Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN HUKUM ADAT

DALAM PRESPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM

Disusun sebagai tugas kelompok

Pada Mata Kuliah Hukum Adat

Dosen Pengampu : Fatni Erlina, S.H.I., M.H.

Oleh:

1. Nawang Diah Afista (2017301005)


2. Faiza Larasati (2017301016)
3. Mika Heaven Festde (2017301026)
4. Sabila Nurul Alida (2017301034)
5. Muhammad Bintang (2017303093)
6. Elsa Rahmawati Rochani (2017303102)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
2021
PENDAHULUAN

Hukum adat adalah suatu sistem hukum karena hukum adat memenuhi
kriteria dan merupakan bagian dari hukum secara keseluruhan, yang sumbernya
adalah peraturan-peraturan yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang
dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Dengan metode
yuridis normative memberikan gambaran selengkap-lengkapnya mengenai
norma hukum adat dari perspektif sosiologi hukum.
Adat dipandang sebagai suatu tradisi/kebiasaan sehingga terkesan
sangat lokal, ketinggalan jaman, kadang bertentangan dengan ajaran agama dan
lain-lain. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu aturan tanpa
adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat
yang berkaitan dengan soal-soal pantangan/tabu untuk dilakukan. Adat bisa
juga diistilahkan tradisi, kebiasaan dan adat istiadat.
Hukum adat yang merupakan sistem hukum tidak hanya dikenal dalam
lingkungan kehidupan sosial di Indonesia tetapi juga terdapat di negara-negara
lainnya seperti India, Tiongkok dan Jepang. Hukum adat Indonesia adalah
hukum asli bangsa Indonesia yang sumbernya digali dari peraturan-peraturan
hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan
kesadaran hukum masyarakatnya. Karena itu maka hukum adat memiliki
kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Berkaitan dengan hukum adat
dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh
tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum
karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Dari perspektif
sosiologi hukum hal tersebut merupakan bagian dari proses terjadinya hukum
dan fungsi hukum terutama sebagai pengendalian social.
Keberadaan hukum adat dalam sistem hukum nasional Indonesia
mendapat tempat penting dan strategis. Hukum adat sebagai bagian dari hukum
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sudah ada jauh sebelum produk
hukum kolonial diberlakukan di Indonesia atau bahkan pada sejarah
kolonialisme di Indonesia.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hukum Adat
Istilah hukum adat adalah terjemahan dari istilah (bahasa) Belanda Adat
Recht yang awalnya dikemukakan oleh Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje
nama Muslimnya H. Abdul Ghafar di dalam bukunya berjudul De Atjehers1,
menyatakan bahwa: “Hukum adat adalah adat yang memiliki sanksi, sedangkan
adat yang tidak memiliki sanksi adalah merupakan kebiasaan normatif, yaitu
kebiasaan yang terujud sebagai tingkah laku dan berlaku di dalam masyarakat.
Pada kenyataan antara hukum adat dengan kebiasaan itu batasnya tidak jelas.”2

Pengertian hukum adat menurut Prof. Dr. Cornellis Van Vollenhoven


Sebagai seorang yang pertama-tama menjadikan hukum adat sebagai ilmu
pengetahuan, sehingga hukum adat menjadi sejajar kedudukannya dengan
hukum lain dalam ilmu hukum menyatakan sebagai berikut: “Hukum adat adalah
aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan orang-orang timur
asing yang disatu pihak memiliki sanksi (maka dikatakan sebagai hukum) dan
dilain pihak tidak dikodifikasikan (maka dikatakan adat)”.3

Pengertian hukum adat menurut Soejono Soekanto, beliau menyatakan


bahwa hukum adat adalah “hukum adat pada hakikatnya merupakan kebiasaan
kebiasaan, artinya kebiasaan-kebiasaan yang memiliki akibat hukum. Kebiasaan
yang merupakan hukum adat adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk
yang sama”.4

Hukum Adat merupakan hukum tradisional masyrakat yang merupakan


perwujudan dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu
pandangan hidup yang secara keseluruhan merupakan kebudayaan masyarakat
tempat hukum adat tersebut berlaku.5

1
Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 3
2
Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, hal. 8
3
Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, hal. 9
4
Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, hal. 22
5
Sri Warjiyati, Memahami Hukum Adat, (Surabaya: IAIN Surabaya, 2006), hal.16
Proses interaksi atau hubungan interpersonal yang terus-menerus
menimbulkan pola-pola tertentu yang disebut ‘cara’ (usage). Dalam
perkembangannya cara-cara yang diterapkan untuk penyelesaian masalah di
suatu masyarakat/desa adat bisa menimbulkan suatu ‘kebiasaan’ atau folkways.
Kebiasaan yang diakui atau diterima sebagai kaidah menjadi ‘tata kelakuan’ atau
mores. Tata kelakuan yang kekal serta kuat dengan perilaku masyarakat/desa
adat kekuatan mengikatnya akan meningkat menjadi ‘adat istiadat’ atau custom.

Menurut Soekanto dan Soerjono Soekanto (1979:15) : “….suatu


kepastian hukum akan dapat dihasilkan oleh kaidah-kaidah yang mempunyai
kekuatan mengikat yang lebih kuat, yang mengatur tata kehidupan masa kini dan
masa-masa mendatang. Kecuali daripada itu, maka juga diperlukan kaidah-
kaidah yang dengan tegas menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga-
warga masyarakat yang apabila mungkin diperkuat dengan sanksi-sanksi apabila
kaidah tersebut dilanggar.”6

Apabila terdapat sanksi yang diterapkan dalam suatu adat istiadat maka
custom akan meningkat menjadi suatu ‘hukum adat’, karena dalam hukum adat
juga berisikan perintah, larangan dan kebolehan.

Untuk mempertegas bahwa hukum adat merupakan suatu sistem hukum


yang dibentuk berdasarkan sifat, pandangan hidup dan cara berfikir masyarakat
Indonesia kemudian Soepomo membandingkan sistem hukum adat dengan
sistem hukum barat. Nampak bahwa hukum adat memiliki sistem hukum yang
sangat sederhana Sedangkan jika dilihat hukum barat telah memiliki istilah-
istilah hukum teknis yang dibina berabad-abad oleh para ahli hukum, para hakim,
dan oleh pembentuk UU. Oleh karena itu R. Soepomo mengatakan bahwa bagi
hukum adat, pembinaan bahasa hukum adalah soal yang meminta perhatian
khusus kepada ahli hukum di Indonesia.7

6
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.h.74
7
Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, SH, MH, SE, MM., Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, Refika
Aditama, Bandung, h.23
Sistem social control mengandung unsur unsur seperti mengatur,
memaksakan dan bahkan dipatuhi oleh mayarakat. Nilai nilai itulah yang dikenal
dalam hukum adat sebagai pengendali sosial yang diyakini sangat kuat menjaga
kestabilan dan dibandingkan dengan system hukum barat. Karena merupakan
system hukum maka hukum adat tidak lepas dari pespektif sosiologi hukum
terutama sebagai fungsi pengendalian social atau social control.

Menurut Prof. Koentjaraningrat, terdapat lima macam fungsi social control,


yaitu :

a. Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma.


b. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma.
c. Mengembangkan rasa malu.
d. Mengembangkan rasa takut.
e. Menciptakan sistem hukum.8

Berikut ini adalah cara-cara yang dapat dilakukan dalam pengendalian sosial
masyarakat, yaitu :

a. Pengendalian Sosial Persuasif. Merupakan pengendalian lisan yang diberikan


dengan menggunakan bahasa lisan guna mengajak anggota kelompok social
masyarakat untuk mengikuti peraturan yang berlaku.
b. Pengendalian Simbolik. Merupakan pengendalian simbolik yang dilakukan
melalui gambar, tulisan, iklan, dan lain-lain. Contoh : Spanduk, poster, rambu
Lalu Lintas.
c. Pengendalian Koersif. Merupakan pengendalian melalui cara kekerasan yaitu
suatu tindakan yang dilakukan untuk membuat si pelanggar jera sehingga tidak
berani melakukan kesalahan yang sama. Contohnya seperti main hakim sendiri.

8
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.2016, h.80
2. Pengertian Sosiologi Hukum
Definisi Sosiologi Menurut Para Pakar antara lain:9
a. Piritim Sorokin, Sosiologi adalah suatu ilmu yang dipelajari dan pengaruh
timbal balik antara berbagai macam gejala-gejala sosial (misalnya antara
gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan
ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dsb.) serta pengaruh timbal balik
antara gejala hubungan sosial dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya
gejala geografis, biologi, dan lain-lain).
b. Soerjono Soekanto, Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan
yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan
timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. 10
c. Satjipto Rahardjo, Sosiologi hukum adalah pengetahuan hukum terhadap
pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.11
d. R. Otje Salman Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris
analitis.12
e. Brade Meyer, Sosiologi hukum adalah menjadikan hukum sebagai alat pusat
penelitian secara sosiologis yakni sama halnya dengan sosiologi terhadap
suatu kelompok kecil lainnya. Tujuan penelitian adalah selain untuk
menggambarkan ukuran penting arti hukum bagi masyarakat luas juga untuk
menggambarkan proses internalnya hukum.

3. Pengertian Ilmu Antropologi Hukum


Ilmu Antropologi Hukum adalah ilmu hukum yang menjelaskan secara
sederhana dan ringkas apa isi dari hukum yang mempelajari tentang
kehidupan itu yang bertujuan agar pembacanya mengetahui tentang hukum

9
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982), hal.
310
10
Soejono Soekanto,Mengenal Sosiologi Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), hal. 11
11
Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,(Bandung: Alumni, 1982), hal. 310
dengan mudah. Pada dasarnya ilmu antropologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang kehidupan dan aktivitas dari manusia meliputi sejarah,
perkembangan, perubahan tingkah laku dan lain-lain yang dilakukan sejak
dahulu sampai sekarang.

4. Hubungan Hukum Adat Dengan Sosiologi Hukum

Secara sosiologis, Masyarakat Hukum Adat itu merupakan bentuk


kehidupan sosial yang ditata oleh hukum adat. Menurut Ter Haar Bzn disebut
dengan endapan dari kenyataan sosial.Kemudian endapan tersebut dibentuk dan
dipelihara dalam keputusan pemegang kekuasaan yang dijatuhkan atas sesuatu
tindakan hukum atau atas suatu perselisihan. Putusan tersebut berkaitan dengan
perselisihan baik secara internal dalam masyarakat itu sendiri ataupun dengan
pihak lain,berkaitan dengan hak atas tanahnya, air, tanamannya, bangunannya,
benda keramat, dan barang-barang lain miliknya.

Masyarakat Hukum Adat nampak pula oleh kita sebagai subyek hukum
(rechtssubjecten) yang sepenuhnya dapat turut serta dalam pergaulan hukum.
Masyarakat sendiri dapat dikatakan sebagai suatu persekutuan yang batasannya
(menurut Ter Haar): gerombolan yang teratur bersifat tetap dengan mempunyai
kekuasaan sendiri, pula kekayaan sendiri berupa benda yang kelihatan dan tidak
kelihatan mata.13 Titik berat yang membedakan antara Masyarakat Hukum Adat
dengan masyarakat pada umumnya adalah dari segi harta, yaitu "harta benda‟
yang kasat mata maupun yang tak kasat mata. Inilah yang menjadi ciri khas
Masyarakat Hukum Adat yang membuatnya tidak dapat dilawankan dengan
masyarakat modern.

Ginandjar Kartasasmita mengungkapkan tentang masyarakat modern


adalah : Derajat rasionalitas yang tinggi dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan

13
Mr. B. Ter Haar Bzn diterjemahkan K. Ng. Soebakti Poesponoto, “Asas-Asas dan
Susunan Hukum Adat (Beginselen en Stelsel van Hat Adat Recht)”, (Jakarta:PT.Pradnya
Paramita,1987),hlm. 7
dalam masyarakat demikian terselenggara berdasarkan nilai-nilai dan dalam
pola-polayang objektif (impersonal) dan efektif (utilitarian), ketimbang yang
sifatnya primordial, seremonial atau tradisional.14 Berdasarkan Dua pendapat di
atas bila dicermati lebih pada penilaian-penilaian luarnya saja, yakni dari sisi
sosiologis hukum semata.

Masyarakat Adat, hakekatnya tidak berorientasi pada ketidakmampuan,


keterbelakangan. Akan tetapi orientasi Masyarakat Adat terletak pada
keyakinan dan semangat untuk tetap memelihara keyakinan itu sebagai suatu
tradisi. Adanya kondisionalitas terhadap status yuridis dan hak Masyarakat
Hukum Adat, menyebabkan keberadaan Masyarakat Hukum Adat itu menjadi
bergantung pada kemauan politik pemerintah. Hal tersebut terjadi karena
hadirnya klausula yang ditentukan undang-undang dalam batasan tentang
Masyarakat Hukum Adat. Klausula tersebut menempatkan Masyarakat

Hukum Adat pada posisi sulit karena disyaratkan dengan :

a) Sepanjang masyarakat hukum adat itu masih ada.


b) Sesuai dengan perkembangan zaman.
c) Sesuai dengan prinsif Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d) Diatur dengan Undang-Undang.

Dari sudut pandang sosiologi masyarakat, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pendasaran Hukum Adat yang bersifat mengikat, yaitu di
antaranya sebagai berikut:

a. Masyarakat
Apabila hendak dibicarakan gejala hukum dengan segala
aspeknya,maka mau tak mau harus juga disinggung perihal masyarakat
yang menjadi wadah dari hukum tersebut. Hukum adalah masyarakat juga,
yang ditelaah dari suatu sudut tertentu, sebagaimana juga halnya dengan

14
Menteri Negara/Ketua Bapenas dalam makalah berjudul Karakteristik dan Struktur
Masyarakat Indonesia Modem, Uji sahih Penyusunan Konsep GBHN, 1998, Yogyakarta,
hlm. 3
politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Masyarakat itu sendiri dapat
diartikan sebagai manusia yang hidup bersama, yang secara teoritis
berjumlah dua orang dalam ukuran minimalnya. Jadi masyarakat
merupakan suatu sistem, yakni sistem sosial.
b. Kebudayaan
Seorang dosen Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia
yang bernama Selo Soemardjan menyatakan sebagai berikut: "Jika
masyarakat diartikan sebagai sejumlah manusia yang hidup bersama cukup
lama sehingga dapat menciptakan satu kebudayaan, maka di Indonesia
sekarang ada banyak masyarakat.” Sehingga kebudayaan Indonesia
bertambah banyak, dan hal itu dapat dibedakan menjadi 3 macam
kebudayaan:
1) Super Culture, yaitu satu kebudayaan untuk seluruh masyarakat
Indonesia. Misalnya satu bahasa Indonesia, satu Ideologi.
2) Culture, yaitu kebudayaan yang sejak dahulu dimiliki oleh tiap-tiap suku
bangsa.
3) Sub-Culture, yaitu variasi dari culture yang dimiliki oleh tiap-tiap
kelompok atau golongan dalam suatu suku bangsa, misalnya dialek
bahasa.15
Selo Soemardjan lebih menitikberatkan suatu kemajemukan
masyarakat itu pada “Culture”. Karena kebudayaan dapat menjadi suatu ciri
(khas) dari suatu masyarakat.

5. Hubungan Hukum Adat dan Antropologi Hukum


Hubungan antropologi dan hukum adat bisa dikatakan berhubungan sangat erat,
hal ini dikarenakan menurut Bapak Antropologi Indonesia yakni Koentjaningrat
mengatakan bahwa “Hukum adat memerlukan ilmu antropologi hukum,

15
Soejono Soekanto dan Soleman, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 2002),
hal.40
terutama mengenai metode-metode penelitiannya, agar dapat mengkaji dan
meneliti tentang latar belakang hukum adat yang berlaku di suatu daerah, hal
ini dikarenakan hukum adat itu yang membuat peneliti antropologi dapat
beradaptasi dan mengikuti aturan-aturan adat yang ada didalam suatu daerah.
Hukum adat lahir dari kaidah-kaidah dan harus ditaati oleh masyarakat,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum adat lahir dari kebudayaan yang
dihasilkan oleh masyarakat suatu daerah sebagai bagian dari hasil antropologi.
KESIMPULAN

Hukum Adat merupakan hukum tradisional masyrakat yang merupakan


perwujudan dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu
pandangan hidup yang secara keseluruhan merupakan kebudayaan masyarakat
tempat hukum adat tersebut berlaku.

Keberadaan hukum adat dalam system hukum nasional Indonesia mendapat


tempat penting dan strategis. Hukum adat sebagai bagian dari hukum yang hidup
dan berkembang dalam masyarakat sudah ada jauh sebelum produk hukum kolonial
diberlakukan di Indonesia atau bahkan pada sejarah kolonialisme di Indonesia.

Untuk mempertegas bahwa hukum adat merupakan suatu sistem hukum


yang dibentuk berdasarkan sifat, pandangan hidup dan cara berfikir masyarakat
Indonesia kemudian Soepomo membandingkan sistem hukum adat dengan sistem
hukum barat. Nampak bahwa hukum adat memiliki sistem hukum yang sangat
sederhana Sedangkan jika dilihat hukum barat telah memiliki istilah-istilah hukum
teknis yang dibina berabad-abad oleh para ahli hukum, para hakim, dan oleh
pembentuk UU.

DAFTAR PUSTAKA
Mr. B. Ter Haar Bzn diterjemahkan K. Ng. Soebakti Poesponoto. 1987. Asas-Asas
dan Susunan Hukum Adat (Beginselen en Stelsel van Hat Adat Recht).
Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Menteri Negara/Ketua Bapenas dalam makalah berjudul Karakteristik dan Struktur


Masyarakat Indonesia Modem. 1998. Uji sahih Penyusunan Konsep
GBHN : Yogyakarta.

Raharjo, Satjipto. 1982. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni.

Setiady, Tolib. 2009. Intisari Hukum Adat Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Soekanto, Soejono dan Soleman. 2002. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali.

Soekanto, Soejono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Soekanto, Soejono. 1989. Mengenal Sosiologi Hukum. Bandung: Citra Aditya


Bakti.
Warjiyati, Sri. 2006. Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya.

Wulansari, Dewi. 2004. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung: Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai