06 (2019).
4

perilaku kumpul kebo, pelaku kumpul kebo dapat melakukan perbuatan

kesusilaan lainnya atau beberapa perbuatan pidana lainnya (concursus realis dan

concursus idealis). Misalnya dalam perbuatan kumpul kebo terdapat tindakan

pencabulan, pemerkosaan, melarikan anak orang (walaupun atas dasar suka

sama suka, sehingga dapat dituntut apabila ada pengaduan).8

Kumpul kebo menjadi salah satu perbuatan yang dikriminalisasikan ke

dalam KUHP Baru sebagai bentuk perluasan dari delik kesusilaan dalam KUHP

yang saat ini masih berlaku. Pencantuman kumpul kebo sebagai suatu delik

menjadikan berbagai pendapat mengalir terhadap upaya kriminalisasi kumpul

kebo ke dalam KUHP Baru. Sehubungan dengan dimasukkannya kumpul kebo

ke dalam KUHP Baru, Maka muncul beberapa pendapat yang pro dan kontra

terhadap perilaku samen leven tersebut. Secara yuridis hukum pidana yang

berlaku di Indonesia dewasa ini belum ada ketegasan aturan mengenai orang

yang melakukan hubungan badan diluar perkawinan yang sah atau kedua belah

pihak tidak diikat oleh perkawinan dengan orang lain serta dilakukan tanpa

adanya paksaan atau secara sukarela. Menghadapi polemik yang demikian,

beberapa pihak memberikan masukan dan mengusulkan agar keberadaan tindak

pidana seksual seperti kumpul kebo dilarang dan diberikan sanksi tegas berupa

penetapan sanksi pidana. Beberapa alasan yang menyebabkan orang melakukan

praktik “kumpul kebo”, yaitu atas dasar ketidaksiapan mental dalam menjalani

pernikahan, nafsu yang tidak dapat ditahan, pengaruh lingkungan sekitar

bahkan karena permasalahan keuangan. Seperti demi menghemat pengeluaran

8
Uswah, Muh. (2014). Kumpul kebo (samen leven) dalam pembaharuan hukum pidana
positif di indonesia. UIN Alauddin Makassar.
5

para muda-mudi yang bersekolah di luar kota jauh dari orangtua kemudian lebih

memilih tinggal bersama pacarnya. Para pelaku kumpul kebo memiliki

kepercayaan bahwa pacaran yang mereka lakukan memiliki derajat atau status

yang lebih tinggi dari pacaran biasa karena yang mereka lakukan bukan hanya

kencan dan makan bersama saja, tetapi juga melakukan semua kegiatan

bersama, mengelola keuangan bersama bahkan tidur bersama, seperti layaknya

suami istri yang telah menikah secara sah. Padahal belum ada ikatan pernikahan

di antara mereka.9

Penegakan hukum merupakan sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka

sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu bekerja untuk

mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum serta sebagai bentuk

perlindungan nyata bagi Hak Asasi Manusi.

Dalam penelitian ini memfokuskan bahwa terkait dengan adanya Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

di Indonesia dengan memasukkan Pasal mengenai tindak pidana kumpul kebo

(kohabitasi) dimana bentuk kriminalisasi yang didasari oleh berbagai alasan

antara lain, alasan yang berasal dari landasan sosio filosofis dan sosio kultural

dari sistem hukum nasional yang diperoleh dari hasil kajian dan penggalian

nilai-nilai nasional Pancasila dengan melihat kehidupan masyarakat pada

jaman sekarang yang mengganggap bahwa perbuatan kumpul kebo tersebut

menjadi suatu hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat.

9
Muttaqin, Ihwanul. (2018). Analisis Yuridis Perkembangan Pidana Penjara Dari KUHP
Ke RUU KUHP. Justice Pro: Jurnal Ilmu Hukum, 2(2), 134–152.
6

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Melalui identifikasi masalah diharapkan dapat diungkap berbagai masalah yang

terkait dengan tema penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah, maka

identifikasi masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya kumpul kebo.

2. Apakah dasar pertimbangan mengkriminalisasikan perbuatan

kohabitasi.

3. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengkriminalisasikan kumpul

kebo sebagai suatu delik ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana.

C. PEMBATASAN MASALAH

Dalam pembatasan masalah ini, peneliti membatasi ruang lingkup penelitiannya

secara tegas dan jelas, dengan demikian dapat diketahui secara rinci masalah

yang akan diteliti dan ruang lingkup/wilayah studinya. Pembatasan masalah ini

hanya mengenai “Kriminalisasi Perbuatan Kumpul Kebo (Kohabitasi) Dalam

Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana”.

D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

yang akan dibahas dalam proposal skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah pasal kohabitasi menjadi opsi yang tepat dirumuskan dalam


7

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP yang sehingga

masuk ke ranah privasi masyarakat ?

2. Bagaimanakah pasal kohabitasi ini dapat menjadi perbuatan pidana ?

E. KERANGKA KONSEPTUAL

a. Kriminalisasi

Kriminalisasi merupakan hukum pidana materiil yang sebagai objek

studi penentuan suatu tindakan sebagai delik atau tindak pidana dengan

ancaman pidana tertentu. Perbuatan yang tidak terpuji yang awalnya

tidak termasuk dalam perbuatan terlarang dikualifikasikan sebagai delik

dengan ancaman sanksi pidana. Pendapat Soerjono Soekamto tingkah

laku atau tindakan yang ditetapkan oleh penguasa yang dianggap oleh

golongan atau oleh masyarakat sebagai nggapan perbuatan yang dapat

pidana menjadi perbuatan pidana atau kriminal yang dpat dipidana oleh

lembaga yang berwenang.10 Menurut Soedarto kriminalisasi dapat juga

diartikan sebagai proses penetapan segala perbuatan seseorang dapat

dipidana dengan proses pembuatan peraturan atau undangundang agar

perbuatan tersebut dapat diancam dengan sanksi yang dapat dipidana.11

Perspektif nilai dapat juga diartikan sebagai kriminalisasi yaitu

perubahan nilai yang disebabkan oleh perbuatan yang sebelumnya tidak

tercela dan tidak dituntut pidana, berubah menjadi perbuatan yang

tercela dan dapat dipidana.12

10
Soerjono Soekamto, Kriminologi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981),
hlm. 62.
11
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hlm. 31.
12
Vivi Safrianata, Kriminalisasi Inses Dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana ,
8

Muladi menjelaskan tolak ukur pedoman tentang kriminalisas, yaitu:

1. Kriminalisasi tidak terkesan menyebabkan overkriminalisasi

yang dalam kategori the misuse of criminal sanction.

2. Kriminalisasi tidak bersifat ad hoc.

3. Kriminalisasi mengandung unsur korban victimizing baik aktual

ataupun potensial.

4. Kriminalisasi memperhitungkan analisa biaya dan hasil dan

prinsip ultimum remedium.

5. Kriminalisasi menghasilkan peraturan yang enforceable.

6. Kriminalisasi mampu memperoleh dukungan publik.

7. Kriminalisasi mengandung unsur subsosialitet mengakibatkan

bahaya bagi masyarakat, sekalipun kecil sekali.

8. Kriminalisasi memperhatikan setiap peraturan pidana membatasi

rakyat dan aparat penegak hukum untuk menertibkan.13

b. Hukum Pidana

Simons mendefinisikan pidana dalam leerboek-nya. Pengertian yang

hampir sama juga dikemukakan oleh van Hamel yang menyatakan

bahwa pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus yang

menyatakan bahwa pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat

khusus yang dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang sebagai

penanggungjawab ketertiban hukum umum terhadap seorang seorang

Jurnal Hukum, Universitas Brawijaya, 01 (2017), 2


13
Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana , (Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 1995), hlm. 256.
9

pelanggar karena telah melanggar peraturan hukum yang harus

ditegakkan oleh negara.14 Pengertian yang sederhana juga dikemukakan

oleh Sudarto yang menyatakan bahwa pidana adalah penderitaan yang

sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan dan

memenuhi syarat tertentu.15 Dari berbagai pengertian pidana yang

dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan: Pertama, pidana

adalah penderitaan yang sengaja diberikan oleh negara kepada

seseorang. Kedua, pidana diberikan sebagai reaksi atas perbuatan

seseorang yang melanggar hukum pidana. Ketiga, sanksi pidana yang

diberikan oleh negara diatur dan ditetapkan secara rinci. Tujuan pidana

dan tujuan hukum pidana adalah dua hal yang berbeda. Kendati pun

demikian, tujuan pidana tidak terlepas dari aliran dalam hukum pidana.

Jika aliran-aliran dalam hukum pidana yang mendasari tujuan hukum

pidana terdiri dari aliran klasik, aliran modern dan aliran neo-klasik,

maka tujuan pidana secara garis besar juga menjadi tiga, yakni teori

absolut, teori relative dan teori gabungan. Akan tetapi dalam

perkembangannya selain ketiga teori tersebut ada juga teori-teori

kontemporer tentang tujuan pidana.

Berikut stelsel pemidanaan dan Teori-Teori Kontemporer :

1. Teori Absolut

Teori Absolut lahir pada aliran klasik dalam hukum pidana.

Menurut teori ini pembalasan adalah legitimasi

14
D. Simons, Op.Cit., hlm. 8.
15
Sudarto, Op.Cit.,hlm. 9.
10

pemidanaan.16 Negara berhak menjatuhkan pidana karena

penjahat telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada

hak dan kepentingan hukum yang telah dilindungi. 17

2. Teori Relatif.

Jika teori absolut menyatakan bahwa tujuan pidana sebagai

pembalasan, maka teori relative mencari dasar pemidanaan

adalah penegakkan ketertiban masyarakat dan tujuan pidana

untuk mencegah kejahatan.18 Teori relative juga disebut

sebagai teori relasi atau teori tujuan. Hal ini karena antara

ketidakadilan dan pidana bukanlah hubungan secara apriori.

Hubungan antara keduanya dikaitkan dengan tujuan yang

hendak dicapai pidana, yaitu perlindungan kebendaan

hukum dan penangkal ketidakadilan.19

3. Teori Gabungan

Groritius atau Hugo de Groot yang menyatakan bahwa

penderitaan memang sesuatu yang sewajarnya ditanggung

pelaku kejahatan, namun dalam Batasan apa yang layak

ditanggung pelaku tersebut kemanfaatan social akan

menetapkan berat-ringannya derita yang layak dijatuhkan.

Hal ini bertolak dari suatu adagium yang berbunyi natura

16
Arnold, H. Loewy, Op.Cit.,hlm. 5.
17
Adam Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, PT Raja Grafindo Persada Jakarta,
hlm. 157.
18
H.B Vos, Op.Cit.,hlm. 13
19
Hazewinkel Suringa, Op.Cit.,hlm. 499
11

ipsa dictat, utqui malum fecit, malum ferat yang berarti

kodrat mengajarkan bahwa siapa yang berbuat kejahatan,

maka akan terkena derita. Akan tetapi, tidak hanya

penderitaan semata sebagai suatu pembalasan tetapi juga

ketertiban masyarakat.20 Vos secara tegas menyatakan

bahwa selain teori absolut dan teori relative juga terdapat

kelompok ketiga yang disebut teori gabungan. Di sini

terdapat suatu kombinasi antara pembalasan dan ketertiban

masyarakat.

4. Teori Kontemporer

Selain teori absolut, teori relative dan teori gabungan sebagai

tujuan pidana, dalam perkembangannya terdapat teori-teori

baru yang ditulis oleh Prof. Eddy O.S Hiariej Guru Besar

Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada yang sekarang

menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Ham. Bila

dikaji lebih mendalam, sesungguhnya teori-teori

kontemporer ini berasal dari ketiga teori. Tersebut di atas

dengan beberapa modifikasi.

a. Teori Efek Jera

Wayne R. Lafave menyebutkan salah satu tujuan

pidana adalah sebagai deterrence effect atau efek

jera agar pelaku kejahatan tidak lagi mengulangi

20
Jan Remmelink, Op.Cit., hlm. 611.
12

perbuatannya. Tujuan pidana sebagai deterrence

effect pada hakikatnya sama dengan teori relative

terkait dengan Prevensi khusus. Jika Prevensi

umum bertujuan agar orang lain tidak melakukan

kejahatan, maka Prevensi khusus ditujukan kepada

pelaku yang telah dijatuhi hukuman agar tidak lagi

mengulangi melakukan kejahatan.21

b. Teori Edukasi

Pada dasarnya teori edukasi menyatakan bahwa

pidana bertujuan sebagai edukasi kepada

masyarakat mengenai mana perbuatan yang baik

dan mana perbuatan yang buruk. Seneca yang

merujuk pada filsuf Yunani, Plato, menyatakan

nemo prudens punit, quia pecatum, sed ne peccetur.

Artinya, seorang bijak tidak menghukum karena

melakukan dosa, melainkan agar tidak lagi terjadi

dosa. Seorang pelaku kejahatan harus mendapatkan

hukuman yang setimpal atas perbuatan yang

dilakukannya untuk memberi pelajari kepada orang

lain agar tidak melakukan perbuatan yang sama.

c. Teori Rehabilitasi

Tujuan pidana yang lain adalah rehabilitasi.

21
Wayne R. Lafave, Op.Cit.,hlm. 25
13

Artinya, pelaku kejahatan harus diperbaiki kea rah

yang lebih baik, agar Ketika Kembali ke masyarakat

ia dapat diterima oleh komunitasnya dan tidak lagi

mengulangi perbuatan jahat. Sebenarnya tujuan

pidana sebagai rehabilitasi bukanlah hal baru.

Thomas Aquinas dari sudut pandang katolik sudah

memisahkan antara poena ut poenae (pidana

sebagai pidana) dengan poenae ut medicine (pidana

sebagai obat)22 Menurut Aquinas, tatkala negara

menjatuhkan pidana dengan daya kerja pengobatan,

maka perlu diberikan perhatian terhadap Prevensi

umum dan Prevensi khusus (poenae praesentis

vitae magis sunt medicinales quam retributative)23

Pidana sebagai obat yang dikemukakan Aquinas

adalah dalam rangka memperbaiki terpidana agar

Ketika kembali ke masyarakat tidak lagi

mengulangi perbuatannya sebagaimana tujuan

Prevensi khusus.

d. Teori Pengendali Sosial

Salah satu tujuan pidana menurut Lafave adalah

sebagai pengendali social. Artinya, pelaku

kejahatan diisolasi agar Tindakan berbahaya yang

22
Hazewinkel Suringa, Op.Cit., hlm. 505
23
Jan Remmelink, Op.Cit., hlm. 612
14

dilakukannya tidak merugikan masyarakat.24

Tegasnya, masyarakat harus dilindungi dari

Tindakan jahat pelaku. Menurut Ancel, tujuan

pidana adalah melindungi tatanan masyarakat

dengan tekanan pada resosialisasi atau

pemasyarakatan Kembali dengan penegakkan

hukum yang tidak menitikberatkan hanya pada

yurudis formal tetapi juga bernuansa social.

Pentingnya individualisasi pidana dalam penjatuhan

nya dengan focus pada tanggung jawab manusia

sebagai individu yang juga adalah makhluk social.25

e. Teori Keadilan Restoratif/Restorative Justice

Tujuan pidana juga untuk memulihkan keadilan

yang dikenal dengan istilah restorative justice atau

keadilan restorative.26 Restorative Justice dipahami

sebagai bentuk pendekatan penyelesaian perkara

menurut hukum pidana denga melibatkan pelaku

kejahatan, korban, keluarga korban atau pelaku dan

pihak lain yang terkait untuk mencari penyelesaian

yang adil dengan menekankan pada pemulihan

Kembali pada keadaan semula dan bukan

24
Wayne R. Lafave, Op.Cit., hlm. 26
25
Jan Remmelink, Op.Cit., hlm. 613-614
26
Wayne R. Lafave, Op.Cit., hlm. 25
15

pembalasan.27

F. DEFENISI OPERASIONAL

1. Kriminalisasi

Adalah proses yang memperlihatkan perilaku yang semula tidak dianggap

sebagai peristiwa pidana, tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa

pidana oleh masyarakat.

2. Kumpul kebo (kohabitasi)

adalah hidup bersama bagaikan sepasang suami istri tanpa ikatan

pernikahan.

3. Kumpul Kebo (kohabitasi) Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Sampai dengan skripsi ini ditulis, upaya pembaharuan KUHP

Nasional baru berbentuk Peraturan Undang-undang (Undang- undang

Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana

pengundangan versi bulan Januari tahun 2023). Dalam Undang-undang

Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana

tersebut, pengaturan korporasi sebagai subjek tindak pidana dapat

ditemukan dalam ketentuan sebagai berikut:

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Pidana.

27
Eva Achjani Zulfa, 2014, Konsep Dasar Restorative Justice, disampaikan dalam acara
Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi “Asas-Asas Hukum Pidana dan Kriminologi Serta
Perkembangan Dewasa Ini”. Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan
Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi, Yogyakarta, 23-27 Februari 2014, hlm. 1.
16

Pasal 412:

1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di

luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau

istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau b. Orang Ttra atau

anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat(21 tidak

berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30

4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang

pengadilan belum dimulai.

Dalam rangka mewujudkan hukum pidana nasional Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD

1945, Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana sebagai wujud penyesuaian dengan politik hukum,

keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara yang menjunjung hak asasi manusia.

UU Nomor 1 tahun 2023 tersebut berlaku setelah 3 (tiga)

tahun terhitung sejak tanggal diundangkan atau 3 (tiga) tahun setelah

tanggal 2 Januari 2023. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana atau

KUHP merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur


17

mengenai perbuatan pidana secara materiel di Indonesia.

Pengesahan KUHP melalui UU No.1 Tahun 2023 tersebut sekaligus

untuk menggantikan Wetboek van Strafrecht atau yang juga disebut

dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana

ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang

Peraturan Hukum Pidana yang telah beberapa kali diubah.

Secara keseluruhan perbedaan yang mendasar antara

Wetboek van Strafrecht dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2023

adalah filosofi yang mendasari dibentuknya Wetboek van Strafrecht

dilandasi oleh pemikiran aliran klasik yang berkembang pada Abad

ke-18 yang memusatkan perhatian hukum pidana pada perbuatan

atau Tindak Pidana. Sedangkan UU No. 1 Tahun 2023 mendasarkan

diri pada pemikiran aliran neo-klasik yang menjaga keseimbangan

antara faktor objektif (perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif

(orang/ batiniah/ sikap batin).

UU 1/2023 tentang KUHP terdiri atas 2 (dua) buku yakni

Buku Kesatu dan Buku Kedua. Buku Kesatu berisi aturan umum

sebagai pedoman bagi penerapan Buku Kedua serta Undang-

Undang di luar UU 1/2023, Peraturan Daerah Provinsi, dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, kecuali ditentukan lain menurut

Undang-Undang sehingga Buku Kesatu juga menjadi dasar bagi

Undang-Undang di luar Undang-Undang No. 1 Tahun 2023.

Dalam perkembangannya, pembaruan Undang-Undang No. 1 Tahun


18

2023 mengacu pada 4 (empat) misi antara lain:

1. rekodifikasi hukum pidana;

2. demokratisasi hukum pidana;

3. konsolidasi hukum pidana; serta

4. adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan

hukum yang terjadi.

Dengan telah ditetapkannya UU No. 1 Tahun 2023,

diharapkan dapat terwujud usaha pembangunan hukum nasional

yang dilakukan secara terarah, terpadu, dan terencana sehingga

dapat mendukung pembangunan nasional di berbagai bidang sesuai

dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan

dinamika yang berkembang dalam Masyarakat.28

G. METODELOGI PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan jenis

yuridis normatif, sehingga menggunakan data sekunder yang berupa

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier

yang dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi dokumen. Tehnik

wawancara sebagai sumber data primer dilakukan untuk menguatkan

data sekunder. Pendekatan menggunakan pendekatan undang-undang,

28
JDIH Kemaritiman dan Investasi, https://jdih.maritim.go.id/uu-12023-kitab-undang-
undang-hukum-pidana-kuhp, Diakses 24 September 2023.
19

sedangkan analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif.

2. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Agar bisa mengetahui pasal kohabitasi menjadi opsi yang tepat

dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023

Tentang KUHP yang sehingga masuk ke ranah privasi

masyarakat

2. Agar bisa mengetahui bagaimana pasal kohabitasi ini dapat

menjadi perbuatan pidana.

3. Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif.

Peneltian deskriptif adalah penelitian hanya mencari, memaparkan dan

menggambarkan atau mendeskripsikan saja hasil penelitian.

4. Metode Penelitian

Dalam proposal ini peneliti menggunakan metode penelitian

normatif. Ada beberapa metode penelitian sebagai berikut :

a. Metode Penelitian Sejarah

b. Metode Penelitian Studi Kasus

c. Metode Penelitian Komparatif

d. Meetode Penelitian Deskriptif


20

5. Teknik Pengambilan Sample

Dalam metode penelitian ini menggunakan Teknik Random purposif (

Purposive Random Sampling ). Teknik random purposive ialah suatu

pemilihan dan penetapan sampel dalam penelitian yang dilakukan

secara acak atau sembarang berdasarkan atas pemahaman yang

mendalam terhadap unsur populasi.

6. Teknik dan alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan peneliti

untuk mendapatkan atau mengumpulkan data yang dapat menjelaskan

dan/atau menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara

objektif. Kemudian teknik pengumpulan data diartikan juga untuk

mencari and mengumpulkan informasi. Teknik pengumpulan data

dalam penelitian terdiri atas :

a. Observasi atau pengamatan

b. Teknik komunikasi langsung

c. Teknik komunikasi tidak langsung.

7. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan

ilmu hukum dan menambah refrensi dibidang hukum pidana. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat

khususnya Perlindungan Hukum Justice Collaborator Dalam tindak

Pidana narkotika.
21

8. Teknik Pengolahan atau Analisis data

Pengolahan dan analisis data dari hasil penelitian berisi uraian tentang

cara-cara mengolah dan menganalisis data yang telah terkumpul untuk

digunakan dalam pemecahan masalah yang akan diteliti. Penelitian ini

menggunakan analisis kualitatif.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistem penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan

permasalahan secara tersendiri, yang dalam berbagai konteks saling berkaitan

satu sama lain. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan

keseluruhan ke dalam 5 (lima) bab, dimana setiap bab terdiri dari beberapa sub

bab yang dimaksudkan untuk memperjelas dan mempermudah penguraian

masalah agar dapat lebih dimengerti, sehingga akhirnya sampai kepada suatu

kesimpulan yang benar.

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan diuraikan Latar Belakang Masalah,

Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah,

Kerangka Teori, Definisi Operasional, Metode Penelitian: 1.

Tujuan, 2. Pendekatan Penelitian, 3. Tipe Penelitian, 4. Metode

Penelitian, 5. Kegunaan Penelitian, 6.Teknik Pengambilan Sampel,

7. Teknik dan Alat Pengambilan Data, 8. Teknik

Pengolahan/Analisis Data, dan Sistematika Penulisan.


22

BAB II : TINJAUAN UMUM KUMPUL KEBO (KOHABITASI).

Pada bab ini akan diuraikan sekitar hal-hal yang bersifat teoritis

sekitar kumpul kebo (kohabitasi) pada umumnya, akan meliputi :

Pengertian Kumpul kebo, Pengertian tindak pidana perzinahan,

BAB III : TINJAUAN UMUM MENGENAI KUMPUL KEBO

(KOHABITASI) DI LUAR KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PIDANA

Pada Bab ini pembahasan akan ditujukan mengenai kumpul kebo

(kohabitasi) di Indonesia serta apa yang menjadi faktor kelemahan

dalam penegakan hukum kumpul kebo (kohabitasi) di luar Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana

BAB IV : LANDASAN KONSEP KUMPUL KEBO (KOHABITASI)

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023

TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA.

Menguraikan Pada bab ini akan diteliti mengenai konsepsi kumpul

kebo dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

dalam memberikan kepastian penegakan hukum meliputi

pengejawantahan korporasi dalam Rancangan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana dan pelaksanaan pertanggungjawaban

pidana Korporasi pada RUU KUHP. .

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Andi Hamzah, Hukum Pidana dan Acara Pidana.(Jakarta:Ghalia Indonesia..2001).

Adi Sulistiyono, “Reformasi Hukum Ekonomi Dalam Era Globalisasi”, Sebelas

Maret UniversityPress,Surakarta. 2005, Hal 9.

Adam Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1, PT Raja Grafindo

Persada Jakarta, hlm. 157.

Eva Achjani Zulfa, 2014, Konsep Dasar Restorative Justice, disampaikan dalam

acara Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi “Asas-Asas Hukum Pidana

dan Kriminologi Serta Perkembangan Dewasa Ini”. Kerjasama Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada dengan Masyarakat Hukum Pidana dan

Kriminologi, Yogyakarta, 23-27 Februari 2014, hlm. 1.

Moch. Basarah, “Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase

Traditionaldan Modern (Online)”, Genta Publising, Bandung, 2011, hal.98

I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris Indonesia, Cet. III, Sinargrafika,

Jakarta, 2003.

Jhon M. Echos dan Hasan Shaddili, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta,

2005.

Kamus Besar Bahasa Indoesia (KBBI) Online, https://kbbi.web.id/perlindungan,

diakses pada tanggal 24 maret 2023

Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung:

PT Rafika Aditama, 2018.


Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.

Muladi & Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung:

Alumni.

Phillipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: PT.

Bina Ilmu, 1987.

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Cetakan ke-6, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, Liberti,

2007.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta 1984.

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 1999. Tentang HAM

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Jurnal

Ita Iya Pulina Perangin-angin, Rahayu, Nuswantoro Dwiwarno, “Kewajiban Dan

Tanggungjawab Negara Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap

Perempuan Korban Revenge Porn Di Indonesia”, Diponegoro Law Journal

8 (1), 2019, hal 457-483.

Hwian Christanto, “Revenge Porn Sebagai Kejahatan Kesusilaan Khusus:

Perspektif Sobural”, Jurnal Veritas et Justitia 3 (2), 2017, hal 299-326.


Abdul Munir, M.Krim & Wulan Junaini, “Studi Terhadap Seorang Perempuan

Sebagai Korban Revenge Porn di Pekanbaru”. Jurnal Sisi Lain Realita 5 (1),

2020, hal 21-35.

Anda mungkin juga menyukai