Anda di halaman 1dari 13

ETIKA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA DALAM ASPEK PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN KELAS PCL 16 KELOMPOK 8 Anggota Kelompok

: Savilla Siti Aisyah ( 110710101105 ) Mochammad Imam Fauzi ( 110710101103 ) Iswanda Aliefian Wahyuda ( 110710101106) Lisa Puji Lestari ( 110710101099 ) Nuridz Dewi Ayu ( 110710101096 )

MATA KULIAH UMUM UNIVERSITAS JEMBER 2012

Bab 1

Pendahuluan
1.1 LATAR BELAKANG

Pancasila adalah sebagai dasar Negara Indonesia, memegang peranan penting dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila banyak memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, salah satunya adalah Pancasila sebagai suatu sistem etika. Melihat kehidupan di masa sekarang ini, banyak terjadi perilaku-perilaku yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 dalam bermansyarakat, berbangsa dan bernegara, maka dari itu kami akan mengupas tentang penegakan hukum di Indonesia dengan judul makalah Etika Kehidupan Bangsa Indonesia Dalam Aspek Penegakan Hukum Yang Berkeadilan

1.2

RUMUSAN MASALAH

1. Pengertian Etika
2. Sulitnya penegakan hukum di Indonesia yang berkeadilan

Bab 2 A. Pengertian Etika1 Istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu etos yang berarti watak atau kebiasaan. Etika merupakan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul dalam bermasyarakat dan bernegara, di dalamnya terdapat tata cara saling menghormati dan dikenal dengan sopan santun, tata karma dan protokoler. Maksud pedoman pergaulan adalah untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasiumumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh

kembangnya etika di masyarakat kita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Pengertian Etika menurut para ahli :

1. Drs. O.P. Simorangkir Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. 2. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. 3. Drs. H. Burhanudin Salam Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai norma dan moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya
1

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik IndonesiaNomor IV/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

4. Menurut Maryani & Ludigdo Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi2

Jadi Etika adalah adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh akal, tentang hak dan kewajiban moral. Etika Dalam Bernegara

1. Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945 2. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan Negara 3. Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia 4. Menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

melaksanakan tugas 5. Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa 6. Tanggap, terbuka, jujur, akurat, dan tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan dan program Pemerintah. 7. Mendayagunakan semua sumber daya Negara secara efisien danefektif 8. Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar Etika Dalam Bermasyarakat3

1. Mewujudkan pola hidup sederhana 2. Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun, tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan
2 3

http://simalangokiki.blogspot.com/2011/10/pengertian-etika-menurut-para-ahli-dan.html http://www.scribd.com/doc/3780808/32/ETIKA-KEHIDUPAN-BERBANGSA

3. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, adil, dan tidak diskriminatif 4. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat 5. Berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

melaksanakan tugas.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika : 1. Kebutuhan Individu 2. Tidak Ada Pedoman 3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi 4. Lingkungan Yang Tidak Etis 5. Perilaku Dari Komunitas

Sanksi Pelanggaran Etika

1. Sanksi Sosial Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yang dapat dimaafkan 2. Sanksi Hukum Skala besar, merugikan hak pihak lain.

Dengan adanya etika maka nilai-nilai pancasila yang tercermin dalam normanorma etik kehidupan berbangsa dan bernegara dapat kita amalkan. Untuk berhasilnya perilaku bersandarkan pada norma-norma etik kehidupan berbangsa dan bernegara, ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai berikut :

a. Proses

penanaman

dan

pembudayaan

etika

tersebut

hendaknya

menggunakan bahasa agama dan bahasa budaya sehingga menyentuh hati nurani dan mengundang simpati dan dukungan seluruh masyarakat.

Apabila sanksi moral tidak lagi efektif, langkah-langkah penegakan hukum harus dilakukan secara tegas dan konsisten.

b. Proses penanaman dan pembudayaan etika dilakukan melalui pendekatan komunikatif, dialogis, dan persuasif, tidak melalui pendekatan cara indoktrinasi.

c. Pelaksanaan

gerakan

nasional

etika

berbangsa,

bernegara,

dan

bermasyarakat secara sinergik dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh potensi bangsa, pemerintah ataupun masyarakat.

d. Perlu dikembangkan etika-etika profesi, seperti etika profesi hukum, profesi kedokteran, profesi ekonomi, dan profesi politik yang dilandasi oleh pokok-pokok etika ini yang perlu ditaati oleh segenap anggotanya melalui kode etik profesi masing-masing.

e. Mengkaitkan pembudayaan etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat sebagai bagian dari sikap keberagaman, yang menempatkan nilai-nilai etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di samping tanggung jawab kemanusiaan juga sebagai bagian pengabdian pada Tuhan Yang Maha Esa. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan, dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga

negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hokum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.

B. Sulitnya penegakan hukum di Indonesia yang berkeadilan

Hukum merupakan suatu sistem yang dapat mengontrol pelaksanaan suatu kekuasaan atau pun kelembagaan suatu pemerintahan. Dengan adanya hukum, suatu kelembagaan akan terdapat penjagaan-penjagaan yang dapat mengarahkan suatu kelembagaan ke arah yang baik. Hal ini dikarenakan suatu hukum apabila terdapat pelanggaran terhadap hukum tersebut, maka akan diberikan sanksi yang sesuai dengan hukum yang telah diberlakukan. Suatu negara yang baik yaitu Negara yang menjunjung tinggi penegakan hukun yang berkeadilan atas dasar hukum yang adil dan baik. Begitu pun dengan Indonesia, sebagai negara hukum yang menjunjung Negaranya untuk menjalankan hukum atas dasar hukum yang adil dan baik. Di Indonesia hukum telah tersusun dengan rapih dan terstruktur. Kalau sudah seperti itu, tinggal bagaimana pemerintah melaksanakan dan menjalankan hukum dengan baik tanpa harus ada penyimpangan-penyimpangan yang dapat merapuhkan negara kita sendiri. Kondisi penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dan sakit. Fenomena ini terjadi karena aparat penegak hukum yang merupakan elemen penting dalam proses penegakkan hukum sering kali terlibat dalam berbagai macam kasus pidana, terutama kasus korupsi dan pelaksanaan penegakan hokum di Indonesia masih tebang pilih terhadap mereka yang mempunyai uang dan jabatan. Implikasi nyata dari kondisi ini adalah hukum kehilangan ruhnya yakni keadilan. Banyak dari pelaku tindak pidana yang melakukan praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas seharihari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini. Pelaksanaan penegakan hukum yang kumuh seperti itu menjadikan hukum di negeri ini seperti yang pernah dideskripsikan oleh seorang filusuf besar Yunani Plato (427-347 s.M)

yang menyatakan bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat. (laws are spider webs; they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful). Disini hukum tidak diorientasikan pada upaya mewujudkan keadilan. Hukum cenderung digunakan sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan oleh penguasa negara. Pada masa kolonialisme, hukum dijadikan alat untuk menjajah warga pribumi. Pada masa Presiden Soekarno hukum dijadikan alat revolusi. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto hukum dijadikan alat pembangunan. Adapun pada masa reformasi sampai sekarang hukum dijadikan alat kekuasaan (politik). Hal ini yang menjadi salah satu faktor penyabab sakitnya penegakkan hukum di Indonesia. Hukum tidak diorientasikan sebagaimana seharusnya yakni mewujudkan keadilan, namun dijadikan alat untuk mencapai tujuan oleh para penguasa Negara. Faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia terdapat tujuh faktor yaitu :4

1. Lemahnya political will dan political action para pemimpin negara ini, untuk menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, supremasi hukum masih sebatas retorika dan jargon politik yang didengung-dengungkan pada saat kampanye. 2. Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa ketimbang kepentingan rakyat. 3. Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) dalam menegakkan hukum. 4. Minimnya sarana dan prasana serta fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan hukum. 5. Tingkat kesadaran dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang respek terhadap hukum.

Hikmanhanto Juwono,2006,penegakan hokum dalam kajian law and development:Problem dan fundamen bagi solusi di Indonesia,Jakarta: Varia peradilan No.244 hal 13

6. Paradigma

penegakan

hukum

masih

positivis-legalistis

yang

lebih

mengutamakan tercapainya keadilan formal (formal justice) daripada keadilan substansial (substantial justice). 7. Kebijakan xyang diambil oleh para pihak terkait (stakeholders) dalam mengatasi persoalan penegakan hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif dan tersistematis. Mencermati berbagai problem yang menghambat proses penegakan hukum sebagaimana diuraikan di atas. Langkah dan strategi yang sangat mendesak (urgent) untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Menurut Lawrence Meir Friedman di dalam suatu sistem hukum terdapat tiga unsur (three elements of legal system yaitu, struktur (structure), substansi (subtance) dan kultur hukum (legal culture). Dalam konteks Indonesia, reformasi terhadap ketiga unsur sistem hukum yang dikemukakan oleh Friedman tersebut sangat mutlak untuk dilakukan. Terkait dengan struktur sistem hukum, perlu dilakukan penataan terhadap intitusi hukum yang ada seperti lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian, dan organisasi advokat. Selain itu perlu juga dilakukan penataan terhadap institusi yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap lembaga hukum. Dan hal lain yang sangat penting untuk segera dibenahi terkait dengan struktur sistem hukum di Indonesia adalah birokrasi dan administrasi lembaga penegak hukum. Memang benar apa yang dikemukan oleh Max Weber (1864-1920) bahwa salah satu ciri dari hukum modern adalah hukum yang sangat birokratis. Namun, birokrasi yang ada harus respon terhadap realitas sosial masyarakat sehingga dapat melayani masyarakat pencari keadilan (justitiabelen) dengan baik. Dalam hal substansi sistem hukum perlu segera direvisi berbagai perangkat peraturan perundang-undangan yang menunjang proses penegakan hukum di Indonesia. Misalnya, peraturan perundang-undangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia seperti KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) proses revisi yang sedang berjalan saat ini harus segera diselesaikan. Hal ini dikarenakan kedua instrumen hukum tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Ketiga, Untuk budaya hukum

(legal culture) perlu dikembangkan prilaku taat dan patuh terhadap hukum yang dimulai dari atas (top down). Artinya, apabila para pemimpin dan aparat penegak hukum berprilaku taat dan patuh terhadap hukum maka akan menjadi teladan bagi rakyat. Sebagai upaya untuk meningkatkan pemberdayaan terhadap lembaga peradila dan lembaga penegak hokum lainnya langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu: 1. Peningkatan kualitas dan kemampuan aparat penegak hokum yang lebih professional, berintregitas, berkepribadian dan bermoral tinggi 2. Perlu dilakukan perbaikan-perbaikan system perekrutan dan promosi aparat penegakan hokum, pendidikan dan pelatihan serta mekanisme pengawasan yang lebih memberikan peran serta yang besar kepada masyarakat terhadap perilaku aparat penegak hokum 3. Meningkatakan peningkatan kesejahteraan aparat penegak hokum yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidup Krisis kepercayaan masyarakat terhadap hokum disebabkan antara lain karena masih banyaknya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum tuntas penyelesaiaannya secara hokum. Dalam rangka memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap hokum, upaya yang harus dilakukan adalah : 1. Menginventarisasi dan menindak lanjuti secara hokum berbagai kasus KKN dan HAM 2. Melakukan pemberdayaan terhadap aparat penegak hokum, khususnya aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan masyarakat 3. Pemberian bantuan hokum masyarakat yang tidak mampu Dan dalam rangka mewujudkan penegakan hokum dilingkungan peradilan demi terciptanya lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa maupun pihak lain

dengan tetap mempertahankan prinsip cepat, sederhana dan biaya ringan hal-hal yang perlu dilakukan adalah :5 1. Meningkatkan pengawasan dalam proses peradilan secara transparan untuk memudahkan partisipasi masyarakat dalam rangka pengawasan dan

pembenahan terhadap system menejemen dan administrasi peradilan secara terpadu 2. Menyusun system rekruitmen dan promosi yang lebih ketat pengawasan terhadap proses rekruitmen dan promosion dengan memegang asas kompetensi, transparansi dan partisipasi baik bagi hakim maupun aparat penegak hokum lainnya. 3. Meningkatkan kesejahteraan hakim dan aparat penegak hokum lainnya seperti jaksa, polisi dan PNS melalui peningkatan gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya sampai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan hidup yang disesuaikan dengan tugas wewewang dan tanggung jawab kerja yang dibebankan 4. Menunjang terciptanya system peradilan pidana yang ter[padu melalui sinkronisasi peraturan perundangan-undangan yang mengatur tugas dan wewenang hakim dan aparat penegak hokum lainnya 5. Meningkatkan peran advokat dan notaris melalui optimalisasi standar kode etik di lingkungan masing-masing 6. Menyempurnakan kurikulum di bidang pendidikan hokum guna menghasilkan aparatur hokum yang professional, berintegrasi dan bermoral tinggi 7. Meningkatkan kualitas hakim dalam melakukan penemuan hokum baru melalui putusan-putusan pengadilan (yurisprudensi) yang digunakan sebagai dasar pertimbangan hokum, yang dapat digunakan oleh aparat penegak hokum di lingkungan peradilan 8. Meningkatkan pembinaan terhadap integritas moral sikap perilaku dan pemberdayaan kemampuan dan keterampilan aparat penegak hokum 9. Mengembangkan mekanisme penyelesaian sengketa alternative diluar pengadilan dan memperbaiki upaya perdamaian di pengadilan

Satjipto Rahardjo,1983,Masalah penegakan hokum,Bandung: Sinar baru hal 8

10. Meningkatkan mekanisme pertanggungjawaban lembaga pengadilan kepada public, kemudahan akses masyarakat untuk memperoleh putusan pengadilan dan publikasi mengenai ada tidaknya perbedaan pendapat diantara majelis hakim terhadap setiap pengambilan keputusan 11. Melakukan pembinaan pemasyarakatan baik pembinaan di dalam maupun di luar lembaga pemasyarakata

Bab 3 Penutup

Anda mungkin juga menyukai