Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Sejarah dan Perkembangan Hukum Adat


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Adat
Dosen Pengampu :
Abdul Hakam Sholahuddin, M.H

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Aulya Nisma Rahmadani 126102211025


2. Dhea Fitria 126102211031
3. Okta Mohammad Tauvicky 126102212186

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
FEBRUARI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala karunia-Nya
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa abadi
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan umatnya.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini maka kami mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag., selaku Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
2. Bapak Dr. Ahmad Muhtadi Ansor, M.Ag. selaku Dekan FASIH UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung
3. Ibu Dr. Rohmawati, M.A selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung
4. Bapak Abdul Hakam Sholahuddin, M.H selaku Dosen Pengampu Mata Hukum Adat yang telah
memberikan pengarahan sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan.
5. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan makalah ini. Dengan penuh
harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT, dan tercatat sebagai amal shalih.
Akhirnya, penulisan makalah ini penulis suguhkan kepada segenap pembaca, dengan harapan
adanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga makalah ini
bermanfaat dan mendapat ridha Allah SWT.

Tulungagung, 25 Februari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN AWAL ....................................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

Latar Belakang ....................................................................................................................... 1

Rumusan Masalah .................................................................................................................. 1

Tujuan Penulisan .................................................................................................................... 1

BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................................ 2

Pengertian Adat dan Hukum Adat ......................................................................................... 2

Sejarah Hukum Adat ............................................................................................................. 4

Sebelum Kemerdekaan .................................................................................................... 4

Sesudah Kemerdekaan .................................................................................................... 8

BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber
pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-
peraturan tingkah lakumanusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat,
sebagian besar tidak tertulis, senantiasaditaati dan dihormati oleh rakyat, karena
mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum adat padaumumnya belum atau tidak
tertulis. Oleh karena itu, dilihat dari perspektif ahli hukum yangmemegang teguh kitab
undang-undang, seorang sarjana hukum yang berprespektif berdasar Kitab Undang-
Undang, memang hukum keseluruhannya di Indonesia di Indonesia ini tidakteratur dan
tidak tegas.
Peraturan hukum adat yang terus berkembang inilah membuat hukum adat
selalumengakami perunahan. Tiap peraturan hukum adat adalah timbul, berkembang
dan selanjutnyalenyap dengan lahirnya peraturan baru, sedang peraturan baru itu
berkembang juga, akan tetapikemudian akan lenyap dengan perubahan perasaan
keadilanyang hidup dalam hati nurani rakyatyang menimbulkan perubahan
peraturan..Oleh karena sifat hukum adat yang tidak statis atau dengan kata lain
fleksibel, maka didalam peraturan hukum adat perlu disepakati suatu penetapan agar
menjadi hukum positif. Hali ni sudah tentu bertujuan untuk mempertahankan
eksisensinya sekaligus menjadikan peraturan tersebut menjadi peraturan hukum yang
tertulis dan memiliki kekuatan hukum yang tetap.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Adat dan Hukum Adat ?
2. Bagaimana Sejarah Hukum Adat Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Adat dan Hukum Adat
2. Untuk Mengetahui Sejarah Hukum Adat Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Adat dan Hukum Adat


1. Pengertian Adat
Istilah adat berasal dari Bahasa Arab, yang diterjemahkan dalam Bahasa
Indonesia bermakna Dzkebiasaandz. Adat atau kebiasaan adalah tingkah laku
seseorang yang terus menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh
masyarakat luar dalam waktu yang lama.
Unsur-unsurnya adalah:
a. Adanya tingkah laku seseorang
b. Di lakukan terus menerus
c. Adanya dimensi waktu
d. Di ikuti oleh orang lain.
Adat istiadat menunjukkan bentuk, sikap, tindakan perubahan manusia pada
masyarakat hukum adat untuk mempertahankan adat istiadat yang berlaku di
lingkungan wilayahnya. Adat istiadat terkadang dipertahankan karena untuk
indentitas wilyah tersebut.
2. Pengertian Hukum Adat
Istilah hukum adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Snouck
Hurgronje, dalam bukunya yang berjudul “De Atjehersdz” menyebutkan istilah
hukum adat sebagai “adat recht” (Bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada
satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam Masyarakat
Indonesia. Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Van Vollenhoven
yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di india Belanda sebelum menjadi
Idonesia. Hukum Adat adalah aturan yang tidak tertulis dan merupakan pedoman
untuk sebagian besar orang-orang Indonesia dan dipertahankan dalam pegaulan
hidup sehari hari baik di kota maupun di desa.1

1
Freddy Tengker, et al, Azas-azas dan Tatanan Hukum Adat, Bandung, Mandar Maju, 2011.

2
Hukum adat menurut para ahli yaitu :

a. Cornelis van Vollenhoven


Van Vollenhoven menyebutkan bahwa hukum adat adalah keseluruhan aturan
tingkah laku yang di satu sisi memiliki sanksi sehingga disebut sebagai hukum
dan di lain sisi dalam keadaan tidak terkodifikasi sehingga diistilahkan sebagai
adat.
b. Ter Haar
Menurut Ter Haar, hukum adat adalah keseluruhan kebijakan yang berasal dari
ketetapan para fungsionaris hukum yang memiliki wibawa dan pengaruh, serta
dalam pelaksanaannya berlaku serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan
sepenuh hati.

c. R. Soepomo
Ahli hukum adat pertama Indonesia, R. Soepomo membawa dua rumusan
berbeda. Pertama, Soepomo menyebut hukum adat adalah hukum non-statutair
yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam,
selain melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang
berisi asas-asas hukum dalam lingkungan yang ia memutuskan perkara. Kedua,
hukum adat adalah sebutan lain dari hukum tidak tertulis di dalam peraturan
legislatif, hukum yang hidup sebagai kompensasi di badan-badan negara,
hukum yang timbul karena putusan hakim, dan hukum yang hidup sebagai
peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan manusia.
d. Soerjono Soekanto
Menurut Soekanto, hukum adat adalah himpunan adat yang kebanyakan tidak
dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, serta mempunyai sanksi
sehingga memiliki akibat hukum.2
Ciri-ciri hukum adat adalah:
1. Hukum adat umumnya hukum yang tidak tertulis

2
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 1992

3
2. Norma-norma hukum adat tertuang dalam petuah-petuah yang memuat asas-
asas peri kehidupan dalam masyarakat
3. Asas-asas yang ada dirumuskan dalam bentuk pepatah-pepatah, cerita-cerita,
dan perumpamaan
4. Kepala adat selalu dimungkinkan ikut campur tangan dalam berbagai urusan
5. Faktor-faktor dari kepercayaan atau agama seringkali tidak bisa dipisahkan
karena terjalin dengan segi hukum dalam arti yang sempit
6. Ketaatan dalam melaksanakannya lebih didasarkan pada rasa harga diri setiap
anggota masyarakat3

Hukum adat di Indonesia memiliki beberapa karakteristik yang berkaitan erat


dengan suatu golongan masyarakat. Sifat-sifat hukum adat adalah:
1.Tradisional(bersifat turun temurun)
2. Religius (berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa)
3. Kebersamaan (mengutamakan kepentingan bersama)
4. Konkret (nyata, berwujud, dan maknanya jelas

B. Sejarah Hukum Adat


1. Sebelum Kemerdekaan
Hukum adat (adatrecht) dipergunakan untuk pertama kalinya secara ilmiyah pada
tahun 1893 untuk menamakan hukum yang berlaku bagi golongan pribumi (warga
negara Indonesia asli) yang tidak berasal dari perundang-undangna Pemerintah Hindia
Belanda. Penanaman kekuasaan asing secara teratur dan sistematis, dimulai dengan
didirikannya kongsi Dagang Hindia Timur atau Verenigde Oost Indische Compangnie
(VOC) pada tahun 1602 oleh kongi-kongsi dagang Belanda atas anjuran John van
Oldenbarneveld, agar mampu menghadapi persaingan dengan kongsi dagang lainnya.

3
Ramiah Lubis, “Sistem Hukum Menurut Hukum Adat dan Hukum Barat”, Jurnal Kepastian Hukum dan
Keadilan, Vol 1 Nomor 2, Juni 2020, hal 33

4
Tanggal 20 Maret 1602 VOC mendapat hak oktroi yang antara lain meliputi pemberian
kekuasaan untuk membuat benteng pertahanan, mengadakan perjanjian dengan raja-
raja di Indonesia, mengangkat pegawai penuntut keadilan dan sebagainya.
Oleh karena itu VOC ini mempunyai dua fungsi, pertama sebagai pedagang dan
kedua sebagai lembaga pemerintah yang mempunyai wewenang untuk mengurus
rumah tangganya sendiri. 4
Pada zaman VOC hukum yang berlaku di pusat pemerintahan dengan di luar itu
tidak sama :
a. Di Batavia (Jakarta) sebagai pusat pemerintahan, untuk semua orang dari golongan
bangsa apapun berlakulah “Hukum Kompeni”, yaitu hukum Belanda. Jadi bagi
mereka semuanya berlaku satu macam hukum (unifikasi) baik dalam lapangan
hukum tatanegara, perdata maupun pidana.
b. Di luar dareah Pusat Pemerintahan, dibiarkan berlaku hukum aslinya, yaitu hukum
adat. Demikian pula pada pengadilan pengadilan golongan asli tetap dipergunakan
hukum adat.

Periode sejarah hukum adat pada masa penjajahan Belanda terbagi dalam beberapa
zaman:
1. Zaman Pemerintahan Daendels (1808 – 1811)
Pada tahun 1795 di Negeri Belanda terjadi perubahan ketatanegaraan dengan
jatuhnya kekuasaan Raja Willem van Oranje dan berdirilah pemerintaan baru, yaitu
Bataafsche Republiek (Republik Batavia). Pada tahun 1806 Bataafsche Republik
dihapuskan dan diganti menjadi Kerjaaan Holland yang merupakan bagian dari
Kekaisaran Perancis. Daendels beranggapan bahwa hukum adat yang berlaku dalam
masyarakat, meskipun mempunyai kelemahan-kelemahan, namun perlu tetap
dipelihara dan ia merasa enggan untuk menggantinya dengan hukum Eropa. Pada
pokoknya hukum adat akan tetap dipertahankan bagi bangsa Indonesia, namun
hukum adat ini tidak boleh diterapkan kalau bertentangan dengan perintah.

4
Jamaluddin, Hukum Adat di Indonesia: dalam dimensi sejarah dan perkembangannya, GEI, Banda Aceh,
2015.

5
2. Zaman Pemerintahan Raffles (1811 – 1816)
Dengan banyaknya pengaduan tentang berbagai kecurangan dalam bidang
keuangan dan tindakan Daendels yang sewenang-wenang terhadap bangsa
Indonesia, maka pemerintah kerajaan Belanda mengangkat Jendral Jan Willem
Janssens sebagai pengganti Daendels, yang serah terimanya dilaksanakan pada
tanggal 16 Mei 1811. Sikap Raffles terhadap hukum adat terlihat jelas dalam
maklumatnya tertanggal 11 Pebruari 1814 yang memuat “Reguiations for more
effectual administration of justice in the Provincial Court of Java” yang terdiri dari
173 pasal. Seperti halnya Daendels, Raffles ini juga menganggap bahwa hukum
adat itu tidak lain adalah hukum Islam dan kedudukannya tidak sederajat tetapi
lebih rendah dari hukum Eropa.

3. Hukum Adat dalam Perundangan Kolonial Hindia Belanda


Perundangan hukum adat pada masa ini dapat dilihat lebih jelas melalui
kodifikasi empat kitab Undang- Undang melalui Lembaran Negara atau
Staatsblad tahun 1947 Nomor 3. Empat kitab tersebut ialah:
• Algemeene Bepalingen van Wet voor Nederlands Indie (AB) yang merupakan
ketentuan ketentuan hukum tentang perundangan yang berlaku di Indonesia.
• Burgerlijk Wetboek (BW) atau KUHPerdata
• Wetboek van Koephandel (WvK) atau KUHD
• Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het beleid der Justitie (RO) atau
peraturan susunan pengadilan dan kebijaksanaan Justititia.5

Salah satu penegasan terkait hukum adat disebutkan dalam Pasal 11 Algemeene
Bepalingen van Wet voor Nederlands Indie (AB) yang menyebutkan:

“Kecuali dalam hal orang Pribumi atau mereka yang dipersamakan dengan
mereka (orang Timur Asing) dengan sukarela menaati peratura-peraturan
hukum perdata dan hukum dagang Eropa, atau dalam hal-hal bahwa bagi
mereka berlaku peraturan semacam itu, atau peraturan perundang-undangan

5
Teuku Muttaqin Mansur, Hukum Adat Perkembangan dan Pembaruannya, Aceh,Syiah Kuala University
Press, hal 23

6
lain, maka hukum yang berlaku dan yang diberlakukan oleh hakim pribumi
(inlandse rechter) bagi mereka itu adalah undang-undang keagamaan mereka,
lembaga – lembaga rakyat dan kebiasaan mereka, asal saja asas-asas tidak
bertentangan dengan asas-asas keadilan yang diakui umum”.

Selain itu pasal yang juga menjelaskan tentang hukum adat pada masa tersebut
ialah Pasal 131 IS yang diberlakukan semenjak 1 Januari 1926 yang berbunyi:

“Dalam mengadakan ordonansi-ordonansi yang memuat hukum perdata dan


dagang pembuat ordonansi akan memerhatikan bahwa:

(a) Bagi golongan eropa berlaku hukum yang sama…


(b) Bagi golongan pribumi, timur asing dan bagian-bagiannya berlaku hukum yang
didasarkan atas kebiasaan dan agam mereka, namun dikecualikan apabila
terdapat kepentingan umum atau keperluan sosial mereka memerlukan maka
dapat ditetapkan bagi mereka hukum Eropa-jika perlu dengan perubahan
ataupun hukum yang berlaku bagi mereka dan golongan eropa bersama -sama.”

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pada masa ini ada peradilan khusus
bagi pribumi dan daidili oleh seorang hakim pribumi. Dalam peradilan khusus
pribumi, hakim yang mengadili dalam menjalankan tugasnya harus mengacu
pada undang-undang agama mereka dan tidak berlawanan dengan asas
keadilan. Maka dari itu ada perbedaan contohnya seperti di Bali yang mayoritas
Hindu maka hukum agama Hindu lah yang diterapkan di peradilan pribumi,
sedangkan di Sumatera yang mayoritas beragama Islam maka hukum agama
Islam lah yang diterapkan di peradilan pribumi Sumatera.

Van den Berg sebagai penggagas teori reception in complex menyatakan


bahwa:

“Selama bukan sebaliknya dapat dibuktikan, maka hukum bumiputera harus


mengikuti hukum – hukum agama itu dengan setia. Jadi tegasnya, apabila suatu
masyarakat memeluk suatu agama tertentu, maka hukum adat masyarakat yang
bersangkutan adalah hukum agama yang dianutnya.

7
Namun pernyataan dari Van den Berg tersebut tidak sepenuhnya benar, hal ini
bis akita lihat dari apa yang terjadi di masyarakat adat Lampung Pepadon yang
merupakan pemeluk agama Islam namun untuk urusan warisan tidak sesuai
dengan ketetapan yang telah ditentukan hukum Islam dalam Al-Quran.

4. Masa Antara Tahun 1816 – 1848 Tahun 1816 – 1848 merupakan masa penting dalam
hukum adat, karena merupakan pulihnya kembali pemerintah Kolonial Belanda di
Indonesia, yang merupakan permulaan politik hukum dari Pemerintah Belanda
yang dengan kesadarannya ditujukan kepada bangsa Indonesia. Dalam reglement
tahun 1819 ditentukan bahwa hukum adat pidana akan dinyatakan berlaku bagi
golongan Bumiputera (strata paling bawah yang disebut inlander). Mengenai
hukum materiil yang diterapkan oleh Pengadilan pengadilan berlaku asas : hukum
dari pihak tergugat. Ini berarti bahwa jika dalam sengketa antara orang Bumiputera
dengan orang Eropa yang menjadi tergugatnya adalah orang Bumiputera, maka
yang akan mengadili adalah Landraad yang akan memperlakukan hukum adat.
5. Masa Antara Tahun 1848 – 1928 Tahun 1848 dapat dianggap sebagai masa
permulaan dari politik Pemerintah Belanda terhadap hukum adat.6

2. Hukum Adat Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dalam naskah asli


Undang-Undang Dasar sesungguhnya tidak ada suatu pasal yang menunjukkan
pengertian ataupun definisi dari hukum adat, bahkan tidak ada pasal yang
menyinggung terkait hukum adat di dalam Undang Undang Dasar 1945.

Namun bila kita menelaah pasal-pasal yang terkandung di dalam Undang


Undang Dasar 1945 maka dapat kita temukan beberapa pasal yang memuat nilai dan
jiwa dari hukum adat, contohnya seperti pasal:

6
Yulia,Hukum Adat, Sulawesi, Unimal Press, 2016. Hal 8

8
1. Pembukaan
Mengandung tentang unsur pandangan hidup dalam Pancasila.
2. Pasal 29 ayat (1)
Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Pasal 33 ayat (1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan.
4. Pasal II Aturan Peralihan
Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama
belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini.
5. Penjelasan Umum II
Untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki
pasal-pasal, undang-undang dasarnya saja tetapi harus menyelidiki pula
bagaimana prakteknya dan suasana kebatinannya.

Saat Indonesia berubah bentuk menjadi negara serikat, dalam Konstitusi RIS
yang dibentuk pada 1949 pasal 146 ayat (1) Konstitusi RIS menyatakan:

“Segala keputusan kehakiman harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara


hukuman harus menyebut aturan undang-undang, aturan hukum adat yang dijadikan
dasar hukuman itu”.

Pada tahun 1979 muncul Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa sehingga meskipun secara formal belum ada undang-undang
khusus terkait dengan hukum adat dan peradilan adat, tetapi dalam perkembangannya
hukum adat menjadi dinamis

Pemerintah pada waktu itu mengeluarkan Tap MPR No II/1960 yang


menyatakan Hukum adatlah yang dijadikan landasan atau dasar pembentukan hukum
nasional.7 Dikeluarkan pula UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-
pokok agraria. Perhatikan Pasal 5 yang berbunyi : Hukum agraria yang berlaku atas
bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan

7
Suriyaman Mustari. Hukum adat Dahulu, kini dan Akan datang.Jakarta:Kencana 2014 Hal 104

9
kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan
sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam
Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama8.

Lebih lanjut pengaturan mengenai masyarakat hukum adat ditemui dalam Pasal
51 ayat (1) huruf b UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang
merumuskan salah satu kategori pemohon adalah : “Kesatuan masyarakat hukum
adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Menurut
MK, suatu kesatuan masyarakat hukum adat untuk dapat dikatakan secara de facto
masih hidup (actual existence) baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang
bersifat fungsional setidak-tidaknya mengandung unsur-unsur.
Substansi hak-hak tradisional tersebut diakui dan dihormati oleh warga kesatuan
masyarakat yang bersangkutan maupun masyarakat yang lebih luas, serta tidak
bertentangan dengan hak-hak asasi manusia. Pemikiran mengenai peranan hukum
adat dalam pembentukan hukum nasional sudah ada sebelum Indonesia merdeka,
namun pada saat itu pemikiran tersebut belum dapat diaplikasikan dalam bentuk
peraturan. Awal penerapan pemikiran tersebut baru terlihat di awal tahun 1960
dengan dikeluarkannya Tap MPR No II/1960 dan UU No 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria9. Dalam perkembangan selanjutnya,
masyarakat hukum adat sempat terlupakan, namun di era sekarang, negara mulai
memperhatikan lagi hak-hak masyarakat adat yang sudah terabaikan.

1. Sekarang UUD 1945 Pasal 18B


Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan hukum masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

8
Wignjodipuro,Surojo. Pengantar dan Asas – asas Hukum Adat. Jakarta:Gunung Agung 1984 Hal 89
9
Ibid hal 106

10
2. Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU No. 39 Thn1999 tentang HAM menyebutkan :
 Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam
masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum,
masyarakat, dan pemerintah;
 Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat, selaras
dengan perkembangan zaman.10

3. UU No. 44 Ttn 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh juga


menyebutkan:
Pasal 3 : Keistimewaan merupakan pengakuan dari bangsa
Indonesia kepada daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki masyarakat
yang tetap dipelihara secara turun-temurun sebagai landasan spiritual, moral,
dan kemanusian;

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai pengganti UU


No. 22 Ttn 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU tsb ada dua pasal yang
menyebutkan tentang keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak hak
tradisionalnya, yakni :
Pasal 1 ayat (9) dinyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuaai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 203 ayat (3) pemilihan kepala desa dalam kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
yang diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dengan berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.11

10
Muhammad Bushar, Asas-Asas Hukum Adat , Jakarta, Pradnya Paramitha,1981
11
Airi Safrijal, “ Hukum Adat Setelah Kemerdekaan di dalam Peraturan Undang Undang”
https://www.academia.edu/5698044/hukum_adat_setelah_indonesia_merdeka. Diakses 26 Februari Pukul 10.38

11
Dipertahankan hukum adat karena :

1) Penyelesaian adat bersifat musyawarah/ mufakat


2) Mengedepankan asas kekeluargaan, kerukunan, tentram, damai, dan tidak
menimbulkan rasa dendam
3) Tidak ada yang namanya kalah menang win-win solotion
4) Karena hukum adat diibaratkan suloeh/lampu dan dapat terikat kembali tali
silaturahmi yang baik.Penyelesaian melalui peradilan adat dapat dirasakan
keadilan oleh masyarakat

12
BAB III

KESIMPULAN

Adat atau kebiasaan adalah tingkah laku seseorang yang terus menerus dilakukan
dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama. Hukum Adat
adalah aturan yang tidak tertulis dan merupakan pedoman untuk sebagian besar orang-
orang Indonesia dan dipertahankan dalam pegaulan hidup sehari hari baik di kota maupun
di desa.
Hukum adat (adatrecht) dipergunakan untuk pertama kalinya secara ilmiyah pada
tahun 1893 untuk menamakan hukum yang berlaku bagi golongan pribumi (warga negara
Indonesia asli) yang tidak berasal dari perundang-undangna Pemerintah Hindia Belanda.
Penanaman kekuasaan asing secara teratur dan sistematis, dimulai dengan didirikannya
kongsi Dagang Hindia Timur atau Verenigde Oost Indische Compangnie (VOC) pada tahun
1602 oleh kongi-kongsi dagang Belanda atas anjuran John van Oldenbarneveld, agar
mampu menghadapi persaingan dengan kongsi dagang lainnya.
Setelah Indonesia merdeka, Pemerintah pada waktu itu mengeluarkan Tap MPR No
II/1960 yang menyatakan Hukum adatlah yang dijadikan landasan atau dasar pembentukan
hukum nasional. Dikeluarkan pula UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-
pokok agraria. Perhatikan Pasal 5 yang berbunyi : Hukum agraria yang berlaku atas bumi,
air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia
serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan
peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama

13
DAFTAR PUSTAKA

Tengker, Freddy (2011) et al, Azas-azas dan Tatanan Hukum Adat, Bandung, Mandar
Maju.
Hadikusuma, Hilman (1992) Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung,
Mandar Maju.
Lubis, Ramiah “Sistem Hukum Menurut Hukum Adat dan Hukum Barat”, Jurnal
Kepastian Hukum dan Keadilan, Vol 1 Nomor 2, Juni 2020.
Jamaluddin, (2015)Hukum Adat di Indonesia: dalam dimensi sejarah dan
perkembangannya, GEI, Banda Aceh.
Yulia,Hukum Adat,(2016) Sulawesi, Unimal Press.
Mustari, Suriyama(2014) Hukum adat Dahulu, kini dan Akan
datang.Jakarta:Kencana Hal 104
Surojo, Wignjodipuro (1984). Pengantar dan Asas – asas Hukum Adat.
Jakarta:Gunung Agung.
Bushar, Muhammad (1981)Asas-Asas Hukum Adat , Jakarta, Pradnya.
Airi Safrijal, “ Hukum Adat Setelah Kemerdekaan di dalam Peraturan Undang
Undang”
https://www.academia.edu/5698044/hukum_adat_setelah_indonesia_merdeka. Diakses
26 Februari Pukul 10.38

14

Anda mungkin juga menyukai