Anda di halaman 1dari 11

LEMBAR JAWAB UJIAN TENGAH SEMESTER

2021/2022
Disusun Guna Memenuhi Nilai UTS Mata Kuliah Hukum Adat
Dosen Pengampu : Dr. Rini Fidiyani, S.H. M.Hum

Disusun Oleh
Nama : AMIENATUL RASYIDA
NIM : 8111420114
No. Urut : 8
Mata Kuliah : Hukum Adat
Jadwal Kuliah : Rabu, jam 07.00 WIB

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
1

LEMBAR JAWAB UJIAN TENGAN SEMESTER

1. A. Sejak lahir manusia telah ditakdirkan hidup bersama orang lain, sebagai akibatnya
kemudian timnul interaksi sosial yang dinamis. Interaksi tersebut berdasar dari pola yang
disebut perbuatan, tersebut kemudian dilakukan berulang-ulang dan menjadi kebiasaan.
Apabila kebiasaan tersebut tidak dianggap sebagai cara berperilakuan, maka dapat
dikatakan bahwa kebiasaan tersebut telah menjadi tata kelakukan. Tata kelakuan
tersebut merupakan cerminan dari sifat-sifat hidup dari kelompok manusia. Tata
kelakuan yang kekal serta kuat intergrasinya dengan pola perikelakuan masyarakat
dapat meningkat kekuatan mengikatnya sehingga menjadi adat istiadat. Di dalam suatu
adat istiadat tersebut terdapat berbagai peraturan berbagai peraturan lisan, termasuk
hukum adat. Kebiasaan atau costom merupakan istilah yang umum dipakai dalam
kehidupan masyarakat. Selain itu juga adat istilah adat yang juga mempunyai persamaan
dan perbedaan dengan kebiasaan.

Adat adalah aturan yang lazim dituruti atau dilakukan sejak zaman dahulu,
sedangkan adat istidat adalah kebiasaan yang sejak lama ada dalam masyarakat dengan
maksud mengatur tata tertib, dilakukan secara turun temurun. Fungsinya untuk mnegtur
masyarakat agar tercipta ketertiban disuatu daerah.

Secara etimologi, kata adat berasal dari Bahasa Arab, yakni “adah” yang artinya
cara atau kebiasaan. Dalam artian ini, adat diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan
berulang sehingga menjadi kebiasaan yang harus dipatuhi masyarakat di suatu
lingkungan. Adat istiadat memiliki beberapa unsur pembentuk, yakni nilai budaya yang
dianggap penting oleh masyarakat, system norma, system hukum yang tegas, dan aturan
khusus yang bersifat mengikat masyarakat.

Jadi konsep adat mengakomodasi konsep adat istiadat karena dengan adanya
adat atau suatu aturan yang dituruti dari zaman dahulu harus dikuti atau dipenuhi
dengan adanya konsp adat istiadat yang merupakan suatu kebiasaan suatu masyarakat,
dilakukan secara turun temurun.
2

B. Corak hukum adat adalah “konkret”, artinnya jelas, nyata, dan berwujud dan “visual”
artinya dapat dilihat, tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Jadi sifat hubungan hukum
yang berlaku didalam hukum adat itu “terang dan tunai”, tidak samar-samar, terang
disaksikan, diketahui, dilihat dan didengar orang lain, dan Nampak.

Contoh konkret konsep adat di minangkau adalah pada masyarakat Minangkau,


system kekerabatan yang berdasarkan system keibuan atau matrilineal dipakai sebagai
dasar dimana orang yang seasal dan seketurunan berkumpul dalam suatu tempat tinggal
bersama. Tempat tinggal tersebut berupa rumah adat yang disebut dengan Rumah
Gadang. Di dalam rumah gadang tersebut yang memegang peranan penting serta
bertanggung jawab atas seluruh penghuninya adalah saudara laki-laki ibu yang disebut
mamak. Jadi dari sini dapat dilihat, walaupun organisasi masyarakat Minangkabau
berdasarkan atas garis keturunan ibu, namun yang memegang peranan penting dalam
kesatuan tersebut selalu orang laki-laki dari garis ibu, biasanya saudara laki-laki ibu yang
paling tua.

Contoh konkret konsep adat istiadat Minangkabau yaitu adanya istilah “japuik
manjapuik” dalam tata cara perkawinan Minangkabau. Adat japuik manjapuik marapulai
(menjemput calon suami) ini merupakan salah satu bentuk tingkat6 adat nan diadatkan,
dimana hanya berlaku di daerah daerah tertentu saja misalnya daerah pariaman. Di
daerah pariaman terdapat ciri khusus dalam memberikan penilaian pada kaum laki-laki
(tinggi rendahnya derajat kaum laki-laki) terutama menyangkut masalah gelar adat.
Didaerah Pariaman untuk golongan laki-laki yang dikenal dengan 4 macam gelar yaitu :
Sidi, Bagindo, Sutan, dan Uwo.

2. A. Hukum adat menurut Snouck Hurgronje, dalam karyanya yang berjudul De Atjeters,
mendefinisikan hukum adat sebagai “adat yang memiliki sanksi”. Hurgronje
berpandangan bahwa adat yang tidak memiliki sanksi adalah kebiasaaan normative yang
hanya mengatur tingkah laku yang patit dan berlaku dalam masyarakat. Hurgronje juga
berpandangan bahwa tidak ada batas yang jelas antara hukum adat dan hukum
kebiasaan.
3

• Urain didalam bukunya yang berjudul De Aceher’s atau orang-orang aceh,


memiliki tebal 2 jilid tahun 1894 mencantumkan istilah Adatrecht.
• Adatrecht ini biasanya digunakan untuk system pengendalian sosial (social
control) yang bersanksi (disebut hukum adat).
• Sekedar untuk membedakan system pengendali sosial yang tidak memiliki sanksi
(disebut adat)

Hukum adat menurut Van Vollenhoven mendefinisikan hukum adat sebagai


“keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (hukum)
dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat).” Van Vollenhoven
menempatkan hukum adat sebagai sebuat ilmu pengetahuan, sehingga kedudukannya
sejajar dengan hukum-hukum lain pada sebuah rezim hukum positif.

Menurut Van Vollenhoven hukum adat yakni hukum yang tidak bersumber
kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda maupun alat-
alat kekuasaan lainnya. Hukum lahir dan diadakan sendiri oleh bangsa Indonesia. Jika
ingin menemukan hukum adat, hukum adat terdapat didalam masyarakat dimana
terdapat norma yang dipertahankan dan bila ada yang melanggar maka mendapat sanksi
yang dipaksakan. Karakteristik mengakaji hukum hukum adat dan Van Vollenhoven tidak
tertulis, tidak dibuat oleh penjajah Belanda, penjalanan penelitiannya yakni di Jawa, Bali
dan Madura

B. Hukum adat sebagai hukum yang lahir dari kepribadian bangsa Indonesia sudah jelas
sangat penting bagi bangsa Indonesia itu sendiri. Selain itu juga penting bagi
pembentukan hukum nasional. Manfaat mempelajari hukum adat adalah :

1) Untuk memahami budaya hukum Indonesia. Hal ini tentu saja dapat
menumbuhkan rasa persatuan bagi bangsa dan negara Indonesia.
2) Maksudnya, dengan mempelajari hukum adat maka kita dapat mengetahui hukum
adat yang mana yang tidak relevan lagi dengan perubahan jaman dan hukum adat
mana yang dapat mendekati keseragaman yang dapat diberlakukan sebagai
hukum nasional.
3) Hukum adat sebagai hukum yang lahir dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri
tentu harus dipertahankan sebagai hukum positif kita
4

4) Hukum adat untuk kepentingan masyarakat (ilmu yang dipelajari untuk


pembangunan nusa dan bangsa)
5) Mempelajari hukum adat harus bersifat praktis dan nasional. Sifat praktis dan
nasional tersebut terlihat dari 3 sudut yaitu : sudut pembinan hukum nasional,
sudut mengembalikan dan memupuk kepribadian bangsa Indonesia, dan dalam
praktek peradilan.
6) Kesadaran akan harga diri semakin bertambah
7) Memberikan dasar corak tersendiri terhadap hukum nasional

Dari aspek-aspek manfaat mempelajari hukum adat di atas, semuanya tentu


saja berakibat tumbuhnya rasa persatuan bagi bangsa dan negara oleh yang
mempelajarinya. Dengan demikian hukum adat mampu dijadikan sebagai sumber
patokan atau tolak ukur dalam mempelajari hukum yang digunakan oleh masyarakat
penganutnya.

3. A. Asas hukum yang baik adalah asas hukum yang sudah ada dan diakui maupun yang
sepatutnya diakui atau dikembangkan sebagai asas hukum nasional. Pengembangan
asas-asas hukum nasional itu sendiri harus berorientasi masa depan (futurologist-
sistemati-holistik). Sumber asas hukum nasional bersumber pada pandangan hidup
bangsa Indonesia yaitu Pancasila, nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945,
yurisprudensi serta hukum-hukum kebiasaan.

Asas hukum hanya berfungsi atau berlaku dalam bidang hukum yang lebih
sempit, seperti bidang hukum perdata, HAN, pidana, dan sebagainya yang sering
merupakan penjabaran dari asas hukum yang umum.

Pancasila sering disebut dengan Falsafah Negara dan Ideologi Negara, Pancasila
merupakan tonggak dari berdirinya negara Indonesia. Pancasila pun juga merupakan
pedoman hidup negara Indonesia. Dalam asas negara Pancasila digunakan sebagai dasar
untuk mengatur Pemerintahan Negara. Atau dengan kata lain Pancasila digunakan
sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Pancasila di pandang sebagai
dasar negara Indonesi karena didalamnya terkandung 5 asas yaitu asas ketuhanan yang
maha esa, asas perikemanusiaan, asas kebangsaan, asas kedaulatan rakyat, dan asas
keadilan sosial.
5

Dari penjelasan diatas dapat di simpulkan hukum pidana, hukum perdata dan
sebagainya kecuali hukum adat dituntut berdasarkan asas Pancasila karena :

1) Karena Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan


negara Indonesia
2) Karena Pancasila merupakan asas hukum yang sudah ada dan sudah di akui
3) Karena Pancasila merupakan ideologi bangsa Negara Kesatuan Republik
Indonesia
4) Karena Pancasila sebagai cita hukum bangsa Indoesia

B. Masyarakat mempercayai kekuatan gaib yang harus dipelihara agar masyarakat tetap
aman, tentram dan Bahagia. Mereka melakukan pemujaan kepada alam arwah-arwah nenek
moyang dan kehidupan makhluk-makhluk lainyya. Kegiatan atau perbuatan-perbuatan
bersama, seperti membuka tanah, membangun rumah, menanam dan peristiwa-peristiwa
penting lainnya selalu diadakan upacara-upacara religious yang bertujuan mendapat berkah
serta tidak ada halangan dan selalu berhasil dengan baik.

Pada dasarnya, masyarakat berpikir, merasa dan bertindak didorong oleh


kepercayaan (religi) kepada tenaga-tenaga gaib (magis) yang mengisi, menghuni seluruh
alam semesta (dunia kosmos) dan yang terdapat pada orang, binatang, tumbuh-tumbuhan
besar dan kecil, benda-benda, dan semua tenaga itu membawa seluruh alam semesta dalam
suatu keadaan keseimbangan. Tiap tenaga gaib itu merupakan bagian dari kosmos, dari
keseluruhan hidup jasmaniah dan rokhaniah “participatie”, dan keseimbangan itulah yang
senantiasa harus ada dan terjaga, dan apabila terganggu harus dipulihkan. Memulihkan
keadaan keseimbangan itu berwujud dalam beberapa upacara, pantangan atau ritus (rites
de passage).

Religious Magis adalah bersifat kesatuan batin, ada kesatuan dunia lahir dan dunia
gaib, ada hubungan dengn arwah-arwah nenek moyang dan makhluk-makhluk halus lainnya,
percaya adanya kekuatan gaib, pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang, setiap
kegiatan selalu diadakan upacara-upacara relegius, percaya adanya roh-roh halus, hantu-
hantu yang menempati alam semesta seperti terjadi gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan,
binatang, batu dan lain sebagainya, percaya adanya kekuatan sakti dan adanya beberapa
pantangan-pantangan.
6

4. A. Van Vollenhoven berpandangan bahwa hukum adat itu bersumber pada kesadaran
hukum masyarakat. Surojo Wigjodipuro menilai bahwa pandangan Van Vollenhoven ini
sudah memenuhi dua unsur hukum adat yaitu unsur psikologi dan unsur kenyataan.
Unsur psikologi artinya terdapat keyakinan pada anggota masyarakat itu tidak memiliki
kekuatan hukum yaitu kekuatan memaksa sehingga anggota masyarakat itu tidak
memiliki kekuatan hukum yaitu kekuatan memaksa sehingga anggota masyakat itu tidak
memiliki kemampuan untuk menolak. Mereka tunduk pada hukum adat terebut, baik
karena wibawa hukum itu dan terutama kesadaran hukum masyarakat itu untuk tunduk
dan menaatinya. Unsur kenyataan artinya norma hukum adat itu dalam keadaan yang
sama selalu diindahkan dan ditaati oleh anggota masyarakat serta diberlakukan oleh
petugas hukum. Teori yang dibangun oleh Van Vollenhoven ini disebut teori kenyataan.

Penyebab teori kenyatan menurut Van Vollenhoven ini mampu bertahan sampai
sekarang adalah karena :

1) Hukum adat dan hukum Islam saling mempengaruhi satu sama lain,
kecenderugan untuk senantiasa mencapai jalan rekonsiliasi yang aman antara
hukum adat dan hukum islam mendorong kepada situasi dalam masyarakat
Indonesia di mana suatu system hukum saling mempengaruhi satu sama lain.
Pada akhirnya para penghulu yang diangkat oleh Belanda dapat melakukan
“terobosan” dengan cara mengakomodasikan kedua system hukum ini. Ada
beberapa bentuk dan ilustrasi adanya akomodasi dari kedua hukum ini,
diantaranya adalah : taklik talak (ta’liq al-talaq) dipraktekan pada setiap
perkaawinan berlakunya khulu’ bagi seorang istri dan berlakunya pencatatan
nikah bagi kaum muslim di Sumatra
2) Secara sosiologi hukum adat lahir dari kebutuhan masyarakat akan keadaan
ketertiban, keteraturan dan harmoni. Adanya kenyataan bahwa hukum adat bisa
menyatu dalam hukum Islam, merupakan bukti nyata bahwa sebenarnya kedua
hukum ini bisa berjalan seiring-seirama bergelin dan menjadi aturan hukum di
masyarakat, sehingga mampu bertahan hingga sekarang karena penyatuan
hukum adat dan hukum islam.
3) Secara antropologis, hukum adat lahir karena memang hukum adat hasil
konstruksi budaya yang dibangun dan dihargai seperti mereka menghargai diri
7

dan komunitas mereka. Dan ketika menghargai seperti menghargai diri sendiri
maka hal ini akan berjalan sangat lama hingga sekarang.

Muhammad Roy Purwanto, Atmathuthurida dan Gianto, Hukum Islam dan Hukum
Adat Masa Kolonial : Sejarah Pnggolakan antara Hukum Islam dan Hukum Adat Masa
Kolonial Belanda (Februari, 2005) hal hal 6-12

B. Pakar Hukum Adat asal Belanda, Van Den Berg mengerluarkan teori ‘receptio in
complexu’. Intinya, hukum agama (islam) diterima secara keseluruhan oleh
masyarakat sekitar yang memeluk agama tersebut. Singkatnya, hukum adat
mengikuti hukum agama yang dipeluk oleh masyarakat adat itu.

Namun, teori ini dibantah oleh Snouck Hugronje dan Van Vollenhoven
melalui teori ‘receptie’-nya, Menurut Hugronje, hukum Islam dapat diberlakukan
sepanjang tidak bertentangan atau telah diterima keberlakuannya oleh hukum adat.
Artinya, hukum Islam mengikuti hukum adat masyarakat sekitar.

Teori Hugronje tersebut dibantah habis-habisan oleh Pakar Hukum Adat asal
Indonesia Prof. Hazairin dan Prof. Sayuti Thalib. Prof Hazairin bahkan menyebut teori
‘receptie’ milik Snouck Hugronje itu sebagai teori iblis. Menurut Prof. Hazairin, dalam
teori ‘receptie-exit’-nya, teori receptive itu harus keluar (exit) dari system hukum
Indonesia (Buku Tujuh Serangkai tentang Hukum) karena bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar, Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

Pandangan Prof. Hazairin ini diperkuat oleh Prof. Sayuti Thabib. Menurut
Sayuti, hukum yang berlaku bagi masyarakat adalah hukum agama yang dipeluknya,
hukum adat hanya berlaku bila tidak bertentangan dengan hukum agama yang
dipeluk oleh masyarakat. Pandangan ini dikenal dengan sebutan teori ‘receptie a
contrario’.

Ayu Atika Dewi, Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan
(Tanggerang, 2021) hal 13-14

5. A. Hukum Adat yang berlaku pada masa pra colonial tepatnya pada abad ke 7 Masehi
pada kekuasaan Ratu Shima sampai dengan abad ke 13 pada masa kekuasaan cendrung
lebih keras karena :
8

a) Teori pembalasan (teori Absolut). Mengenai teori ini, Andi Hamzah


mengemukakan “Teori pembalasan menyatakan bahwa pidana tidaklah
bertujuan untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu
sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkan pidana, pidana secara
mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah perlu memikirkan
manfaat penjatuhan pidana”.
b) Manfaat penjatuhan pidana pada teori pembalasan ini tidak perlu dipikirkan
sebagaimana dikemukakan oleh penganut teori absolut atau teori pembalasan
ini, maka yang menjadi sasaran utama dari teori ini adalah balas dendam.
Dengan adanya teori ini dimasa pra colonial yang berprinsip pada “pidana untuk
pidana”, menjadi teori ini mengesampingkan rasa kemanusian dan cenderung
lebih keras.
c) Teori pembalasan ini didasarkan pada pembenaran yang terletak sebagi suatu
pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Adanya tujuan primer
pada teori ini yaitu untuk memuaskan tuntutan keadilan dan tujuan sekunder
yaitu pidana tidak dilakukan semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan
kebaikan atau tujuan lain, bagi si pelaku sendiri maupun masyarakat. Dalam teori
ini setiap orang yang seharusnya menerima ganjaran seperti perbutan yang telah
dilakukannya.

B. Hal yang belum mampu mengubah dan membentuk hukum nasional yang lepas dari
hukum colonial Hindia Belanda pada Masa kemerdekaan Republik Indonesia adalah :

1) Negara Indonesia tidak disiapkan secara matang sehingga berdirinya NKRI seperti
tergesa-gesa, walaupun sudah ada panitia persiapan kemerdekaan Indonesia. Di awal
kemerdekaan Indonesia belum memiliki dewan legislative yang membuat undang-
undang sehingga undang-undang yang berlaku, undang-undang yang dibuat oleh
colonial. KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) bukanlah dewan legislative, KNIP
hanya bertugas membantu Presiden.
2) Pada awal kemerdekaan Bangsa Indonesia belum sempat membuat dewan legislative
dengan menyelenggarakan pemilu karena menghadapi konflik dengan kedatangan
Belanda yang akan menjajah Kembali Indonesia sampai dengan tahun 1949.
Kemudian, bangsa Indonesia dilanda konflik berupa berbagai macam pergolakan
9

dalam negeri sampai dengan tahun 1955. Ada berbagai macam pemberontakan,
misalnya APRA Bandung, DI/TII, PRRI Sumatera Utara. Baru tahun1955 berhasil
menyelenggarakan pemilu dengan terbentuknya dewan konstituante dan DPR.
3) Penyusunan undang-undang perlu waktu yang lama dan melibatkan partisipasi
masyarakat dan akademisi. Oleh karena itu, diawal kemerdekaan Indonesia tetap
menggunakan hukum colonial belum menggunakan hukum nasional yang disusun
oleh Bangsa Indonesia sendiri.
Frenki. Jurnal Ilmu Hukum : politik hukum Reformasi hal 4-6
Adhayanto, Ospek. Jurnal ilmu Hukum : perkembangan system hukum nasional hal
212-216
1

1
Arliman, Laurensius. (2018). Hukum Adat di Indonesia dalam Padangan Para Ahli dan Konsep
Pemberlakuannya di Indonesia. Volume 5 nomor 2. P-2354-8649
2
Syaukani, Ridwan. (2003). Perubaha Peranan Mamak Dalam Perkawinan Bajapuik Pada Masyarakat Hukum
Adat Minangkabau Di Nigari Sintuak Kecamatan Sintuak Toboh Gadang Kabupaten Padang Pariaman. Master
thesis, Program Pascaserjana Universitas Diponegoro
3
https://law.unja.ac.id/keberadaan-hukum-adat-dalam-sistem-hukum-indonesia/

4
Warjiyanti, Sri. (2020). Ilmu Hukum Adat. Yogyakarta. CV Budi Utama.

5
https://www.bphn.go.id/data/documents/naskah_akademik_ruu_tentang_hukum_acara_perdata.pdf

6
Yulia. (2016). Buku ajar Hukum Adat. Jl. Sulawesi No. 1-2 : Unimal Press.

7
Muhammad Roy Purwanto, Atmathuthurida dan Gianto, Hukum Islam dan Hukum Adat Masa Kolonial :
Sejarah Pnggolakan antara Hukum Islam dan Hukum Adat Masa Kolonial Belanda (Februari, 2005) hal hal 6-12

8
http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2016-1-1-74201-271412129-bab1-22062016023807.pdf

9
Ayu Atika Dewi, Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan (Tanggerang, 2021) hal
13-14

10
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5add48d9a8a43/arti-teori-ireceptio-a-contrario-i/

11 http://riswanmunthe.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/340/2018/04/Pidana-dan-Pemidanaan-di-

berbagai-Negara-Lanjutan

12
Frenki. Jurnal Ilmu Hukum : politik hukum Reformasi hal 4-6
10

13
Adhayanto, Ospek. Jurnal ilmu Hukum : perkembangan system hukum nasional hal 212-216

Anda mungkin juga menyukai