I. Pendahuluan
II. Permasalahan
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah mengenai hukum adat :
a. Zaman Kompeni
b. Zaman Daendles
c. Zaman Raflles
d. Zaman Kolonial Belanda
e. Masa Menjelang Tahun 1848
f. Masa Tahun 1848 – 1927
III. Pembahasan
1. Usaha ke-1 Mr. Wichers, presiden mahkamah agung pada saat itu menyelidiki
apakah hukum adat privat tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi barat,
rencana itu gagal karena hukum barat tidak cocok dengan perhubungan hukum
sederhana Bangsa Indonesia.
2. Usaha ke-2 sekitar tahun 1870 Van Der Putte, menteri jajahan belanda
mengusulkan penggunaan hukum tanah eropa bagi indonesia untuk kepentingan
agraria belanda, usaha ini gagal karena belanda menuntut adanya penyelidikan lokal
tentang hak-hak penduduk terhadap tanah.
3. Usaha ke-3 pada tahun 1900, Cremer menteri jajahan, menghendaki adanya
kodifikasi lokal untuk sebagian hukum adat dengan mendahulukan penduduk
beragama kristen. Usaha ini pun gagal lagi karena ketiadaan jaminan hukum bagi
penduduk yang beragama kristen.
4. Usaha ke-4, kabinet Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan suatu rencana undang-
undang untuk menggantikan hukum adat dengan hukum eropa. Usaha ini gagal
karena parlemen belanda menerima amandemen Can Idsinga yang mengizinkan
penggantian hukum adat dengan hukum barat jika kebutuhan sosial rakyat
menghendaki.
5. Usaha ke-5 pada tahun 1914 Belanda dengan tidak menghiraukan amandemen
Can Idsinga, mengumumkan rencana KUH perdata bagi seluruh golongan penduduk
di Indonesia. Rencana ini gagal karena tidak di ajukan di parlement belanda.
Sebab kegagalan semua usaha tersebut adalah bahwa tidak mungkin bangsa
Indonesia yang merupakan bagian terbesar dari penduduk disesuaikan dengan
kebutuhan bangsa eropa yang hanya bagian kecil saja. Konsopsi van vollenhoven
yang isinya meganjurkan diadakanya pencatatan-pencatatan yang sistematis dari
pengertian-pengertian hukum yang sesungguhnya dari penduduk, daerah hukum
demi daerah hukum, tetapi didahuli dengan penelkitian dan penyelidikan yang di
pimpin oleh para ahli.
Tujuan ini adalah untuk memajukan ketentuan hukum dan untuk membantu
hakim yang harus mengadili menurut hukum adat. Konsepsi yang di perjuangkan
oleh Van Vollenhoven ini di sokong dan di benarkan oleh dua hal yaitu:
Akhirnya pada tahun 1927 konsepsi Van Vollenhoven ini di terima. Dan
politik pemerintah Belanda sejak itu sampai pendudukan Jepang pada tahun 1942,
ditandai dengan suatu langkah kembali secara teratur kearah dualisme. Dualisme
yang menurut Damson Arthur schiller dalam buku mereka “Adat Law In
Indonesia”disebut dualisme yang progresif (enlightened dualism).
Mr. B. Ter Haar, murid Van Vollenhoven, melanjutkan perjuangan gurunya
serta berusaha supaya hukum adat dipertahankan dan dilaksanakn sebagai hal yang
sangat sesuai bagi kebutuhan masyarakat Bangsa Indonesia dalam kedudukannya
sekarang. Pandangan Ter Haar ini khususnya tertuju kepada penduduk tani dalam
masyarakat-masyarakat agraria. Hubungan-hubungan hukum dalam bidang agraria
ini memang sebagian besar diatur oleh hukum adat.
Pencatatan hasil-hasil dari penyelidikan yang dilakukan oleh para ahli harus
diterangkan seteliti-telitinya supaya ada jaminan hukum yang lebih besar dan
akhirnya juga untuk membantu hakim yang harus menggunakan hukum adat yang
tidak tertulis.
Politik hukum adat semenjak tahun 1927 setelah konsepsi Von Vollenhoven
diterima menghendaki juga re-organisasi sistem pengadilan.