Anda di halaman 1dari 62

Identitas Dosen Pembina

 Nama : Lalu Sabardi


 Alamat Jln. Serayu III/4 Mataram
 Tlp Rumah/FAX : 0370 633652
 Hp. 087865855525 - 08123775702
 Email : lsabardi@yahoo.co.id
PENDAHULUAN
2

 Adat ialah tingkah laku yang oleh dan


dalam sesuatu masyarakat (sudah, sedang,
akan) diadatkan. Adat dalah merupakan
pencerminan kepribadian suatu bangsa.
Tiap bangsa memiliki adat kebiasaan sendiri.
Justru karena ketidaksamaan inilah kita
dapat mengatakan bahwa adat
merupakan unsur yang terpenting yang
memberikan identitas kepada bangsa yang
bersangkutan. Tingkatan peradaban,
maupun penghidupan yang modern
ternyata tidak mampu menghilangkan adat
kebiasaan yang hidup di masyarakat. Adat
Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika selalu
berkembang, mengikuti perkembangan
peradaban bangsanya.
PENDAHULUAN
Hukum Adat sebagai cabang ilmu hukum yang berdiri
sendiri dilahirkan oleh alam pikiran Barat bukan oleh alam
pikiran Indonesia sendiri.

Istilah Hukum Adat itu sendiri tidak dikenal di desa-desa,


tapi mereka hanya berbicara soal adat-istiadat yang harus
dipatuhi, yang kadang-kadang mempunyai sanksi-sanksi
tertentu terhadap pelanggarannya.

Penemuan Hukum Adat itu memang terpengaruh oleh


faktor-faktor politik dan ekonomi struktur masyarakat
jajahan pada waktu itu.
Penemuan Hukum Adat disebabkan: desakan-desakan
politik hukum yang mau memaksakan rakyat Indonesia
tunduk pada hukum Barat, penundukan itu terutama
berpokok pangkal pada pikiran, bahwa Hukum Adat
dianggap tidak memenuhi tuntutan-tuntutan masyarakat
modern (yakni abad XX).

Para sarjana hukum pada umumnya mengakui bahwa


Hukum Adat Indonesia belum lama menjadi obyek Ilmu
Pengetahuan Hukum Adat sebagaimana ilmu hukum
lainnya mempunyai sistem sendiri, sistim yang berurat
berakar pada sikap hidup dan alam pikiran bangsa
Indonesia.
Prof. Mr. B. Ter Haar Bzn.
 diberi julukan sebagai pemerinci hasil penemuan
Prof. C. Van Vollenhoven yang dikenal sebagai
“ahli hukum yang menemukan Hukum Adat
(Bapak Hukum Adat)”

Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje:


 yang pertama kali memakai istilah Hukum Adat
(adatrecht) dalam ilmu hukum dalam bukunya
“De Atjehers” tahun 1893
Prof. Mr. C. Van Vollenhoven:
 yang pertama-tama memasukkan pelajaran hukum
adat ke dalam Ilmu Pengetahuan Hukum.
 membela rakyat Indonesia, terutama akan adanya
penerapan hukum Barat oleh Pemerintah Belanda
terhadap rakyat Indonesia.
• Menentang penyatuan hukum (unifikasi) dan
menentang desakan secara lain terhadap Hukum
Adat oleh Hukum Barat.
• Membela agar supaya arti peradilan adat diakui.
• Menentang pengingkaran hak-hak masyarakat
hukum Bumiputera (asli) dan hak-hak
perseorangan atas tanah.
• Menentang pengingkaran terhadap watak
masyarakat-masyarakat Pribumi sendiri.
Dalam perundang-undangan Pemerintah Hindia
Belanda istilah Hukum Adat baru dipakai pada
tahun 1929 tatkala pasal 134 I.S diubah.
Setelah diubah maka redaksi ayat-ayat dari
pasal 134 itu menyebut kata Hukum Adat.

Sebelum tahun 1929 istilah yang biasa dipakai


untuk menyatakan Hukum Adat ialah ‘Undang-
undang Agama, lembaga kebudayaan bangsa dan
kebiasaan” (godsdienstige wetten, volks
instellingen en gebruiken) sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 11 A.B. atau “peraturan
hukum mengenai agama dan kebiasaan mereka”
yang tercantum dalam pasal 131 ayat 2 sub b
I.S.
Tujuan Mempelajari Hukum Adat
Tujuan praktis:
 Untuk mengetahui keragaman hukum yang
mengatur kehidupan masyarakat Indonesia.
 Untuk membantu penyelesaian sengketa yang
terjadi di masyarakat secara damai, sehingga
dapat memelihara hubungan sosial yang
harmonis, dan penyelesaiannya dapat
berlangsung dengan cepat dan tanpa biaya.
 Untuk mengetahui berbagai kearifan lokal yang
dimiliki bangsa Indonesia, sebagai hasanah
budaya yang memiliki nilai tinggi.
 Untuk mengetahui berbagai falsafah hidup
bangsa yang bernilai luhur
1. Mempelajari hukum adat untuk membentuk wawasan Hk.
Nasional.
2. Untuk mengetahui keragaman budaya yang membawa
pluralisme hukum di Indonesia harus menyadarkan kita
bahwa sangat penting memahami latar belakang sosial
budaya yang berasal dari masyarakat suku di Indonesia
3. Memudahkan pergaulan antar suku untuk membentuk
wawasan Indonesia.
4. Menciptakan saling pengertian antar suku bangsa untuk
pelaksanaan pembangunan bangsa dan menciptakan
solidaritas sosial sebagai bangsa Indonesia.

Tujuan strategis:
Hukum adat sebagai hukum asli bangsa merupakan
sumber serta bahan potensial untuk pembentukan
hukum positip Indonesia dan pembangunan tata hukum
Indonesia.
Istilah Adat Istiadat

Adat berasal dari bahasa Arab yaitu dari


kata “ADAB”, yang berati kebiasaan-kebiasaan
dari masyarakat.

Adat aturan yang sudah menjadi kebiasaan atau wujud


gagasan kebudayaan yang terdiri dari budaya,
norma, hukum dan aturan-aturan yang satu
dengan lainnya berkaitan menjadi satu sistem.

Adat Istiadat kebiasaan atau tradisi yang baik dan


hidup dalam suatu masyarakat yang selalu
diikuti, diamalkan dan dipatuhi serta ditaati.
Istilah Adat

Apa yang dimaksud dengan adat ?


Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan
dalam Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”.
Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam jiwa Bangsa Indonesia,
sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah menganal
dan menggunakan istilah tersebut.

Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut :


“Tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan cara
tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”.
Dengan demikian unsure-unsur terciptanya adat adalah :
1. Adanya tingkah laku seseorang
2. Dilakukan terus-menerus
3. Adanya dimensi waktu.
4. Diikuti oleh orang lain/ masyarakat.
KEBIASAAN - ADAT - HUKUM ADAT

KEBIASAAN sifatnya pribadi yang kemudiaan diikuti oleh pribadi


lain, demikian berkembang menjadi kebiasaan banyak orang, isi
dari kebiasaan ini dapat berupa kesenangan yang dilakukan
dengan menyenangkan, asal usulnya dapat berasal dari
peninggalan orang tua, dapat pula diciptakan sendiri

ADAT : akumulasi dari Kebiasaan kelompok yang kemudian


diberi norma (ritual) oleh kelompok masyarakat yang
bersangkutan,n dapat berupa lanjutan dari adat yang sudah ada,
isinya dapat berupa kesusilaan dari masyarakat yang
bersangkutan.

HUKUM ADAT : ADAT yang dikaedahi menjadi perilaku bersangsi


yang ditegakkan oleh masyarakat yang bersangkutan
I. ADAT ISTIADAT
• Yang dimaksud adalah ”Adat sebagai aturan (kaidah) yang ditentukan oleh Nenek
Moyang (leluhur)”
• Dalam hal ini ADAT mengandung arti sebagai kaidah-kaidah (aturan-aturan)
kebiasaan yang berlaku tradisional sejak zaman moyang asal sampai ke anak cucu
di masa sekarang. Aturan kebiasaan ini pada umumnya tidak mudah berubah.

II. ADAT NAN DIADATKAN


• Yang dimaksud adalah “sebagai aturan (kaidah) yang ditetapkan atas dasar bulat
mufakat para penghulu, Tuatua Adat, Cerdik pandai dalam Majelis Kerapatan
Adat atas dasar HALUR dan PATUT.
• Ketentuan ini dapat berubah menurut keadaan, tempat dan waktu oleh karena
lain Nagari, lain pula pendapatnya tentang HALUR dan PATUT. Maka oleh
karenanya sifat adat nan diadatkan itu adalah “Lain padang lain belalang, lain
lubuk lain ikannya”.

III. ADAT NAN TERADAT


• Yang dimaksud adalah “kebiasaan bertingkah laku yang dipakai karena hasil tiru
meniru di antara anggota masyarakat”. Namun karena kebiasaan perilaku itu
sudah terbiasa dipakai maka dirasakan tidak baik untuk ditinggalkan.
Peristilahan Tentang Hukum Adat

• Istilah hukum adat merupakan terjemahan dari bahasa Belanda


"Adatrecht".
• Orang yang pertama kali memakai istilah adatrecht adalah Snouck
Hurgronje dalam bukunya "De Atjehers" dan Het Gayoland“ yang
ditulisnya tatkala ia mengamati perang Aceh.
• Pemakaian istilah adatrecht dilanjutkan oleh Cornelis van
Vallenhoven sebagai istilah teknis-juridis.
• Istilah "adatrecht" baru muncul dalam perundang undangan pada
tahun 1920, yaitu untuk pertama kali dipakai dalam undang-
undang Belanda mengenai perguruan tinggi di negeri Belanda.
Sebelumnya, hukum adat itu dinyatakan dalam berbagai istilah,
seperti : "godsdientige wetten" (undang- undang agama) lembaga
rakyat, "kebiasaan", lembaga asli .
MANUSIA
Hukum
Negara

Pikiran/
Kehendak/ KEBIASAAN ADAT HUKUM
Prilaku ADAT

( Pribadi ) ( Masyarakat )
Hukum
Rakyat
Pengertian Hukum Adat
1. Prof. Mr. B. Terhaar Bzn : Hukum adat adalah
keseluruhan peraturan yang menjelma dalam
keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan
berlaku secara spontan dalam masyarakat. Terhaar
terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa
untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah
merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari
sikap penguasa masyarakat hukum terhadap
sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa
menjatuhkan putusan hukuman terhadap
sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan
hukum adat.
2. Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven :Hukum adat
adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat
yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum
dikodifikasikan.
3. Dr. Sukanto, S.H. :Hukum adat adalah
kompleks adat-adat yang pada umumnya
tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan
bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi
mempunyai akibat hukum.
4. Mr. J.H.P. Bellefroit : Hukum adat sebagai
peraturan- peraturan hidup yang
meskipun tidak diundangkan oleh penguasa,
tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat
dengan keyakinan bahwa peraturan-
peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
5. Prof. M.M. Djojodigoeno, S.H. :Hukum adat
adalah hukum yang tidak bersumber kepada
peraturan- peraturan.
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka
terlihat unsur-unsur dari pada hukum adat sebagai
berikut :

1. Adanya tingkah laku teratur dan Sistematis yang terus


menerus dilakukan oleh masyarakat
2. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral (religius
magis)
3. merupakan keputusan kepala adat
4. Adanya sanksi/ akibat hukum
5. Kebanyakan tidak tertulis (luwes)dalam bentuk per-uu-an
6. Ditaati sebagai hukum dalam masyarakat
TERBENTUKNYA ADAT
Cara (usage)
Suatu bentuk perbuatan yang dilakukan orang di dalam mengadakan
perhubungan pamrihnya

Kebiasaan (folkways)
Cara yang dilakukan orang dalam mengadakan perhubungan
pamrihnya itu terjadi secara berulang-ulang

Tata Kelakuan (mores)


Menata kelakuan orang dengan suatu pola tertentu, artinya
menghendaki agar para warga masyarakat melakukan conformity
(penyesuaian diri) dengan tata kelakuan

Adat (customs)
Tata kelakuan yang telah melembaga atau telah sampai pada proses
institusionalisasi (meng”adat”).
tiga prasyarat untuk
menjadikan kebiasaan sebagai
hukum yaitu :

1. masyarakat meyakini adanya keharusan yang harus


dilaksanakan,
2. pengakuan atau keyakinan bahwa kebiasaan tersebut
bersifat mengikat (kewajiban yang harus ditaati) atau
dikenal dengan prinsip opinio necessitas,
3. dan adanya pengukuhan yang dapat berupa
pengakuan dan/atau penguatan dari keputusan yang
berwibawa (atau pendapat umum, yurisprudensi
dan doktrin) sehingga timbul harapan agar dapat
dilekatkan sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran
atas kebiasaan tersebut.
Perbandingan Antara Adat Dengan Hukum Adat
Menurut Para Sarjana

1. Dari Terhaar ;
Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala
adat dan apabila tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah
laku/ adat.
2. Van Vollen Hoven :
Suatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu
diberi sanksi.
3. Van Dijk :
Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan
bentuknya.
Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan tidak
tertulis dan ada juga yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari
masyarakat sendiri dan tidak tertulis.
4. Pendapat L. Pospisil :
Untuk membedakan antara adat dengan hukm adat maka harus dilihat dari
atribut-atribut hukumnya yaitu :

a. Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan


mereka yang berpengaruh dalam masyarakat.
b. Intention of Universal Application :Bahwa putusan-putusan kepala adat
mempunyai jangka waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga
dikemudian hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
c. Obligation (rumusan hak dan kewajiban) :Yaitu rumusan hak-hak dan
kewajiban dari kedua belah pihak yang masih hidup. Dan apabila salah
satu pihak sudah meninggal dunia missal nenek moyangnya, maka
hanyalah putusan yang merumuskan mengeani kewajiban saja yang
bersifat keagamaan.
d. Adanya sanksi/ imbalan :
e. Putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi/
imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun sanksi rohani berupa rasa
takut, rasa malu, rasa benci dn sebagainya.

5. Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat
hanyalah sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
6. Hukum adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkann adat
tidak mempunyai nilai/ biasa.
Teori Reception In Complexu
Teori ini dikemukakan oleh Mr. LCW Van Der Berg. Menurut teori Reception in Coplexu :
Adat istiadat dan hukum adat suatu golongan masyarakat adalah resepsi seluruhnya dari
hukum agama yang dianut oleh masyarakat itu.
Terhadap teori ini hampir semua sarjana memberikan tanggapan dan kritikan antara lain :
• Snouck Hurrunye : Ia menentang dengan keras terhadap teori ini, dengan mengatakan bahwa
tidak semua Hukum Agama diterima dalam hukum adat. Hukum agama hanya memberikan
pengaruh pada kehidupan manusia yang sifatnya sangat pribadi yang erat kaitannya dengan
kepercayaan dan hidup batin, bagian-bagian itu adalah hukum keluarga, hukum
perkawinan, dan hukum waris.
• Ter Haar berpendapat : Membantah pendapat Snouck Hurgrunye, menurut Terhaar hukum
waris bukan berasal dari hukum agama, tapi merupakan hukum adat yang asli tidak
dipengaruhi oleh hukum Islam, sedangkan hukum waris disesuaikan dengan struktur dan
susunan masyarakat.
• Van Vollen Hoven :Teori Reception in Comlexu ini sebenarnya bertentangan dengan kenyataan
dalam masyarakat, karena hukum adat terdiri atas hukum asli (Melayu Polenesia)
dengan ditambah dari ketentuan-ketentuan dari hukum Agama.
• Memang diakui sulit mendiskripsikan bidang-bidang hukum adat yang dipengaruhi oleh
hukum agama hal ini disebabkan :

1. Bidang-bidang yang dipengaruhi oleh hukum agama sangat bervariasi dan tidak sama
terhadap suatu masyarakat.
2. Tebal dan tipisnya bidang yang dipengaruhi hukum agama juga bervariasi.
3. Hukum adat ini bersifat lokal.
4. Dalam suatu masyarakat terdiri atas warga-warga masyarakat yang agamanya
berlainan.
Ciri Umum Hukum Adat
Hukum adat kita mempunyai corak-corak tertentu adapun corak-corak yang terpenting
adalah :

1.Bercorak Relegiues- Magis :


• Kepercayaan tradisionil Indonesia, melihat masyarakat diliputi oleh kekuatan sipiritual
yang harus dipelihara agar masyarakat itu tetap dalam keseimbangan
• Tidak ada pembatasan antara zahir dan batin, bahkan isi batin dilanjutkan menjadi
tingkah laku (zahir.)
• Adanya penghormatan terhadap arwah-arwah nenek moyang
• Setiap kegiatan atau perbuatan-perbuatan bersama seperti membuka tanah,
membangun rumah, menanam dan peristiwa-pristiwa penting dalam kehidupan selalu
diadakan upacara-upacara relegieus yang bertujuan agar maksud dan tujuan mendapat
berkah serta tidak ada halangan dan selalu berhasil dengan baik.

Arti Relegieus Magis adalah :


• bersifat kesatuan batin,ada kesatuan dunia lahir dan dunia gaib ada hubungan antara
kehidupan mikro dan makro kosmos.
• percaya adanya kekuatan spiritual
• Penghormatan terhadap arwah-arwah nenek moyang
• Adanya pantangan-pantangan yang harus dihindari.
2. Komunal (kebersamaan) atau Kemasyarakatan
• Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud
kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu dengan yang
lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial,
manusia selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih
diutamakan dari pada kepentingan perseorangan.

• Secara singkat arti dari Komunal adalah :


a. manusia terikat pada masyarakatnya .
b. Setiap warga mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan
kedudukannya
c. Kepentingan bersama lebih diutamakan
d. Tolong menolong dan gotong royong
3. Demokratis
• Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan dengan rasa
kebersamaan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada
kepentingan-kepentingan pribadi sesuai dengan asas
permusyawaratan dan perwakilan sebagai system pemerintahan.
• Adanya musyawarah di Balai Desa, setiap tindakan pamong desa
berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.

4. Kontan :
• Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan
bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus
dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga
keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.
5. Konkrit
• Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau
keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus
dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud.
• Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai
tindakan nyata, tidak ada saling mencurigai satu dengan yang lainnya.
Sumber-Sumber Hukum Adat
1. Adat-istiadat atau kebiasaan yang merupakan tradisi rakyat
2. Kebudayaan tradisionil rakyat
3. Ugeran/ Kaidah dari kebudayaan Indonesia asli
4. Perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat
5. Pepatah adat
6. Yurisprudensi adat
7. Dokumen-dokumen hukum yang hidup pada suatu waktu yang
memuat ketentuan- ketentuan hukum.
8. Kitab-kitab hukum yang pernah dikeluarkan oleh Raja-Raja pada
masa kekuasaannya
9. Doktrin tentang hukum adat
10.Hasil-hasil penelitian tentang hukum adat dan Nilai-nilai yang
tumbuh dan berlaku dalam masyarakat.
Dasar Hukum Berlakunya
Hukum Adat

• Dalam Batang Tubuh UUD 1945, pasal 18b yang menyebut hukum
adat. disamping itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada
pada Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II, yang berbunyi :
“Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.

• Aturan Peralihan Pasal II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya


hukum adat. Dalam UUDS 1950 Pasal 104 disebutkan bahwa segala
keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam
perkara hukuman menyebut aturan- aturan Undang-Undang dan
aturan adat yang dijadikan dasar hukuman itu. Tetapi UUDS 1950 ini
pelaksanaannya belum ada, maka kembali ke Aturan Peralihan UUd
1945.
• Dalam UU No. 19 tahun 1964 pasal 23 ayat (1) menyebutkan
bahwa segala putusan pengadilan selain harus memuat
dasar-dasar dan alasan-alasan putusan itu juga harus
memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan yang
bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili.

• UU No.19 tahun 1964 ini direfisi jadi UU No. 14 tahun 1970


tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman karena dalam
UU No. 19 tersebut tersirat adanya campur tangan presiden
yang terlalu besar dalam kekuasaan yudikatif. Dalam Bagian
Penjelasan Umum UU No. 14 tahun 1970 disebutkan bahwa
yang dimansud dengan hukum yang tidak tertulis itu adalah
hukum adat.

• Dalam UU No. 14 tahun 1970 Pasal 27 (1) ditegaskan bahwa


hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai- nilai hukum yang hidup di
masyarakat.
Sumber-sumber hukum
adat adalah :

1. Corak serta sifat yang berlainan antara hukum adat


dan hukum Barat.(hukum adat mengenal asas
komunal menjadi titik berat sedangkan hukum barat
asas individual yang utama)
2. Pandangan hidup yang mendukung (menurut Von
Savigny hukum itu merupakan “Volksgeist /jiwa
masyarakatnya ).
• Hukum Barat mengenal perbedaan antara hukum publik
dengan hukum privat.
Hukum adat tidak mengenal perbedaan ini. Kalau toh mau
mengadakan pemisahan antara hukum adat yang bersifat
publik dan hukum adat yang hanya mengenai lapangan
privat saja, maka batas antara kedua lapangan itu di dalam
hukum adat adalah berlainan.
• Hukum Barat membedakan pelanggaran-pelanggaran
hukum dalam dua golongan.
yaitu pelanggaran yang bersifat pidana dan harus diperiksa
oleh hakim pidana, dan pelanggaran-pelanggaran yang
hanya mempunyai akibat dalam lapangan perdata saja serta
yang diadili oleh hakim Perdata.
• Hukum adat tidak mengenal perbedaan demikian. Tiap
pelanggaran hukum adat membutuhkan restorasi hukum
(pengembalian dalam keadaan semula) dalam hal ini hakim
(kepala adat) memutuskan upaya adat (adat reaksi) apa
yang harus digunakan untuk memulihkan kembali hukum
yang dilanggar itu.
1. Sistem Hukum Barat Menjunjung tinggi nilai kondifikasi
2. Memuat peraturan yang kasuistis artinya merinci / terikat
penetapan dari kentuan hukum kodifikasi.
3. Mengenal benda kebendaan,yaitu hak-hak yang berlaku
terhadap setiap orang dan hak-hak perorangan yaitu hak-
hak atas suatu objek yang hanya berlaku terhadap
seseorang tertentu saja.
4. Terdapat pembagian hukum dalam hukum privat dan
hukum publik.
5. Dikenal perbedaan benda dalam benda tetap dan benda
bergerak
6. Perlu adanya sanski sebagai jaminan terlaksananya
ketertiban.
Sistem Hukum Adat
1. Kodifikasi tidak menjadi titik berat
2. Menyadarkan pada asas-asas hukum saja artinya hanya
mengatur dalam garis besar saja.
3. Karena tidak ada ketentuan hukum yang ekplisit maka
hakim diberi keleluasaan dalam mewujudkan keadilan
yang hidup dalam masryarakat, oleh karenanya hakim
harus aktif.
4. Tidak dikenal pembagian hukum perdata dan hukum
pidana
5. Dalam hukum adat tidak ada ketentuan yang harus
disertai syarat yang menjamin terlaksananya ketertiban
dengan jalan mempergunakan sanksi.
MASYARAKAT HUKUM ADAT Pasal 18B (2)

A. Timbulnya Masyarakat Hukum Adat (MHA), yang dimaksud


Masyarakat Hukum Adat : kelompok masyarakat, yang
kehidupan sosialnya ditentukan oleh faktor sejarah, nilai,
sistem pengelolaan sumber daya alam (tanah, air dan
hutan), sistem politik dan budaya yang lahir dari interaksi
yang panjang dengan lingkungan dan kelompok
masyarakat lain dan diwariskan secara turun temurun dan
pengurusan komunitas diselenggarakan oleh struktur
kelembagaan adat dan hukum adat yang berlaku dalam
suatu wilayah tertentu yang menjadi ruang lingkup
komunitas tersebut. Ada juga yang mennyebutnya sebagai
masyarakat yang terartur, anggotantanya terikat karena
kesatuan tempat tinggal baik kaitan duniawi sebagai
tempat kehidupan maupun kaitan rohani sebagai tempat
pemujaan (Ter Haar, 1960,17- van Dijk 1954, 18). Para
anggotanya merupakan kesatuan yang teratur baik
kedalam maupun keluar.
B. Istilah lain bbrp literatur sbb: --, Rechtgemenchsapen
(masyarakat hukum adat)
- Masyarakat adat (Indegenous people)
- masyarakat tradisional
- Masyarakat terasing
- masyarakat lokal dsb…
• Merupakan susunan masyarakat asli yng sudah ada jauh
sebelum ada kesatuan politik negara (state) baik kerajaan
maupun penjajah belanda sekelompok individu sdh bersekutu
yg disebut community , yaitu kesatuan hidup masyarakat yg
menempati wilayah nyata (ada penduduk, wilayah dan batas-
batasnya) & berinteraksi didasarkan atas suatu sistem adat-
istiadat, serta terikat oleh rasa ientitas komunitas (R. Yando
Zakaria)

• Soepomo dgn mengutip Ter Haar berpendapat:


“Bahwa di seluruh kepulauan Indonesia dalam interaksi
kemasyarakatannya,didasarkan atas kesatuan terhap dunia
lahiriyah & batiniyah.
B. Corak Masyarakat Hukum Adat
1. Paguyuban (gemeinschaft)
Corak kehidupan bersama dmn anggotanya diikat hubungan batin yg murni,
bersifat alamiah & kekal.
CIRI : Pembagian kerja spesialisasi indivdu tidak menonjol, aktivitas
perorangan harus memperhitungkan hubungan sosial dalam masyarakat.
DASAR HUBUNGAN : kodrat manusias yg timbul dari keseluruhan kehidupan
alami (rasa cinta & persatuan batin)
Menurut Ferdinand Tonnies ada 3 pembagian gemeinschaft:
• Gemeinschaft by blood (paguyuban karena ikatan darah)
• Gemeinschaft of place (paguyuban karena ikatan tempat)
• Gemeinschaft of mind (paguyuban karena ikatan jiwa-pikiran) / organisasi
hobi.
2. Patembayan (geshellschaft)
Ikatan lahir yg bersifat pokok & biasanya untuk jangka waktu pendek
DASAR HUB= KURWILLE = kemauan utk mencapai tujuan ttt sifatnya rasional
Ex: ikatan karena kepentingan tertentu ikatan organisasi, iktn pedagang dsb
C. Struktur Masyarakat Hukum Adat
1. berdasar Genealogis (keturunan)
a. Patrilineal (pertalian darah garis bapak)
Ex: Suku batak, nias, sumba
b. Matrilineal (pertalian darah garis ibu)
Ex: Minangkabau
c. Parental (pertalian darah garis bapak+ibu)
Utk menentukan hak & kewajiban seseorang, maka family
dr pihak bapak adalah sama artinya dg family dr pihak ibu
Ex: Suku Jawa, sunda, aceh, dayak
d. Masyarakat Adat Perantauan.
2. berdasar Teritorial (wilayah)
a. Desa (tunggal)
sekelompok org trikat pd suatu kediaman(dukuh) mpy pmrth sdr
Ex : Desa di Jawa & Bali
b. Daerah (bertingkat)
Beberapa desa yang mpy pemerintahan mm sg2 namun mrpk
bagian dr daerah
Ex: Marga di Sumsel dg dusun2 di dlm daerahnya
c. Perserikatan (beberapa kampung)-Berangkai
Ex: Perserikatan huta-huta di suku batak
BIDANG-BIDANG HUKUM ADAT

1. HUKUM PERKAWINAN ADAT


• Menurut Ter Haar perkawinan dalam hukum adat merupakan
kepentingan urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat,
urusan derajat dan urusan pribadi. Sebagai kepentingan sanak-
saudara yang berupa kesatuan-kesatuan atau masyarakat hukum
(bagian dari suku, kerabat) perkawinan adalah suatu usaha untuk
melestarikan garis keturunan dengan tertib, yaitu melahirkan
angkatan baru yang meneruskan golongan itu.
a) Di lingkungan masyarakat patrilineal
Dimasyarakat patrilineal yang melakukan bentuk perkawinan jujur, apabila putus
perkawinan karena kematian atau perceraian maka anak-anak tetap berada dalam
kekerabatan suami. Yang bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pendidikan anak
dimana saja meraka berada adalah ayah kandungnya atau semua keturunan lelaki
(kerabat) ayah kandungnya, walaupun dalam kenyataannya ibu dan kerabat ibunya
yang memelihara dan mendidiknya.

b) Dilingkungan masyarakat matrilineal

Dalam masyarakat kekerapatan matrilineal perkawinan dilakukan dengan indogami,


yaitu perkawinan antar anggota keluarga sedarah. apabila terjadi perceraian, maka
anak-anak berkedudukan dalam kekerabatan istri. Seorang anak bisa ikut bersama
ayahnya, jika perkawinan ayah dan ibunya semula adalah berbentuk “semenda”.
Tetapi pada dasarnya si anak tetap berkedudukan di pihak ibu dan kerabat ibunya
bukan di pihak ayahnya.

Jikalau perkawinan yang putus itu semenda nunggu, dimana suami istri semula
berkedudukan ditempat kerabat istri hanya untuk waktu sementara menunggu guna
membantu kehidupan orang tua istri, maka kedudukan si anak di pihak suami.
c. Di lingkungan masyarakat bilateral

Jika perceraian tersebut timbul akibat perceraian dalam masyarakat


bilateral biasanya kedudukan si anak tergantung pada keadaan.
Biasanya anak yang sudah besar mengikuti ayahnya dan yang masih
kecil mengikuti sang ibu.
• Dilingkungan masyarakat patrilineal

Bila terjadi perceraian, istri boleh meninggalkan rumah tangga suami tanpa
sesuatu hak untuk mendapatkan pembagian harta perkawinan, kecuali yang
merupakan hak milik pribadinya.
Keadaan demikian akan lain sifaatnya jika terjadi perceraian dari bentuk
perkawinan “ambil anak” oleh suatu keluarga yang tidak punya anak laki-laki.
Suami setelah perkawinan tinggal ditempat sang istri, maka jika terjadi
perceraian suami akan dikeluarkan begitu saja dari pihak kerabat istri tanpa
suatu hak atas harta perkawinan.

• Dilingkungan masyarakat matrilineal

Jika putusnya perkawinan karena perceraian, maka yang berhak atas harta
perkawinan adalah istri atau kerabat istri. Namun jika kedua suami isri dalam
usaha mereka bermata pencaharian berimbang maka harta tersebut dibagi
bersama
 Dilingkungan masyarakat bilateral/parental
Jika terjadi perceraian, maka akibat bagi harta perkawinan adalah
sebagai berikut:

• Harta bawaan suami atau istri kembali kepada pihak yang


membawanya kedalam perkawinan.
• Harta penghasilan sendiri suami atau istri kembali kepada yang
menghasilkannya.
• Harta pencaharian dan barang hadiah ketika upacara perkawinan
dibagi antara suami dan istri menurut rasa keadilan masyarakat
setempat.
AKIBAT BAGI HARTA PERKAWINAN
Dilingkungan masyarakat patrilineal

Bila terjadi perceraian, istri boleh meninggalkan rumah tangga suami tanpa
sesuatu hak untuk mendapatkan pembagian harta perkawinan, kecuali yang
merupakan hak milik pribadinya.

Keadaan demikian akan lain sifaatnya jika terjadi perceraian dari bentuk
perkawinan “ambil anak” oleh suatu keluarga yang tidak punya anak laki-laki.
Suami setelah perkawinan tinggal ditempat sang istri, maka jika terjadi
perceraian suami akan dikeluarkan begitu saja dari pihak kerabat istri tanpa
suatu hak atas harta perkawinan.
b. Dilingkungan masyarakat matrilineal

Jika putusnya perkawinan karena perceraian, maka yang berhak atas harta
perkawinan adalah istri atau kerabat istri. Namun jika kedua suami isri dalam
usaha mereka bermata pencaharian berimbang maka harta tersebut dibagi
bersama.
c. Dilingkungan masyarakat bilateral/parental

Jika terjadi perceraian, maka akibat bagi harta perkawinan adalah sebagai
berikut:
• Harta bawaan suami atau istri kembali kepada pihak yang membawanya
kedalam perkawinan.
• Harta penghasilan sendiri suami atau istri kembali kepada yang
menghasilkannya.
• Harta pencaharian dan barang hadiah ketika upacara perkawinan dibagi
antara suami dan istri menurut rasa keadilan masyarakat setempat.
• Menurut hukum adat yang dimaksud dengan harta perkawinan ialah
semua harta yang dikuasai suami dan istri selama mereka terikat dalam
ikatan perkawinan, baik harta perseorangan yang berasal dari harta
warisan, harta hibah, harta penghasilan sendiri, harta pencaharian hasil
bersama suami istri dan barang-barang hadiah.
• Dalam kedudukannya sebagai modal kekayaan untuk membiayai
kehidupan rumah tangga suami istri, maka harta perkawinan itu dapat
digolongkan dalam beberapa macam, yaitu:
• Harta yang diperoleh suami atau istri sebelum perkawinan yaitu harta
bawaan.
• Harta yang diperoleh suami atau istri secara perorangan sebelum atau
sesudah perkawinan yaitu harta penghasilan.
• Harta yang diperoleh suami dan istri bersama-sama selama perkawinan
yaitu harta pencaharian.
• Harta yang diperoleh suami istri bersama ketika upacara perkawinan
sabagai hadiah yang kita sebut hadiah perkawinan.
• . Pemisahan Harta Perkawinan
a. Harta Bawaan
Harta bawaan ini dapat dibedakan menjadi harta bawaan suami dan harta
bawaan istri, dimana masing-masing dapat dibedakan lagi yaitu harta
peninggalan, harta warisan, harta hibah/wasiat dan harta pemberian.
b. Harta Penghasilan
Harta penghasilan pribadi terlepas dari pengaruh kekuasaan kerabat.
Pemiliknya dapat saja melakukan transaksi atas harta kekayaan tersebut
tanpa musyawarah dengan anggota keluarga/kerabat yang lain.
c. Harta Pencaharian
Harta pencaharian merupakan harta yang diperoleh dari hasil usaha suami
dan istri setelah melangsungkan pernikahan. Tidak merupakan persoalan
apakah dalam mencari harta kekayaan itu suami aktif bekerja, sedangkan
istri mengurus anak dirumah, kesemua hasil pencaharian mereka yang
berbentuk “harta bersama suami istri”.
Dilingkungan masyarakat kekerabatannya yang kuat pengaruhnya, hutang
suami atau istri merupakan hutang bersama. Sedangkan dilingkungan
masyarakat adat yang kita bersendikan kekerabatan hal tersebut perlu
pemisihan.

d. Hadiah Perkawinan
Sebagaimana yang telah kita ketahui, harta perkawinan merupakan harta
pemberian pada waktu upacara perkawinan. Tetapi jika dilihat dari tempat,
waktu dan tujuan pemberian hadiah itu, maka harta hadiah perkawinan
dapat dibedakan antara yang diterima oleh mempelai wanita (harta bawaan
istri). Dan harta yang diterima kedua mempelai bersama-sama ketika
upacara resmi pernikahan. Harta perkawinan yang diterima mempelai laki-
laki sebelum pernikahan disebut dengan harta bawaan suami.

Tetapi semua hadiah yang diterima ketika upacara pernikahan berlangsung


adalah harta bersama suami istri yang terlepas dari pengaruh kekuasaan
kerabat
D. Masyarakat Hukum Adat & Hak Ulayat
• Psl 1 ayat (3) Permen no 5/1999 ttg Pedoman Penyelesaian Masalah Hak
Ulayat Masyarakat Hukum Adat yg dikeluarkan Meneg Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional disebutkn:
“Masyarakat Hukum Adat sbg sekelompok org yg terikat oleh
tatanan hukum adatnya sbg warga bersama suatu persekutuan
hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar
keturunan”

Dalam Penjelasan : subjek hak ulayat adl masy hkm adat, baik yg mrpkn
persekutuan hkm didasarkan kesamaan tempat tinggal (teritorial)
maupun yg didasarkan pada keturunan (genealogis), yg diikenal dg
berbagai nama yg khas di daerah yg bersangkutan, misalnya suku, marga,
dati, dusun, nagari dsb…
• BIDANG-BIDANG HUKUM ADAT.
1. Hukum Pelanggaran/ Hukum Pidana
• Dalam hukum adat segala perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
hukum adat merupakan pelanggaran.
• Hukum adat tidak mengadakan pemisahan antara pelanggaran dan kejahatan.
• Berhubungan dengan itu di dalam sistem hukum adat tidak ada perbedaan
acara (prosedur) dalam hal penuntutan acara perdata (sipil) dan penuntutan
acara perdata (sipil) dan penuntutan secara pidana.
• Apabila terjadi suatu pelanggaran hukum, maka petugas hukum (kepala adat,
dan sebagainya) mengambil tindakan konkret ( adat reactie) guna membetulkan
hukum yang dilanggar itu.
• Suatu perbuatan melanggar hukum, misalnya utang tidak dibayar akan
memerlukan perbaikan kembali hukum. Dalam hal ini hukum dapat dibetulkan
dengan penghukuman orang yang berutang untuk membayar utangnya.
BENTUK-BENTUK SANKSI ADAT
Umumnya semua sanksi, bentuknya adalah pengembalian dalam
keadaan semula.
a. Pengganti kerugian immaterieel dalam pelbagai rupa seperti
keharusan untuk melaksanakan upacara-upacara.
b. Bayaran uang adat , yang berupa benda yang sakti sebagai
pengganti kerugian rohani.
c. Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dan
segala kotoran gaib.
d. Penutup malu, permintaan maaf.
e. Berbagai rupa hukuman badan, hingga hukuman mati.
f. Pengasingan.
HUKUM TANAH
A. HAK MILIK

1. Intensitas dan batasnya


Hak milik merupakan hak terkuat diantara hal-hak perorangan pemilik
tanah yang berhak penuh atasnya itu harus menghormati :
1) Hak purba persekutuan;
2) Kepentingan pemilik tanah lainnya;
3) Peraturan-peraturan Hukum, inklusif Hukum adat.

2. Cara memperolehnya
Hak milik atas tanah dapat diperoleh dengan jalan :
1. Membuka tanah hutan/tanah blukar;
2. Mewaris tanah;
3. Menerima tanah karena pembelian, penukaran, hadiah(hibah);
4. Daluwarsa (verjaring).
Membuka tanah hutan/tanah blukar
• Dengan mengolah tanah yang sudah dibuka itu, seseorang
memperoleh hak untuk menikmati hasil.
• hak menikmati hasil itu berlaku sampai dengan panen
pertama, jika sesudah itu tanah tidak diolah lagi maka
seseorang itu masih mempunyai hak yang disebut dengan
“hak wenang pilih sementara”.
• Tetapi apabila tanah itu tidak digarap lagi, maka seseorang
tersebut kehilangan haknya.
Mewaris tanah
• Konsep pewarisan menrut Hukum Adat menyimpulkan 3 hal
pokok :
1. Pemindahan, penerusan dan pengoperan harta kekayaan
dari seseorang kepada generasi yang menyusulnya.
2. Pemindahan itu dapat terjadi selama pemiliknya masih hidup
atau dimulai waktu ia masih hidup dan diakhiri pada saat ia
meninggal.
3. Dikenal adanya lembaga hidup waris.
Pembagian semasa hidup
• Pembagian warisan dilakukan disaat anak-anak mulai hidup
mandiri dengan memberikan tanah pertanian, ternak dan alat-
alat kerja. Pemberian ini tidak berbentuk hibah(fiqih), bukan
schenking(BW), juga bukan pemberian-pemberian yang
bertujuan menutupi kekurangan yang melekat pada beberapa
sistem seperti :
a) Pemberian kepada anak perempuan karena anak perempuan
hanya berhak ½ dari bagian anak laki-laki.
b) Pengadiahan kepada anak angkat, sebab anak tersebut tidak
mempunyai hak waris.
c) Pengadiahan kepada anak perempuan sebab ia tidak berhak
mewaris.
Menerima tanah karena pembelian,
penukaran, hadiah(hibah)
• Seorang pemilik hak atas tanah, dapat menjual,
menghadiahkan atau menukarkan tanahnya
kepada orang lain dengan bebas. Peristiwa itu
harus dilakukan dengan “terang” artinya harus
sepengetahuan kepala persekutuan
(pemerintah).
• Tanah dan benda-benda itu hanya dapat
dialihkan kepada orang asli yang berdiam di
wilayah tersebut.
Daluwarsa (verjaring)
Sesuai dengan sifat hukum adat pada umumnya tidak ditentukan
dengan tegas dalam jumlah tahun tertentu melainkan hanya
dengan suatu jangka waktu yang cukup lama dan keadaan ini
berbeda – beda dari satu kesatuan masyarakat hukum ke
masyarakat hukum lainnya.
TRANSAKSI TANAH
• Transaksi tanah adalah sejenis perjanjian timbal balik yang bersifat riil,
di bidang hukum harta kekayaan merupakan salah satu bentuk
perbuatan tunai dan berobjek tanah. Intinya adalah penyerahan benda
(prestasi) yang berjalan serentak dengan penerimaan, pembayaran
tunai (kontraprestasi).
• Perbuatan menyerahkan itu dinyatakan dengan istilah “Jual”. Di dalam
hukum tanah adat di transaksi jual itu mengandung 3 arti :
1) Jual gadai : menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran
sejumlah uang secara tunai dengan ketentuan, si penjual tetap berhak
atas pengembaliaan tanahnya dengan jalan menebusnya kembali.
2) Jual lepas : menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran
sejumlah uang secara tunai tanpa hak menebus kembali dan
penyerahan itu berlaku untuk seterusnya.
3) Menjual tahun : menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran
sejumlah uang secara tunai dengan janji tanoa satu perbuatan lagi
tanah itu akan kembali dengan sendirinya kepada pemiliknya setelah
beberapa tahun atau beberapa kali panen (sesuai perjanjian)
Transaksi yang bersangkutan dengan
Tanah
1. Transaksi Bagi Hasil : Transaksi ini dapat dilihat dari 3 faktor ;
a) Dasarnya : seseorang tidak mempunyai kesempatan untuk
mengusahakan tanahnya sendiri namun ia ingin memetik hasil dari
tanahnya. Karena itu ia membuat transaksi dengan orang lain
supaya ia mengerjakannya, menanaminya dan memberikan hasil
dari hasil panen tanah tersebut.
b) Fungsi : memproduktifkan tanah milik tanpa mengusahakan
sendiri dan memproduktifkan tenaga kerja tanpa milik tanah
sendiri.
c) Objek : tenaga kerja dan tanaman.

2. Bentuk perjanjian :
a) transaksi hanya dilakukan diantara kedua belah pihak saja,
b) Tidak ada Akta tanah,
c) Perjanjian itu dapat dibuat oleh (pemilik tanah, pemberi gadai,
pembeli tahun, pemakai tanah kerabat, pemegang tanah jabatan).
SEWA
Sewa adalah mengizinkan orang lain mengerjakan atau mendiami
tanah yang berada di kekuasaannya dengan keharusan membayar
sejumlah uang tertentu sebagai uang sewa, dengan konsekuensi
sesudah pembayaran itu transaksi harus diakhiri.
Transaksi Pemijaman Uang dengan
tanggungan Tanah
Adalah mempergunakan tanah sebagai tanggungan. Transaksi
yang bersifat aksesoir pada transaksi peminjaman uang selaku
transaksi pokok. Tindakan itu merupakan persiapan dalam arti
disaat debitur menerima uang pinjaman seketika sudah
ditetapkan sebidang tanah pertanian yang bila perlu akan
dipergunakan sebagai benda transaksi pelunasan dengan
demikian transaksi pinjam uang ini diganti dengan transaksi
tanah.
TERIMA KASIH
SELAMAT
BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai