Tujuan strategis:
Hukum adat sebagai hukum asli bangsa merupakan
sumber serta bahan potensial untuk pembentukan
hukum positip Indonesia dan pembangunan tata hukum
Indonesia.
Istilah Adat Istiadat
Pikiran/
Kehendak/ KEBIASAAN ADAT HUKUM
Prilaku ADAT
( Pribadi ) ( Masyarakat )
Hukum
Rakyat
Pengertian Hukum Adat
1. Prof. Mr. B. Terhaar Bzn : Hukum adat adalah
keseluruhan peraturan yang menjelma dalam
keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan
berlaku secara spontan dalam masyarakat. Terhaar
terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa
untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah
merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari
sikap penguasa masyarakat hukum terhadap
sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa
menjatuhkan putusan hukuman terhadap
sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan
hukum adat.
2. Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven :Hukum adat
adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat
yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum
dikodifikasikan.
3. Dr. Sukanto, S.H. :Hukum adat adalah
kompleks adat-adat yang pada umumnya
tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan
bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi
mempunyai akibat hukum.
4. Mr. J.H.P. Bellefroit : Hukum adat sebagai
peraturan- peraturan hidup yang
meskipun tidak diundangkan oleh penguasa,
tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat
dengan keyakinan bahwa peraturan-
peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
5. Prof. M.M. Djojodigoeno, S.H. :Hukum adat
adalah hukum yang tidak bersumber kepada
peraturan- peraturan.
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka
terlihat unsur-unsur dari pada hukum adat sebagai
berikut :
Kebiasaan (folkways)
Cara yang dilakukan orang dalam mengadakan perhubungan
pamrihnya itu terjadi secara berulang-ulang
Adat (customs)
Tata kelakuan yang telah melembaga atau telah sampai pada proses
institusionalisasi (meng”adat”).
tiga prasyarat untuk
menjadikan kebiasaan sebagai
hukum yaitu :
1. Dari Terhaar ;
Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala
adat dan apabila tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah
laku/ adat.
2. Van Vollen Hoven :
Suatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu
diberi sanksi.
3. Van Dijk :
Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan
bentuknya.
Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan tidak
tertulis dan ada juga yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari
masyarakat sendiri dan tidak tertulis.
4. Pendapat L. Pospisil :
Untuk membedakan antara adat dengan hukm adat maka harus dilihat dari
atribut-atribut hukumnya yaitu :
5. Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat
hanyalah sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
6. Hukum adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkann adat
tidak mempunyai nilai/ biasa.
Teori Reception In Complexu
Teori ini dikemukakan oleh Mr. LCW Van Der Berg. Menurut teori Reception in Coplexu :
Adat istiadat dan hukum adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari
hukum agama yang dianut oleh masyarakat itu.
Terhadap teori ini hampir semua sarjana memberikan tanggapan dan kritikan antara lain :
• Snouck Hurrunye : Ia menentang dengan keras terhadap teori ini, dengan mengatakan bahwa
tidak semua Hukum Agama diterima dalam hukum adat. Hukum agama hanya memberikan
pengaruh pada kehidupan manusia yang sifatnya sangat pribadi yang erat kaitannya dengan
kepercayaan dan hidup batin, bagian-bagian itu adalah hukum keluarga, hukum
perkawinan, dan hukum waris.
• Ter Haar berpendapat : Membantah pendapat Snouck Hurgrunye, menurut Terhaar hukum
waris bukan berasal dari hukum agama, tapi merupakan hukum adat yang asli tidak
dipengaruhi oleh hukum Islam, sedangkan hukum waris disesuaikan dengan struktur dan
susunan masyarakat.
• Van Vollen Hoven :Teori Reception in Comlexu ini sebenarnya bertentangan dengan kenyataan
dalam masyarakat, karena hukum adat terdiri atas hukum asli (Melayu Polenesia)
dengan ditambah dari ketentuan-ketentuan dari hukum Agama.
• Memang diakui sulit mendiskripsikan bidang-bidang hukum adat yang dipengaruhi oleh
hukum agama hal ini disebabkan :
1. Bidang-bidang yang dipengaruhi oleh hukum agama sangat bervariasi dan tidak sama
terhadap suatu masyarakat.
2. Tebal dan tipisnya bidang yang dipengaruhi hukum agama juga bervariasi.
3. Hukum adat ini bersifat lokal.
4. Dalam suatu masyarakat terdiri atas warga-warga masyarakat yang agamanya
berlainan.
Ciri Umum Hukum Adat
Hukum adat kita mempunyai corak-corak tertentu adapun corak-corak yang terpenting
adalah :
4. Kontan :
• Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan
bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus
dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga
keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.
5. Konkrit
• Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau
keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus
dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud.
• Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai
tindakan nyata, tidak ada saling mencurigai satu dengan yang lainnya.
Sumber-Sumber Hukum Adat
1. Adat-istiadat atau kebiasaan yang merupakan tradisi rakyat
2. Kebudayaan tradisionil rakyat
3. Ugeran/ Kaidah dari kebudayaan Indonesia asli
4. Perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat
5. Pepatah adat
6. Yurisprudensi adat
7. Dokumen-dokumen hukum yang hidup pada suatu waktu yang
memuat ketentuan- ketentuan hukum.
8. Kitab-kitab hukum yang pernah dikeluarkan oleh Raja-Raja pada
masa kekuasaannya
9. Doktrin tentang hukum adat
10.Hasil-hasil penelitian tentang hukum adat dan Nilai-nilai yang
tumbuh dan berlaku dalam masyarakat.
Dasar Hukum Berlakunya
Hukum Adat
• Dalam Batang Tubuh UUD 1945, pasal 18b yang menyebut hukum
adat. disamping itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada
pada Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II, yang berbunyi :
“Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Jikalau perkawinan yang putus itu semenda nunggu, dimana suami istri semula
berkedudukan ditempat kerabat istri hanya untuk waktu sementara menunggu guna
membantu kehidupan orang tua istri, maka kedudukan si anak di pihak suami.
c. Di lingkungan masyarakat bilateral
Bila terjadi perceraian, istri boleh meninggalkan rumah tangga suami tanpa
sesuatu hak untuk mendapatkan pembagian harta perkawinan, kecuali yang
merupakan hak milik pribadinya.
Keadaan demikian akan lain sifaatnya jika terjadi perceraian dari bentuk
perkawinan “ambil anak” oleh suatu keluarga yang tidak punya anak laki-laki.
Suami setelah perkawinan tinggal ditempat sang istri, maka jika terjadi
perceraian suami akan dikeluarkan begitu saja dari pihak kerabat istri tanpa
suatu hak atas harta perkawinan.
Jika putusnya perkawinan karena perceraian, maka yang berhak atas harta
perkawinan adalah istri atau kerabat istri. Namun jika kedua suami isri dalam
usaha mereka bermata pencaharian berimbang maka harta tersebut dibagi
bersama
Dilingkungan masyarakat bilateral/parental
Jika terjadi perceraian, maka akibat bagi harta perkawinan adalah
sebagai berikut:
Bila terjadi perceraian, istri boleh meninggalkan rumah tangga suami tanpa
sesuatu hak untuk mendapatkan pembagian harta perkawinan, kecuali yang
merupakan hak milik pribadinya.
Keadaan demikian akan lain sifaatnya jika terjadi perceraian dari bentuk
perkawinan “ambil anak” oleh suatu keluarga yang tidak punya anak laki-laki.
Suami setelah perkawinan tinggal ditempat sang istri, maka jika terjadi
perceraian suami akan dikeluarkan begitu saja dari pihak kerabat istri tanpa
suatu hak atas harta perkawinan.
b. Dilingkungan masyarakat matrilineal
Jika putusnya perkawinan karena perceraian, maka yang berhak atas harta
perkawinan adalah istri atau kerabat istri. Namun jika kedua suami isri dalam
usaha mereka bermata pencaharian berimbang maka harta tersebut dibagi
bersama.
c. Dilingkungan masyarakat bilateral/parental
Jika terjadi perceraian, maka akibat bagi harta perkawinan adalah sebagai
berikut:
• Harta bawaan suami atau istri kembali kepada pihak yang membawanya
kedalam perkawinan.
• Harta penghasilan sendiri suami atau istri kembali kepada yang
menghasilkannya.
• Harta pencaharian dan barang hadiah ketika upacara perkawinan dibagi
antara suami dan istri menurut rasa keadilan masyarakat setempat.
• Menurut hukum adat yang dimaksud dengan harta perkawinan ialah
semua harta yang dikuasai suami dan istri selama mereka terikat dalam
ikatan perkawinan, baik harta perseorangan yang berasal dari harta
warisan, harta hibah, harta penghasilan sendiri, harta pencaharian hasil
bersama suami istri dan barang-barang hadiah.
• Dalam kedudukannya sebagai modal kekayaan untuk membiayai
kehidupan rumah tangga suami istri, maka harta perkawinan itu dapat
digolongkan dalam beberapa macam, yaitu:
• Harta yang diperoleh suami atau istri sebelum perkawinan yaitu harta
bawaan.
• Harta yang diperoleh suami atau istri secara perorangan sebelum atau
sesudah perkawinan yaitu harta penghasilan.
• Harta yang diperoleh suami dan istri bersama-sama selama perkawinan
yaitu harta pencaharian.
• Harta yang diperoleh suami istri bersama ketika upacara perkawinan
sabagai hadiah yang kita sebut hadiah perkawinan.
• . Pemisahan Harta Perkawinan
a. Harta Bawaan
Harta bawaan ini dapat dibedakan menjadi harta bawaan suami dan harta
bawaan istri, dimana masing-masing dapat dibedakan lagi yaitu harta
peninggalan, harta warisan, harta hibah/wasiat dan harta pemberian.
b. Harta Penghasilan
Harta penghasilan pribadi terlepas dari pengaruh kekuasaan kerabat.
Pemiliknya dapat saja melakukan transaksi atas harta kekayaan tersebut
tanpa musyawarah dengan anggota keluarga/kerabat yang lain.
c. Harta Pencaharian
Harta pencaharian merupakan harta yang diperoleh dari hasil usaha suami
dan istri setelah melangsungkan pernikahan. Tidak merupakan persoalan
apakah dalam mencari harta kekayaan itu suami aktif bekerja, sedangkan
istri mengurus anak dirumah, kesemua hasil pencaharian mereka yang
berbentuk “harta bersama suami istri”.
Dilingkungan masyarakat kekerabatannya yang kuat pengaruhnya, hutang
suami atau istri merupakan hutang bersama. Sedangkan dilingkungan
masyarakat adat yang kita bersendikan kekerabatan hal tersebut perlu
pemisihan.
d. Hadiah Perkawinan
Sebagaimana yang telah kita ketahui, harta perkawinan merupakan harta
pemberian pada waktu upacara perkawinan. Tetapi jika dilihat dari tempat,
waktu dan tujuan pemberian hadiah itu, maka harta hadiah perkawinan
dapat dibedakan antara yang diterima oleh mempelai wanita (harta bawaan
istri). Dan harta yang diterima kedua mempelai bersama-sama ketika
upacara resmi pernikahan. Harta perkawinan yang diterima mempelai laki-
laki sebelum pernikahan disebut dengan harta bawaan suami.
Dalam Penjelasan : subjek hak ulayat adl masy hkm adat, baik yg mrpkn
persekutuan hkm didasarkan kesamaan tempat tinggal (teritorial)
maupun yg didasarkan pada keturunan (genealogis), yg diikenal dg
berbagai nama yg khas di daerah yg bersangkutan, misalnya suku, marga,
dati, dusun, nagari dsb…
• BIDANG-BIDANG HUKUM ADAT.
1. Hukum Pelanggaran/ Hukum Pidana
• Dalam hukum adat segala perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
hukum adat merupakan pelanggaran.
• Hukum adat tidak mengadakan pemisahan antara pelanggaran dan kejahatan.
• Berhubungan dengan itu di dalam sistem hukum adat tidak ada perbedaan
acara (prosedur) dalam hal penuntutan acara perdata (sipil) dan penuntutan
acara perdata (sipil) dan penuntutan secara pidana.
• Apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, maka petugas hukum (kepala adat,
dan sebagainya) mengambil tindakan konkret ( adat reactie) guna membetulkan
hukum yang dilanggar itu.
• Suatu perbuatan melanggar hukum, misalnya utang tidak dibayar akan
memerlukan perbaikan kembali hukum. Dalam hal ini hukum dapat dibetulkan
dengan penghukuman orang yang berutang untuk membayar utangnya.
BENTUK-BENTUK SANKSI ADAT
Umumnya semua sanksi, bentuknya adalah pengembalian dalam
keadaan semula.
a. Pengganti kerugian immaterieel dalam pelbagai rupa seperti
keharusan untuk melaksanakan upacara-upacara.
b. Bayaran uang adat , yang berupa benda yang sakti sebagai
pengganti kerugian rohani.
c. Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dan
segala kotoran gaib.
d. Penutup malu, permintaan maaf.
e. Berbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati.
f. Pengasingan.
HUKUM TANAH
A. HAK MILIK
2. Cara memperolehnya
Hak milik atas tanah dapat diperoleh dengan jalan :
1. Membuka tanah hutan/tanah blukar;
2. Mewaris tanah;
3. Menerima tanah karena pembelian, penukaran, hadiah(hibah);
4. Daluwarsa (verjaring).
Membuka tanah hutan/tanah blukar
• Dengan mengolah tanah yang sudah dibuka itu, seseorang
memperoleh hak untuk menikmati hasil.
• hak menikmati hasil itu berlaku sampai dengan panen
pertama, jika sesudah itu tanah tidak diolah lagi maka
seseorang itu masih mempunyai hak yang disebut dengan
“hak wenang pilih sementara”.
• Tetapi apabila tanah itu tidak digarap lagi, maka seseorang
tersebut kehilangan haknya.
Mewaris tanah
• Konsep pewarisan menrut Hukum Adat menyimpulkan 3 hal
pokok :
1. Pemindahan, penerusan dan pengoperan harta kekayaan
dari seseorang kepada generasi yang menyusulnya.
2. Pemindahan itu dapat terjadi selama pemiliknya masih hidup
atau dimulai waktu ia masih hidup dan diakhiri pada saat ia
meninggal.
3. Dikenal adanya lembaga hidup waris.
Pembagian semasa hidup
• Pembagian warisan dilakukan disaat anak-anak mulai hidup
mandiri dengan memberikan tanah pertanian, ternak dan alat-
alat kerja. Pemberian ini tidak berbentuk hibah(fiqih), bukan
schenking(BW), juga bukan pemberian-pemberian yang
bertujuan menutupi kekurangan yang melekat pada beberapa
sistem seperti :
a) Pemberian kepada anak perempuan karena anak perempuan
hanya berhak ½ dari bagian anak laki-laki.
b) Pengadiahan kepada anak angkat, sebab anak tersebut tidak
mempunyai hak waris.
c) Pengadiahan kepada anak perempuan sebab ia tidak berhak
mewaris.
Menerima tanah karena pembelian,
penukaran, hadiah(hibah)
• Seorang pemilik hak atas tanah, dapat menjual,
menghadiahkan atau menukarkan tanahnya
kepada orang lain dengan bebas. Peristiwa itu
harus dilakukan dengan “terang” artinya harus
sepengetahuan kepala persekutuan
(pemerintah).
• Tanah dan benda-benda itu hanya dapat
dialihkan kepada orang asli yang berdiam di
wilayah tersebut.
Daluwarsa (verjaring)
Sesuai dengan sifat hukum adat pada umumnya tidak ditentukan
dengan tegas dalam jumlah tahun tertentu melainkan hanya
dengan suatu jangka waktu yang cukup lama dan keadaan ini
berbeda – beda dari satu kesatuan masyarakat hukum ke
masyarakat hukum lainnya.
TRANSAKSI TANAH
• Transaksi tanah adalah sejenis perjanjian timbal balik yang bersifat riil,
di bidang hukum harta kekayaan merupakan salah satu bentuk
perbuatan tunai dan berobjek tanah. Intinya adalah penyerahan benda
(prestasi) yang berjalan serentak dengan penerimaan, pembayaran
tunai (kontraprestasi).
• Perbuatan menyerahkan itu dinyatakan dengan istilah “Jual”. Di dalam
hukum tanah adat di transaksi jual itu mengandung 3 arti :
1) Jual gadai : menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran
sejumlah uang secara tunai dengan ketentuan, si penjual tetap berhak
atas pengembaliaan tanahnya dengan jalan menebusnya kembali.
2) Jual lepas : menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran
sejumlah uang secara tunai tanpa hak menebus kembali dan
penyerahan itu berlaku untuk seterusnya.
3) Menjual tahun : menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran
sejumlah uang secara tunai dengan janji tanoa satu perbuatan lagi
tanah itu akan kembali dengan sendirinya kepada pemiliknya setelah
beberapa tahun atau beberapa kali panen (sesuai perjanjian)
Transaksi yang bersangkutan dengan
Tanah
1. Transaksi Bagi Hasil : Transaksi ini dapat dilihat dari 3 faktor ;
a) Dasarnya : seseorang tidak mempunyai kesempatan untuk
mengusahakan tanahnya sendiri namun ia ingin memetik hasil dari
tanahnya. Karena itu ia membuat transaksi dengan orang lain
supaya ia mengerjakannya, menanaminya dan memberikan hasil
dari hasil panen tanah tersebut.
b) Fungsi : memproduktifkan tanah milik tanpa mengusahakan
sendiri dan memproduktifkan tenaga kerja tanpa milik tanah
sendiri.
c) Objek : tenaga kerja dan tanaman.
2. Bentuk perjanjian :
a) transaksi hanya dilakukan diantara kedua belah pihak saja,
b) Tidak ada Akta tanah,
c) Perjanjian itu dapat dibuat oleh (pemilik tanah, pemberi gadai,
pembeli tahun, pemakai tanah kerabat, pemegang tanah jabatan).
SEWA
Sewa adalah mengizinkan orang lain mengerjakan atau mendiami
tanah yang berada di kekuasaannya dengan keharusan membayar
sejumlah uang tertentu sebagai uang sewa, dengan konsekuensi
sesudah pembayaran itu transaksi harus diakhiri.
Transaksi Pemijaman Uang dengan
tanggungan Tanah
Adalah mempergunakan tanah sebagai tanggungan. Transaksi
yang bersifat aksesoir pada transaksi peminjaman uang selaku
transaksi pokok. Tindakan itu merupakan persiapan dalam arti
disaat debitur menerima uang pinjaman seketika sudah
ditetapkan sebidang tanah pertanian yang bila perlu akan
dipergunakan sebagai benda transaksi pelunasan dengan
demikian transaksi pinjam uang ini diganti dengan transaksi
tanah.
TERIMA KASIH
SELAMAT
BELAJAR