Anda di halaman 1dari 236

HUKUM ADAT

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM (UIB)

Bahan Kompilasi
PENDIDIKAN FORMAL
 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang
(2000-2004)
 Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya Malang (2007-2010)


KARIR DI BIDANG HUKUM
 Advokat (Peradi. NIA. 07.10987) Surat Keputusan Peradi dan Berita Acara
Sumpah Advokat di Pengadilan Tinggi Semarang, tanggal 28 Agustus
2007)
 Salah satu anggota tim Advokat di Kantor Hukum Fodhy Salim, SH and
Associates (2007-2008)
 Salah satu anggota tim Advokat di Kantor Hukum Yusticia Indonesia
(2006-2009)
 Salah satu anggota tim Advokat pada PT. Bhikarya Santosa (Plaza Dieng)
Malang (2009)
 Salah satu anggota tim Akuntan Publik Drs. M. Achsin, SH, Ak, Msi
sebagai Legal Auditor pada PT. Indomarin Singosari Malang (2008)
 Wakil Ketua LBH-Lembaga Hukum Dan Keadilan Indonesia Pusat (2006-
sekarang)
 Anggota Dewan Pengawas Yayasan Sumber Dharma Malang (2009-2010)
 Mendirikan Kantor advokat Joesoef and Partners (2007-2009)
FAKTA HUKUM
 Wilayah negara yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke,
memiliki sumber daya alam (natural resources) yang melimpah bak
untaian mutu manikam zamrud di garis khatulistiwa, dan juga sumber
daya budaya (cultural resources) yang beragam coraknya Secara teoritis
keragaman budaya (multikultural) di satu sisi merupakan konfigurasi
budaya (cultural configuration) yang mencerminkan jatidiri bangsa, dan
secara empiric menjadi unsur pembentuk negara kesatuan republik
Indonesia. Selain itu, kemajemukan budaya juga menjadi modal budaya
(cultural capital) dan kekuatan budaya (cultural power) yang
menggerakkan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.
 1128 suku di indonesia
 Penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan Negeri diantara orang
pribumi masih sering menggunakan hukum adat
 Banyaknya undang-undang yang menggunakan asas-asas hukum adat
 Hukum adat memiliki peranan yang penting terhadap sistem hukum di
indonesia
ISU HUKUM SEBAGAI TOPIK MATERI
KULIAH HARI INI
1. Kegunaan mempelajari hukum adat bagi
mahasiswa fakultas hukum
2. Pengertian hukum adat
3. Unsur-unsur hukum adat
4. Istilah hukum adat
5. Keberlakuan hukum adat
KEGUNAAN MEMPELAJARI HK. ADAT

 Memberikan dasar corak tersendiri terhadap


sistem hukum nasional.
 Hukum adat sebagai salah satu sistem hukum

di indonesia
 Hukum adat sebagai salah satu dasar hukum

dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan


HUKUM ADAT SEBAGAI SALAH SATU
SISTEM HUKUM DI INDONESIA

Negara-negara
Sistem Common Law
Anglo Saxon
Hukum
Negara-negara
Civil Law
Eropa Continental

Negara-negara
Adat
Asia

Negara-negara
Agama
Timur-Tengah

Negara-Negara Eropa
Sosialis
Timur dan China
SISTEM HUKUM INDONESIA
 Sistem Hukum yang berlaku di Indonesia adalah sistem hukum
campuran yakni:
1. Sistem Hukum Civil Law karena faktor historis dimana
Indonesia pernah dijajah Belanda sehingga berdasar asas
konkordansi Belanda menerapkan hukum Belanda berlaku
diseluruh wilayah jajahan Hindia Belanda termasuk Indonesia.
Namun, pada perkembangan Indonesia mulai berkiblat ke
Common Law dengan munculnya berbagai produk hukum
yang berdiri sendiri model Common Law seperti UU Korupsi,
UU Ketenagakerjaan dll
2. Sistem Hukum Islam (Inpres No. 1 tahun 1991 Tentang
kompilasi hukum Islam, Peradilan Agama, bank syariah,
ekonomi syariah, hukum Waris Islam )
3. Sistem Hukum Adat (UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria)
ARTI ADAT

ADAT BAHASA ARAB

KEBIASAAN
“Tingkah laku seseorang yang terus-menerus dilakukan
dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam
waktu yang lama”.

Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah :


1) Adanya tingkah laku seseorang
2) Dilakukan terus-menerus
3) Adanya dimensi waktu.
4) Diikuti oleh orang lain/ masyarakat.
 Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo,
mengatakan bahwa adat adalah tingkah laku
yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada
yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa
menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah
laku didalam masyarakat ini adalah aturan
adat dan bukan merupakan aturan hukum.
Istilah Hukum Adat

 Istilah hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam


masyarakat, dan masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau
kebiasaan.
 Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah
oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun
1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang
berjudul "De Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat
sebagai "adat recht" (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi
nama pada satu sistem pengendalian sosial (social control)
yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.
 Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh
Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum
Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia).
HUKUM ADAT MENURUT AHLI HUKUM
BARAT
 Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam
keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan
dalam masyarakat.
 Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven
Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang
berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.
 Mr. J.H.P. Bellefroit
Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak
diundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat
dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai
hukum.
AHLI HUKUM INDONESIA
Dr. Sukanto, S.H.
Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak
dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
Prof. M.M. Djojodigoeno, S.H.

Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.


Prof. Dr. Hazairin

Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah-kaidah kesusialaan yang
kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.
Soeroyo Wignyodipuro, S.H.

Hukum adat adalah suatu ompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat
yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari dalam masyarakat, sebagaian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh
rakyat karena mempunyai akibat hukum ( sanksi ).
Prof. Dr. Soepomo, S.H.

Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis, meliputi peraturan-
peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung
oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai
kekuatan hukum.
UNSUR-UNSUR HUKUM ADAT
unsur-unsur hukum adat sebagai berikut :
1. Adanya tingkah laku yang terus menerus
dilakukan oleh masyarakat.
2. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis

3. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai


sakral
4. Adanya keputusan kepala adat

5. Adanya sanksi/ akibat hukum

6. Tidak tertulis

7. Ditaati dalam masyarakat


UNSUR HUKUM ADAT
 Unsur kenyataan, bahwa adat itu
dalam keadaan yg sama selalu
dipatuhi oleh masyarakat.
 Unsur psikologis, adanya keyakinan

pada rakyat bahwa adat dimaksud


mempunyai kekuatan hukum.
TEORI KEPUTUSAN
(beslissingenleer-theorie)
 Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan”
artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu
adat-istiadat itu sudah merupakan hukum
adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa
masyarakat hukum terhadap sipelanggar
peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa
menjatuhkan putusan hukuman terhadap
sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah
merupakan hukum adat.
JUMLAH LINGKUNGAN HUKUM ADAT DI INDONESIA
MENURUT CORNELIS VAN VOLLENHOVEN
1 Aceh 14 Maluku utara
2 Gayo dan batak 15 Maluku ambon
3 nias dan sektarnya 16 Maluku Tenggara
4 Mentawai 17 Papua
5 Sumatera selatan 18 Nusa Tenggara dan timor
6 Enggano 19 Bali dan Lombok
7 Melayu 20 Jawa dan Madura (jawa pesisiran)
8 Banka dan Belitung 21 Jawa mataraman
9 Kalimantan (dayak) 22 Jawa barat (Sunda)
10 Sangihe-talaud 23 Minangkabau
11 Gorontalo
12 Toraja
13 Sulawesi selatan (bugis)
CIKAL BAKAL HUKUM ADAT

PERINTAH,
ADAT LARANGAN,
SANKSI, HUKUM ADAT
ISTIADAT
KEPUTUSAN
PENGUASA

1. Adanya tingkah laku


seseorang
2. Dilakukan terus-
menerus
3. Adanya dimensi waktu.
4. Diikuti oleh orang lain/
masyarakat.
NILAI-NILAI UNIVERSAL/SIFAT
UMUM HUKUM ADAT
 Asas gotong-royong
 Fungsi sosial manusia dan milik dlm masy.
 Asas persetujuan sbg dasar kekuasaan

umum.
 Asas perwakilan dan permusyawaratan.
Sumber hukum adat (rechts bron)
1. Kebiasaan dan adat istiadat yang
berhubungan dengan tradisi rakyat;
2. Kebudayaan tradisi rakyat;

3. Ugeran-ugeran (norma) yang langsung timbul


sebagai pernyataan kebudayaan orang
Indonesia asli, tegasnya sebagai pernyataan
rasa keadilan dalam hubungan pamrih
4. Perasaan keadilan yang hidup dalam hati
nurani rakyat.
Proses Pembentukan Hukum Adat

 Pikiran                  KEBIASAAN ADAT Negara


MANUSIA Kehendak —->  Pribadi —–>  
Masyarakat  —–>  HUKUM ADAT
Perilaku                                                          
                           Rakyat
GOLONGAN PENDUDUK DI
INDONESIA
 Pasal 131 I.S Jo Pasal 163 I.S, golongan penduduk
dibagi menjadi tiga (3):
1. Gol. Eropa atau yang dipersamakannya

2. Gol. Timur Asing:

a. Penduduk WNI keturunan Tionghoa dan yang


dipersamakannya Mis: Jepang, Korea,
Vietnam dll
b. Penduduk WNI keturunan arab dan yang
dipersamakannya Mis:India, Afganistan,
afrika dll
3. Gol. Pribumi/Bumiputera
Personalitas yang terikat oleh
hukum adat
1. Hukum adat pada prinsipnya hanya berlaku
bagi gol pribumi/ bumiputera
2. Gol. Eropa dan Gol. Timur Asing pada
prinsipnya tidak tunduk pada hukum adat,
kecuali untuk hal-hal yang memang diwajibkan
oleh undang-undang.
Misal: semua perbuatan yang berkaitan dengan
hak atas tanah (peralihan, pencabutan dan
pembebanan), semua golongan penduduk
harus tunduk pada hukum adat mengenai
tanah (Ps. 5 UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA))
Hubungan antara agama dengan
hukum adat
 Van Den Berg mengeluarkan teori ‘receptio in complexu’. Intinya,
hukum agama (Islam) diterima secara keseluruhan oleh masyarakat
sekitar yang memeluk agama tersebut. Singkatnya, hukum adat
mengikuti hukum agama yang dipeluk oleh masyarakat adat itu. 
  
 Namun, teori ini dibantah oleh Snouck Hugronje -- dan Van
Vollenhoven -- melalui teori ‘receptie’-nya. Menurut Hugronje, hukum
Islam dapat diberlakukan sepanjang tidak bertentangan atau telah
diterima keberlakuannya oleh hukum adat. Artinya, hukum Islam
mengikuti hukum adat masyarakat sekitar. 
 Pandangan Prof. Hazairin ini diperkuat oleh Prof. Sayuti Thalib. Menurut
Prof. Sayuti, hukum yang berlaku bagi masyarakat adalah hukum agama
yang dipeluknya, hukum adat hanya berlaku bila tidak bertentangan
dengan hukum agama yang dipeluk oleh masyarakat. Pandangan ini
dikenal dengan sebutan teori ‘ receptie a contrario’.
  
Teori2

Eksistensi antara H. Islam dan H. adat memunculkan


teori2 yi:
1. Teori Receptio in Complexu yi setiap penduduk
berlaku hukum agamanya masing-masing
(LWC.van den Berg); ada pengadilan agama
(priesterrad) disamping landraad.
2. Teori Receptie (van Vollenhoven dan Snouck
Hugronye)yi hukum Islam berlaku bagi bagi orang
Islam bila diterima dan telah menjadi hukum adat
mereka.
3. Teori Receptio A contrario yi hukum adat baru
berlaku bila tidak bertentangan dengan hukum
Islam.
MATERI
HUKUM ADAT DILIHAT DARI SUDUT
PERUNDANG-UNDANGAN
-SEBELUM KEMERDEKAAN
-SESUDAH KEMERDEKAAN
-DASAR HUKUM BERLAKUNYA HUKUM ADAT
DASAR-DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT

 KEBERLAKUAN HUKUM ADAT

Eksternal

Internal
Secara Internal
 Memberlakukan Hukum Adat menurut sistem
Hukum Adat
 1. Keberlakuan Faktual/empiris/sosiologis

◦ -Kenyataan
◦ -Psikologis
 2. Keberlakuan Filosofis-Hukum adat
berlansaskan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat
Keberlakuan secara Eksternal
 Memberkalukan hukum adat melalui sistem
diluar hukum adat
 Keberlakuan Hukum adat dalam hukum

positif Yuridis Formal


ASAS NORMA HUKUM
 Lex Superior Derograt Legi Inferiori
 Asas ini berarti peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah tingkatannya, apabila kedua peraturan
tersebut bertentangan., misalnya undang-undang dengan peraturan
pemerintah.
 Lex Specialis Derograt Legi Generali
 Asas ini berarti peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus
(special) mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-
undangan yang bersifat umum (general), apabila keduanya memuat
ketentuan yang saling bertentangan. misalnya suatu undang-undang
dengan undang-undang lainnya atau suatu peraturan pemerintah
dengan peraturan pemerintah lainnya.
 Lex Posteriori Derograt Legi Priori
 Arti asas ini adalah peraturan perundang-undangan yang kemudian
(baru) mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-
undangan yang terdahulu (lama), apabila kedua peraturan perundang-
undangan tersebut memuat ketentuan yang saling bertentangan.
KEBERLAKUAN SECARA YURIDIS
FORMIL
 1. Masa Hindia Belanda
 -Pasal 11 AB
 -Pasal 75 RR
 - Pasal 131 ayat (2) Indische Staatregeling

 2. Masa Penjajahan Jepang


 - UU No 1 Tahun 1942

 3. Masa Pasca Kemerdekaan


 - Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
 - Pasal 104 ayat (1) UUDS 1950
 - Pasal 17 ayat (2) UU No 19 Tahun 1964
 - Pasal 23 ayat (1) & Pasal 27 ayat (1) UU No. 14 Th 1970
 - UU No 22 Tahun 1999 jo UU No 32 Tahun 2004
 - Pasal 25 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004
Politik Hukum jaman Hindia
Belanda
 Th 1839-Panitia membuat rangcangan UU al:
 A. AB (Algemeene Bepalingen van Wetgwving
voo Nederlands Indie) yaitu ketentuan-
ketentuan umum tentang Perundangan di
Indonesia.
 B. BW (burgerlijk Wetboek) KUHPerdata
 C. Wetboek ven Koophandel) Wvk/ KUHPidana
 D. RO (eglement op de Rechterlijke
Organisatie en Het beleid der Justitie /
Peaturan Susunan Pengadilan dan
Kebijaksanaan Justitie)
Pasal 11 AB
“kecuali dalam hal-hal orang pibumi atau
oang-oang yang disamakan dengan mereka
(orang timur asing) dengan suka rela
mentaati peraturan hukum perdata dan
hukum dagang Eopa, atau dalam hal-hal
bahwa bagi mereka berlaku peraturan
perundangan lain maka hukum yg berlaku
dan yang diperlakukan oleh hakim pribumi
bagi mereka itu adalah undang-undang
keagamaan, lembaga-lembaga rakyat dan
kebiasaan mereka asal saja peraturan itu
tidak bertentangan dgn asas-asas keadilan
yang diakui umum.
Pasa
 Pasal 11 AB

 Asas konkordansi asas dualisme


 Gol Eropa(HK PerdataBarat) Pribumi & Timur asing
 -Hk Perdata Barat
(sukarela)
-Hk Adat
Pasal 75 ayat 3 RR tahun
1854
Redaksinya sama antara Pasal 11 AB
“asas dualisme “ tetap dipertahankan
Ditujukan kepada Hakim

Tahun 1926 RR diganti IS


Ditujukan kepada Pembuat Ordonansi
1. Masa Hindia Belanda
- Pasal 131 ayat (2) IS Jis RR Psl 75

 Indische Staatregeling, UU “Wet op de


Staats inrichting van Nederlands-Indie”
 Stb 1925 No. 415 jo No 577 berlaku mulai

1 jan 1926
 RR (Regerings Reglement)
 UU –(Reglement op Het Beleid der van

Nederlands Indie)
Pasal 163 IS
 Penggolongan Penduduk
 Gol Eopa
 Gol Timur Asing
 Gol Bumi putra/indonesia asli
Gol Eropa
1. Oang-orang belanda
2. Orang-orang berasal dr Eropa dan jepang
3. Gol lain yg asas hk kekeluargaan sama dgn
BW misalnya Amerika, canada Afrika selatan
Golongan Timur Asing
 1. Golongan Cina
 Berlaku seluuh ketentuan BW
 2. Gol bukan cina
 Arab, India, Pakistan
 Berlaku hukum harta kekayaan
 Tdk termasuk hk perorangan dan keluarga
Golongan Bumiputra
 Orang Indonesia yang tdk beragama kristen
 Berlaku hukum Perdata adat
Lembaga Penundukan
 Dasar Hukum
 Pasal 11 AB

 Pasal 75 RR
 Pasal 75 ayat 4RR baru atau pasal 131 IS

 “seorang indonesia asli dan timur asing

sekedar mereka belum tunduk kedalam


peraturan-peraturan yg berlakubagi orang-
orang eropa, dapat menundukkan diri
dengan sukarelakpd hk perdata dan dagang
barat.
Lembaga Penundukan dibagi 2

 1. Penundukan sukarela
a. seluruhnya.
b. Untuk sebagian
c. Suatu perbuatan tertentu
2. Penundukan anggapan / diam-diam
Atas kehendak pemeintah
Contoh pendirian firma,CV,pembuatan Akte
notaris, pembuatan perjanjian-perjanjian,
hipotik
S. 1847-23
 BW berlaku Bagi:
 1. Orang-orang Eropa
 2. Orang-orang Indonesia Keturunan Eropa
 3. Orang-orang yang disamakan dengan

oang-orang eropa yaitu mereka yang


beragama kristen.
Pasal 131 IS ayat 2 sub b
 Golongan Indonesia Asli dan Timur Asing
Hk Adat mereka

 Dasar Kepentingan sosial maka Pembuat


Ordonansi (badan Legislatif) dapat
memberlakukan
 1. Hukum Eropa
 2. Hukum eropa yang telah
diubah(gewijzigd Eropees Recht)
 3.Hukum Baru (Nieuw Recht)
 Hukum sintesa antara Hk Adat dan Hk Barat
Jaman pendudukan Jepang

Dgn Peraturan Peralihan UU No. 1 th.1942


pasal 3 : “ Semua badan pemerintah dan
kekuasaannya, hkm dan perat UU an dr pmrth
dahulu tetap diakui sah utk sementara waktu
selama tdk bertentangan dgn aturan pmrth
militer.”
PASKA KEMERDEKAAN
1. UUD 1945 : pasal 24; pasal II aturan peralihan
2. Konstitusi RIS 1949 pasal 146 ayat 1 : “Segala
keputusan kehakiman hrs berisi alasan2nya dan
dlm perkara hukuman hrs menyebut aturan2
perundangan dan aturan2 hukum adat yg
dijadikan dasar hukuman tsb.”
3. UUDS 1950 pasal 104 : “Segala keputusan
pengadilan hrs berisi alasan2nya dan dlm perkara
hukuman hrs menyebut aturan2 perundangan
dan aturan2 hukum adat yg dijadikan dasar
hukuman itu.”
Dekrit Presiden

 Tap MPRS No.11/MPRS/1960 Lampiran A


paragraf 402 “ asas2 pembinaan hukum
nasional spy sesuai dgn haluan negara dan
bdsrk pada hukum adat yg tdk menghambat
perkembangan masy. Adil makmur.”
Hirarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia
(Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004)
UUD 1945
UU/PERPU
PP
PERPRES
PE
Peraturan Menteri RD
menurut Pasal 7 ayat A
(4) Undang-Undang
No. 10 Tahun 2004
 Constitution = UUD 1945
Tentang Pembentukan  General Norms Created In The
Peraturan Perundang- Legislative Process = UU / Perppu
Undangan juga
termasuk sebagai  Administrative Regulation = PP,
peraturan perundang- Perpres, Permen Peraturan, Perda
undangan
TEORI JENJANG NORMA
(Hans Kalsen)

Administrative Regulation

General Norms

Constitution

GRUNDNORM

1. norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu


hirarki tata susunan.
2. norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang
lebih tinggi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat
ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu norma dasar
(Grundnorm)
3. Prinsipnya adalah melihat tata hukum sebagai suatu proses dan
menjadikannya dasar dalam menciptakan setiap aturan, dari yang bersifat
umum sampai kepada yang paling konkrit sifatnya
MATERI
 Masyarakat Hukum Adat
1. Faktor-faktor timbulnya Persekutuan Hukum
2. Pembagian Masyarakat Hukum Adat
3. Benda dalam Hukum Adat
4. Corak Masyarakat Hukum Adat
5. Masyarakat Hukum Adat pada Masa Sekarang
6. Lembaga Masyarakat Desa
 istilah lain bbrp literatur sbb: -- Indegenous
people,
 - Masyarakat adat, - masyarakat tradisional
 - masyarakat terasing - masyarakat lokal

dsb…
 Timbul jauh sblm ada kesatuan politik negara (state) baik kerajaan
maupun penjajah belanda sekelompok individu sdh bersekutu yg
disebut community , yaitu kesatuan hdp mnsa, yg menempati wilayah
nyata & berinteraksi mnrt suatu sistem adat-istiadat, serta terikat suatu
rasa ientitas komuniti (R. Yando Zakaria)
 Soepomo dg mengutip Ter Haar berpendapat:
 “Bahwa di slruh kepulauan Indonesia pd tingkatan rakyat jelata, terdpt
pergaulan hidup di dlm golongan2 yg bertingkah laku sbg kesatuan thp
dunia luar, lahir & batin. Gol2 itu mmpy susunan yg tetap & kekal, &
org2 segolongan itu msg2 mengalami kehidupannya sbg hal yg
sewajarnya, hal mnrt kodrat alam. Tdk ada seorangpun dr mrk yg
mempny pikiran akan kemungkinan pembubaran gol itu.Gol mns tsb
mmpny harta benda, milik keduniaan & milik ghaib. Gol2 demikianlah yg
bersifat persekutuan hkm  
 Psl 1 ayat (3) Permen no 5/1999 ttg Pedoman
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat yg dikeluarkan Meneg
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
disebutkn:
 “Masyarakat Hukum Adat sbg sekelompok
org yg terikat oleh tatanan hukum adatnya sbg
warga bersama suatu persekutuan hukum
karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas
dasar keturunan”
Corak Masyarakat Hukum
Adat
 1. Paguyuban (gemeinschaft)
 corak khdpn bersama dmn anggotanya diikat hub batin yg murni,
 bersifat alamiah & kekal.
 CIRI = pembagian kerja spesialisasi indivdu tdk mnonjol, kdudukn
 tdk bgtu ptg, anggota hilang 1 tdk bgtu pengaruh
 DASAR HUB= WESSENWILLE = kodrat mns yg timbul dr
 keseluruhan kehidpn alami (rasa cinta & persatuan batin)
 Ex: keluarga, kelompok kerabat, RT dsb
 Mnrt Ferdinand Tonnies ada 3 pembagian gemeinschaft:
 - gemeinschaft by blood (pgybn krn ikatan darah) ex: keraton yogy
 - gemeinschaft of place (pgybn krn ikatan tempat) ex: RT, RW
 - gemeinschaft of mind (pgybn krn ikatan jiwa-pikiran) ex: organisasi 

 2. Patembayan (geshellschaft)
 Ikatn lahir yg bersifat pokok & biasanya utk jngk wkt pendk
 DASAR HUB= KURWILLE = kemauan utk mencapai 7-an ttt
 sifatnya rasional
 Ex: ikatan organisasi, iktn pedagang dsb 

  
 
 C. Struktur Masyarakat Hukum Adat
 1. berdasar Genealogis (keturunan)
 a. Patrilineal (pertalian darah garis bapak)
 Ex: Suku batak, nias, sumba
 b. Matrilineal (pertalian darah garis ibu)
 Ex: Minangkabau
 c. Parental (pertalian darah garis bapak+ibu)
 Utk menentukan hak & kewajiban seseorang, maka family
 dr pihak bapak adalah sama artinya dg family dr pihak ibu
 Ex: Suku Jawa, sunda, aceh, dayak
 2. berdasar Teritorial (wilayah)
 a. Desa
 sklmpok org trikat pd suatu kediaman(dukuh) mpy pmrth sdr
 Ex : Desa di Jawa & Bali
 b. Daerah
 bbrp desa yg mpy pmrth msg2 namun mrpk bagian dr daerah
 Ex: Marga di Sumsel dg dusun2 di dlm daerahnya
 c. Perserikatan (beberapa kampung)
 Ex: Perserikatan huta-huta di suku batak 
  
 
 Karena Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat & prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang”, maka MK
menentukan kriteria atau tolok ukur terpenuhinya
ketentuan UUD 1945, yaitu bahwa kesatuan masyarakat
hukum adat tersebut : 1. Masih hidup; 2. Sesuai dengan
perkembangan masyarakat; 3. Sesuai dengan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan 4. Ada
pengaturan berdasarkan undang-undang.
 Masih Hidup
 Lebih lanjut menurut MK, suatu kesatuan masyarakat hukum
adat untuk dapat dikatakan secara de facto masih hidup (actual
existence) baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang
bersifat fungsional setidak-tidaknya mengandung unsur-unsur
(i) adanya masyarakat yang masyarakatnya memiliki perasaan
kelompok (in group feeling); (ii) adanya pranata pemerintahan
adat; (iii) adanya harta kekayaan dan/atau benda-benda adat;
dan (iv) adanya perangkat norma hukum adat. Khusus pada
kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial juga
terdapat unsur (v) adanya wilayah tertentu.
 Sesuai perkembangan masyarakat;
 MK juga berpendapat bahwa kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya dipandang sesuai dengan
perkembangan masyarakat apabila kesatuan masyarakat hukum
adat tersebut :
1. Keberadaannya telah diakui berdasarkan undang-undang yang
berlaku sebagai pencerminan perkembangan nilai-nilai yang
dianggap ideal dalam masyarakat dewasa ini, baik undang-
undang yang bersifat umum maupun bersifat sektoral, seperti
bidang agraria, kehutanan, perikanan, dan lain-lain maupun
dalam peraturan daerah;
2. Substansi hak-hak tradisional tersebut diakui dan dihormati
oleh warga kesatuan masyarakat yang bersangkutan maupun
masyarakat yang lebih luas, serta tidak bertentangan dengan
hak-hak asasi manusia.
 MK kemudian menyatakan bahwa suatu kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
apabila kesatuan masyarakat hukum adat tersebut tidak
mengganggu eksistensi Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagai sebuah kesatuan politik dan kesatuan
hukum, yaitu keberadaannya tidak mengancam kedaulatan
dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
substansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
TUJUAN MEMPELAJARI
HUKUM ADAT
1. Hukum adat sebagai ilmu
2. Hukum adat sebagai ilmu hukumpositif
Hukum adat sebagai ilmu
1. Untuk mengetahui pengertian hukum adat
2. Untuk mengetahui asal-usul terjadinya
hukum adat
3. Untuk mengetahui objek, metode dan
sistematik penguraian hukum adat
4. Untuk mengetahui bentuk dan sifat kaidah
hukum adat
Hukum adat sebagai ilmu hukum
positif
1. Untuk mengetahui kedudukan hukum adat dalam
tata hukum indonesia
2. Untuk mengetahui landasan formal berlakunya
hukum adat
3. Untuk mengetahui alasan hukum adat tidak berlaku
secara nasional
4. Untuk mengetahui kaidah-kaidah hukum adat yang
tidak bertentangan dengan per-uu-an di indonesia
5. Untuk mengetahui sejauh manakah peranan hukum
adat dalam pelaksanaan pembangunan hukum di
indonesia
SYARAT AGAR HUKUM ADAT DAPAT
DIJADIKAN SEBAGAI SISTEM HUKUM NASIONAL

Hk. Adat sbg suatu sistem hukum hrs


memenuhi/mempunyai beberapa unsur :
1. Subyek Hukum
2. Obyek Hukum
3. Hak dan kewajiban
4. Peristiwa hukum
5. Hubungan hukum
Syarat hukum adat dijadikan
landasan hukum nasional
Tercermin dalam Pasal 5 UU No. 5 tahun 1960
(UUPA), yakni sepanjang tidak bertentangan
dengan:
1. Kepentingan nasional dan negara,
2. Asas persatuan bangsa,
3. Sosialisme indonesia
4. Serta dengan peraturan perundangan
lainnya,
5. Unsur-unsur yang bersandar pada hukum
agama.
NILAI-NILAI UNIVERSAL/SIFAT
UMUM HUKUM ADAT
 Asas gotong-royong
 Fungsi sosial manusia dan milik dlm masy.
 Asas persetujuan sbg dasar kekuasaan

umum.
 Asas perwakilan dan permusyawaratan.
NILAI-NILAI HUKUM
MENURUT LAWRENCE FRIEDMAN, HUKUM
HARUS MEMILIKI 3 (TIGA) NILAI:
1. NILAI KEPASTIAN HUKUM
2. NILAI KEADILAN
3. NILAI KEMANFAATAN
HUKUM ADAT SEBAGAI HUKUM
PERDATA MATERIIL
 BAGI GOLONGAN PRIBUMI, PERKARA WARIS
MEWARIS HARUS DISELESAIKAN DENGAN OPSI:
1. HUKUM WARIS ADAT
2. HUKUM WARIS ISLAM
 SEGALA PERKARA BERKAITAN DENGAN
TRANSAKSI TANAH HARUS BERLAKU HUKUM
AGRARIA YANG BERSUMBER PADA HUKUM
ADAT ( PS. 5 uu No. 5 tahun 1960)
HUKUM ADAT DALAM SENGKETA
ANTAR GOLONGAN
Hukum perdata materiil yang harus
diberlakukan:
1. Titik pertautan primer
a) Dominasi objek sengketa
b) Dominasi subjek sengketa
2. Titik pertautan sekunder
a) Kehendak para pihak
b) Pilihan hukum melalui penundukan diri
Arti penting Pasal 28 UU 4/2004
Tentang Kekuasaan Kehakiman
“Hakim wajib, menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat”

Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor


4 tahun 2004 dalam Pasal 28 hakim harus
melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat
setempat dalam menjatuhan putusan pidana
terhadap kasus yang berkaitan dengan adat
setempat.
Hukum Adat
(Masyarakat Hukum Adat)
FAKTA HUKUM
 Manusia sebagai zoon politicon
 Masyarakat adat di Indonesia lebih

mengutamakan comunalisme dengan prinsip


sosial dan gotong royong
 Fenomena Lembaga adat lebih dipatuhi oleh

masyarakat daripada lembaga formal


Isu hukum sebagai topik materi
kuliah hari ini
 Masyarakat hukum adat
 Faktor-faktor timbulnya persekutuan hukum
 Pembagian masyarakat hukum adat
 Benda dalam hukum adat
 Corak masyarakat hukum adat
 masyarakat hukum adat pada masa sekarang
 lembaga masyarakat desa
Pengertian masyarakat hukum
adat
 Menurut Pasal 1 angka 3 Permenagraria/ka
BPN No. 5/1999 tentang Pedoman
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat, pengertian Masyarakat Hukum
Adat adalah sebagai berikut:
“Sekelompok orang yang terikat oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum karena persamaan
tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan”
Masyarakat hukum adat
a. masyarakatnya masih dalam bentuk
paguyuban (rechsgemeenschap);
b. ada kelembagaan dalam bentuk
perangkat penguasa adatnya;
c. ada wilayah hukum adat yang jelas;
d. ada pranata hukum, khususnya peradilan
adat, yang masih ditaati; dan
e. masih mengadakan pemungutan hasil
hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
hari.
(Penjelasan pasal 67 ayat 1, UU RI No.41 Th
1999
Ttg Kehutanan)
Faktor-faktor timbulnya
persekutuan hukum adat
1. Adanya keterikatan antar orang, yg dikarenakan:
A. Geneologi (kesamaan keturunan):
1) Patrilineal
2) Matrilineal
3) Parental
B. Teritorial (Kesamaan wilayah)
1) Desa
2) Persekutuan daerah (kecamatan)
3) Perserikatan/organisasi
2. Masyarakatnya bersifat guyub/gemeinschaft (comunal)

3. Terikat pada suatu hukum adat


Tiga (3) model persekutuan
hukum adat
1. Persekutuan hukum genealogis
2. Persekutuan hukum teritorial
3. Persekutuan hukum genealogis & teritorial
Benda dalam hukum adat
Corak hak milik (eigendom) atas benda dalam
hukum perdata barat berbeda dengan corak
hak milik atas benda dalam hukum adat
CORAK HAK KEBENDAAN DALAM
HUKUM ADAT
Corak hak atas tanah menurut hukum adat:
 Tanah desa (tanah bengkok)

 Tanah dengan hak pakai (gogol tetap dan tidak tetap)

 Tanah hak milik (yasan)

 Bisa diwariskan

 Bersifat sosial

 Tidak mengenal asas acessi/pelekatan

 Larangan tanah absente

 Adanya pembatasan kepemilikan luas tanah

 Tidak mengenal daluarsa atas tanah

 Tidak mengenal benda bergerak dan benda tak bergerak


Kedudukan Persekutuan desa
menurut Yurispridensi
 Peranan Kepala Desa dalam perjanjian-perjanjian mengenal tanah.
Pertimbangan Pengadilan Negeri yang dibenarkan Pengadilan Tinggi dan
Mahkamah Agung:
 Ikut sertanya Kepala Desa dalam jual beli tanah menurut hukum adat

membuat jual beli itu bersifat terang (resmi); Untuk masyarakat hukum
di daerah-daerah Sumatera bagian selatan yang dimaksud dengan Kepala
Desa di sini adalah justru Pasirah sebagai Kepala Marga, karena
Pasirahlah yang dianggap sebagai pemegang adat, yang mengetahui
segala adat istiadat dan hukum adat positif di dalam lingkungan
marganya, sedangkan Kerio sebagai Kepala Dusun merupakan pembantu-
pembantu dari Pasirah sebagai Kepala Marga tersebut;
- Maka jual beli tanah yang dibuat di hadapan Pasirah sebagai Kepala
Marga lebih terang sifatnya dari pada yang dibuat di hadapan Kerio
sebagai Kepala Dusun/Kampung.
Putusan Mahkamah Agung : tgl. 29-1-1976 No. 690 K/Sip/1973.
Dalam Perkara : : Abdul Azis bin Kebat, dkk. lawan Mohamad Kallani bin
Meskat. dengan Susunan Majelis : 1. D.H. Lumbanradja SH.; 2. Busthanul
Arifin S.H.; 3. Sn Widojati Wiratmo Soekito SH.
 Hukum Adat di daerah Gianyar:
 “Banjar-2 - patus”
 Soal keanggotaan dalam “pepatusan” bukan merupakan

keharusan adat, sehingga desa adat yang berpokok pada


tiga lembaga, yaitu pure dalam, pure puseh dan pure desa
itu tidak dapat turut campur dalam soal kehidupan
papatusan; lagi pula yang diperselisihkan merupakan
barang-barang yang diakui oleh kedua pihak sebagai milik
bersama yang dituntut untuk dibagi, maka desa adat tidak
berwenang Dalam Perkara : ini.
 Putusan Mahkamah Agung : No. 1056 K/Sip/1972.

Dalam Perkara : : I Made Ledang, I Lemuh, I Radjig dkk..


lawan I Lemuh Keramas, I Pitja Pasek, I Lasija, dKk. dengan
Susunan Majelis : 1. Prof. R. Sardjono SH.; 2. Indroharto
S.H.; 3. R.Z. Asikin Kusumah Atmadja SH.
 Hukum Adat di daerah Ambon:
 Kedudukan “Kepala Pusaka”.

 Pertimbangan Pengadilan Negeri yang dibenarkan Pengadilan Tinggi dan

Mahkamah Agung:
 bahwa ternyata dusun sengketa Dalam Perkara ini adalah sama dengan

dusun sengketa Dalam Perkara antara Abdul Samad Kaplale lawan Haji
Abdul Sjukur Kaplale dan Muhammad Kaplale yang telah diputus oleh
Landraad Saparua pada tahun 1936 dan Lad van Justitie Makassar 1938;
bahwa keputusan yang mengikat Kepala Pusaka dengan sendirinya turut
pula mengikat Anak-anak Pusaka dan Kepala Pusaka selanjutnya, serta
ahli-ahli waris dan orang-orang yang mendapat hak dari padanya,
sehingga keputusan-keputusan yang mengikat Haji Abdul Samad
Kaplale turut pula mengikat para penggugat Dalam Perkara  ini dan
keputusan yang mengikat Haji Abdul Sjukur Kaplale dan Muhammad
Kaplale turut pula mengikat pan tergugat Dalam Perkara ini.
 Putusan Mahkamah Agung : tgl. 30-12-1975 No. 941 K/Sip/1973.

Dalam Perkara : : Haji Idris Kaplale (mewakili 15 orang) lawan 1. Haji


Achmad Kaplale, 2. Haji Djuain Kaplale, dkk. dengan Susunan Majelis :
1. Saldiman Wirjatmo S.H.; 2. Indroharto S.H.; 3. Busthanul Arifin S.H.
HUKUM ADAT
TRANSAKSI TANAH
FAKTA HUKUM
Bahwa oleh karena masyarakat adat bersifat
sederhana, maka semua transaksi hak atas
tanah pun bersifat sederhana
Tidak semua transaksi hak atas tanah dalam
hukum adat menerapkan prinsip keadilan
bahkan banyak pula yg mengandung sifat
exploitasi/pemerasan
Munculnya tuan tanah
Materi kuliah pertemuan 6 &
7
1. Cara memperoleh hak atas tanah
2. Macam2 transaksi hak atas tanah tanah
3. Sahnya transaksi hak atas tanah
4. Transaksi jual gadai tanah
5. Hak pembeli gadai atas tanah
6. Perbedaan gadai dalam BW dengan gadai dalam hukum adat
7. Jual gadai menurut UUPA
8. Transaksi jual lepas dan panjer
9. Transaksi bagi hasil tanah
10. Sewa tanah
11. Hutang dan Jaminan tanah adat
12. Perbedaan Hutang dan Jaminan tanah adat dengan transaksi jual
gadai tanah
13. Hak tanggungan
Cara memperoleh hak atas tanah

Perolehan hak
atas Tanah

peristiwa Perbuatan
hukum hukum

Perbuatan Perbuatan
hukum huku dua
Warisan pihak
sepihak
Perolehan hak atas tanah dalam
hukum adat
Perolehan hak
atas Tanah
karena perbuatan
hukum

Perbuatan Perbuatan
Sepihak dua pihak

1. Pendirian suatu
1. Menggadai
desa
2. Jual lepas
2. Pembukaan tanah
3. Jual tahunan.
oleh seorang warga
persekutuan
JUAL BELI
 ASAS TERANG DAN TUNAI
Menurut hukum adat, sahnya jual beli tanah Pemindahan hak atas tanah
yang harus dilakukan secara terang dan tunai.
A. Terang:

Bahwa perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan


Kepada adat yang berperan sebagai pejabat yang menanggung
keteraturan Dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut, sehingga
perbuatan Tersebut diketahui oleh umum.
B. Tunai:

Bahwa perbuatan pemindahan hak dan Pembayaran harganya dilakukan


secara serentak. Oleh karena itu, maka Tunai berarti bahwa harga
tanah dibayar secara kontan, atau baru Dibayar sebagian (tunai yang
dianggap tunai).
Dalam hal pembeli tidak Membayar sisanya, maka penjual tidak dapat
menuntut atas dasar Terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar
hukum hutang piutang.
ISI TRANSAKSI TANAH
Transaksi jual tanah mungkin memiliki 3 isi:
1. Pemindahan hak atas tanah atas pembayaran tunai
sedemikian rupa bahwa pemindah hak tetap mempunyai
hak untuk mendapatkan tanahnya kembali setelah
membayar sejumlahuang yg pernah dibayarnya; antara lain
menggadai, jual gade, adil gade, ngajual akad atau gade
2. Pemindahan hak atas tanah atas pembayaran tunai tanpa
hak membeli kembali, jadi menjual lepas selamanya
3. Pemindahan hak atas tanah atas pembayaran tunai dengan
perjanjian, bahwa setelah beberapa tahun panen dan tanpa
tindakan hukum tertentu tanah akan kembali (menjual
tahunan, adol oyodan)
Bentuk-bentuk jual beli
tanah
Jual lepas
JUAL GADAI
JUAL TAHUNAN
Jual lepas ; maksudnya adalah pada saat harga tanah dibayar dihadapan
Kepala Desa/Lurah maka hak milik berpindah dari tangan penjual tanah
kepada pembeli.
Jual gadai ; maksudnya adalah penyerahan tanah oleh pihak kesatu (pemilik
tanah) kepada pihak kedua (penerima gadai) atas pembayaran sejumlah uang
tunai, dengan perjanjian pihak yang menyerahkan tanah dapat menerima
kembali tanah itu atas pembayaran kembali sejumlah uang yang sama (jadi
pemindahan hak untuk sementara waktu).
Jual tahunan ; maksudnya adalah penyerahan tanah atas pembayaran tunai
suatu jumlah uang tertentu, dengan perjanjian setelah digunakan dalam
waktu yang tertentu (selama musim panen) tanpa diadakan lagi perbuatan
hukum, tanah itu akan diserahkan kembali kepada pemilik tanah (jadi
pemindahan hak untuk waktu yang tertentu).

 R. Roestandi Ardiwilaga, 1962, Hukum Agraria Indonesia


(Dalam Teori dan Praktek), Bandung, N.V. Masa Baru, h. 87.
 
Jual Gadai
Penyerahan tanah oleh pihak kesatu (pemilik
tanah) kepada pihak kedua (penerima gadai)
atas pembayaran sejumlah uang tunai, dengan
perjanjian pihak yang menyerahkan tanah dapat
menerima kembali tanah itu atas pembayaran
kembali sejumlah uang yang sama (jadi
pemindahan hak untuk sementara waktu)
Transaksi Jual Gadai Tanah
1. Gadai biasa
Tanah dapat ditebus oleh penggadai setiap saat.
Pembatasannya adalah satu tahun panen.
2. Gadai dengan jangka waktu
a) Gadai jangka waktu larang tebus
Untuk jangka waktu tertentu pemberi gadai
tidak boleh menebus
b) Gadai jangka waktu wajib tebus
untuk jangka waktu tertentu pemberi gadai
harus menebus. Jika tidak ditebus, maka
hilanglah hak penggadai terhadap tanahnya
Hak Penerima Gadai Dalam Hukum
adat
1. Menerima pembayaran angsuran utang dan bunga
2. Menggunakan dan menikmati objek gadai
3. Menganak gadaikan (Onderverpanden)
Dimana penerima gadai menggadaikan tanah tersebut
kepada Pihak III. Dalam hal ini terjadi dua (2) hubungan
gadai:
a) Hubungan antara penggadai I dengan Penerima gadai I
b) Hubungan antara Penerima gadai I dengan Pihak III
(sebagai Penerima gadai II)
4. Memindahgadaikan (doorverpanden)
Kedudukan Pihak III menggantikan Penerima gadai tanpa
perlu persetujuan pemberi gadai
Adat

No Aspek Pembeda Gadai dalam BW Gadai Dalam Hukum Adat


1 Jenis perjanjian Perjanjian jaminan Perjanjian jual beli
sementara
2 Objek perjanjian Barang bergerak Barang tetap (Tanah)
3 Kedudukan Hanya sebagai kreditur Berkedudukan sebagai
Pemegang gadai preference pemilik sementara

4 Hak pemegang a. Hak untuk melelang a. Hak untuk menggarap


gadai objek gadai jika debitur objek gadai termasuk
ingkar janji/wanprestasi menikmati hasil objek
b. Pemegang gadai tidak gadai tanpa jangka waktu
boleh menggunakan sampai debitur mampu
dan menikmati objek menebus utang.
gadai tanpa jangka b. Ia boleh menganak dan
waktu memindah gadaikan
c. Ia tidak boleh menganak objek gadai yg
dan memindah gadaikan dikuasainya
objek gadai tersebut
Jual gadai tanah setelah berlakunya
UUPA (UU No. 5/1960)
1. Gadai terhadap hak atas tanah dilarang oleh UUPA sebab:
a) Gadai dalam hukum adat mengandung unsur exploitasi/pemerasan
1) Lamanya gadai tidak terbatas. Berapa tahun saja tanah itu dikuasai oleh
pemegang gadai, tanah tidak akan dikembalikan kepada pemilik tanah
apabila tidak ditebus.
2) Tanah baru dapat kembali kepada pemilik tanah apabila sudah ditebus
oleh pemiliknya. Dengan menguasai tanah selama 6 sampai 7 tahun
saja, hasil yang dapat diperoleh pemegang gadai sudah melebihi
jumlah uang gadai dan bunga gadai.

b) Timbulnya tuan tanah dan renternir


Kedudukan pemegang gadai (kreditur) seolah-oleh sebagai pemilik tanah
yg bebas berbuat apa saja mulai dari menggarap, menikmati hasil tanah,
menanakgadaikan dan memindahgadaikan. Hal ini bertentangan dengan
prinsip hukum jaminan gadai pada umumya. sebab pada dasarnya tanah
tsb hanyalah jaminan utang.
2. Penyelesaian gadai tanah oleh Pasal 7 (1) Perpu No. 56/1960:

Pasal 7.
1) Barangsiapa menguasai tanah pertanian dengan hak-gadai yang pada
mulai berlakunya Peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih
wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan
setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan tidak ada hak untuk
menuntut pembayaran uang tebusan.
2) Mengenai hak-gadai yang pada mulai berlakunya. Peraturan ini belum
berlangsung 7 tahun, maka pemilik tanahnya berhak untuk memintanya
kembali setiap waktu setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan
membayar uang tebusan yang besarnya dihitung menurut rumus:
(7 + 1/2) - waktu berlangsungnya hak-gadai 7 x uang gadai,
7
dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu hak-gadai itu telah
berlangsung 7 tahun maka pemegang gadai wajib mengembalikan tanah
tersebut tanpa pembayaran uang tebusan, dalam waktu sebulan setelah
tanaman yang ada selesai dipanen.
3) Ketentuan dalam ayat (2) pasal ini berlaku juga terhadap hak-gadai yang
diadakan sesudah mulai berlakunya Peraturan ini
Jual lepas
 Pengertian jual lepas
Jual lepas merupakan proses pemindahan hak atas tanah
yang bersifat Terang dan tunai, dimana semua ikatan
antara bekas penjual dengan Tanahnya menjadi lepas sama
sekali.
 Panjer

Biasanya, pada jual lepas, maka calon pembeli akan


memberikan suatu Tanda pengikat yang lazim disebut
“panjer”. Akan tetapi didalam Kenyataannya “panjer”
tersebut yang merupakan tanda jadi, tidak Terlalu
mengikat, walaupun ada akibatnya bagi calon pembeli yang
Tidak jadi melaksanakan pembelian tanah dikemudian hari
(artinya “panjer” nya menjadi miliki calon penjual).
JUAL TAHUNAN
Penyerahan tanah atas pembayaran tunai suatu jumlah uang
tertentu, dengan perjanjian setelah digunakan dalam waktu
yang tertentu (selama musim panen) tanpa diadakan lagi
perbuatan hukum, tanah itu akan diserahkan kembali kepada
pemilik tanah (jadi pemindahan hak untuk waktu yang
tertentu).
 
Transaksi bagi hasil
Pemilik tanah membuat perjanjian denga lain
untuk mengerjankan tanahnya, mengolah dan
menanami tanaman dengan perjanjian bahwa
hasil dari tanah itu dibagi dua (2).
Di jawa disebut “srama dan mesi”
dilatarbelakangi murni kerjasama
Di bali disebut “plais” yg dilatarbelakangi karena

pemilik tanah mempunyak hutang pada


penggarap, maka untuk membayar hutang itu
pemilik tanah menyerahkan pengolahannya
kepada penggarap.
Pembagian perjanjian Bagi Hasil
 Di Jawa Tengah,
Perjanjian tersebut tergantung pada kualitas tanah, macam tanaman yang akan
dikerjakan, serta penawaran buruh tani. Kalau kualitas tanah baik, misalnya,
maka pemilik tanah akan memperoleh bagian yang lebih besar. Dengan
demikian, maka ketentuan-ketentuannya adalah, sebagai berikut :
a. Pemilik tanah dan penggarapnya memperoleh bagian yang sama (“maro”)

b. Pemilik tanah memperoleh 2/3 bagian (“mertebu”)

c. Pemilik tanah mendapat 1/5 bagian untuk tanaman kacang.

 Di Bali Selatan,
perjanjian bagi hasil penerapannya disebut “sakap menyakap” (Koentjaraningrat
1967:60). Ketentuan-ketentuannya adalah, sebagai berikut :
a. Pemilik tanah dan penggarapnya memperoleh bagian yang sama, yaitu masing-
masing ½ (”nandu”).
b. Pemilik tanah mendapat 3/5 bagian dan penggarap 2/5 bagian (“nelon”)

c. Pemilik tanah mendapat 2/3 bagian dan penggarap 1/3 bagian (“ngapit”).

d. Pemilik tanah mendapat ¾ bagian, sedangkan penggarap ¼ bagian (“merapat”)


UU No. 2 Tahun 1960 Tentang
Perjanjian Bagi hasil
1. Bentuk Perjanjian
Tertulis di hadapan kepala desa atau camat
2. Jangka waktu
 Bagi sawah waktu itu adalah sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan
 Bagi tanah-kering sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.
 Jika pada waktu berakhirnya perjanjian bagi-hasil diatas tanah yang
bersangkutan masih terdapat tanaman yang belum dapat dipanen, maka
perjanjian tersebut berlaku terus sampai waktu tanaman itu selesai
dipanen, tetapi perpanjangan waktu itu tidak boleh lebih dari satu tahun
3. Pembagian hasil
 Besarnya bagian hasil-tanah yang menjadi hak penggarap dan pemilik
untuk tiap-tiap Daerah Swatantara tingkat II ditetapkan oleh
Bupati/Kepala Daerah Swatantra tingkat II yang bersangkutan, dengan
memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah, kepadatan penduduk,
zakat yang disisihkan sebelum dibagi dan faktor-faktor ekonomis serta
ketentuan-ketentuan adat setempat.
SEWA TANAH
Menurut Van Dijk dalam Rosmalania Mappiare
(1995:18) persewaan tanah dengan pembayaran
sewa di muka (jual tahunan), adalah suatu
bentuk perpindahan tanah dari si pemilik (yang
mempersewakan) untuk waktu yang tertentu
dengan pembayaran sejumlah uang tunai
kepada orang lain (penyewa). Sesudah habis
waktu yang tertentu itu maka tanah tersebut
kembali kepada pemiliknya.
Sifat Exploitasi/Pemerasan Sewa
Tanah
 Uang sewa yang diterima oleh pemilik tanah pertanian
dari penyewa sudah habis dalam waktu yang singkat,
sedangkan tanah pertanian yang ia sewakan kepada
penyewa merupakan satu-satunya sumber nafkahnya,
sehingga ia kehilangan hak untuk mengusahakan tanah
pertaniannya dalam jangka waktu sewa tanah pertanian
tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pemilik
tanah pertanian datang kepada penyewa agar diberikan
izin umtuk menggarap tanah yang ia sewakan dalam
bentuk perjanian bagi hasil.

 Dalam hal ini, pemilik tanah pertanian turun derajatnya,


yaitu dari pemilik tanah pertanian menjadi penggarap
tanah. Besarnya imbangan bagi hasil antara penyewa
dengan pemilik tanah merugikan pemilik tanah yaitu
penyewa mendapatkan bagian yang lebih besar daripada
pemilik tanah.
Perjanjian Pinjaman Uang dengan
Jaminan Tanah
 Diperjanjikan bahwa selama utang debitor belum lunas,
debitor tidak akan melakukan perbuatan hukum apapun
dengan pihak lain mengenai tanah yang dijadikan Jonggolan.
Sungguhpun tanahnya tetap dikuasai debitor
 Lembaga Jonggolan di Jawa, di Bali disebut Makantah dan di
Batak disebut Tahan, dalam hubungannya dengan utang-
piutang di kalangan warga masyarakat, di mana pihak debitur
menyerahkan tanahnya sebagai jaminan utang kepada
kreditur.

 Jika utang debitor tidak dapat dilunasi, maka penyelesaiannya:


1. Tanah jaminan tersebut menjadi milik kreditur dengan
dasar jual beli
2. Tanah jaminan tersebut di jual kepada orang lain dengan
memperhitungkan piutangnya kepada kreditur
No Aspek Pembeda Jaminan Tanah (jonggolan) Gadai Dalam Hukum Adat
1 Jenis perjanjian Perjanjian jaminan Perjanjian jual beli sementara

2 Objek perjanjian Tanah Barang tetap (Tanah)


3 Kedudukan Hanya sebagai kreditur Berkedudukan sebagai pemilik
Pemegang jaminan sementara
tanah
4 Hak pemegang a. Hak untuk menjual tanah a. Hak untuk menggarap
jaminan tanah kepada Pihak III jika objek gadai termasuk
debitur ingkar menikmati hasil objek
janji/wanprestasi gadai tanpa jangka waktu
b. Tanah boleh dimiliki oleh sampai debitur mampu
kreditur dengan jual beli menebus utang.
dengan memperhitungkan b. Ia boleh menganak dan
piutangnya memindah gadaikan objek
c. Ia tidak boleh menganak gadai yg dikuasainya
dan memindah gadaikan
objek gadai tersebut
Lembaga jaminan hak atas tanah adat (jawa: Jonggolan, Bali:
Makantah, Batak: Tahan) setelah berlakunya UU No. 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan

 Sebelum berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan,


jaminan hak atas tanah masih bersifat dualisme, yakni:
1) Tanah adat, berlaku Jonggolan (jawa), Makantah (di Bali), Tahan (di
batak) yg kemudian pada masa hindia belanda berlaku credit verband
2) Tanah barat berlaku lembaga jaminan Hipotik (Pasal 1162 BW-1232
BW)

 Setelah berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, maka


semua jaminan atas tanah baik tanah adat (jawa: Jonggolan, Bali: Makantah,
Batak: Tahan) maupun jaminan atas tanah dengan hak barat (hipotik)
dinyatakan dicabut!
 Sehingga semua jaminan atas tanah harus berlaku hak tanggungan
Asas-asas hak tanggungan
1. AZAS 1: HAK TANGGUNGAN MEMBERIKAN KEDUDUKAN YANG DIUTAMAKAN BAGI KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN

2. AZAS 2: HAK TANGGUNGAN TIDAK DAPAT DIBAGI-BAGI (ps. 2)

3. AZAS 3: HAK TANGGUNGAN HANYA DAPAT DIBEBANKAN PADA HAT YANG TELAH ADA

4. AZAS 4: HAK TANGGUNGAN DAPAT DIBEBANKAN SELAIN ATAS TANAHNYA JUGA BERIKUT BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH
TERSEBUT

5. AZAS 5: HAK TANGGUNGAN DAPAT DIBEBANKAN JUGA ATAS BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH YANG BARU AKAN ADA DI
KEMUDIAN HARI

6. AZAS 6: PERJANJIAN HAK TANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN ACCESSOIR

7. AZAS 7: HAK TANGGUNGAN DAPAT DIJADIKAN JAMINAN UNTUK UTANG YANG BARU AKAN ADA

8. AZAS 8: HAK TANGGUNGAN DAPAT MENJAMIN LEBI DARI SATU UTANG

9. AZAS 9: HAK TANGGUNGAN MENGIKUTI OBJEKNYA DALAM TANGAN SIAPAPUN OBJEK HAK TANGGUNGAN ITU BERADA

10. AZAS 10: DI ATAS HAK TANGGUNGAN TIDAK DAPAT DILETAKKAN SITA OLEH PENGADILAN

11. AZAS 11: HAK TANGGUNGAN HANYA DAPAT DIBEBANKAN ATAS TANAH TERTENTU

12. AZAS 12: HAK TANGGUNGAN WAJIB DIDAFTARKAN

13. AZAS 13: HAK TANGGUNGAN DAPAT DIBERIKAN DISERTAI JANJI-JANJI TERTENTU

14. AZAS 14: OBJEK HAK TANGGUNGAN TIDAK BOLEH DIPERJANJIKAN UNTUK DIMILIKI SENDIRI OLEH PEMEGANG HAK TANGGUNGAN BILA
DEBITUR CIDERA JANJI

15. AZAS 15: PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MUDAH DAN PASTI
SEJARAH LEMBAGA HAK JAMINAN ATAS TANAH
DI INDONESIA
1848 1908 1960 1996
HYPOTEEK CREDIETSVERBAND HAK TANGGUNGAN HAK TANGGUNGAN

Obyek :
Obyek: Obyek: Obyek:
HAT-Barat
Tanah Hak Milik Adat HM,HGU,HGB HM,HGU,HGB,HP
(Eigendom, Erfpacht)
Rumah Susun dan HMSRS
(vide UU No.16 tahun
1985)

BUKU II Staatsblad 1908-542 • PASAL 51: HT SEBAGAI Pasal 29


SATU-SATUNYA
BW/ Staatsblad 1909-586 LEMBAGA HJAT
KUHPERDATA Staatsblad 1909-584 Menghapuskan materi Pasal
• PASAL 57: HT MASIH 57 UUPA (mencabut
Staatsblad 1937-190 ketentuan mengenai
MENGGUNAKAN
Staatsblad 1937-191 KETENTUAN HIPOTIK Hipotik dan CV)
DAN CREDIETSVERBAND

DALAM HUKUM ADAT ADA: PERJANJIAN KEMPITAN, JONGGOLAN,


MAKANTAH, TAHAN
Hukum Keluarga Dalam
Perspektif Hukum Adat
Fakta hukum
 Di indonesia sampai saat ini belum ada
kepastian mengenai batas usia dewasa
 Masih minimnya pengetahuan masyarakat

terhadap kewajiban orang tua terhadap anak,


hasilnya anak menjadi korban exploitasi
 Masih banyak salah kaprah mengenai

kedudukan anak angkat, anak adopsi dan


anak asuh
Materi Kuliah hari ini
 Manusia sebagai Subyek hukum
 Dewasa dalam hukum adat, BW dan hukum

nasional
 Hubungan orang tua dan anak
 Kedudukan anak dalam hukum keluarga
 Anak angkat dan anak asuh dalam hukum

adat
 Yurisprudensi anak angkat
SUBJEK HUKUM
Orang/naturlijk Cakap (Bekwaamheid) dan
SUBJEK HUKUM
persoon berwenang (bevoegheid)

Badan/ rechts Privat PT, Koperasi,


persoon Yayasan

Publik Pemerintah
Pusat,
Pemerintah
Daerah
Subyek hukum adalah setiap pihak sebagai (propinsi, Kota
pendukung hak dan kewajiban. dan Desa)
Manusia Sebagai Subyektum Yuris

Cakap:
1. Dewasa
2. Tidak dibawah pengampuan

cakap hukum = sudah dewasa


Kriteria “dewasa” bukan umur, namun berdasar
kenyataan dan ciri-ciri tertentu.
Dewasa
Usia dewasa di Indonesia masih belum ada
kepastian, sebab masih didasarkan pada
tindakan yg dilakukan.
UU perkawinan 1/74 : laki2 umur 19 th
sedangkan perempuan umur 16 th
UU kependudukan : umur 17 th
UU jabatan Notaris: untuk membuat akta
minimal umur 18 tahun
Menurut Pasal 330 BW usia dewasa 21 th
Pengertian Dewasa Dalam Hukum
Adat
 Ter Haar : seseorang yang telah tidak menjadi
tanggungan orang tua dan tidak serumah lagi
dengan orang tua.
 Prof. Djoyodiguno : kedewasaan datang
secara berangsur. Dewasa penuh jika sudah
‘mentas’ dan ‘mencar’ (hidup mandiri dan
berkeluarga sendiri)
 Prof. Soepomo, dianggap dewasa apabila,
- ‘kuwat gawe’ (dapat/mampu bekerja
sendiri). Bertanggung jawab atas segala
perbuatannya.
- cakap mengurus harta benda serta
keperluannya sendiri
Dibawah Pengampuan
 Orang gila
 Idiot/dungu
 Keborosan
 Sakit ingatan/Mata gelap
Kedudukan anak dalam Hukum
keluarga menurut BW dan Hukum
1.
Adat
Anak adopsi (bukan aturan hukum adat)
2. Anak kandung
3. Anak asuh
4. Anak angkat (menurut hukum adat)
5. Anak Piara
6. Anak luar kawin
7. Anak zina
8. Anak incest
9. Anak tiri
10. Anak dibawah perwalian
11. Anak dibawah kekuasaan orang tua
Anak dalam
hukum
keluarga

Penguasaan anak
Jenis

1. Kekuasaan Orang Tua


2. Perwalian:
a. Karena kematian (ortu hidup
1. Anak sah terlama)
2. Anak luar kawin: b. Karena Perceraian
a. Anak luar kawin c. Karena Kekuasaan dicabut
(dalam arti sempit) d. Karena wasiat
b. Anak luar kawin 3. Pemindahan hak penguasaan
(dalam arti luas): anak:
1) Anak zina a. Anak angkat dg hukum
2) Anak sumbang Adopsi (stbld 1917 No.
/incest 129)
b. Anak angkat dg hukum adat
c. Anak asuh
d. Anak Piara
ANAK SAH
 Diberbagai golongan masyarakat yang dikatakan anak sah
ialah anak kandung yang lahir dari perkawinan orang tuanya
yang sah menurut ajaran agama, sebagaimana dimasa
sekarang sudah diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun
1974 Pasal 42 yang menyatakan, “Anak yang sah adalah anak
yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang
sah”, dan Pasal 2 (1) menyatakan, “Perkawinanan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu”. Jadi anak yang lahir dari perkawinan
tidak menurut hukum agama pada dasarnya tidak berhak
sebagai ahli waris yang sah dari orang tuanya, walaupun
bukan sebagai ahli waris tetapi hanya sebagai waris yang
menerima bagian dari harta warisan, dalam bentuk
pemberian harta bawaan atau pemberian hibah atau wasiat.
ANAK KANDUNG
 Jadi pengertian anak kandung yaitu anak yang lahir
dari perkawinan sah antara ayahnya dan ibunya.
Ada kemungkinan dalam hidupnya ada seorang
anak mengikuti ayahnya atau ibu yang
melahirkannya, ada kemungkinan hanya mengikuti
ibu kandungnya tanpa ayah kandung, atau mungkin
juga mengikuti ayah kandungnya tanpa ibu
kandung (Sumiarni Endang dan Halim Chandra,
2000 ; 3). Namun demikian dibeberapa daerah
terdapat perbedaan hukum waris adat yang berlaku
mengenai kedudukan anak sebagai ahli waris dari
orang tua angkatnya.
HUBUNGAN ANAK DENGAN ORANG
TUA DALAM HUKUM ADAT
 Anak kandung memiliki kedudukan yang
penting dalam somah/ dalam keluarga yaitu:
1. Sebagai penerus generasi
2. Sebagai pusat harapan orang tuanya
dikemudian hari
3. Sebagai pelindung orang tua kemudian hari
dan lain sebagainya, apabila orang tuanya
sudah tidak mampu baik secara fisik
ataupun orang tuanya tidak mampu bekerja
lagi.
Alimentasi (kewajiban orang tua menafkahi anak)

 Patrilineal: kewajiban alimentasi ada di pihak


kerabat pihak ayah
 Matrilineal: kewajiban alimentasi ada di pihak

kerabat pihak Ibu

Cat: maksud adanya corak kekerabatan


adalah untuk menentukan pihak yg berhak
mengambil keputusan masalah keluarga.
HUBUNGAN ANAK DENGAN
KELUARGA ORANG TUA HUKUM ADAT
 Di keluarga patrilineal (kedudukan pihak sauedara lelaki
dari pihak ayah sama dengan kedudukan ayah kandung)
 Di keluarga matrilineal (kedudukan pihak saudara lelaki

Ibu harus dihormati seperti ayah kandung)

 Cat: hal ini bukan berarti anak-kemenakan tidak


wajih hormat kepada “bako-baki” (kerabat ayah)
sebagai anak pisang atau juga kepada para suami
dari saudara ibu yg wanita (psumandan), namun
kelompok kerabat ini bukan penanggung jawab
penuh atas pengurusan, pemeliharaan dan
pendidikan anak-kemenakan.
PEMELIHARAAN ANAK ORANG LAIN
DALAM HUKUM ADAT
 ANAK ASUH
 ANAK ANGKAT
 ANAK PUNGUT/PIARA
ANAK ASUH
 Calon anak asuh adalah anak usia sekolah
dari keluarga tidak mampu yang
membutuhkan bantuan dari orang lain agar
dapat menamatkan pendidikan dasar 9
tahun secara berkesinambungan. (Yayasan
GN-OTA)
 Yang di maksud dengan Anak Asuh adalah

calon anak asuh yang telah mendapatkan


bantuan dari orang tua asuh untuk
mengikuti pendidikan dasar sembilan
tahun.
Persyaratan anak asuh
Persyaratan untuk menjadi anak asuh adalah antara
lain :
1. Berusia antara 7 s/d 15 tahun, termasuk anak
penyandang cacat ;
2. Berasal dari Keluarga Pra Sejahtera atau Keluarga
Sejahtera I, termasuk mereka yang tinggal di
daerah terpencil atau dari suku terasing ;
3. Terdata/ terdaftar di Yayasan Lembaga GN-OTA
dan atau Lembaga / Instansi penyelenggara
bantuan anak asuh ;
4. Belum mempunyai orang tua asuh.
Hubungan hukum anak asuh
dengan orang tua asuh
Hubungan hukum antara anak asuh dengan orang tua
asuhnya terbatas hanya sampai hubungan
kepengasuhan, dalam arti bahwa :
1. Anak asuh tetap tinggal bersama orang tua atau
keluarganya sendiri ;
2. Orang tua asuh tidak akan memisahkan anak asuh
dari orang tua atau keluarganya ;
3. Anak asuh dan orang tua asuh dapat berkomunikasi
secara langsung ;
4. Orang tua asuh berhak mengetahui identitas anak
asuhnya dan bila dikehendaki juga tentang
perkembangan pendidikan anak asuhnya.
Anak Piara
Anak piara atau anak pungut adalah anak
boleh nemu, entah di keranjang sampah, atau
ditinggal oleh ibunya (yang tidak bertanggung
jawab itu) di jalanan. Singkatnya, ketika
diketemukan oleh orang, maka tidak diketahui
siapa sebenarnya (nama) bapak dan ibunya.
Persamaannya dengan anak angkat adalah,
mereka (biasanya) kemudian diasuh oleh orang
lain, baik oleh yayasan, panti asuhan ataupun
orang per orang
ANAK ANGKAT
Anak angkat adalah anak orang lain yang bukan
keturunannya sendiri, yang diambil, dipelihara, dan
diperlakukan sebagai anak layaknya anak kandung
sendiri. Umumnya yang melakukan pengangkatan
anak ini adalah suami istri yang sudah lama menikah
tetapi belum dikaruniai anak kandung, atau bahkan
suami istri yang sudah memiliki anak kandung tetapi
berkeinginan menambah anak yang jenis kelaminnya
berbeda dengan anak kandungnya. Jumlah anak
angkat ini tidak terbatas, sesuai dengan kemampuan
suami istri yang mengangkat anak.
Dasar Hukum
1. Pasal 12 (1) UU Kesejahteraan Anak (UU No. 4 tahun 1979) berbunyi
“Pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan
dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak” . Di
dalam ayat 3 menyebutkan “pengangkatan anak yang dilakukan
diluar adat dan kebiasaan dilaksanakan berdasar peraturan
perundang-undangan”. Karena peraturan perundang-undangan
ini belum ada sampai sekarang maka untuk memenuhi kebutuhan
dilaksanakan melalui SEMA No. 6 tahun 1987 dan SEMA 4 tahun
1989.
2. PP No 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
3. Keputusan Menteri Sosial RI No. 13/HUK/93 (tahun 1993) tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Selain itu, perlu
disampaikan pula mengenai Surat Edaran KMA/III/II/1994 (tahun
1994) tentang Pengangkatan Anak yang diterbitkan oleh Makamah
Agung RI.
Latar belakang Pengangkatan
Anak
 Tidak mempunyai anak kandung
 Pancingan yaitu sebagai alat untuk

merangsang munculnya anak kandung


 Terdorong rasa kasihan
Corak Pengangkatan anak
 Pengangkatan anak dibedakan beberapa macam yaitu :
1. Mengangkat anak bukan warga keluarga :
 Anak yang diangkat bukan warga keluarga

 Menyerahkan barang-barang magis dan sejumlah uang kepada keluarga anak

 Tujuan untuk melanjutkan keturunan

 Dilakukan secara terang artinya dilakukan dengan upacara adat disaksikan oleh

kepala adapt misalnya : daerah gayo, nias, lampung, kalimantan.


2. Mengangkat Anak dari kalangan keluarga :
 alasan “takut tidak punya keturunan” Di Bali perbuatan ini disebut “nyentanayang”

 Biasanya anak selir-selir yang diangkat

 Melalui upacara adat dengan membakar benang melambangkan

 hubungan dengan ibunya putus

 Diumumkan (siar) kepada warga desa

3. Mengangkat anak dari kalangan Keponakan :


 tidak punya anak sendiri

 belum dikaruniai anak

 terdorong oleh rasa kasian

 perbuatan disebut “pedot” Jawa

 biasanya tanpa ada pembayaran

 biasanya anak laki-laki yang diangkat.


PROSES PENGANGKATAN ANAK
I. UPACARA ADAT
1. Biasanya dipesan saat masih dalam kandungan
2. Masih berstatus anak bahkan anak yang diangkat belum bisa membedakan
orang anak kandung
3. Ganti kerugian kepada orang tua kandung (biaya persalinan, biaya
pemeliharaan, ganti rugi biaya air susu)
4. Pelepasan marga/kerabat
5. Surat dibawah tangan yang disaksikan oleh Kepala Kampung, Kepala adat
setempat atau akte pengangkatan anak oleh Notaris.

II. PENETAPAN PENGADILAN NEGERI


Menurut ketentuan Departemen Sosial, tata cara pengangakatan anak dilangsungkan
melalui tiga proses tahapan sebagai berikut :
 Calon orang tua angkat mengajukan permohonan ijin kepada Kantor Wilayah

Departemen Sosial setempat (dengan tembusan kepada Menteri Sosial dan private
institution dimana calon anak angkat berada).
 Kantor Wilayah Departemen Sosial mengadakan penelitian terhadap calon orang tua

angkat, dan paling lama dalam waktu 3 bulan harus memberikan persetujuan atau
penolakan.
 Jika permohonan disetujui, dilakukan pengesahan/pengukuhan oleh pengadilan.
Akibat hukum anak angkat dengan
orang tua angkat
 Anak angkat hanya mewarisi harta bersama
orang tua angkatnya,
 Anak asuh tidak mewaris sama sekali

terhadap harta peninggalan orang tua asuh


 Anak adopsi kedudukannya sama dengan

anak kandung, sehingga ia mewarisi seluruh


harta peninggalan orang tua adopsinya
YURUSPRUDENSI ANAK
ANGKAT
 Hukum Adat di daerah Klaten.
 Kedudukan anak angkat mengenai warisan orang tua
angkat.
 Menurut hukum Adat yang berlaku seorang anak angkat
berhak mewarisi harta gono-gini orang tua angkatnya
sedemikian rupa, sehingga ia menutup hak waris pada
saudara orang tua angkatnya.
 Putusan Mahkamah Agung : tgl. 2-1-1973 No. 441
K/Sip/1972. Dalam Perkara : : Ny. Martosoehardjo al
Sitidjoewarsih lawan I. Ny. Hardjosoewignya; 2. Slamet
Wirjorahardjo dengan Susunan Majelis : 1. Prof. R.
Subekti SH; 2. Indroharto SH; 3. DH. Lumbanradja SH.
 
Hukum Perkawinan
Adat
Fakta Hukum
A. Sebelum berlakunya UU No. 1 tahun 1974 hukum perkawinan masih bersifat
plural tergantung dari hukum dan adatnya masing-masing:
1. Bagi org2 Indoensia asli yg beragama islam, berlaku hukum agamanya
(hukum perkawinan islam) yg telah diterima dlm hukum adat;
2. Bagi org2 Indoensia asli lainnya, berlaku hukum perkawinan adat masing2;
3. Bagi org2 Indoensia asli yg beragama kristen, berlaku hukum (ordonansi)
perkawinan kristen Indonesia atau HOCI (Huwelijks Ordonantie Christen
Indonesiers) Stb. 1933 No. 74;
4. Bagi org2 Timur Asing Cina & WNI Keturunan Cina, berlaku ketentuan2 KUH
Perdata dg sedikit perubahn
5. Bagi org2 Timur Asing lainnya & WNI keturunan Timur Asing lainya berlaku
hukum adat mereka
6. Bagi org2 Eropa & WNI keturunan Eropa atau yg disamakan dg mereka
berlaku Kitab Undang2 Hukum Perdata (KUH Perdata)

B. Kedudukan UU No. 1 tahun 1974 hukum perkawinan merupakan unifikasi


hukum
C. Sampai saat ini hukum adat yang masih berlaku:
1. Hukum perkawinan (selain hukum agama dan hukum nasional)
2. Hukum waris
3. Hukum transaksi tanah
Materi Kuliah
 Pengertian Perkawinan dalam hukum adat
 Asas-asas perkawinan dalam hukum adat
 Sistem perkawinan
 Bentuk perkawinan
 Perkawinan hukum adat yang bertentangan

dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang


perkawinan
Pengertian
Hukum Adat Perkawinan (HAP) adalah aturan-aturan
Hukum Adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk
perkawinan, cara-cara lamaran, upacara perkawinan dan
putusnya perkawinan di Indonesia.

Aturan HAP di berbagai daerah berbeda-beda,


dikarenakan selain sifat kemasyarakatan, adat istiadat,
agama dan kepercayaan masyarakat yang berbeda-beda,
juga karena kemajuan zaman telah menimbulkan banyak
pergeseran nilai, sehingga banyak terjadi perkawinan
campuran, antar suku, adat istiadat dan agama.
Asas perkawinan dalam Hukum adat
1. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga /rumah tangga yang kekal,
bahagia, rukun dan damai
2. Sahnya perkawinan menurut hukum adat
a. Dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan
b. Ada pengakuan dari anggota kerabat
3. Perkawinan dalam hukum adat tidak dipengaruhi faktor usia yang penting
ada ijin dari orang tua dan kerabat.
 Misal :

 Di daerah kerinci (jambi), Toraja, Pulau Rote (NTT)

 Di jawa disebut kawin gantung, artinya meski perkawinan dengan

anak dibawah umur sudah dilakukan, namun untuk melakukan


hubungan badan, harus menunggu mereka dewasa
 Di sunda disebut ngarah gawe, artinya suami tinggal dan bekerja di

rumah isteri untuk kepentingan keluarga isteri sambil menunggu


isteri dewasa
4. Dalam hukum adat juga dikenal Poligami (Perkawinan Bermadu)
 Misal:
 Di bali disebut Grahasta Tresna
 Di lampung disebut Meguwai
Sistem perkawinan
1. Pada masyarakat unilateral:
a. Eksogami; seorang harus kawin dengan orang di luar suku
keluarga. Misal; Gayo, Alas, Minangkabau, Seram.
b. Endogami; seorang hanya boleh kawin dengan klannya
(sukunya). Misal; Toraja, dengan tujuan persaudaraan makin erat
dan harta tidak kemana-mana.

2. Pada masyarakat parental:


Eleutherogami: sistem perkembangan yang tidak mengandung
unsur-unsur larangan/keharusan seperti pada endogami dan
eksogami.
a. Hubungan darah yang terlalu dekat (nasab),
b. Karena hubungan perkawinan (mushaharoh).
Bentuk Perkawinan Menurut Sosiologi
 A. Bentuk Perkawinan Menurut Jumlah Istri / Suami
1. Monogami
 Monogami adalah suatu bentuk perkawinan / pernikahan di mana si suami

tidak menikah dengan perempuan lain dan si isteri tidak menikah dengan
lelaki lain. Jadi singkatnya monogami merupakan nikah antara seorang laki
dengan seorang wanita tanpa ada ikatan penikahan lain.
2. Poligami
 Poligami adalah bentuk perkawinan di mana seorang pria menikahi

beberapa wanita atau seorang perempuan menikah dengan beberapa laki-


laki.
 Berikut ini poligami akan kita golongkan menjadi dua jenis :

a. Poligini
o Satu orang laki-laki memiliki banyak isteri.
o Disebut poligini sororat jika istrinya kakak beradik kandung dan disebut
non-sororat jika para istri bukan kakak adik.
b. Poliandri
o Satu orang perempuan memiliki banyak suami.
o Disebut poliandri fraternal jika si suami beradik kakak dan disebut non-
fraternal bila suami-suami tidak ada hubungan kakak adik kandung.
B. Bentuk Perkawinan Menurut Asal Isteri / Suami
1. Endogami
 Endogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku,

kekerabatan dalam lingkungan yang sama.


2. Eksogami
 Eksogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku,
kekerabatan dalam lingkungan yang berbeda. Eksogami dapat dibagi
menjadi dua macam, yakni :
a) Eksogami connobium asymetris terjadi bila dua atau lebih
lingkungan bertindak sebagai pemberi atau penerima gadis
seperti pada perkawinan suku batak dan ambon.
b) Eksogami connobium symetris apabila pada dua atau lebih
lingkungan saling tukar-menukar jodoh bagi para pemuda.

Eksogami melingkupi heterogami dan homogami. Heterogami adalah


perkawinan antar kelas sosial yang berbeda seperti misalnya anak
bangsawan menikah dengan anak petani. Homogami adalah
perkawinan antara kelas golongan sosial yang sama seperti contoh
pada anak saudagar / pedangang yang kawin dengan anak
saudagar / pedagang.
C.Bentuk Perkawinan Menurut Hubungan
Kekerabatan Persepupuan
1. Cross Cousin
 bentuk perkawinan anak-anak dari
kakak beradik yang berbeda jenis
kelamin.

2. Parallel Cousin
 bentuk perkawinan anak-anak dari
kakak beradik yang sama jenis
kelaminnya.
D. Bentuk Perkawinan Menurut Pembayaran
Mas Kawin / Mahar
 Mas kawin adalah suatu tanda
kesungguhan hati sebagai ganti rugi atau
uang pembeli yang diberikan kepada
orang tua si pria atau si wanita sebagai
ganti rugi atas jasa membesarkan
anaknya.
1. Mahar / Mas Kawin Barang Berharga
2. Mahar / Mas Kawin Uang
3. Mahar / Mas Kawin Hewan / Binatang
Ternak, dan lain-lain.
Bentuk Perkawinan Adat
Bentuk Perkawinan
Bentuk perkawinan (menurut Hilman Hadikusuma), ada 4:
1. Jujur,
2. Semendo,
3. Bebas,
4. Perkawinan campuran (beda kewarganegaraan).

Secara umum terdiri dari:


a. Perkawinan jujur,
b. Perkawinan semanda/semendo,
c. Perkawinan bebas/mandiri,
d. Perkawinan campuran,
e. Perkawinan lari.
Perkawinan Jujur
1. Ad 1): Perkawinan jujur
Yaitu bentuk perkawinan pada masyarakat patrilineal yaitu pemberian
dari pihak laki-laki kepada pihak wanita berupa barang-barang
berbentuk magis, misalnya: Batak dengan kain ulos, perempuan
tersebut lepas dari ikatan kekeluargaannya dan masuk ke dalam klan
suaminya dan selanjutnya ia berhak dan berkewajiban atas tugas dari
klan suaminya (jujur ini adalah diberikan untuk kerabat, mas kawin
untuk perempuan seharusnya berbentuk logam). Contoh lainnya
adalah di Nias, Lampung, Timor, dan Bali.

Fungsi jujur:
1. Yuridis; merubah status perempuan masuk klan suami.
2. Ekonomis; pergeseran kekayaan suami kepada keluarga isteri.
3. Sosiologis; penghormatan keluarga suami kepada keluarga isteri.
Corak Kawin Jujur
1. Pantang cerai, jadi senang dan susah selama hidupnya isteri di bawah
kekuasaan kerabat suami
2. Pemberian jujur dari pihak laki-laki melambangkan diputuskan
hubungan keluarga si isteri dengan orang tuanya dan kerabatnya.
3. Kawin ganti suami/isteri :
 Jika suami meninggal, maka isteri harus melakukan perkawinan

dengan saudara suami (batak toba: paraekhon, mangabia; Batak karo:


lakoman; Sumatera Selatan: anggau; lampung: semalang, nyikok,
biwak)
 Jika isteri meninggal, maka suami harus melakukan perkawinan

dengan saudara isteri. (Toba: makkabia, singkat rere; Karo: ganci


habu, Pasewah: kawin Tungkat, Lampung; nuket)
 Jika tidak mau kawin ganti suami/isteri, maka dapat diganti orang

luar kerabat, namun orang yang dari luar itu harus tetap
menggantikan suami atau isteri yang meninggal itu, dalam
kedudukan hukum adatnya
Perbedaan Uang Jujur dengan Mas
Kawin
 Uang Jujur adalah kewajiban adat ketika
dilakukan pelamaran yangharus dipenuhi oleh
kerabat pria kepada kerabat perempuan untuk
dibagikan kepada tua-tua kerabat (marga/suku)
dari pihak perempuan, sedangkan
 Mas kawin adalah kewajiban agama ketika

dilaksanakan akad nikah yang harus dipenuhi


oleh mempelai pria untuk mempelai perempuan
(pribadi)
 Uang jujur tidak boleh dihutang, sedangkan

 Mas kawin boleh dihutang


Perkawinan semendo
Ad 2): Perkawinan semanda/semendo
Yaitu bentuk perkembangan pada masyarakat matrilineal dimana
mempelai suami dijemput dan sesudah perkawinan masing-
masing tetap memegang klannya masing-masing.
Tempat kediaman:
- Matriloka; istri tetap tinggal di keluarga sebelumnya dengan
harta pusaka.
- Patrilokal; suami tetap tinggal di keluarga sebelumnya dengan
harta pusaka.
- Semi lokal; sesuai dengan perjanjian.
Umumnya berlaku di lingkungan masyarakat adat yang
mempertahankan garis keturunan ibu/perempuan (matrilineal).
Dalam perkawinan semenda, calon pengantin laki-
laki/kerabatnya tidak memberikan uang jujur kepada calon
pengantin perempuan, malah sebaliknya berlaku adat pelamaran
oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki (misal di
Minangkabau).
Setelah perkawinan terjadi, suami berada di bawah kekuasaan
kerabat isteri dan kedudukan hukumnya bergantung kepada
bentuk perkawinan semanda yang berlaku.
Bentuk-bentuk perkawinan semanda:
 Perkawinan raja-raja (suami isteri berkedudukan sama),

 Semanda lepas (suami mengikuti tempat kediaman


isteri/matrilokal),
 Semenda bebas (suami tetap pada kerabat orang tuanya),

 Semenda nunggu (suami isteri berkediaman di pihak

keluarga isteri menunggu adik isteri sampai dapat


mandiri),
 Semanda ngangkit (suami mengambil isteri untuk
dijadikan penerus keturunan pihak ibu suami dikarenakan
ibu suami tidak mempunyai keturunan anak perempuan),
 Semanda anak dagang (suami tidak menetap di tempat

isteri, datang dan pergi sewaktu-waktu, misal; negikeun di


Lampung, nyentane di Bali).
Perkawinan bebas
Ad 3): Perkawinan bebas/mandiri
Tidak ada keharusan-keharusan untuk menikah
dengan siapa pun, kecuali larangan: nasab dan
mushaharah.
Umumnya berlaku di masyarakat yang bersifat
parental (misal; Jawa, Sunda, Aceh, Kalimantan,
Sulawesi), dimana kaum kerabat tidak banyak campur
tangan dalam rumah tangga, kedudukan dan hak
suami isteri berimbang, dan biasanya perkawinan
setelah perkwinan maka suami isteri tersebut pisah
dari orang tua masing-masing (mencar/mentas).
Perkawinan Campuran
Ad 4): Perkawinan campuran
Adalah perkawinan yang terjadi antara suami
isteri yang berbeda suku, bangsa, adat, budaya
dan agama yang dianutnya.
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
(UUP), tidak mengatur hal demikian, bahwa
yang dimaksud dengan perkawinan campuran
menurut UUP tersebut adalah perkawinan
suami isteri yang berbeda kewarganegaraan
(pasal 57).
Kedudukan UU No. 1 tahun 1974 hukum
perkawinan saat ini
 Unifikasi hukum di bid perkawinan
 Lahir UU No 1/1974 ttg Perkawinan
(2 Jan 1974)
 PP No 9/1975 ttg Pelaksanaan UU

No 1/1974
 Berdasar Pasal 49 ayat (1) maka UU

Perkawinan berlaku efektif sejak 1


Oktober 1975.
 Pasal 66 UU Perkawinan berbunyi,
“Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan perkawinan berdasarkan
atas Undang-undang ini, maka dengan
berlakunya Undang-undang ini ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (burgelijk Wetboek),
Ordinansi Perkawinan Indonesia Kristen
(Huwelijk Ordanantie Christen Indonesia 1933
No.74, Peraturan Perkawinan Campuran
(Regeling op gemeng de Huwelijken S.1898 No.
158), dan Peraturan-peraturan lain yang
mengatur tentang perkawinan sejauh telah
diatur dalam Undang-undang ini, dinyatakan
tidak berlaku.”
Hubungan Perkawinan hukum Adat dengan
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
1. Asas2 dan/atau ketentuan2 dlm hukum adat yg
sesuai, dimasukkan dlm UU Perkawinan
 Larangan perkawinan antara org yg mempunyai
hub darah sangat dekat (Pasal 8)
 Ketantuan seorang wanita yg putus perkawinannya
harus berlaku waktu tunggu (Pasal 11)
 Kedudukan harta benda dlm perkawinan (Pasal 35)
 Ketentuan hak&kewajiban org tua&anak (Pasal 45)
2. Asas2 dan/atau ketentuan2 dlm hukum adat yg
tdk diatur tetapi tdk bertentangn & masih
brlaku
 Dalam hal pertunangan, pemberian hadiah
perkawinan, bentuk2 dan upacara perkawinan
dalam hukum adat masih berlaku
3. Asas2 dan/atau ketentuan2 dlm hukum adat yg
tidak sesuai & tidak berlaku
 Kawin lari
 Pasal 7 ayat (1) yg menentukan usia kawin shg otomatis
melarang perkawinan anak2 (perkwinan gadis muda belia)
 Pasal 19 PP No.9/1975 yg menybutkan alasan2 cerai yg scr
otomatis melarang perceraian diluar alasan tsb, misalnya
krn faktor magis (hukum perkawinan adat)
Harta Perkawinan
dalam Hukum Adat
Fakta hukum
 Seringkali tuntutan perceraian diikuti oleh
gugatan pemisahan harta bersama
 Seringkali suami mengadakan perjanjian

dengan pihak lain berkaitan denga harta


bersama tanpa persetujuan istri.
 Mulai maraknya pembuatan perjanjian pisah

harta (perjanjian kawin) bagi semua golongan


penduduk.
Materi kuliah
 Asas harta perkawinan
 Harta asal
 Harta bersama
 Akibat hukum harta bersama
 Perbandingan konsep Harta perkawinan

dalam BW dengan hukum adat


 Harta perkawinan dalam UU No. 1 tahun 1974
 Perjanjian kawin
Pengertian
Prof. H. Hilman Hadikusuma dalam bukunya
Hukum Perkawinan adat menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan harta perkawinan
adalah semua harta yang dikuasai suami istri
selama mereka terikat dalam ikatan
perkawinan, baik harta kerabat yang dikuasai,
maupun harta perseorangan yang berasal dari
harta warisan, harta hibah, harta penghasilan
sendiri, harta pencaharian hasil bersama suami
istri, dan barang-barang hadiah.
Golongan harta Perkawinan
Menurut Soerojo Wignjodipoero, SH (1995: 150) dinyatakan
bahwa :
“harta perkawinan lazimnya dapat dipisah-pisahkan dalam 4
golongan sebagai berikut:
1. Barang-barang yang diperoleh suami atau istri secara warisan
atau penghibahan dari kerabat (famili) masing-masing dan di
bawa ke dalam perkawinan
2. Barang-barang yang diperoleh suami atau istri untuk diri
sendiri serta atas jasa diri sendiri sebelum perkawinan atau
dalam masa perkawinan.
3. Barang-barang yang dalam masa perkawinan diperoleh suami
dan istri sebagai milik bersama.
4. Barang-barang yang dihadiahkan kepada suami dan istri
bersama pada waktu pernikahan.”
Harta Bawaan atau Asal
A. Istilah:

 PIMBIT (NGAJU-Dayak), SILSILA (Makasar) (BABAKTAN-Bali) (ASAL-ASELI-


PUSAKA-Jawa-Jambi-Riau) (GONO,GAWAN-Jawa) (BARANG SASAKA, BARANG
BANDA, BARANG BAWA-Jawa Barat)
B. Jenis:
Harta yang diperoleh masing-masing pihak sebelum terjadi perkawinan, yg
terdiri dari:
1. Barang-barang yang diperoleh secara warisan atau penghibahan.
- Barang-barang ini tetap milik suami atau isteri yang menerima warisan
atau penghibahan.
- Barang-barang ini hanya jatuh kepada anak-anak mereka sebagai
warisan.
- Kalau terjadi perceraian dan apabila tidak mempunyai anak, maka barang-
barang ini kembali kepada asalnya.
2. Barang-barang yang diperoleh atas jasa sendiri
- Barang-barang ini diperoleh suami atau isteri sebelum kawin
Harta Bersama
1. Istilah:
 Harta suarang (Minangkabau)
 Barang perpantangan (Kalimantan)
 Barang cakkara (Bugis)
 Harta gonogini (Jawa)
 Guna kaya, campura kaya, barang sekaya (Sunda)
2. Milik bersama isteri adalah semua kekayaan yang diperoleh
selama berlangsungnya perkawinan asalkan kedua-duanya
bekerja kepentingan somah. Walaupun seorang isteri hanya
bekerja dirumah mengurus anak-anak, mengurus rumah
tangga, sudah dianggap bekerja juga. Semua kekayaan yang
diperoleh suami menjadi milik bersama. Suami telah menerima
bantuan yang sangat berharga serta memperlancar pekerjaan
suami sehari-hari.
Yurisprudensi MA
 Yurisprudensi M.A. tanggal 7 November
1956, mengatakan: Semua kekayaan selama
berjalannya perkawinan, merupakan harta
gono gini, biarpun hanya kegiatan suami
saja.
Akibat adanya persatuan
harta
 Terhadap peralihan dan pembebanan harta
bersama perkawinan, harus dilakukan oleh
semua pihak baik suami atau istri secara
bersama-sama.
 Jika salah satu pihak tidak menandatangani

perjanjian peralihan dan pembebanan harta


bersama perkawinan, maka perjanjian
tersebut menjadi batal demi hukum.
Perbandingan Konsep harta
Perkawinan
BW Hukum adat

1. berasaskan “persatuan 1. berasaskan


dan percampuran “perbedaan antara
harta scara bulat” barang asal n gono
gini”

18
3
Lanjutan
2. Perkawinan dlm BW memberikan 2. Dlm Hk adat seorang
kpd pasangan suami-istri sejak
hari pertama pernikahan hak atas janda yg tdk punya anak
separuh gemeenschap. Dg kata sering kali digugat o/
lain wlo baru satu hari menikah anggota keluarga
tanpa anak, pabila perkawinan
dihapus si miskin sdh menjadi suaminya ttg barang asal
separuh jutawan. Bahkan klo satu suami. Persoalan ini
meninggal tanpa anak , sluruh hilang jk dilahirkan anak
budel jatuh pd pihak yg lainnya.
3. Dikenal adanya perjanjian kawin:
dlm perkawinan. Dlm BW
a) Perjanjian kawin total td pernah seorang janda
b) Perjanjian kawin untung rugi digugat o/ keluarga
c) Perjanjian Kawin hasil dan pihak suami.
Pendapatan
3. Tidak dikenal perjanjian
kawin

18
4
Harta Perkawinan dalam Konsep
UU No.1 Tahun 1974
Pasal 35 UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
1) Harta Bersama diperoleh selama perkawinan
menjadi harta bersama.
2) Harta Bawaan dari masing-masing suami
dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau
warisan, adalah di bawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain
Dampak Harta Bersama akibat
Perceraian
 Apabila terjadi perceraian antara suami dan
isteri, maka hukum pembagian harta bersama
berlaku. Adapun tata cara pembagiannya telah
diatur dalam pasal 35(1) UU. No 1 Tahun 1974
tentang perkawinan. Pada pasal tersebut
dijelaskan bahwa harta yang diperoleh selama
perkawinan menjadi milik bersama, secara
otomatis apabila terjadi perceraian antara
keduanya, harta tersebut dibagi dua dan
masing-masing dari suami isteri mendapat
50% dari harta tersebut.
Perjanjian Kawin
1. Dalam Hukum adat tidak dikenal Perjanjian kawin
(pisah harta) !!
2. Perjanjian Kawin hanya di kenal di Hukum Perdata
Barat dan Hukum Islam !!

Catatan:
Meski demikian golongan pribumi yg tunduk pada
hukum adat dapat menundukkan diri secara sebagian
dalam Hukum Perdata Barat dan Hukum Islam. Sehingga
jika golongan pribumi menundukkan diri pada Hukum
Perdata Barat dan Hukum Islam, maka perjanjian kawin
pun dapat diterapkan pula bagi golongan pribumi
Dasar Hukum
 Pasal 147 BW:
 ”Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan

berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian. Perjanjian
itu akan mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan, tidak boleh ditentukan
saat lain untuk itu”.
 
 Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974:
 Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan

bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai


pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga
sepanjang pihak ketiga tersangkut.
 Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum,

agama dan kesusilaan.


 Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
 Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali

bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak
merugikan pihak ketiga.
Pengertian
Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang
dibuat oleh calon suami dengan calon isteri pada
waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan,
perjanjian mana dilakukan secara tertulis dan
disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah dan isinya
juga berlaku terhadap pihak ketiga sepanjang
diperjanjikan.

(Gatot Supramono. 1998. Segi-segi Hukum


Hubungan Luar Nikah. Jakarta : Djambatan. Hal :
39)
Akibat Perjanjian Kawin
 Dengan mengadakan perjanjian perkawinan kedua calon suami isteri
berhak menyiapkan dan menyampaikan beberapa penyimpangan dari
peraturan undang-undang sekitar persatuan harta kekayaan, asal
perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik dalam tata tertib
umum dengan ketentuan antara lain :

1. Tidak boleh mengurangi hak suami sebagai kepala keluarga.


2. Tanpa persetujuan isteri, suami tidak boleh memindahtangankan
barang-barang tak bergerak isteri.
3. Dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung dan
berlaku sejak saat perkawinan dilangsungkan.
4. Tidak berlaku terhadap pihak ketiga sebelum didaftar di kepaniteraan
Pengadilan Negeri di daerah hukum berlangsungnya perkawinan itu
atau jika perkawinan berlangsung di luar negeri maka di
kepaniteraan dimana akta perkawinan dibukukan / diregister.
Jenis perjanjian Kawin
◦ Perjanjian Pisah harta total

◦ Perjanjian Kawin dengan Klausula Pencampuran


Untung-rugi ( Gemeenschap Van Winst en Verlies )
(Pasal 157 BW) atau;
 Yaitu suami-istri memikul kerugian bersama-sama

◦ Perjanjian Kawin dengan Klausula hasil dan


Pendapatan/ Pencampuran Penghasilan
( Gemeenschap Van Vruchten en Inkomsten )
 Yaitu si istri tidak usah mengganti kekurangan-

kekurangan dan ia tak dapat dituntut untuk


hutang-hutang yang diperbuat oleh suaminya
Cara membuat Perjanjian
Kawin
◦ Setelah Perjanjian Kawin dibuat, maka harus
diikuti langsung oleh perkawinan kedua belah
pihak di Catatan Sipil atau di KUA
◦ Catatan Sipil atau KUA harus mendaftarkan
Perjanjian Kawin ke Panitera Pengadilan Negeri
◦ Sejak pendaftaran di Panitera Pengadilan Negeri
Tersebut, maka Perjanjian tersebut mengikat dan
berlaku pula terhadap Pihak III
◦ Jika Pendaftaran di Panitera Pengadilan Negeri
belum dilakukan, maka Pihak III boleh
menganggap suami-istri tersebut kawin dalam
pencampuran harta.
PERBEDAAN PERJANJIAN KAWIN
DALAM BW DENGAN HUKUM ISLAM
 BW  HUKUM ISLAM

P. 147 Wajib dibuat P. 29 Dapat dibuat baik


dalam bentuk akta secara lisan maupun akta
otentik dibawah tangan
P. 149 BW menyatakan P. 29 ayat 4 UUP
perjanjian kawin tdk bisa dinyakan perjanjian
dirubah slama kawin bisa dirubah
perkawinan selama perkawinan
Hukum Waris Adat
Fakta Hukum
 Warisan merupakan hal sensitif yg dapat
memecah hubungan keluarga
 Seringkali pembagian hukum waris adat

dicampur dengan hukum waris Islam,


sehingga tidak jelas batas-batasnya
 kedudukan janda, kedudukan anak angkat,

penyelesaian utang pewaris seringkali


menjadi persoalan dalam pembagian waris
Materi Kuliah
 Berlakunya hukum waris adat
 Pengertian hukum waris adat
 Unsur mutlak waris adat
 Sifat hukum waris adat
 Sistem hukum waris adat
 Harta peninggalan
 Pewaris
 Ahli waris

 Janda/duda dan anak angkat


 Penggantian waris
 Hibah
 Utang pewaris
Berlakunya Hukum waris
adat
 Hukum waris adat hanya berlaku pada gol
bumiputera di samping hukum waris Islam
 Jika terjadi sengketa waris, hukum waris

manakah yg berlaku bagi gol bumiputera,


maka Mahkamah Agung yang menetapkan
Pengertian
1. Ter Haar dalam bukunya “Beginselen en stelsel van het adat
recht” mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
“Hukum waris adat adalah peraturan-peraturan hukum yang
bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan serta
yang akan selal berjalan tentang penerusan dan pengoperan
kekayaan materiil dan immateriil dari suatu generasi kepada
generasi berikutnya.” (halaman 197 buku tersebut)
2. Prof. Soepomo dalam bukunya “Bab-bab tentang hukum
Adat”, merumuskan “Hukum waris adapt adalah hukum yang
memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses
meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda
dan barang-barang yang tidak terwujud benda (Immateriele
goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada
turunannya.”(halaman 67 buku tersebut)
Unsur Mutlak Waris
unsur esensialia (mutlak) waris, yakni :
1. seorang peninggal warisan yang pada
wafatnya meninggalkan harta kekayaan .
2. seorang atau beberapa orang ahli waris yang
berhak menerima kekayaan yang
ditinggalkan itu.
3. harta warisan atau harta peninggalan, yaitu
kekayaan “in concreto” yang ditinggalkan
dan sekali beralih kepada para ahli waris itu.
 
Sifat hukum waris adat
 Sifat dari hukum adat waris, yaitu :
1. Konsep pembatasan hibah Tidak mengenal “legitimatie portie”, akan
tetapi hukum adat waris menetapkan persamaan hak.
2. Harta warisan tidak boleh dipaksakan untuk dibagi antara para ahli waris.
3. Harta peninggalan dapat bersifat tidak dapat dibagi-bagi atau
pelaksanaan pembagiannya ditunda untuk waktu yang cukup lama
ataupun hanya sebagian yang dibagi-bagi.
4. Memberi kepada anak angkat, hak nafkah dari harta peninggalan orang
tua angkatnya.
5. Dikenal sistem “penggantian waris”.
6. Pembagiannya merupakan tindakan bersama, berjalan secara rukun
dalam suasana ramah tamah dengan memperhatikan keadaan khusus
tiap waris.
7. Harta peninggalan tidak merupakan satu kesatuan harta warisan,
melainkan wajib diperhatikan sifat/macam, asal, dan kedudukan hukum
daripada masing-masing yang terdapat dalam harta peninggalan itu.
Sistem hukum waris adat
1. Sistem kewarisan individual
Harta peninggalan dapat dibagi-bagikan kepada
para ahli waris seperti dalam masyarakat di Jawa
2. Sistem kewarisan kolektif
Harta peninggalan itu diwarisi secara bersama-
sama para ahli waris, misalnya harta pusaka
tidak dilmiliki atau dibagi-bagikan hanya dapat
dipakai atau hak pakai.
3. Sistem kewarisan mayorat
Harta peninggalan diwariskan keseluruhan atau
sebagian besar jatuh pada salah satu anak saja.
Sistem mayorat
 Sistem kewarisan mayorat dibagi dua yaitu :
1. mayorat laki-laki yaitu harta peninggalan
jatuh kepada anak-anak laki-laki.
2. Mayorat perempuan yaitu harta peninggalan
jatuh pada anak perempuan tertua.
Harta Peninggalan
Pada prinsipnya harta peninggalan di bagi
menjadi 4 jenis:
1. Piutang Pewaris
2. Harta asal pewaris:
3. Harta pusaka (tidak dapat dibagi, namun
dapat dipakai secara bersama)
4. Setengah ½ dari harta bersama antara
pewaris dengan janda/duda
Pewaris
 Pewaris adalah orang yang sudah meninggal
 Segala harta peninggalan seseorang yang

meninggal dunia, demi hukum (secara


otomatis) menjadi milik sekalian ahli
warisnya.

Cat: dua corak diatas nampaknya selaras


dengan hukum waris BW dan hukum Waris
Islam
Ahli waris
 Ahli waris utama dalam hukum adat adalah
anak kandung sendiri. Dengan adanya anak
kandung ini maka anggota keluarga yang lain
menjadi tertutup untuk menjadi ahli waris.
 Orang yang mempunyai hubungan darah

dengan pewaris yg tergantung dari sistem


warisnya dan sistem kekeluargaan.
 Anak angkat
Kedudukan Balu
(janda/Duda)
Dalam sistem Patrilinel
1. Di daerah batak, Selama tidak menikah lagi dengan orang lain,
Janda tetap berkedudukan di tempat kerabat suami
2. Janda tetap berhak menikmati harta peninggalan suami
sampai ia menkah lagi.
3. Meski demikian, kedudukan janda tetap bukan ahli waris

Catatan:
Menurut hukum adat waris baru di daerah Pematang Siantar.,
isteri dan anak-anak perempuan adalah ahli waris (Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 2-11-1976 No. 284 K/Sip/1975.
Dalam Perkara : Djambi Purba kuasa dan Djagalo Purba
melawan Tomuraja hr. Purba dkk. dengan Susunan Majelis : 1.
Dr. R. Santoso Poedjosoebroto SH. 2. DR. Lumbanradja SH. 3.
Achmad Soeleiman SH.)
Dalam sistem matrilineal

1. Di Minangkabau, duda tidak mewaris dari


istrinya yg wafat
2. Ia tetap berhak menikmati harta peninggalan
suami sampai ia menkah lagi
Dalam sistem parental

 Dalam hal tidak ada anak, harta warisan


setengah bagian untuk janda dan yang
setengah bagian untuk keluarga suami atau
seluruhnya dapat dinikmati janda selama
hidupnya dan selama ia tidak kawin lagi.
(Putusan Mahkamah Agung : tgl. 15-9-1 976
No. 542 K/Sip/1972 Dalam Perkara : : Mbok
Salem melawan Gaeman al. P. Soepijah. dengan
Susunan Majelis : 1. R. Saldiman Wiijatmo SH.
2. DR. Lumbanradja SH. 3. R.Z. Asikin
Kusumah Atmadja SH.)
Kedudukan Anak Angkat
Hampir di seluruh wilayah hukum adat
khususnya di jawa, Anak angkat mewaris pada
dua sumber harta peninggalan:
1. Ia mewaris dari harta bersama orang tua
angkat
2. Ia mewaris dari harta peninggalan orang tua
kandung
PERBEDAAN HK. WARIS ADAT
DENGAN HK. WARIS ISLAM
 HK. WARIS ADAT  HK.WARIS ISLAM
1. Ada harta yang 1. Semua ahli
tidak dapat waris dapat
dibagikan menuntut
2. Anak haknya
perempuan
bilamana tidak 2. Hak ahli waris
ada anak laki- sesuai dengan
laki dapat bagian
menutup semua masing-
haknya masing
3. Anak angkat 3. Anak angkat
dapat tidak
mendapatkan mendapatkan
warisan dari warisan
orang tua angkat 4. Tidak ada ahli
4. Ada ahli waris waris pengganti
pengganti
Hibah dan hibah wasiat
No Pembeda Hibah Hibah Wasiat

1 Waktu Pada waktu hidupnya pemberi hibah dan Akibat hukumnya baru berlaku setelah
Terjadinya penerima hibah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.

2 Sumber Bersumber dari perjanjian yang asas Bersumber pada wasiat yang asas
pembuatan dan ketentuannya tunduk pada pembuatannya tidak tunduk pada hukum
hukum perjanjian perjanjian melainkan tunduk pada hukum
wasiat

3 Pencabutan Hibah (schenking) tidak dapat dicabut Ketika pewasiat belum meninggal, maka
hibah wasiat (legaat) yang menjadi isi
wasiat tersebut dapat dicabut

4 Objek Hanya terhadap benda-benda (barang atau Dapat dilakukan atas benda-benda yang
harta) yang sudah ada (tegenwoordige akan ada dengan syarat benda tersebut
goederen) menjadi milik pemberi hibah wasiat ketika
ia meninggal

5 Pemberi dan Antara suami-isteri selama perkawinan Oleh karena hibah wasiat (legaat) baru
Penerima berlangsung dilarang melakukan penghibahan berlaku setelah pewasiat meninggal yang
mengakibatkan perkawinannya putus,
maka harta pewasiat dapat di hibah
wasiatkan (legaat) kepada suami-isteri
yang hidup terlama
Tujuan hibah dan hibah
wasiat
 Menurut Eman Suparman tujuan hibah wasiat
adalah sebagai berikut:
◦ Untuk menghindarkan persengketaan (Kabupaten
Bandung, Karawang, Indramayu, Pandeglang);
◦ Perwujudan rasa kasih sayang dari si pewaris (Kabupaten
Bandung, Pandeglang);
◦ Pewaris merasa ajalnya telah dekat (Cianjur, Banjar,
Ciamis, Kawali, Cikoneng);
◦ Pewaris akan melaksanakan ibadah haji (Cianjur, Banjar,
Ciamis, Kawali).
Cara membuat wasiat
Menurut Eman Suparman, terdapat beberapa cara pembuatan wasiat
dalam hukum adat yaitu:
(1) Secara Lisan
a) Di hadapan orang-orang yang berkepentingan atau penghuni
rumah, tetangga, sanak saudara tanpa pemberitahuan kepada
pejabat desa (Cianjur, Ciamis, Banjar, Kawali, Bandung, Bekasi,
Pandeglang). Di Kecamatan Ciamis, apabila wasiat berupa tanah
diberitahukan kepada desa untuk pemindahan nama.
b) Di hadapan pejabat desa (Saruni Kecamatan Pandeglang).
(2) Secara Tertulis
c) Di bawah tangan (Ciamis, Bandung, Bekasi, Kawali, Pandeglang);
d) Di hadapan Kepala Desa (Ciamis, Cianjur, Bandung, Cikoneng,
Pendeglang);
e) Akta Notaris (Cianjur);
f) Di hadapan saksi-saksi (Ciamis, Cianjur, Cikoneng).
PERBEDAAN HIBAH WASIAT DALAM HUKUM ADAT, HUKUM ISLAM DAN BW

No Tinjauan Hukum Adat Hukum Islam BW


1 Hubungan Hibah atas harta Hibah Hibah
dengan pusaka dianggap diperhitungkan diperhitungkan
warisan sebagai warisan dalam proses dalam proses
penghitungan penghitungan
waris waris
2 Persetujuan Jika berkaitan dengan harta Jika penghibah Tidak perlu ada
ahli waris peninggalan, maka dalam keadaan persetujuan
harus ada persetujuan sakit yg ahli waris
calon ahli waris mendekati
kematian, maka
harus ada
persetujuan ahli
waris
3 Konsep Hibah kepada orang lain Hibah wasiat Hibah minimal
perlindungan diperbolehkan asal maksimal 1/3 tidak
terhadap ahli tidak merugikan ahli dari boedel merugikan hak
waris UU waris (Ps.195 (2)KHI) legitimaris,
-Yrspdnsi No. 391 ketika ia
menuntut L.P
K/Sip/1958 (Pasal 913-914
BW)
Kedudukan anak Tiri dan anak luar
kawin
 Anak Tiri
Anak tiri yang hidup bersama dengan ibu kandungnya dan bapak
tirinya atau sebaliknya adalah warga serumah tangga pula.
Terhadap Bapak atau ibu kandungnya anak itu adalah ahli waris,
tetapi terhadap bapak atau ibu tirinya anak itu bukanlah ahli waris
melainkan hanya warga serumah tangga saja. Hidup bersama
dalam suatu rumah tangga membawa hak-hak dan kewajiban-
kewajiban antara satu dengan yang lainnya. Kadang-kadang begitu
eratnya hubungan antara anggota rumah tangga, sehingga anak
tiri mendapat hak hibah dari bapak tirinya, bahkan anak tiri berhak
atas penghasilan dari bagian harta peninggalan bapak tirinya
demikian sebaliknya.
 Anak yang lahir diluar Perkawinan:
Anak yang lahir diluar perkawinan hanya menjadi ahli waris dari
ibunya.
Utang Pewaris
 Semua Utang mewaris kepada ahli waris
 Ahli waris yg menerima warisan wajib

melunasi hutang pewaris terlebih dahulu


sebelum harta peninggalan dibagi.
 Pelunasan utang pewaris hanya sebatas harta

peninggalan. Jadi dalam hukum adat,


pelunasan utang pewaris tidak sampai ke
harta pribadi.
HUKUM PIDANA ADAT
FAKTA HUKUM
 Kenyataan pluralisme hukum pidana
 Keberadaan asas Legalitas sebagaimana
dikandung dalam Pasal 1 (1) KUHP misalnya
merupakan “benteng yang sangat kuat”
untuk menafikan keberadaan hukum pidana
lain selain hukum pidana negara.
 Meski demikian, dalam sejarah
perkembangan hukum pidana Indonesia,
ada lebih dari satu sistem hukum pidana
yang digunakan yaitu hukum pidana barat
(Belanda) sesuai WvS dan Hukum Pidana
Adat.
MATERI KULIAH HARI INI
 Arti Delik Pidana
 Corak Hukum Pidana Adat
 Sifat pelanggaran hukum adat
 Lahirnya pidana adat
 Lapangan berlakunya pidana adat
 Perbedaan hukum pidana adat dengan hukum

pidana dalam KUHP


Sifat Hukum Pidana Adat
1. Tradisional Magis Religius
Perbuatan yang tdk boleh dilakukan dan perbuatan yg
mengganggu keseimbangan bersifat turun temurun dan
dikaitkan dengan keagamaan
Contoh larangan durhaka kpd orang tua, larangan zina
2. Menyeluruh dan menyatukan
Artinya tdk membeda-bedakan antara delik pidana dan
perdata dan juga tidak membedakan mana perbuatan
yg disengaja (opzet), kelalaian (culpa) dan juga tdk
membedakan antara pelaku (dader), yg turut melakukan
(mededader), yg membantu (medeplichtiger) atau yg
menghasut (uitlokker)
3. tidak Prae existente
 Tidak mengenal asas Nullum delictum noela poena sine
praevia lege poenali” (tiada suatu delik, melainkan atas
kekuatan aturan pidana di dalam undang-undang yg
telah ada terlebih dahulu dr perbuatan itu)

4. Tidak menyamaratakan
 Terhadap pelaku delik adat tidak disamaratakan begitu
juga peristiwa dan perbuatannya
 Contoh penganiayaan/pembunuhan thp pemuka
adat/pembesar tdk sama hukumannya /rakyat biasa
 Termasuk pelaku tdk sama hukumannya jika pelaku
pemuka adat/pembesar /rakyat biasa
5. Terbuka dan Lentur (flexible)
 Bahwa Hukum adat tidak menolak perubahan2

asal tdk bertentangan dgn rasa kesadaran hukum


dan keagamaan masy. Sehingga terhadap unsur-
unsur yang baru, yg berubah, baik yg datang dari
luar maupun krn perubahan dan perkembangan
masy lingkungannya dpt diterima.

Contoh kebangsawanan desa tdk perlu


dipertahankan shg menggunakan pakaian
adatnya bukan merupakan delik adat
6. terjadinya delik adat
 Apabila tata tertib adat setempat dilanggar

atau krn adanya suatu pihak merasa


dirugikan shg timbul reaksi dan koreksi dan
keseimbangan masy menjadi terganggu.
 Contoh Aceh , memetik buah yg tdk

dipelihara dianggap pencuri dan didenda hrs


membayar sesuai dengan harga.
7. Delik Aduan
 Thd delik yg mengganggu keseimbangan

keluarga maka harus mengajukan tuntutan


atau pengaduan dr pihak yg dirugikan.
 Contoh Sumsel- jika lelaki memegang lengan

gadis/janda di atas sikunya (meragang


gawe)didenda 6 ringgit dan diserahkan 3
ringgit ke pihak perempuan sebagai tekap
malu dan 3 ringgit uang sidang
Sifat pelanggaran hukum
adat
 Didalam hukum adat tidak dikenal pemisahan antara pelanggaran yg
harus diselesaikan melalui hakim pidana dan pelanggaran yg harus
diselesaikan melalui hakim perdata
 Tidak ada perbedaan hukum acara antara tuntutan perdata dan tuntutan
pidana
 Apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, maka petugas hukum (kepala
adat, dan sebagainya) mengambil tindakan konkret ( adat reactie) guna
membetulkan hukum yang dilanggar itu.
 Terhadap perbuatan-perbuatan ilegal lain, mungkin pelanggaran hukum
itu sedemikian rupa sifatnya sehingga perlu diambil beberapa tindakan
untuk memperbaiki kembali hukum yang dilanggar, umpamanya:
pertama, mengganti kerugian kepada orang yang terkena dan kedua,
membayar uang adat atau korban pada persekutuan desa.
 Terhadap beberapa pelanggaran hukum, petugas hukum hanya bertindak
jika diminta oleh orang yang terkena. Terhadap perbuatan-perbuatan
ilegal lainnya petugas hukum bertindak atas inisiatifnya sendiri.
Lahirnya pidana adat
 Dalam sistem hukum pidana Barat, suatu
delik lahir dengan diundangkannya pidana di
Lembaran Negara (Staatsblad).
 Sedangkan lahirnya delik adat itu serupa

dengan lahirnya tiap-tiap peraturan hukum


yang tidak tertulis. Ex: teori keputusan
Landasan hukum pidana adat di indonesia
1. Undang-undang Darurat nomor 1 Tahun 1951 L.N 9 / 1951 Pasal 5 ayat 3
sub b sebagai berikut :
 Hukum Materiil sipil dan untuk sementara waktupun hukum materiil pidana
sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah swapraja dan
orang-orang yang dahulu diadili oleh pengadilan adat, ada tetap berlaku
untuk kaula – kaula dan orang itu, dengan pengertian:
 bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus

dianggap sebagai perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam


kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman
yang tidak lebih dari tiga bulan penjara dan/atau denda lima ratus
rupiah, yaitu sebagai hukuman pengganti bilamana hukuman adat yang
dijatuhkan tidak diikuti oleh pihak yang terhukum dan penggantian yang
dimaksud dianggap sepadan oleh hakim dengan besar kesalahan yang
terhukum, dan
 bahwa bilamana hukuman adat yang dijatuhkan itu menurut pikiran

hakim melampaui padanya dengan hukuman penjara dan/ atau denda,


yang dimaksud diatas, maka atas kesalahan terdakwa dapat dikenakan
penjara dengan pengertian bahwa hukuman adat yang menurut
pengertian hakim tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa mesti
diganti seperti tersebut diatas, dan
 bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus

dianggap perbuatan pidana dan yang ada bandingnya dalam Kitab


Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang
sama dengan bandingnya yang mirip kepada perbuatan pidana.
Rumusan pasal 5 ayat 3 b UU Darurat No. 1 tahun 1951 memberikan
pemahaman :
a. Tentang tindak pidana diukur menurut hukum yang hidup dalam
masyarakat. Tindak pidana demikian itu bila terjadi, maka pidana
adatlah sebagai sanksinya.
b. Apabila terpidana adat tidak mengikuti putusan pengadilan adat
tersebut, maka pengadilan negeri setempat dapat memutus
perkaranya berdasar tiga kemungkinan, yakni:
1. Tidak ada bandingnya dalam KUHP

2. Hakim beranggapan bahwa pidana adat melampui dengan pidana


penjara dan/atau denda seperti tersebut dalam kemungkinan 1
3. Ada bandingnya dalam KUHP

c. Bahwa berlaku tidaknya legalitas materiil ditentukan oleh sikap atau


keputusan terpidana untuk mengikuti atau tidak mengikuti putusan
pengadilan adat. Jika putusan pengadilan adat diikuti oleh terpidana,
maka ketika itulah legalisasi materiil berfungsi. Berfungsinya
legalisasi materiil disini merupakan hal yang wajar karena tindak
pidana yang dilakukan pelaku adalah murni bertentangan dengan
hukum yang hidup dalam masyarakat (hukum tidak tertulis).
Berlakunya hukum pidana
adat
 Sejak mulai berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Strafwetboek), maka pada Pengadilan Negeri (Landraad dahulu) tidak
dapat mengadili delik-delik adat, yang tidak juga merupakan delik
enurut kitab undang-undang tersebut.
 kecuali sebagai syarat istimewa pada hukuman bersyarat ( voorwaardel-

veroordeeling). Dalam pada itu hakim perdamaian desa (dorpsrechter)


yang diakui oleh pemerintah india Belanda, dengan Ordonansi tanggal
9 Maret 1935, Staatsblad 935 no. 102 dan yang tetap dipertahankan
oleh pemerintah Republik indonesia dengan Undang-Undang Darurat
No. 1 Tahun 1951, ada h berwenang memeriksa segala perkara yang
menurut hukum adat masuk kompetensi hakim itu (pasal 3a ayat 1
Rechterlijke organisatie). Jadi hakim perdamaian desa di berbagai
daerah kepulauan Indonesia biasa memeriksa delik-delik adat yang
tidak juga bersifat delik menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
yang tidak dituntut oleh pegawai-pegawai pemerintah oleh karena
bukan strafbaar feit menurut Strafwetboek.
Syarat berlakunya hukum pidana
adat
 Tidak bertentangan dengan KUHP
 Masih terdapat peradilan desa (adat) yang

dikukuhkan melalui perda contoh: Papua, bali


dan Aceh
 Hanya bersifat tindak pidana ringan

(pelanggaran) /kejahatan yg ancaman pidananya


tidak lebih dari 3 bulan)
 Sanksi tambahan masyarakat dari sanksi di KUHP

 Sanksi hanya berupa denda, pengusiran,

permintaan maaf dsb


PERBEDAAN HUKUM PIDANA
 KUHP (Wetboet van  HUKUM ADAT
strafrecth)

1. Yg dpt dipidana hanya persoon 1. masy(kampung) dpt dikenakan


(badan pribadi) denda atas perbuatan warganya
2. Tdk semua memerlukan
2. Orang dpt dipidana klu pembuktian
mempunyai kesalahan baik 3. Delik terutama menjadi persoalan
kesengajaan atau kelalaian yg terkena, keluarga
(dolus/culpa) 4. Setiap orang dapat diminta
3. Tiap-tiap delik menentang pertanggung jawaban (minang
thp orang gila dpt dipidana)
kepentingan negara
5. Thd pelaku tergantung
4. Orang hany dpt dipidana jk dpt kedudukan dan fungsinya dlm
bertanggung jawab masy
6. Dimungkinkan (jika tertangkap
5. Thd pelaku tanpa diskriminasi tangan phk yg dirugikan dpt
6. Dilarang (verbod van menghukum)
eigenrichtting) 7. Membedakan nilai barang
(barang pusaka lebih berat
7. Tdk membedakan nilai barang hukumannya)
PERBEDAAN HUKUM PIDANA
 KUHP (Wetboet van  HUKUM ADAT
strafrecth)

7. Membantu perbuatan delik


dikenal pembujukan, 7. Semua yg turut berbuat
provokasi, wajib bertanggung
anjuran(uitlokking) dan ikut
berbuat(mededaderschap) jawab
8. Dpt dipidana karena 8. Tdk dpt dipidana krn
percobaan percobaan
Terima kasih dan selamat
ujian

Anda mungkin juga menyukai