HUKUM ADAT
(Asas dan Sistem Hukum Adat)
Dosen Pembimbing:
Dr. Tetty Marlina Tarigan, M.Kn.
Disusun Oleh:
1. Livia Nanda Chairunnisa Nst (0204203114)
2. Sakinah (0204203033)
3. Pangeran Fatih Hasyim Lubis (0204202105)
4. M. Syafiq (0204203121)
Syukur Alhamdulilah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Hukum Adat, dengan judul “Asas dan Sistem
Hukum Adat”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia Pendidikan.
Penulis
i
Daftar Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-
peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan
kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan
tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan
elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang
terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum
karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Dominikus Rato dalam bukunya menyatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang
sebagian besar tidak tertulis, bentuknya tidak tertulis karena selaras dengan budaya
masyarakat hukum adat di Indonesia yang berlandasakan pada budaya lisan dan budaya
tutur.1 Ciri dari masyarakat hukum adat adalah bagaimana mereka menaati dan loyal
terhadap hukum yang mereka buat sendiri sebagai sarana untuk mencegah konflik dan
mempertahankan solidaritas sosial. Hukum adat membentuk adanya hubungan timbal
balik antar masyarakat, dan membentuk tingkat kesadaran masyarakat agar hidup saling
berdampingan satu dengan lainnya berdasarkan nilai-nilai luhur budaya dan tradisi yang
dianutnya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui definisi dari Hukum
Adat, bagaimana sistem dalam Hukum Adat dan Apa saja asas-asas yang terdapat di
dalam Hukum tersebut.
1
Dominikus Rato, Pengantar Hukum Adat (Suatu Pengantar Singkat Hukum Adat di Indonesia), LaksBang
PRESSindo, Yogyakarta, 2011, hlm. 12.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum Adat berasal dari dua kata, “Huk’m” dan “Adah” yang berasal dari Bahasa
Arab. Huk’m yang memiliki arti aturan dan Adah yang berarti kebiasaan. Kebiasaan
sendiri bila digabung dengan kata Hukum berubah menjadi suatu aturan yang memiliki
sanksi yang dapat dipaksakan. Dari sudut istilah, Hukum adat ialah kebiasaan-
kebiasaan yang telah melembaga (terintegrasi) yang bila dilanggar akan menimbulkan
akibat hukum. Hukum Adat adalah Hukum Non Statuir yang berarti Hukum Adat pada
umumnya memang belum/tidak tertulis. Oleh karena itu seorang ahli hukum
memperdalam pengetahuan hukum adatnya dengan pikiran juga dengan perasaan pula.
Jika dibuka dan dikaji lebih lanjut maka akan ditemukan peraturan-peraturan dalam
hukum adat yang mempunyai sanksi dimana ada kaidah yang tidak boleh dilanggar dan
apabila dilanggar maka akan dapat dituntut dan kemudian dihukum. Definisi dari
hukum adat sendiri adalah suatu hukum yang hidup karena dia menjelmakan perasaan
hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus
menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.2
2
Soepomo. “Hukum Adat”. (Jakarta;PT Pradnya Paramita1993) hlm 3
3
Suriyaman Mustari Pide. “Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang”. (Jakarta:Prenadamedia Group 2014)
hlm. 4
2
meliputi aturan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang
sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena
mempunyai sanksi atau akibat tertentu.4 Van Vollenhoven dalam penelitiannya
menemukan bahwa masyarakat Indonesia yang tersebar dari Aceh sampai Merauke,
sejak lama, ratusan tahun sebelum kedatangan bangsa Belanda telah memiliki aturan
hidup yang mengatur, mengikat, dan ditaati oleh masyarakat di wilayahnya masing-
masing. Aturan hidup masyarakat di berbagai daerah di Indonesia tersebut yang
kemudian diperkenalkan dalam tulisan beliau ‘Het Adatrecht van Nederlandsch Indi’.
Jadi, hukum adat sebagai hukum yang berasal dari akar masyarakat Indonesia tidak
pernah mengenal kodifikasi, hukum adat lebih banyak dikenal sebagai hukum tidak
tertulis (Salman, 2011). Hal ini dikarenakan hukum adat diliputi oleh semangat
kekeluargaan, di mana seseorang tunduk dan mengabdi pada aturan masyarakat secara
keseluruhan bahwa kepentingan masyarakat lebih diutamakan daripada kepentingan
individu.5
Soepomo menulis bahwa istilah hukum adat dipakai sebagai sinonim dari hukum
yang tidak tertulis, hukum yang hidup, hukum yang timbul karena putusan-putusan
hukum (judgemade law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang
dipertahankan di dalam pergaulan hidup (customary law). Soekanto memberikan
pengertian hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan
yang mempunyai akibat hukum atau sanksi (das sein das sollen). Artinya, hukum adat
itu merupakan keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam masyarakat berupa
kesusilaan, kebiasaan, dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum atau sanksi.
Secara umum dapat diartikan bahwa hukum adat adalah wujud gagasan kebudayaan
yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan
lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat.
Menurut UUD 45, hukum adat dikenal dengan istilah hukum tidak tertulis,
sedangkan menurut UU Pokok Agraria, menyebutnya dengan istilah Hukum Adat.
Menurut pasal 32 dan 104 UUD Sementara 1950:
- Hukum tidak tertulis yang terdapat pada peraturan legislative
- Hukum yang hidup sebagai konvensi dalam badan Negara
4
Prof. H.A.M. Effendy, S.H,”Pengantar Tata Hukum Indonesia”,(Mahdi Offset,1994)hal 116
5
Marhaeni Ria Siombo, Modul 01 Asas-asas Hukum Adat.
3
- Hukum yang lahir dari keputusan hakim yang didasarkan pada nilai yang hidup
dalam masyarakat
- Hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam
pergaulan hidup desa dan kota.
Tiap-tiap hukum, baik itu hukum adat maupun hukum barat mempunyai sistem
sendiri-sendiri. Tiap-tiap hukum itu merupakan suatu sistem, yang dimaksud dengan
sistem adalah bahwa peraturan-peraturan dari hukum itu merupakan suatu kebulatan
berdasar atas kesatuan alam pikiran (atau satu sama lain saling berhubungan secara
logis). Alam pikiran sistem hukum barat berlainan dengan alam pikiran sistem hukum
adat. Alam pikiran sistem hukum barat dikuasai oleh individualisme, sedangkan alam
pikiran sistem hukum adat adalah kolektif. Antara sistem hukum adat dan sistem hukum
barat terdapat perbedaaan yang fundamental, yaitu sebagai berikut :6
2. Hukum Barat mengenal perbedaan antara public recht (hukum umum) dan
privat recht (hukum privat). Hukum adat tidak mengenal perbedaaan yang
demikian dan jika ingin mengadakan perbedaan antara hukum hukum tersebut
6
Soerojo Wignjodipoero, “Pengantar dan Asas-Asas Hukum adat”, hlm.70
4
yaitu hukum adat yang bersifat publik dan yang bersifat privat maka batas batas
antara kedua lapangan itu didalam hukum adat adalah berbeda dengan batas
batas yang ditentukan pada Hukum Barat.
6. Segala perbuatan hukum yang bersifat memindahkan tanah kepada orang lain
bersifat kontan, artinya dilakukan dengan serentak oleh kedua belah pihak.
Sistem yang keenam ini kadang-kadang menimbulkan kesalahpahaman di
kalangan para sarjana hukum bangsa Belanda yang masih belum mengetahui
dengan tepat maknanya sehingga sering sesuatu istilah hukum adat disalin
begitu saja ke dalam Bahasa Belanda.
7. Perumusan dalam suatu masalah sering kali dilakukan secara poetez. Poetez
artinya perbuatan hukum yang kurang patut apabila dinyatakan secara
langsung, sehingga perumusan sesuatu masalah dinyatakan secara yang dapat
diterima dengan patut, jadi dengan cara sindiran atau pura-pura.7
7
Erwin Owan, Zulkifli Ismail, dkk. “Buku Ajar Hukum Adat”. (Malang:Madza Media, 2021) hlm.34
5
C. Asas-asas Hukum Adat
Asas Religio Magis (Magisch-Religieus) adalah pembulatan atau perpaduan kata yang
mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir seperti prelogika, animisme,
pantangan, ilmu gaib dan lain-lain. Kuntjaranigrat menerangkan bahwa alam pikiran
religiomagis itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:8
8
Soekanto. Meninjau Hukum Adat Indonesoia. (Jakarta: CV.Rajawali. 1981)h.66
6
daripada kepentingan individual. Dalam masyarakat semacam itu individualitas terdesak
ke belakang. Masyarakat, desa, dusun yang senantiasa memegang peranan yang
menentukan, yang pertimbangan dan putusannya tidak boleh dan tidak dapat disia-siakan.
Keputusan Desa adalah berat, berlaku terus dan dalam keadaan apapun juga harus dipatuhi
dengan hormat, dengan khidmat Biasanya dalam masyarakat Indonesia transaksi itu
bersifat contant (tunai) yaitu prestasi dan contra prestasi dilakukan sekaligus bersama-
sama pada waktu itu juga.
Asas contant atau tunai mengandung pengertian bahwa dengan suatu perbuatan nyata,
suatu perbuatan simbolis atau suatu pengucapan, tindakan hukum yang dimaksud telah
selesai seketika itu juga, dengan serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat atau
mengucapkan yang diharuskan oleh Adat. Dengan demikian dalam Hukum Adat segala
sesuatu yang terjadi sebelum dan sesudah timbang terima secara contan itu adalah di luar
akibat-akibat hukum dan memang tidak tersangkut patu atau tidak bersebab akibat menurut
hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud yang telah selesai seketika itu juga adalah suatu
perbuatan hukum yang dalam arti yuridis berdiri sendiri. Dalam arti urutan kenyataan-
kenyataan, tindakan-tindakan sebelum dan sesudah perbuatan yang bersifat contan itu
mempunyai arti logis satu sama lain. Contoh yang tepat dalam Hukum Adat tentang suatu
perbuatan yang contant adalah: jual-beli lepas, perkawinan jujur, melepaskan hak atas
tanah, adopsi dan lain-lain.
Pada umumnya dalam masyarakat Indonesia kalau melakukan perbuatan hukum itu
selalu konkrit (nyata); misalnya dalam perjanjian jualbeli, si pembeli menyerahkan
uang/uang panjer. Di dalam alam berpikir yang tertentu senantiasa dicoba dan diusahakan
supaya hal-hal yang dimaksudkan, diinginkan, dikehendaki atau akan dikerjakan
ditransformasikan atau diberi ujud suatu benda, diberi tanda yang kelihatan, baik langsung
maupun hanya menyerupai obyek yang dikehendaki (simbol, benda yang magis).
7
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Hukum adat merupakan hukum murni yang lahir di Indonesia, walau tidak ditulis
pada sebuah kitab tersendiri, namun hukum adat tetap mendapat tempat di masing-
masing hati masyarakat Indonesia dan dipatuhi sama halnya dengan hukum tertulis
lainnya. Tiap-tiap hukum, baik itu hukum adat maupun hukum barat mempunyai sistem
sendiri-sendiri. Dalam sistem Hukum Adat, tidak mengenal pembagian hak-hak seperti
dalam hukum Barat. Perlindungan hak-hak dalam hukum adat adalah di tangan hakim
(kepala adat). Hukum adat tidak mengenal perbedaaan antara hukum privat dan hukum
publik. Setiap pelanggaran hukum adat akan membutuhkan pembetulan hukum kembali
dan kepala adat memutuskan agar adat apa yang harus digunakan untuk membetulkan
adat yang dilanggar itu. Serta Asas-asas dalam Hukum Adat itu secara umum ada 4,
yaitu Asas Magis, Asas Komun, Asas Tunai, dan Asas Konkrit.
B. Saran
8
Daftar Pustaka
Rato, Dominikus. 2011. Pengantar Hukum Adat (Suatu Pengantar Singkat Hukum Adat di
Indonesia), Yogyakarta: Laksbang Pressindo.
Soepomo. 1993. Hukum Adat. Jakarta;PT Pradnya Paramita1993
Mustari Pide, Suriyaman. 2014. Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang.
Jakarta:Prenadamedia Group
Prof. H.A.M. Effendy, S.H. 1994. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Mahdi Offset