Anda di halaman 1dari 23

116

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL PERIKANAN LAUT


DI KELURAHAN LAPPA KECAMATAN SINJAI UTARA
KABUPATEN SINJAI

Oleh:
RINI FEBRIANTI
Mahasiswa Jurusan PPKn FIS Universitas Negeri Makassar
FIRMAN MUIN
Dosen PPKn FIS Universitas Negeri Makassar
IRSYAD DAHRI
Dosen PPKn FIS Universitas Negeri Makassar

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, bentuk pelaksanaan


perjanjian bagi hasil perikanan laut di kelurahan lappa kecamatan sinjai utara
kabupaten sinjai, pelaksanaan perjanjian bagi hasil perikanan laut di Kelurahan
Lappa Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai, faktor penghambat pelaksanaan
perjanjian bagi hasil perikanan laut di Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai Utara
Kabupaten Sinjai. Untuk mencapai tujuan tersebut maka peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data melalui, Dokumentasi, Observasi, dan Wawancara. Data
yang diperoleh dari hasil penelitian diolah dengan menggunakan analisis
Kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Bentuk pelaksanaan
perjanjian bagi hasil perikanan laut di Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai Utara
Kabupaten Sinjai menggunakan perjanjian secara lisan atas dasar kepercayaan,
tidak ada saksi, dan tidak dilakukan dihadapan kepala kelurahan. (2) pelaksanaan
perjanjian bagi hasil perikanan laut di kelurahan lappa kecamatan sinjai utara
kabupaten sinjai yang berlaku menurut kebiasaan dan dilaksanakan secara turun-
temurun, hanya mendasarkan pada kesepakatan antara nelayan pemilik kapal
dengan nelayan penggarap dengan imbangan bagi hasil. Dalam perjanjian
tersebut tidak ada jangka waktu yang ditentukan dan beban yang hampir
keseluruhannya menjadi tanggungan bersama antara nelayan pemilik kapal
dengan nelayan penggarap. Pembagian hasil usaha perikanan di Kelurahan Lappa
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai sudah di atas ketentuan minimum yang
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1964 Tentang bagi hasil
perikanan. (3) faktor penghambat Pelaksanaan perjanjian bagi hasil perikanan laut
di kelurahan lappa kecamatan sinjai utara kabupaten sinjai adalah kurangnya
tingkat pendidikan, masih kuatnya pengaruh adat, dan kurangnya sosialisasi dari
pemerintah kepada masyarakat nelayan.

Kata Kunci : Perjanjian Bagi Hasil


117

Abstract: This study aims to find out, the form of agreement implementation for
marine fishery products in Lappa village, North Sinjai subdistrict, Sinjai regency,
the implementation of agreements for marine fisheries products in Lappa Village,
North Sinjai Subdistrict, Sinjai District North Sinjai District, Sinjai Regency. To
achieve this goal the researcher uses data collection techniques through,
Documentation, Observation, and Interview. The data obtained from the research
results are processed using Qualitative analysis. The results showed that: (1) Form
of agreement implementation for marine fishery products in Lappa Village, North
Sinjai Sub-district, Sinjai District, used an oral agreement based on trust, no
witnesses, and was not carried out before the village head. (2) the implementation
of the agreement for marine fishery products in Lappa village, North Sinjai sub-
district, Sinjai regency which is valid according to custom and carried out for
generations, only based on the agreement between the fishermen, the ship owner
and the fishermen with a profit sharing. In the agreement there is no stipulated
time period and the burden that is almost entirely becomes joint responsibility
between the fishermen of the ship owner and the fishermen. Distribution of
fisheries business results in Lappa Village, North Sinjai District, Sinjai District, is
above the minimum stipulated in Law Number 16 of 1964 concerning fisheries
product sharing. (3) inhibiting factors The implementation of agreements for
marine fishery products in the lappa village of North Sinjai sub-district, Sinjai
district is a lack of education, the influence of adat, and the lack of socialization
from the government to the fishing community.

Keywords: Production Sharing Agreement


118

PENDAHULUAN nelayan penggarap bisa pindah kekapal yang


Sebagai salah satu usaha untuk baru tanpa memberitahu nelayan pemilik.
menuju kearah perwujudan masyarakat Undang-undang bagi hasil perikanan sudah
sosialis Indonesia pada umumnya, diberlakukan lebih dari 52 tahun,
khususnya untuk meningkatkan taraf hidup kenyataannya masyarakat nelayan masih
para nelayan penggarap dan pemilik kapal memakai perjanjian bagi hasil yang dibuat
serta memperbesar produksi ikan, maka sendiri.
pengusaha perikanan secara bagi hasil, baik Pengelolahan produksi ikan laut
perikanan laut maupun perikanan darat selama ini masih belum memenuhi harapan,
harus diatur hingga dihilangkan unsur- baik dilihat dari segi pemenuhan kebutuhan
unsurnya yang bersifat pemerasan dan masyarakat secara merata, khusunya
semua pihak yang turut serta masing-masing masyarakat nelayan. Hal ini dapat terjadi
mendapat bagian yang adil dari usaha itu antara lain disebabkan oleh karena
antara pemilik kapal dengan nelayan banyaknya masalah yang timbul sebagai
penggarap, maka dibentuklah Undang- akibat lemahnya peraturan hukum yang
undang yang mengatur soal usaha perikanan mengaturnya, lembaga yang menangani
yang diselenggarakan dengan perjanjian bidang ini, serta terbatasnya modal dan
bagi hasil perikanan yaitu Undang-undang teknologi di bidang produksi perikanan.
Nomor 16 Tahun 1964. Sebagaimana Undang-undang bagi hasil
diketahui, Undang-undang ini mengatur bagi perikanan yang hingga kini belum ada
hasil untuk kalangan nelayan dan petani peraturan pelaksanaannya itu, terkecuali
tambak. Berkaitan dengan itu, penelitian ini tindak lanjut pelaksanaannya yang masih
dikhususkan pada bagi hasil nelayan. harus diperlukan pertimbangan atau
Dalam pasal 2 Undang-undang 16 diserahkan kepada otonomi pemerintah
Tahun 1964 Tentang Bagi Hasil Perikanan daerah, sebab menurut undang-undang
menyebutkan bahwa usaha perikanan laut tersebut, penetapan imbangan bagi hasil
maupun darat atas dasar perjanjian bagi hasil perikanan menyangkut fisibilitas situasi dan
harus diselenggarakan berdasarkan kondisi lokal yang beraneka ragam sejalan
kepentingan bersama dari nelayan pemilik dengan dasar pemikiran pembuat undang-
dan nelayan penggarap serta pemilik tambak undang yang mengintroduksi urgensinya
dan penggarap tambak yang bersangkutan, dari segi kebiasaan bagi hasil perikanan
hingga mereka masing-masing menerima yang berlaku pada daerah tertentu.1
bagian dari hasil usaha itu sesuai dengan Penulis memilih Kelurahan Lappa
jasa yang diberikannya. kecamatan Sinjai utara kabupaten sinjai
Undang-undang ini memandang sebagai lokasi penelitian karena sistem bagi
taraf hidup nelayan penggarap sukar hasil perikanan laut yang berlaku di daerah
ditingkatkan jika perjanjian bagi hasil masih ini tidak sesuai dengan aturan bagi hasil
diselenggarakan tanpa adanya kepastian perikanan yang telah ditentukan dalam
hukum melalui perjanjian tertulis. Perjanjian
dapat berakhir sewaktu-waktu jika terjadi
1
sesuatu hal yang menyebabkan retaknya Maria Christina, 2004, Pelaksanaan Bagi Hasil
hubungan antara pihak nelayan pemilik Perikanan Laut menurut hukum adat setelah
keluarnya UU Nomor 16 tahun 1964 (suatu studi
dengan pihak nelayan penggarap dan terhadap kesejahteraan nelayan penggarap di
nelayan penggarap memutuskan hubungan perkampungan nelayan tambak lorok kelurahan
perjanjian yang sudah disepakati tanpa tanjung mas Kecamatan Semarang Utara Kota
adanya musyawarah terlebih dahulu. bahkan Semarang), Tesis Magister Kenotariatan, Universitas
Diponegoro, Hlm. 6-7.
119

Undang-undang Nomor 16 Tahun 1964 pun disebut dengan perjanjian. Untuk


Tentang Bagi Hasil Perikanan. Masyarakat memperjelas pengertian itu, maka harus
nelayan di Kelurahan Lappa kecamatan dicari dalam doktrin. Menurut doktrin
Sinjai Utara kabupaten Sinjai masih (teori lama), yang disebut perjanjian
menggunakan aturan bagi hasil menurut adalah perbuatan hukum berdasarkan
kesepakatan yang dibuat oleh pemilik kapal kata sepakat untuk menimbulkan akibat
dengan nelayan penggarap yang sudah biasa hukum. Dari definisi di atas, telah
mereka gunakan sejak lama walaupun tampak adanya asas konsensualisme dan
pemerintah telah mengeluarkan Undang- timbulnya akibat hukum
undang bagi hasil sejak tahun 1964. (tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban).
Alasan penulis memilih judul Menurut teori baru yang
proposal “Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil dikemukakan oleh Van Dunne, yang
Perikanan Laut di Kelurahan Lappa diartikan dengan perjanjian, adalah
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai” suatu hubungan hukum antara dua pihak
dan tetap mempertahankan menggunakan atau lebih berdasarkan kata sepakat
judul ini karena didasarkan keinginan untuk menimbulkan akibat hukum.2
penulis untuk mengetahui bentuk perjanjian b. Syarat sahnya perjanjian
bagi hasil perikanan laut di Kelurahan Lappa Di dalam Hukum Kontrak
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai, (Law of Contract) Amerika ditentukan
pelaksanaan bagi hasil perikanan laut di empat syarat sahnya perjanjian, yaitu :
Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai Utara (1) adanya offer (penawaran) dan
Kabupaten Sinjai, dan Faktor penghambat acceptance (penerimaan), (2) meeting of
pelaksanaan perjanjian bagi hasil Perikanan minds (persesuaian kehendak), (3)
Laut di Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai konsiderasi (prestasi), dan (4)
Utara Kabupaten Sinjai. competent legal parties (kewenangan
TINJAUAN PUSTAKA hukum para pihak) dan legal subject
1. Tinjauan Umum tentang perjanjian matter (pokok persoalan yang sah),
a. Pengertian perjanjian sedangkan di dalam hukum Eropa
Istilah perjanjian merupakan Kontinental, syarat sahnya perjanjian
terjemahan dari kata overeenkomst diatur di dalam pasal 1320 KUH
(Belanda) atau contract (Inggris), Ada Perdata atau pasal 1365 Buku IV NBW
dua macam teori yang membahas (BW Baru) Belanda. Pasal 1320 KUH
tentang pengertian perjanjian: teori lama Perdata menentukan empat syarat
dan teori baru. Pasal 1313 KUH Perdata sahnya perjanjian, seperti berikut ini :
berbunyi; “perjanjian adalah suatu a. Adanya kesepakatan kedua belah
perbuatan dengan mana satu pihak atau pihak
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu Yang dimaksud dengan kesepakatan
orang atau lebih.” Definisi perjanjian adalah persesuaian pernyataan
dalam pasal 1313 ini adalah : (1) tidak kehendak antara satu orang atau
jelas, karena setiap perbuatan dapat lebih dengan pihak lainnya. Ada
disebut perjanjian, (2) tidak tampak asas empat teori yang terjadinya
konsensualisme, dan (3) bersifat persesuaian pernyataan kehendak,
dualisme. Tidak jelasnya definisi ini sebagai berikut :
disebabkan di dalam rumusan tersebut
hanya disebutkan perbuatan saja,
2
sehingga yang bukan perbuatan hukum Salim Hs,2014,Pengantar Hukum Perdata Tertulis
(BW), Jakarta:Sinar Grafika, Hlm.160-161.
120

1) Teori ucapan (uitingstheorie) saat pihak yang menawarkan


Menurut teori ucapan, menerima langsung jawaban dari
kesepakatan (toesteming) terjadi pihak lawan.3
pada saat pihak yang menerima b. Kecakapan bertindak
penawaran itu menyatakan Kecakapan bertindak adalah
bahwa ia menerima penawaran kecakapan atau kemampuan untuk
itu. Jadi, dilihat dari pihak yang melakukan perbuatan hukum.
menerima, yaitu pada saat baru Perbuatan hukum adalah perbuatan
menjatuhkan ballpoint untuk yang akan menimbulkan akibat
menyatakan menerima, hukum. Orang-orang yang akan
kesepakatan sudah terjadi. mengadakan perjanjian haruslah
Kelemahan teori ini adalah orang-orang yang cakap dan
sangat teoretis karena dianggap wenang untuk melakukan
terjadinya kesepakatan secara perbuatan hukum hukum
otomatis. sebagaimana yang ditentukan oleh
2) Teori pengiriman UU. Orang yang cakap/wenang
(verzendtheorie) untuk melakuakn perbuatan hukum
Menurut teori ini pengiriman adalah orang yang sudah dewasa.
kesepakatan terjadi apabila Ukuran kedewasaan adalah telah
pihak yang menerima penawaran berumur 21 tahun dan atau sudah
mengirimkan telegram. Kritik kawin.
terhadap teori ini, bagaimana hal c. Adanya objek perjanjian
ini bisa diketahui. Bisa saja, Di dalam berbagai literatur
walau sudah dikirim tetapi tidak disebutkan bahwa yang menjadi
diketahui oleh pihak yang objek perjanjian adalah prestasi
menawarkan. Teori ini juga (pokok perjanjian). Prestasi adalah
sangat teoretis, dianggap apa yang menjadi kewajiban
terjadinya kesepakatan secara debitor dan apa yang menjadi hak
otomatis. kreditor (Yahya Harahap, 1986:10;
3) Teori pengetahuan Mertokusumo, 1987:36).
(vernemingstheorie) d. adanya causa yang halal
Teori pengetahuan berpendapat dalam pasal 1320 KUH Perdata
bahwa kesepakatan terjadi tidak dijelaskan pengertian orzaak
apabila pihak yang menawarkan (causa yang halal). Di dalam pasal
itu mengetahui adanya 1337 KUH Perdata hanya
acceptatie (penerimaan), tetapi disebutkan causa yang terlarang.
penerimaan itu belum Suatu sebab adalah teralarang
diterimanya(tidak diketahui apabila bertentangan dengan UU,
secara langsung). Kritik terhadap kesusilaan, dan ketertiban umum.
teori ini, bagaimana ia Hoge Raad sejak tahun 1927
mengetahui isi penerimaan itu mengartikan orzaak sebagai sesuatu
apabila ia belum menerimanya. yang menjadi tujuan para pihak.
4) Teori penerimaan c. Bentuk-bentuk perjanjian
(ontvangstheorie)
Menurut teori penerimaan,
bahwa toesteming terjadi pada 3
Ibid, Hlm.162-163.
121

Bentuk perjanjian dapat berwenang untuk itu. Pejabat yang


dibedakan menjadi dua macam, yaitu: berwenang untuk itu adalah notaris,
tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis camat PPAT, dan lain-lain. Jenis
adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh dokumen ini merupakan alat bukti
para pihak dalam bentuk tulisan, yang sempurna bagi para pihak
sedangkan perjanjian lisan adalah suatu yang bersangkutan maupun pihak
perjanjian yang dibuat oleh para pihak ketiga.4
dalam wujud lisan (cukup kesepakatan d. Interprestasi dalam perjanjian
para pihak). Ada tiga bnetuk perjanjian Penafsiran tentang perjanjian
tertulis, sebagaimana dikemukakan diatur dalam pasal 1342 sampai dengan
berikut ini : 1351 KUH Perdata. Pada dasarnya,
a. Perjanjian di bawah tangan yang perjanjian yang dibauat oleh para pihak
ditandatangani oleh para pihak haruslah dapat dimengerti dan dipahami
yang bersangkutan saja. Perjanjian isinya. Namun, dalam kenyataannya
semacam itu hanya mengikat para banyak kontrak yang isinya tidak
pihak dalam perjanjian, tetapi tidak dimengerti oleh para pihak
mempunyai kekuatan mengikat Dari uraian ini dapat
pihak ketiga. Dengan kata lain, jika dikemukakan bahwa isi perjanjian
perjanjian tersebut disangkal pihak dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
ketiga, maka para pihak atau salah (1) kata-katanya jelas, dan (2) kata-
satu pihak dari perjanjian tersebut katanya tidak jelas, sehingga
berkewajiban untuk mengajukan menimbulkan bermacam-macam
bukti-bukti yang diperlukan untuk penafsiran. Di dalam pasal 1342 KUH
membuktikan bahwa keberatan Perdata disebutkan bahwa apabila kata-
pihak ketiga dimaksud adalah tidak katanya jelas, tidak diperkenankan
berdasar dan tidak dapat untuk menyimpang darpadanya dengan
dibenarkan. jalan penafsiran. Ini berarti bahwa para
b. Perjanjian dengan saksi notaris pihak haruslah melaksanakan isi
untuk melegalisir tanda tangan para kontrak tersebut dengan iktikad baik.
pihak. Fungsi kesaksian notaris atas Apabila kata-katanya tidak jelas, dapat
suatu dokumen semata-mata hanya dilakukan penafsiran terhadap isi
untuk melegalisir kebenaran tanda kontrak yang dibuat para pihak.5
tangan para pihak. Akan tetapi Untuk melakukan penafsiran
kesaksian tersebut tidaklah haruslah di lihat pada beberapa aspek,
mempengaruhi kekuatan hukum yaitu:
dari isi perjanjian. Salah satu pihak a. Jika kata-katanya dalam kontrak
mungkin saja menyangkal isi memberikan berbagai macam
perjanjian. Namun, pihak yang penafsiran, maka harus menyelidiki
menyangkal tersebut adalah pihak maksud para pihak yang membuat
yang harus membuktikan perjanjian (pasal 1343 KUH
penyangkalannya. Perdata)
c. Perjanjian yang dibuat di b. Jika suatu janji memberikan
hadapan dan oleh notaris dalam berbagai penafsiran, maka harus
bentuk akta notariel. Akta notariel
adalah akta yang dibuat di hadapan 4
dan di muka pejabat yang Ibid, Hlm.165-167.
5
Salim HS, op.cit, Hlm.167168.
122

diselidiki pengertian yang dengan nilai barang yang


memungkinkan perjanjian itu dapat dipinjamkan.
dilaksanakan (pasal 1344 KUH 2) Perjanjian kempitan
Perdata) Perjanjian kempitan merupakan
c. Jika kata-kata dalam perjanjian suatu bentuk perjanjian dimana
diberikan dua macam pengertian, sesorang menitipkan sejumlah
maka harus dipilih pengertian yang barang kepada pihak lain
paling selaras dengan sifat dengan janji bahwa kelak akan
perjanjian (pasal 1345 KUH dikembalikan dalam bentuk
Perdata) uang atau barang yang sejenis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, Perjanjian kempitan ini lazim
maka harus ditafsirkan menurut terjadi dan pada umumnya
kebiasaan dalam negeri atau di menyangkut hasil bumi dan
tempat dibuatnya perjanjian (pasal barang-barang dagangan.7
1346 KUH Perdata) 3) Perjanjian tebasan
e. Jika ada keragu-raguan, perjanjian Perjanjian tebasan terjadi
harus ditafsirkan atas keraguan apabila seseorang menjual hasil
orang yang meminta diperjanjikan tanamannya sesudah tanaman
sesuatu hal, dan untuk keuntungan itu berbuah dan sebentar lagi
orang yang mengikatkan dirinya akan dipetik hasilnya.8
untuk itu (pasal 1349 KUH 4) Perjanjian Perburuhan
Perdata) Bisakah seseorang
2. Perjanjian dalam hukum adat memperkerjakan orang lain
a. Bentuk-bentuk perjanjian dalam yang bukan keluarga tanpa
masyarakat hukum adat: diberi upah berupa uang?
1) Perjanjian kredit Perihal bekerja sebagai buruh
Perjanjian kredit merupakan dengan mendapat upah
suatu perjanjian meminjamkan merupakan suatu hal yang
uang dengan atau tanpa bunga, sudah lazim dimana-mana. Ter
atau barang-barang tertentu Haar menyatakan bahwa
yang harus dikembalikan sesuai tentang menumpang di rumah
dengan nilainya masing-masing orang lain dan mendapat makan
pada saat yang telah dengan Cuma-Cuma tapi harus
disepakati.6 bekerja untuk tuan rumah,
Demikian pula dengan pinjam- merupakan hal yang berulang-
meminjam barang, maka ulang dapat diketemukan dan
pinjam-meminjam tersebut sering bercampur baur dengan
merupakan suatu hal yang memberikan penumpangan
sudah lazim. Pinjam-meminjam kepada sanak saudara yang
barang ini harus dikembalikan miskin dengan imbangan tenaga
dengan barang sejenis ataupun
dengan uang yang sepadan
7
Bewa Ragawino, Makalah Pengantar dan Asas-
6
asas Hukum Adat Indonesia.( Fakultas Ilmu Sosial
https://referensiuntukmu.blogspot.co.id/2016/05/huku dan Ilmu Politik,Universitas Padjadjaran) Hlm. 104
8
m-adat.html, diakses pada tanggal 14 maret 2017 Ibid, hlm. 105
123

bantuannya di rumah dan di ditagih bila dianggap bahwa


ladang.9 perlunasan piutang tak mungkin
5) Perjanjian Pemeliharaan lagi diperoleh dari si peminjam
Perjanjian pemeliharaan sendiri. Menanggung hutang
mempunyai kedudukan yang orang lain, pertama-tama
istimewa dalam hukum harta mungkin disebabkan karena
kekayaan adat. Isi perjanjian adanya ikatan sekerabat,
pemeliharaan ini adalah bahwa berhadapan dengan orang luar.
pihak yang satu (pemelihara) Kedua mungkin juga
menanggung nafkah pihak lain berdasarkan atas rasa kesatuan
(terpelihara) lebih-lebih selama daripada sanak saudara.
masa tuanya, pula menanggung Misalnya dikalangan orang-
pemakamannya dan pengurusan orang Batak Karo, seorang laki-
harta peninggalannya. laki selalu bertindak bersama-
Sedangkan sebagai imbalan si sama atau dengan
pemelihara mendapat sebagian penanggunagan anak beru
dari harta peninggalan si sinina, yaitu sanak saudaranya
terpelihara, dimana kadang- semenda dan kerabatnya
kadang bagian itu sama dengan sedarah yang seakan-akan
bagian seorang anak. Perjanjian mewakili golongan-golongan
ini pada umumnya dikenal mereka berdua yang
antara lain di Minahasa dan bertanggung jawab.
persamannya terdapat di Bali Penelitian di beberapa
dimana seseorang menyerahkan masyarakat menyatakan
dirinya bersama segala harta kebenaran dari pemikiran yang
bendanya kepada orang lain. diajukan oleh ter Haar di atas.
Orang yang menerima Di Sumatera Selatan perjanjian
penyerahan sedemikian itu pertanggungan kerabat orang
wajib menyelenggarakan lain juga masih lazim
pemakamannya dan dilakukan. Alasan-alasannya
pembakaran mayatnya si antara lain :
penyerah, pula wajib 1) Menyangkut kehormatan
memelihara sanak saudaranya suku.
yang ditinggalkan; untuk itu 2) Menyangkut kehormatan
semua maka ia berhak atas harta keluarga batih.
peninggalannya.10 3) Menyangkut
11
6) Perjanjian Pertanggungan kehormatan
Kerabat g. Perjanjian Bagi Hasil
Ter Haar pernah menulis bahwa Perjanjian bagi hasil adalah
dalam hukum adat terdapat apabila pemilik tanah memberi
perjanjian dimana seseorang ijin kepada orang lain untuk
menjadi penanggung hutangnya mengerjakan tanahnya dengan
orang lain. Si penanggung dapat perjanjian, bahwa yang
11
9
Ibid, hlm. 106 https://referensiuntukmu.blogspot.co.id/2016/05/huku
10
ibid m-adat.html, diakses pada tanggal 14 maret 2017
124

mendapat ijin itu harus Kelurahan dan disahkan oleh


memberikan sebagian hasil camat, dan menurut pasal 4
tanahnya. Ada yang dibagi perjanjian bagi hasil untuk
menjadi dua di Jawa : maro, sawah berlaku sekurang-
Minangkabau : memperduai, kurangnya 3 tahun dan tanah
Periangan : nengah, Sumatera : kering sekurang-kurangnya 5
Perdua, Sulawesi Selatan : tahun. Kemudian pasal 8
Tesang, Minahasa: Toyo. Jika menyatakan dinyatakan adanya
hasilnya dibagi menjadi tiga pembayaran uang atau
maka disebut pertiga, di Jawa : pemberian benda apapun
mertelu, Periangan : Jejuron.12 kepada pemilik tanah untuk
Dengan demikian, maka memperoleh hak mengusahakan
ketentuan-ketentuannya adalah tanah.15
sebagai berikut : 7) Perjanjian Ternak
1) Pemilik tanah dan Ter Haar menyatakan “ Pemilik
penggarapnya memperoleh ternak menyerahkan ternaknya
bagian yang sama (maro). kepada pihak lain untuk
2) Pemilik tanah dipelihara dan membagi hasil
memperoleh 2/3 bagian ternak atau peningkatan nilai
(mertelu).13 dari hewan itu” Di Sumatera
Di Jawa dalam suatu perjanjian Barat (Minangkabau) dikenal
bagi hasil berlaku ada kebiasaan dengan nama “paduon taranak”
dalam adat, bahwa permulaan atau “saduoan taranak”.
transaksi dibayar srama atau Mengenai hal ini, lazimnya
mesi. Srama adalah pemberian berlaku ketentuan – ketentuan
uang sekedarnya oleh sebagai berikut :
penggarap kepada si pemilik a) Jika ternak itu ternak betina,
tanah, sedangkan mesi adalah maka setelah beranak, anaknya
pemberian dari penggarap yang itu dibagi sama banyaknya
berarti tanda pengakuan antara si pemilik dan si
terhadap pemilik tanah.14 pemelihara, atau dipatut harga
Mengenai perjanjian bagi hasil induknya, kemudian anaknya
atau “sharecropping” ini, dibagi dua sama banyak, dan
sebetulnya telah diatur di dalam kelebihan harga induknya yang
UU No. 2 tahun 1960, : bahwa dipatut itu dibagi dua pula.
perjanjian bagi hasil (pasal 3) Kelebihan harga induk adalah
dikatakan bahwa perjanjian dari harga waktu penyerahan
bagi hasil harus dibuat secara dan waktu akan membagi.
tertulis di hadapan kepala b) Jika ternak itu ternak jantan,
maka sewaktu diserahkan pada
12 pemelihara harus ditentukan
Hilman Hadikusuma,2003, Pengantar Ilmu
Hukum Adat, Bandung : Mandar Maju, Hlm. 228.
harganya, kemudian setelah
13
15
http://bowolampard8.blogspot.com/2011/12/hukum-
perjanjian-adat.html,diakses pada tanggal 15 maret http://bowolampard8.blogspot.com/2011/12/hukum-
2017. perjanjian-adat.html, diakses pada tanggal 15 maret
14
Op,cit, hlm. 228. 2017.
125

dijual laba dibagi dua.Kalau menyerahkan suatu benda


dijual sebelum beranak maka tertentu.17
ketentuannya adalah : 3. Tinjauan tentang Perjanjian Bagi
(1) Jika induknya dahulu Hasil Perikanan Laut menurut
dipatut harganya, maka laba Undang-undang Nomor 16 Tahun
dibagi dua 1964
(2) Jika induknya dahulu a. Pengertian perjanjian Bagi Hasil
tidak dipatut harganya, maka Perjanjian bagi hasil ialah
kepada pemelihara diberikan perjanjian yang diadakan dalam usaha
sekedar uang jasa selama ia penangkapan atau pemeliharaan ikan
memelihara ternak tersebut, antara nelayan pemilik dan nelayan
besarnya tergantung kepada penggarap atau pemilik tambak dan
pemilik ternak, sifatnya hanya penggarap tambak, menurut perjanjian
sosial saja. mana mereka masing-masing menerima
c) Kalau ternak itu mandul, maka bagian dari hasil usaha tersebut menurut
dijual, biasanya dikeluarkan juga imbangan yang telah disetujui
uang rumput pemeliharaan, dan sebelumnya.
pemelihara mempunyai hak b. Besarnya Bagian Perjanjian Bagi
terdahulu jika ia ingin membeli Hasil
atau memeliharanya kembali.16 Dalam pasal 3 Undang-undang
b. Hukum Perikatan lainnya Nomor 16 Tahun 1964 tentang
1) Perikatan panjer Bagi Hasil Perikanan disebutkan
Perikatan panjer adalah bahwa:
perikatan yang timbul karena Ayat (1) : Jika suatu usaha
adanya panjer atau tanda jadi perikanan diselenggarakan atas
yang biasanya berwujud uang. perjanjian bagi hasil, maka dari
2) Perikatan tolong menolong hasil usaha itu kepada pihak
Perikatan yang timbul karena nelayan penggarap dan penggarap
dengan melakukan pekerjaan tambak paling sedikit harus
atau memberi bantuan tenaga diberikan bagian sebagai berikut :
dalam suatu pekerjaan, baik 1. Perikanan laut:
antara sanak saudara, tetangga a. Jika dipergunakan perahu
dan pada umumnya sesama layar : minimum 75%
anggota masyarakat, maka (tujuh puluh lima
seolah-olah akan memperoleh perseratus) dari hasil
atau diharapkan akan bersih;
memperoleh balasan (atau b. Jika dipergunakan kapal
kewajiban memberi balasan) motor : minimum 40%
dari pertolongan yang telah (empat puluh perseratus)
diberikan itu.. dari hasil bersih;
3) Perikatan untuk 2. Perikanan darat
menyelenggarakan sesuatu yang a. Mengenai hasil usaha ikan
diinginkan dengan pemeliharaan : minimum

17
Soerjono, soekanto,2001, Hukum Adat Indonesia,
16
Bewa Ragawino, op.cit, hlm.112. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 89
126

40% (empat puluh (enam) musim, yaitu 3(tiga) tahun


perseratus) dari hasil berturut-turut bagi perikanan darat,
bersih; dengan ketentuan bahwa jika
b. Mengenai hasil ikan liar : setelah jangka waktu itu berakhir
minimum 60% (enam diadakan pembaharuan perjanjian
puluh perseratus ) dari maka para nelayan penggarap dan
hasil kotor; penggarap tambak yang lamalah
Ayat (2) : pembagian hasil yang diutamakan.
diantara para nelayan penggarap Ayat 2 : perjanjian dan bagi
dari bagian yang mereka terima hasil tidak terputus karena
menurut ketentuan dalam ayat 1 pemindahan hak atas perahu/kapal,
pasal ini diatur oleh mereka alat-alat penangkapan ikan atau
sendiri, dengan diawasi oleh tambak yang bersangkutan kepada
pemerintah Daerah Tingkat II orang lain. Di dalam hal yang
yang bersangkutan untuk demikian maka semua hak dan
menghindarkan terjadinya kewajiban pemiliknya yang lama
pemerasan, dengan ketentuan beralih kepada pemilik yang baru.
bahwa perbandingan antara Ayat 3 : jika seorang nelayan
bagian yang terbanyak dan yang penggarap atau penggarap tambak
paling sedikit tidak boleh lebih meninggal dunia, maka ahli
dari 3 (tiga) lawan 1 (satu). warisnya yang sanggup dan dapat
Pengertian mengenai hasil menjadi nelayan penggarap tambak
bersih dapat diketahui dari pasal 1 dan menghendakinya, berhak untuk
Undang-undang Nomor 16 Tahun melanjutkan perjanjian bagi hasil
1964 tentang Bagi Hasil yang bersangkutan, dengan hak dan
Perikanan Laut yaitu hasil ikan kewajiban yang sama hingga
yang diperoleh dari penangkapan, jangka waktunya berakhir.
yang setelah di ambil sebagian d. Hak dan kewajiban para pihak
untuk lawuhan para nelayan Dalam pasal 4 Undang-undang
penggarap kebiasaan setempat Nomor 16 Tahun 1964 tentang bagi
dikurangi dengan beban-beban hasil perikanan disebutkan bahwa :
yang menjadi tanggungan Angka bagian pihak nelayan
bersama dari nelayan pemilik dan penggarap dan penggarap tambak
para nelayan penggarap sebagai sebagai yang tercantum dalam pasal
yang ditetapkan dalam pasal 4 3 ditetapkan dengan ketentuan,
ayat 1. bahwa beban-beban yang
c. Jangka waktu perjanjian Bagi bersangkutan dengan usaha
Hasil perikanan itu harus dibagi sebagai
Dalam pasal 7 undang-undang berikut :
Nomor 16 Tahun 1964 tentang bagi 1. Perikanan laut :
hasil perikanan ditegaskan bahwa : a. Beban-beban yang
Ayat 1 : perjanjian bagi hasil menjadi tanggungan
diadakan untuk waktu paling bersama dari nelayan
sedikit 2 (dua) musim, yaitu 1 pemilik dan pihak nelayan
(satu) tahun berturut-turut bagi penggarap: ongkos lelang,
perikanan laut dan paling sedikit 6 uang rokok/jajan dan biaya
127

perbekalan untuk para penjelasan pasal 8 Undang-undang


nelayan penggarap selama Nomor 16 Tahun 1964 tentang
di laut, biaya untuk Bagi Hasil Perikanan disebutkan
sedekah laut (selamatan sebagai berikut :
bersama) serta iuran-iuran - Pembayarannya dilakukan
yang disahkan oleh sebelum penangkapan ikan
Pemerintah Daerah lautnya selesai atau tambaknya
Tingkat II yang belum selesai dipanen.
bersangkutan seperti untuk - Bunganya sangat tinggi.
koperasi, dan f. Berakhirnya perjanjian bagi
pembangunan hasil perikanan
perahu/kapal, dana Mengenai berakhirnya
kesejahteraan, dana perjanjian bagi hasil perikanan
kematian dan lain-lainnya; karena berakhirnya jangka waktu
b. Beban-beban yang perjanjian bagi hasil ataupun karena
menjadi tanggungan hal-hal sebagaimana ditentukan
nelayan pemilik : ongkos dalam pasal 7 undang-undang
pemeliharaan dan Nomor 16 Tahun 1964 tentang
perbaikan perahu/kapal Bagi Hasil Perikanan berikut ini :
serta alat-alat lain yang Ayat 4 : penghentian
dipergunakan, penyusutan perjanjian bagi hasil sebelum
dan biaya eksploitasi usaha berakhirnya jangka waktu
penangkapan, seperti perjanjian hanya mungkin di dalam
untuk pembelian solar, hal-hal dan menurut ketentuan di
minyak, es dan lain bawah ini :
sebagainya. a. Atas persetujuan kedua belah
e. Hal yang dilarang perjanjian pihak yang
Bagi Hasil bersangkutan;
Dalam pasal 8 Undang-undang b. Dengan ijin panitia landreform
Nomor 16 Tahun 1964 tentang Desa jika mengenai perikanan
Bagi Hasil Perikanan disebutkan darat atau suatu panitia Desa
bahwa : yang akan dibentuk jika
Ayat 1 : pembayaran uang atau mengenai perikanan laut, atas
benda apapun juga kepada seorang tuntutan pemilik, jika nelayan
nelayan pemilik atau pemilik penggarap atau penggarap
tambak, yang dimaksudkan untuk tambak yang bersangkutan
diterima sebagai nelayan penggarap tidak memenuhi kewajibannya
atau penggarap tambak, dilarang. sebagaimana mestinya;
Ayat 3 : pembayaran oleh c. Jika penggarap tambak tanpa
siapapun kepada nelayan pemilik, persetujuan pemilik tambak
pemilik tambak ataupun para menyerahkan pengusahaan
nelayan penggarap dan penggarap tambaknya kepada orang lain.
tambak dalam bentuk apapun yang Ayat 5 : pada akhirnya
mempunyai unsur ijon, dilarang. perjanjian bagi hasil baik karena
Mengenai unsur yang termasuk berakhirnya jangka waktu
dalam unsur ijon ini dalam perjanjian maupun karena salah
128

satu sebab tersebut pada ayat (4) dengan menggunakan, mengelompokkan,


pasal ini, nelayan penggarap dan dan menyeleksi data yang diperoleh dari
penggarap tambak wajib penelitian lapangan Dimana analisis data
menyerahkan kembali terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu sebagai
kapal/perahu, alat-alat penangkapan berikut:
ikan dan tambak yang bersangkutan 1. Reduksi data
kepada nelayan pemilik dan 2. Penyajian data.
pemilik tambak dan dalam keadaan 3. Menarik kesimpulan dan verifikasi
baik. HASIL PENELITIAN
METODE PENELITIAN 1. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil
A. Jenis penelitian Perikanan Laut
1. Jenis penelitian Usaha perikanan laut yang
Jenis penelitian yang terdapat di Kelurahan Lappa Kecamatan
digunakan adalah penelitian deskriptif Sinjai Utara Kabupaten Sinjai adalah
yaitu penelitian yang berusaha pencarian ikan laut oleh para nelayan
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, dengan menggunakan kapal dan alat-
kejadian yang terjadi saat sekarang. alat penangkapan ikan yang jenisnya
Penelitian deskriptif memusatkan berbeda-beda tergantung dari jenis ikan
perhatian pada masalah aktual yang akan ditangkap. Jenis perahu
sebagaimana adanya pada saat ataupun kapal yang ada di Kelurahan
penelitian berlangsung. Melalui Lappa Kecamatan Sinjai Utara
penelitian deskriptif, peneliti berusaha Kabupaten Sinjai terdapat dua jenis
mendeskripsikan peristiwa dan kejadian kapal yang digunakan untuk mencari
yang menjadi pusat perhatian tanpa ikan di laut yang menggunakan kapal
memberikan perlakuan khusus terhadap motor yaitu kapal penongkol dan kapal
peristiwa tersebut.18 jaring. Masing-masing jenis kapal
B. Sumber Data tersebut mempunyai sistem bagi hasil
Terdapat 2 jenis data yang yang berbeda.
diperlukan dalam penelitian ini yaitu sebagai Nelayan pemilik kapal
berikut : merupakan orang yang mempunyai
1. Data primer modal usaha terhadap kapal beserta
2. Data sekunder alat-alat penangkapan ikan di laut, dan
C. Prosedur pengumpulan data secara ekonomi mereka lebih mampu
Teknik pengumpulan data yang dibandingkan dengan nelayan
akan dilkakukan pada penelitian ini adalah : penggarap yang hanya dapat
1. Observasi memberikan tenaganya kepada nelayan
2. Wawancara pemilik kapal. Tetapi pengertian
3. Dokumentasi nelayan pemilik dalam undang-undang
D. Analisis Data Nomor 16 Tahun 1964 Tentang Bagi
Analisis data penelitian ini Hasil Perikanan adalah orang atau
menggunakan tehnik analisis data kualitatif. badan hukum yang dengan hak apapun
berkuasa atas sesuatu kapal atau perahu
yang dipergunakan dalam usaha
18
Juliansyah Noor, 2011, Metodologi penangkapan ikan dan alat-alat
Penelitian:Skripsi,Tesis, Disertasi, dan Karya penangkapan ikan.
Ilmiah Edisi Pertama, Jakarta: Kencana, Hlm.
34-35.
129

Nelayan penggarap adalah pihak Perjanjian yang sudah lama


yang menjalankan kapal dalam usaha mereka gunakan di kelurahan lappa
penangkapan ikan dengan mendapatkan kecamatan sinjai utara kabupaten sinjai
bagian yang sudah disepakati bersama merupakan peraturan hukum adat yang
dengan nelayan pemilik. Sedangkan tidak bisa diubah walaupun sudah ada
pengertian nelayan penggarap dalam peraturan dari pemerintah.
undang-undang Nomor 16 Tahun 1964 perjanjian bagi hasil antara
Tentang Bagi Hasil Perikanan adalah nelayan pemilik dengan nelayan
semua orang sebagai satu kesatuan penggarap di kelurahan Lappa diadakan
dengan menyediakan tenaganya turut secara lisan atau tidak tertulis. Hal
serta dalam usaha penangkapan ikan. tersebut mempunyai kekuatan hukum
Sebelum usaha penangkapan yang sangat lemah, tetapi dalam
ikan di laut dijalankan maka nelayan pelaksanaannya di kelurahan Lappa hal
pemilik terlebih dahulu mencari orang itulah yang biasa terjadi karena sudah
yang mampu menjalankan kapalnya di saling percaya antara satu sama lain.
laut sebagai nelayan penggarap untuk Dalam mengadakan perjanjian
menangkap ikan dan orang yang bagi hasil perikanan laut di kelurahan
dipercayai untuk diserahi tanggung Lappa tersebut, para pihak yaitu nelayan
jawab terhadap kapal beserta semua alat pemilik dengan nelayan penggarap tidak
penangkapannya. pernah menghadirkan saksi. Sebenarnya
Setelah nelayan pemilik kehadiran saksi adalah untuk
mendapat orang yang dipercayainya menguatkan perjanjian bagi hasil
sebagai nelayan penggarap maka kedua perikanan yang telah dibuat dan
belah pihak yaitu nelayan pemilik disepakati oleh para pihak, tetapi
dengan nelayan penggarap mengadakan Dalam kenyataannya pelaksanaan
perjanjian yang akan disepakati sebelum perjanjian bagi hasil perikanan laut di
usaha penangkapan ikan di laut di kelurahan Lappa tidak pernah
jalankan. Dalam hal ini perjanjian bagi dilaksanakan.
hasil perikanan laut. Kesepakatan Di samping alasan-alasan
tersebut dalam waktu yang relatif sangat tersebut di atas, bahwa selama ini tidak
singkat dalam melakukan perjanjian pernah ada perintah dari kepala
tersebut, karena perjanjian tersebut kelurahan dan tidak pernah adanya
sudah menjadi kebiasaan yang dianut sosialisasi sehubungan dengan
oleh nelayan di Kelurahan Lappa peraturan perjanjian bagi hasil
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten perikanan laut.
Sinjai. Dalam perjanjian tersebut 2. Pelaksanaan Perjanjian Bagi
pemilik kapal memberikan panjar Hasil Perikanan Laut Di
kepada nelayan penggarap sebagai Kelurahan Lappa Kecamatan
tanda jadi kesepakatan mereka. Sinjai Utara Kabupaten Sinjai
Terjadinya perjanjian bagi hasil a. Jangka waktu perjanjian
berasal dari perjanjian yang diatur atas Dalam pasal 7 undang-
kesepakatan mereka sendiri, artinya undang Nomor 16 Tahun 1964
segala sesuatunya ditentukan oleh para tentang bagi hasil perikanan
pihak sendiri tanpa campur tangan ditegaskan bahwa :
pihak pemerintah. Ayat 1 : perjanjian bagi
hasil diadakan untuk waktu paling
130

sedikit 2 (dua) musim, yaitu 1 kepada pihak lain, yaitu majikan,


(satu) tahun berturut-turut bagi dengan upah selama waktu yang
perikanan laut dan paling sedikit 6 tertentu”
(enam) musim, yaitu 3 (tiga) tahun Tidak pernah ditentukannya
berturut-turut bagi perikanan darat, jangka waktu perjanjian hasil
dengan ketentuan bahwa jika perikanan laut tersebut karena
setelah jangka waktu itu berakhir memang kebiasaan mereka dari
diadakan pembaharuan perjanjian dahulu seperti itu. Selain itu juga
maka para nelayan penggarap dan ada alasan lainnya yang
penggarap tambak yang lamalah menyebabkan para pihak tidak
yang diutamakan. menentukan jangka waktu
Ayat 2 : perjanjian dan bagi perjanjian, yaitu karena terdapat
hasil tidak terputus karena saling percaya yang mendasari
pemindahan hak atas perahu/kapal, kedua belah pihak.
alat-alat penangkapan ikan atau Dalam melaksanakan
tambak yang bersangkutan kepada perjanjian bagi hasil perikanan laut
orang lain. Di dalam hal yang di Kelurahan Lappa, pihak nelayan
demikian maka semua hak dan pemilik dengan nelayan penggarap
kewajiban pemiliknya yang lama melepaskan kapal beserta peralatan
beralih kepada pemilik yang baru. penangkapan ikan kepada nelayan
Ayat 3 : jika seorang nelayan penggarap untuk mencari ikan di
penggarap atau penggarap tambak luar daerah seperti Kupang,
meninggal dunia, maka ahli Kendari, Bali, dan daerah lainnya
warisnya yang sanggup dan dapat yang dianggap dapat menghasilkan
menjadi nelayan penggarap tambak ikan yang banyak dengan
dan menghendakinya, berhak untuk kepercayaan yang diberikan
melanjutkan perjanjian bagi hasil nelayan penggarap oleh nelayan
yang bersangkutan, dengan hak dan pemilik.
kewajiban yang sama hingga Adanya masalah dan
jangka waktunya berakhir. hambatan yang terjadi yang dapat
Dalam praktek yang terjadi di menimbulkan retaknya hubungan
kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai antara nelayan pemilik dengan
utara Kabupaten Sinjai para pihak nelayan penggarap yang dapat
tidak pernah menentukan jangka menyebabkan berakhirnya
waktu perjanjian bagi hasil perjanjian bagi hasil diantara
perikanan laut tersebut, jadi keduanya. Hal-hal yang dapat
perjanjian dapat berakhir sewaktu- menyebabkan berakhirnya
waktu jika terjadi sesuatu hal yang perjanjian bagi hasil perikanan laut
menyebabkan retaknya hubungan di Kelurahan Lappa Kecamatan
antara pihak nelayan pemilik kapal Sinjai Utara Kabupaten Sinjai
dengan nelayan penggarap. Dalam diantara lain karena nelayan
pasal 1601a KUH Perdata penggarap sudah tidak jujur lagi
menegaskan bahwa “ perjanjian dalam pembagian hasil perikanan
kerja ialah suatu persetujuan bahwa laut yang sudah disepakati
pihak kesatu, yaitu buruh, mengikat sebelumnya
diri untuk menyerahkan tenaganya
131

b. Beban Tanggungan Dan 12,00 meter dengan lebar ± 2,75


Sistem Bagi Hasil Perikanan meter yang menggunakan pancing
Laut tonda sebagai alat penangkapan
Besarnya pembagian dalam ikan di laut yang dapat menangkap
perjanjian bagi hasil perikanan laut ikan cakalang dan ikan tuna. Kapal
antara nelayan pemilik (juragan) panongkol melakukan penangkapan
dengan nelayan penggarap (sahi) di luar daerah misalnya kendari,
menurut kebiasaan yang sudah kupang, bahkan sampai di Bali.
berlaku di Kelurahan Lappa Penangkapn di laut bisa sampai 15
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten hari dalam 1 trip.
Sinjai ditentukan oleh kedua belah Jumlah nelayan penggarap
pihak tetapi nelayan dalam satu kapal pattongkolo ini ±
pemilik/juragan yang tetap 6 orang, mereka terdiri dari satu
memiliki kuasa dalam hal besarnya nakhoda dan Anak Buah Kapal
pembagian. (ABK) dan mempunyai masing-
Dalam melaksanakan usaha masing tugas dan jabatan yang
penangkapan ikan di laut, baik berbeda. Antara lain adalah :
kapal maupun peralatan 1. Juru kemudi (Nakhoda) yaitu,
penangkapan ikan semakin lama Anak Buah Kapal yang
dipakai tentu akan mengalami bertanggung jawab penuh atas
penyusutan kondisi, atau bahkan suatu kapal dan bertugas
terjadi kerusakan. Maka kerusakan memantau posisi atau lokasi
tersebut ditanggung oleh pemilik ikan di laut
kapal sesuai dengan pasal pasal 4 2. ABK Biasa, yaitu selain juru
ayat 1 bagian b menjelaskan bahwa kemudi dan motoris yang
beban-beban yang menjadi melakukan tugas-tugas dalam
tanggungan nelayan pemilik: penangkapan ikan di laut.
ongkos pemeliharaan dan perbaikan Beban-beban yang
perahu/kapal serta alat-alat lain bersangkutan harus dibagi antara
yang dipergunakan, penyusutan dan nelayan pemilik kapal dengan
biaya eksploitasi usaha nelayan penggarap seperti yang
penangkapan, seperti untuk tercantum dalam pasal 4 ayat 1
pembelian solar, minyak, es, dan yang menjelaskan bahwa :
lain sebagainya. a. beban-beban yang menjadi
Beban yang diberikan kepada tanggungan bersama dari
nelayan penggarap dan sistem bagi nelayan pemilik dan pihak
hasil yang terjadi di Kelurahan nelayan penggarap: ongkos
Lappa Kecamatan Sinjai Utara lelang, uang rokok/jajan dan
Kabupaten Sinjai adalah menurut biaya perbekalan untuk para
kesepakatan dalam perjanjian nelayan penggarap selama di
sebelumnya yang menjadi laut, biaya untuk sedekah laut
kebiasaan yang sudah berlaku yaitu (selamatan bersama) serta
: iuran-iuran yang disahkan oleh
a. Kapal penongkol/pattongkolo pemerintah Daerah tingkat II
Kapal penongkol/pattongkolo yang bersangkutan seperti
yang mempunyai ukuran panjang ± untuk koperasi, dan
132

pembangunan perahu/kapal, - 1 bagian untuk ABK biasa.


dana kesejahteraan, dana Hasil bersih seluruhnya
kematian dan lain-lainnya. dibagi untuk nelayan penggarap
b. Beban-beban yang menjadi dan nelayan pemilik kapal dan
tanggungan nelayan pemilik: Ongkos tersebut semua yang
ongkos pemeliharaan dan diperlukan oleh nelayan penggarap
perbaikan perahu/kapal serta selama dalam perjalanan melaut
alat-alat lain yang dan biasanya berupa rokok,
dipergunakan, penyusutan dan gula,teh, bumbu dapur, dan yang
biaya eksploitasi usaha lainnya. Apabila penjualan di luar
penangkapan, seperti untuk daerah maka pemilik kapal
pembelian solar, minyak, es mendapat 15% dan pencatat ikan
dan lain sebagainya. yang dipercaya mendapat 10% dari
Dalam pasal tersebut, biaya pendapatn kotor yang akan
eksploitasi usaha penangkapan dikurangi dari hasil penjualan
merupakan beban yang menjadi sesuai dengan kesepakatan.
tanggungan nelayan pemilik. Persentase atau bagian yang
Tetapi, di Kelurahan Lappa di dapat oleh nelayan penggarap
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten dari hasil bersih selanjutnya di bagi
Sinjai biaya tersebut merupakan untuk ABK, Baik ABK juru
beban bersama antara nelayan kemudi, ABK biasa yang mendapat
pemilik dengan nelayan penggarap bagian menurut berat ringannya
dan ongkos pemeliharaan dan tugas dan tanggung jawab yang
perbaikan perahu/kapal serta alat- dipikul.
alat lain yang dipergunakan tetap Nilai lelang sebelum
menjadi tanggungan nelayan dibagikan, dikurangi lebih dahulu
pemilik. dengan biaya operasional yang
Biaya yang menjadi dikeluarkan sebanyak 3% yang
tanggungan bersama akan menjadi sesuai dengan pasal 4 ayat 1 bagian
bagian dari ongkos dari hasil a, PERDA Kabupaten Sinjai nomor
penangkapan yang dikurangi untuk 8 tahun 2010 tentang pengelolaan
mendapatkan hasil bersih, dimana tempat pelelangan ikan yang
hasil bersih tersebut yang akan menegaskan bahwa “ lelang akan
dibagikan pada setiap nelayan ditetapkan 3% dari hasil
penggarap dan pemilik kapal. pelelangan”. pada saat penjualan
Sistem pembagian hasil yang ikan di darat atau TPI, yang terdiri
dilakukan masyarakat nelayan di dari biaya tenaga angkut, biaya
Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai sewa perlengkapan, dan retribusi
Utara Kabupaten Sinjai dalam TPI yang menghasilkan pendapatan
penangkapan ikan adalah sebagai kotor. Ikan hasil tangkapan yang
berikut tidak dijual langsung di TPI, maka
- Hasil penjualan - ongkos = biaya operasional saat penjualan
hasil bersih ikan tidak dikeluarkan oleh nelayan
- Hasil bersih = 6 bagian untuk tetapi oleh pembeli ikan yang
nelayan pemilik bersangkutan. Pendapatan kotor
- 3 bagian untuk nakhoda tidak bisa langsung dibagi, tetapi
133

harus dikurangi terlebih dahulu 1) Nahkoda berfungsi sebagai


dengan biaya operasional di laut penunjuk arah kapal pada saat
dan biaya perawatan mesin dan alat pengoperasian kapal
tangkap yang menghasilkan 2) Juru lampu berfungsi sebagai
pendapatan untuk dibagi, untuk pemberi isyarat bahwa jaring
perbaikan kapal dan mesin, serta siap dilingkarkan
panggantian atau penambahan alat 3) Juru mesin adalah sebagai
tangkap menjadi tanggungan penggerak kapal saat proses
pemilik kapal dan alat tidak kegiatan penangkapan ikan.
termasuk ke dalam komponen biaya 4) ABK biasa berfungsi sebagai
yang dipotong. menebar jaring dan menarik
Pendapatan untuk dibagi lalu jaring saat penangkapan ikan
dibagikan untuk nelayan pemilik Sistem bagi hasil dari kegiatan
kapal dengan nelayan penggarap. penangkapan ikan antara pemilik
Pembagian hasil ini menggunakan kapal dengan nelayan penggarap
point atau bagian. Besarnya bagian akan berbeda berdasarkan jenis alat
yang jatuh pada nelayan pemilik tangkap yang dipakai oleh nelayan.
kapal dengan nelayan penggarap Di kelurahan Lappa Kecamatan
tergantung kesepakatan yang telah Sinjai Utara Kabupaten Sinjai,
dibuat atau yang telah berlaku di aturan untuk jenis alat tangkap
Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai purse seine yang selama ini berlaku
Utara Kabupaten Sinjai. yaitu hasil bersih yang dimaksud
b. Kapal jaring/fagae adalah nilai ongkos timbang, biaya-
Kapal jaring/fagae yang biaya yang dikeluarkan selama
menggunakan pukat cincin (purse serta biaya perawatan kapal.
seine) sebagai alat penangkapan Pendapatan hasil bersih
ikan di laut yang dapat menangkap tersebut baru dibagi dua antara
ikan pelagis (ikan kembung,ikan nelayan pemilik dengan nelayan
dll). Kapal jaring melakukan penggarap. Besarnya bagi hasil
penangkapan di dalam daerah atau untuk ABK dibagikan berdasarkan
penangkapan di luar daerah yaitu posisi dan kemampuannya. Bagi
hanya di kabupaten Barru. Para ABK yang mempunyai peran ganda
nelayan melakukan penangkapn atau khusus akan memperoleh lebih
ikan setiap hari. Pada jam 5 pagi dari satu bagian, seperti juru mudi,
nelayan penggarap bersiap-siap juru lampu, dan juru arus.
untuk melaut dengan bekal yang Beban yang menjadi
dibawa masing-masing nelayan dan tanggungan bersama antara nelayan
akan kembali ke rumah pada jam 6 pemilik dengan nelayan penggarap
petang. di Kelurahan Lappa Kecamatan
Jumlah nelayan penggarap Sinjai Utara Kabupaten Sinjai yaitu
dalam satu kapal ini ±15 orang. biaya-biaya yang dikeluarkan
Mereka terdiri dari 1 nahkoda, juru selama melaut, dan biaya
lampu, penguras, juru mesin, juru kerusakan/perbaikan kapal atau
selam, ABK biasa. Dan mempunyai mesin. Sedangkan beban yang
masing-masing tugas dan jabatan menjadi tanggungan pemilik kapal
yang berbeda. Antara lain adalah : hanya biaya kecelakaan atau biaya
134

kematian. Selain dari pada itu tidak ketentuan minimum yang


ada tanggungan nelayan pemilik ditetapkan pada undang-undang
yang dibebankannya. nomor 16 tahun 1964 tentang bagi
Dalam pasal 4 ayat 1 bagian hasil perikanan.
b, sangat jelas bahwa beban yang Apabila dilihat pada bagian
menjadi tanggungan nelayan sebelumnya terkesan bahwa proses
pemilik yaitu ongkos pemeliharaan bagi hasil telah sesuai dengan rasa
pemeliharaan dan perbaikan keadilan, yaitu telah memenuhi
perahu/kapal serta alat-alat lain kriteria minimum yang harus
yang dipergunakan, penyusutan, diperoleh masing-masing pihak.
dan biaya eksploitasi usaha Namun bila dianalisa lebih dalam
penangkapan ikan seperti untuk dengan berdasar pada Undang-
pembelian solar, minyak, es dan undang Bagi hasil perikanan, maka
lain sebagainya. Sistem pembagian hal ini akan kelihatan jauh
hasil yang dilakukan masyarakat menyimpang dari aturan dan rasa
nelayan di Kelurahan Lappa keadilan seperti yang telah
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten dijelaskan penulis di atas.
Sinjai dalam penangkapan ikan Jadi, dalam hal ini walaupun
adalah sebagai berikut bagian penggarap lebih besar dari
- Hasil penjualan - ongkos = hasil batas minimum yang ditetapkan
bersih oleh undang-undang Bagi Hasil
- Hasil bersih =50% nelayan Perikanan, akan tetapi para
pemilik, 50% nelayan penggarap penggarap tersebut masih ikut
- 3 bagian untuk juru mudi menanggung biaya eksploitasi.
- 2 bagian untuk juru lampu Sedangkan dalam pasal 4 undnag-
(dapat berubah menjadi 1,5 undang Bagi Hasil Perikanan
bagian apabila kurang ditetapkan bahwa biaya eksploitasi
mendapatkan hasil tangkapan) adalah tanggungan pemilik kapal,
- 2 bagian untuk juru arus. lampu bukan tanggungan sebagaimana
(dapat berubah menjadi 1,5 yang berlaku pada hasil secara adat.
bagian apabila kurang 3. Faktor Penghambat Pelaksanaan
mendapatkan hasil tangkapan) Perjanjian Bagi Hasil Perikanan
- 1 bagian untuk ABK biasa Laut.
50% bagian untuk nelayan 1. Tingkat pendidikan yang
penggarap, pemilik kapal tetap rendah
mendapatkan 2 bagian dari 50% Pada usaha perikanan
tesebut, karena 2 bagian merupakan tangkap, nelayan kecil dan buruh
bagian untuk kapal. nelayan memiliki posisi tawar yang
Sesuai dengan imbangan bagi lemah, dalam menuntaskan
hasil pada pasal 3 ayat 1, maka permasalahan kemiskinan nelayan
bagian yang diperoleh nelayan ini, karena tingkat pendidikan
pemilik kapal dengan nelayan masyarakat nelayan di Kelurahan
penggarap pada kapal penongkol Lappa sangat rendah hal tersebut
dan kapal jaring di Kelurahan merupakan salah satu yang
Lappa Kecamatan Sinjai Utara menyebabkan peraturan bagi hasil
Kabupaten Sinjai sudah diatas perikanan yang telah diundangkan
135

tidak dilaksanakan karena akan terjadi dengan melihat


rendahnya wawasan mereka. berbagai hal yang terdapat disekitar
Masyarakat nelayan beranggapan masyarakat nelayan, seperti hukum
bahwa “buat apa berpendidikan dan kebiasaan masyarakat dalam
tinggi kalau pada akhirnya kembali melakukan sistem bagi hasil. hal ini
ke laut juga”. Dan tidak adanya dikarenakan, sistem bagi hasil
pekerjaan lain selain menjadi tersebut sangat beragam seiring
nelayan penggarap. Masyarakat dengan perbedaan alat tangkap dan
nelayan khususnya para nelayan karakteristik sosial masyarakat
penggarap yang harus memenuhi nelayan.
kebutuhan hidupnya bersama 2. Masih Kuatnya Pengaruh
keluarga dengan bekerja sebagai Adat
nelayan penggarap karena tidak Pelaksanaan perjanjian bagi
adanya modal usaha yang dimiliki hasil perikanan laut di kelurahan
selain tenaga dan jasanya yang lappa kecamatan sinjai utara
diserahkan kepada nelayan pemilik kabupaten sinjai yang telah
kapal untuk memenuhi kebutuhan dijelaskan oleh penulis diatas
keluarga. Pendidikan bukan lagi hal merupakan perjanjian yang sudah
yang penting bagi masyarakat berlaku dari dulu dan tetap
nelayan di Kelurahan Lappa mempertahankan dan
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten memberlakukan perjanjian bagi
Sinjai, memenuhi kebutuhan hasil laut perikanan tersebut
finansial mereka itulah yang menjadi suatu kebiasaan yang
penting baginya, nebulis dan sudah turun temurun mereka anut
membaca sudah cukup baginya. karena sudah saling percaya.
pemerintah harus Amanat yang tertuang
melakukan penataan hukum yang dalam konsideran menimbang
memayungi kepentingan undang-undang nomor 16 tahun
masyarakat nelayan dari 1964 tentang bagi hasil perikanan,
ketidakberdayaannya. Meski hanya ditetapkannya undang-undang ini
bagian kecil dari penyebab bertujuan untuk meningkatkan taraf
kemiskinan nelayan, penataan hidup para nelayan penggarap serta
terhadap peraturan sistem bagi hasil memperbesar produksi ikan,
perikanan laut akan sangat sehingga proses bagi hasil tersebut
bermanfaat bagi nelayan, khusunya harus sejauh mungkin
bagi nelayan penggarap atau menghilangkan unsur-unsur yang
nelayan buruh. Penataan terhadap bersifat pemerasan dan semua
undang-undang bagi hasil pihak yang turut serta masing-
perikanan akan sangat bermanfaat masing mendapat bagian yang adil
dalam menciptakan keadilan dari usaha itu.
berusaha. Sistem bagi hasil perikanan
Dalam penyusunan undang- laut yang diselenggarakan menurut
undang bagi hasil perikanan yang ketentuan hukum adat setempat
baru, para perumus harus mampu sebelum dikeluarkan undang-
berfikir jauh kedepan mengenai undang nomor 16 tahun 1964
kemungkinan-kemungkinan yang tentang bagi hasil perikanan. Para
136

pemilik kapal dengan nelayan lain-lainnya,sedangkan, beban-


penggarap mengatur perjanjian bagi beban yang menjadi tanggungan
hasil agar setiap orang dalam usaha nelayan pemilik antara lain: ongkos
tersebut mendapat bagian yang pemeliharaan dan perbaikan
sama dengan jasa yang perahu/kapal serta alat-alat lain
disumbangkan. Sehingga, peraturan yang dipergunakan, penyusutan dan
itulah yang menjadi ketentuan yang biaya eksploitasi usaha
mengakar sampai sekarang. penangkapan, seperti untuk
Menurut pasal 3 Ayat 1 pembelian solar, minyak, es dan
undang-undang nomor 16 tahun lain sebagainya.
1964 tentang bagi hasil perikanan, Kebiasaan masyarakat
menyebutkan bahwa jika suatu nelayan sudah mengakar dari dulu
usaha perikanan diselenggarakan sehingga susah untuk terlepas
atas dasar perjanjian bagi hasil, karena seluruh masyarakat nelayan
maka dari hasil usaha itu kepada di Kelurahan Lappa Kecamatan
pihak nelayan penggarap dan Sinjai Kabupaten Sinjai sudah
penggarap tambak paling sedikit menetukan imbangan bagi hasil
harus harus diberikan bagian antara nelayan pemilik kapal
sebagai berikut, yaitu pertama, dengan nelayan penggarap yang
untuk perikanan laut. Jika disetujui bersama dan dianggap
dipergunakan perahu layar: sudah adil waktu itu, tetapi dengan
minimum 75 % (tujuh puluh lima perkembangan teknologi yang
persen) dari hasil bersih, sedangkan semakin pesat dan modern tentunya
jika dipergunakan kapal motor: alat tangkap yang berbeda dan
minimum 40 % (empat puluh karakteristik sosial masyarakat
persen ) dari hasil bersih. nelayan yang mempengaruhi
Pada pasal 4 dijelaskan, imbangan bagi hasil.
bahwa angka bagian pihak nelayan 3. Kurangnya Sosialisasi Dari
penggarap ditetapkan dengan Pemerintah Kepada
ketentuan, bahwa beban-beban Masyarakat Nelayan.
yang bersangkutan dengan usaha Mayoritas masyarakat
perikanan itu harus dibagi yaitu nelayan di kelurahan Lappa
beban-beban yang menjadi Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten
tanggungan bersama dari nelayan Sinjai tidak mengetahui adanya
pemilik dan pihak nelayan peraturan yang mengatur tentang
penggarap antara lain: ongkos perjanjian bagi hasil perikanan
lelang, uang rokok/jajan dan biaya dalam suatu undang-undang,
perbekalan untuk para nelayan bahkan dari perangkat kelurahan
penggarap selama di laut, biaya Lappa tidak mengetahui adanya
untuk sedekah laut (selamatan undang-undang nomor 16 tahun
bersama) serta iuran-iuran yang 1964 tentang bagi hasil perikanan.
disahkan oleh pemerintah Daerah Setiap peraturan yang baru
Tingkat II yang bersangkutan tidak pernah diketahui oleh
seperti untuk koperasi, dan perangkat kelurahan Lappa, karena
pembangunan perahu/kapal, dana tidak adanya dari pihak yang
kesejahteraan, dana kematian dan berwenang menyampaikan
137

peraturan tersebut seperti halnya 3. Faktor penghambat dalam pelaksanaan


dengan peraturan perjanjian bagi perjanjian bagi hasil perikanan laut
hasil perikanan. yaitu, tingkat pendidikan yang rendah,
PENUTUP masih kuatnya pengaruh adat, dan
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian kurangnya sosialisasi dari pemerintah
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya kepada masyarakat nelayan.
maka penulis menarik kesimpulan sesuai Berdasarkan kesimpulan di atas,
dengan permasalahan yang diteliti yaitu ada beberapa hal yang penulis sarankan agar
Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Perikanan kiranya dapat bermanfaat atau menjadi suatu
Laut Di Kelurahan Lappa Kecamtan Sinjai bahan pertimbangan. Adapun saran penulis
Utara Kabupaten Sinjai adalah sebagai yaitu :
berikut : 1. Masyarakat nelayan berpartisipasi aktif
1. Bentuk perjanjian bagi hasil perikanan dalam mematuhi peraturan yang ada.
laut di kelurahan Lappa Kecamatan 2. Adanya penataan kembali peraturan
Sinjai Utara Kabupaten sinjai yaitu bagi hasil agar sesuai dengan nilai sosial
dengan melaksanakan perjanjian bagi budaya masyarakatnya.
hasil yang didasari pada kebiasaan 3. Meningkatkan kesadaran hukum
setempat yang dilakukan secara lisan, masyarakat nelayan dengan
hanya mendasarkan pada kesepakatan mengadakan sosialisasi atau penyuluhan
dan kepercayaan antara nelayan pemilik hukum tentang setiap peraturan
kapal dengan nelayan penggarap, perikanan khusunya peraturan bagi
perjanjian yang tidak dilakukan hasil.
dihadapan kepala kelurahan. 4. Pemerintah daerah harus bertanggung
2. Pelaksanaan perjanjian bagi hasil jawab mengontrol para nelayan.
perikanan laut di Kelurahan Lappa DAFTAR PUSTAKA
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten 1. BUKU
Sinjai hanya berpedoman pada Salim,HS. 2014. Pengantar Hukum
kebiasaan yang sudah berlaku sejak Perdata Tertulis (BW).
lama. Dalam perjanjian tersebut tidak Jakarta:sinar grafika.
ada jangka waktu yang ditentukan Badrulzaman, Mariam Darus.,dkk.
sehingga perjanjian tersebut dapat 2001. Kompilasi Hukum
berakhir sewaktu-waktu jika terjadi Perikatan. Bandung:PT. Citra
sesuatu hal yang menyebabkan retaknya Aditya Bakti.
hubungan antara nelayan pemilik kapal Jumadi. 2002. Hukum Perburuhan,
dengan nelayan penggarap karena Perjanjian Kerja. Jakarta: PT
dilandasi saling percaya antara kedua Raja Grafindo Persada.
belah pihak dan beban yang hampir
keseluruhannya menjadi tanggungan Soerjono, soekanto.2001.Hukum Adat
bersama antara nelayan pemilik dengan Indonesia. Jakarta:PT. Raja
nelayan penggarap. Pembagian hasil Grafindo Persada
usaha perikanan yang berlaku di Hilman,Hadikusuma.2003. Pengantar
Kelurahan Lappa Kecamatan Sinjai Ilmu Hukum Adat, Bandung :
Utara Kabupaten Sinjai sudah di atas Mandar Maju
ketentuan minimum yang ditetapkan Imam, Gunawan. 2014. metode
dalam undang-undang nomor 16 tahun penelitian kualitatif: teori dan
1964 tentang bagi hasil perikanan. praktik. Jakarta:PT bumi aksara.
138

Nurul, Zuriah. 2006. Metodologi Maria Christina. 2004. Pelaksanaan


penelitian sosial dan pendidikan Bagi Hasil Perikanan Laut
teori-aplikasi.jakarta:PT Bumi menurut hukum adat setelah
aksara. keluarnya UU Nomor 16 tahun
Juliansyah, Noor. 2011. Metodologi 1964 (suatu studi terhadap
Penelitian: Skripsi, Tesis, kesejahteraan nelayan penggarap
Disertasi, Dan Karya Ilmiah Edisi di perkampungan nelayan tambak
Pertama. Jakarta:kencana. lorok kelurahan tanjung mas
Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-Pokok Kecamatan Semarang Utara Kota
Materi Metodologi Penelitian Semarang). Tesis Magister
Dan Aplikasinya. Bogor:Ghalia Kenotariatan. Universitas
Indonesia. Diponegoro. Diunduh tanggal 21
Afrizal. 2015.Metode Penelitian Februari 2017
Kualitatif:Sebuah Upaya 5. INTERNET
Mendukung Penggunaan Anonim. 2016 Hukum Adat.
Penelitian Kualitatif Dalam https://referensiuntukmu.blogspot.
Berbagai Disiplin Ilmu. co.id/2016/05/hukum-adat.html,
Jakarta:Rajawali Pers. diakses pada tanggal 14 maret
Hamid, Patilima. 2007. Metodologi 2017
Penelitian Kualitatif. Bandung:alfabeta. Bowo Lampar. 2011.Hukum Perjanjian
Bewa,Ragawino.Makalah Pengantar Adat.
dan Asas-asas Hukum Adat http://bowolampard8.blogspot.co
Indonesia.( Fakultas Ilmu Sosial m/2011/12/hukum-perjanjian-
dan Ilmu Politik Universitas adat.html,diakses pada tanggal 15
Padjadjaran) maret 2017
2. JURNAL
Si Putu Ardana. Konsepsi Maritim
Dalam Bingkai Geopolitik
Indonesia. Jurnal Ketahanan
Nasional. Volume VI No.3.
Desember 2002.
Raodah. Respon Nelayan Tradisional
Terhadap Perubahan Musim Di
Kelurahan Lappa Kabupaten
Sinjai. Walasuji. Volume 6 No.1.
Juni 2015.
3. UNDANG-UNDANG
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1964
Tentang Bagi Hasil Perikanan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
PERDA kabupaten sinjai nomor 8 tahun
2010 tentang tempat pengelolahan
ikan
4. STUDI YANG TIDAK
DITERBITKAN

Anda mungkin juga menyukai