Anda di halaman 1dari 13

Makalah Kelompok 1

SEJARAH POLITIK HUKUM ADAT


Mata Kuliah : Hukum Penyelesaian Sengketa Adat Lokal
Dosen Pengampu : Aris Sunandar Suradilaga, M.H.

Disusun Oleh :
Nur Pita Sari (2012140077)
Monisa Alvia (2012140082)
Mukhlisul Amal (2012140102)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan ridha-
Nya kami dapat menyelesaikan maklah ini yang berjudul “Sejarah Politik Hukum
Adat”. Tidak lupa shalawat serta salam, kami sampaikan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW., berserta keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau hingga akhir
zaman.
Kami selaku pembuat makalah ini, menyadari betul bahwa masih banyak
kekurangan didalamnya. Oleh karena itu, kami memohon dengan sangat kepada
pembaca makalah ini untuk berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun
guna kesempurnaan makalah yang lebih baik.
Akhir kata, kami ucapkan banyak – banyak terimakasih kepada semua pihak
terutama kepada Bapak Aris Sunandar Suradilaga, M.H. serta kepada segenap teman-
teman yang turut serta memberikan dukungan dan semangat kepada kami. Dan kami
harapkan semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Amin.

Palangka Raya, April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I....................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

A. Rumusan Masalah.......................................................................................... 2

B. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

C. Metode Penulisan .......................................................................................... 2

BAB II ………………………………………………………………………………..4
A. Sejarah Singkat Hukum Adat…………………………………………….......4
B. Sejarah Politik Hukum…………………………………………………….....4
C. Teori-teori Hukum Adat……………………………………………………...7
BAB III……………………………………………………………………………….9
A. Kesimpulan…………………………………………………………………...9
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang
bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi
peraturan-peraturan tingkah lakumanusia dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasaditaati dan dihormati oleh
rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi). Hukum adat padaumumnya
belum atau tidak tertulis. Oleh karena itu, dilihat dari perspektif ahli hukum
yangmemegang teguh kitab undang-undang, seorang sarjana hukum yang
berprespektif berdasarKitab Undang-Undang, memang hukum keseluruhannya di
Indonesia di Indonesia ini tidakteratur dan tidak tegas.Bagi seorang ahli hukum
asing yang baru mempelajari hukum adat pada umumnya tidakdapat mengerti.
Mereka tidak mengerti mengenai asal muasal peraturan hukum adat tersebut.Akan
tetapi apabila para ahli hukum asing tersebut bersedia mempelajari hukum adat kita
inisecara sungguh-sungguh, serta menjelajahi dan meneliti hukum adat kita dengan
rasio dan penuh perasaan. Maka mereka akan mengetahui sumber hukum adat yang
mengagumkan yaitu adat-istiadat yang hidup dan terus berkembang dan
berhubungan dengan tradisi kebiasaan rakyat.Tetapi tidak semua adat adalah
hukum. Menurut Ter Haar untuk melihat apakah sesuatu adatistiadat itu sudah
merupakan hukum adat, maka kita wajib melihat sikap penguasa
masyarakathukum yang bersangkutan terhadap si pelanggar peraturan adat-istiadat
yang bersangkutan. Jika penguasa menjatuhkan hukuman pada si pelanggar , maka
adat-istiadat itu sudah merupakanhukum adat. Hukum adat berurat-akar pada
kebuyaan tradisional. Hukum adat adalah suatuhukum yang hidup karena ia
menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata. Karena hukumadat menjelmakan
perasaan hukum rakyat yang nyata, untuk itu hukum adat terus-menerusdalam
keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri sesuai dengan
perkembanganmasyarakat.Peraturan hukum adat yang terus berkembang inilah
membuat hukum adat selalumengakami perunahan. Tiap peraturan hukum adat
adalah timbul, berkembang dan selanjutnyalenyap dengan lahirnya peraturan baru,
sedang peraturan baru itu berkembang juga, akan tetapikemudian akan lenyap
dengan perubahan perasaan keadilanyang hidup dalam hati nurani rakyatyang
menimbulkan perubahan peraturan. Hal ini berlaku secara terus menerus seperti

1
yangdiungkapkan Prof. Soepomo yang condong pada pendapat Ter Haar di mana
sikap petugashukum haruslah bertindak untuk mempertahankannya.Oleh karena
sifat hukum adat yang tidak statis atau dengan kata lain fleksibel, maka didalam
peraturan hukum adat perlu disepakati suatu penetapan agar menjadi hukum positif.
Halini sudah barang tentu bertujuan untuk mempertahankan eksisensinya sekaligus
menjadikan peraturan tersebut menjadi peraturan hukum yang tertulis dan
memiliki kekuatan hukum yangtetap.

A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah, yakni:
1. Bagaimana sejarah singkat?
2. Bagaimana sejarah politik hukum?
3. Apa saja teori dalam hukum adat?

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yakni:
1. Dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan sejarah singkat.
2. Dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan sejarah politik hukum adat
3. Dapat memahami, mengetahui, dan menjelaskan teori dalam hukum adat

C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan dalam makalah ini adalah deskriptif analitis.
Dilakukan melalui penelusuran kepustakaan online. Sehingga memerlukan
literature untuk memberikan penjelasan yang lengkap.

BAB II

2
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum adat diawali dengan
ditemukannya nilai-nilai adat- istiadat melalui serangkaian penelitian oleh para ahli
hukum adat. Berbagai penelitian telah mengantarkan pada kesimpulan bahwa
peraturan-peraturan adat- istiadat sudah ada sejak zaman kuno, yaitu zaman Pra-
Hindu, atau sebelum kedatangan Hindu dari Kshatrapa Gujarat (India). Adat
istiadat yang hidup dan berlaku dalam masyarakat Pra-Hindu, menurut ahli-ahli
hukum adat merupakan adat Melayu Polinesia.
Masuknya kultur Hindu, kultur Islam dan kultur Kristen telah mempengaruhi
kultur asli yang sejak lama menguasai kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, hukum adat yang kini hidup dan berlaku di masyarakat merupakan hasil
akulturasi antara peraturan-peraturan adat-istiadat zaman Pra-Hindu dengan
peraturan-peraturan hidup yang dibawa oleh ketiga kultur agama tersebut.
Setelah terjadi akulturasi, maka hukum adat atau hukum pribumi (Inladsrecht)
menurut Van Vollenhoven berkembang ke dalam dua bentuk yaitu Inlandsrecht
(hukum adat atau hukum pribumi) yang merupakan hukum tidak ditulis (jus non
scriptum) dan hukum yang ditulis (jus scriptum) yaitu hukum asli penduduk
berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum agama.
Terdapat beberapa bukti yang menunjukan bahwa dahulu sebelum bangsa asing
masuk ke Indonesia sudah terdapat hukum adat. Adapun bukti- bukti tersebut
sebagai berikut:
1. Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari Jawa Timur
dengan kitabnya yang disebut Civacasana.
2. Tahun 1331-1364, Gadjah Mada seorang Patih Majapahit, membuat kitab
yang disebut Gadjah Mada.
3. Tahun 1413-1430, Kanaka membuat kitab Adigama. Patih Majapahit,
4. Tahun 1350, di Bali ditemukan kitab hukum Kutaramanava.
Selain kitab-kitab hukum kuno yang mengatur tata kehidupan di lingkungan
istana sebagaimana yang tersebut di atas, terdapat pula kitab-kitab yang mengatur
kehidupan masyarakat di antaranya:
1. Di Tapanuli; Ruhut Parsaorang di Habatahon (kehidupan sosial di tanah
Batak), Patik Dohot Uhum ni Halak Batak (Undang-Undang dan
ketentuan-ketentuan Batak).
3
2. Di Jambi; Undang-Undang Jambi.
3. Di Palembang; Undang-Undang Simbur Cahaya (Undang-Undang tentang
tanah di dataran tinggi).
4. Di Minangkabau; Undang-Undang nan dua puluh (Undang-Undang
tentang hukum adat delik).
5. Di Sulawesi Selatan; Amana Gapa (peraturan tentang pelayaran dan
pengangkutan laut bagi orang-orang suku Bugis Wajo).
6. Di Bali; Awig-Awig (peraturan Subak dan Desa) dan Agama Desa yang
dituliskan di dalam daun lontar.
7. . Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh raja-raja atau sultan-sultan
yang dahulu pernah bertahkta di negeri ini.
Jelaslah bahwa jauh sebelum kehadiran bangsa Eropa terdapat hukum yang
telah hidup dalam realitas sosial masyarakat Indonesia. Hukum inilah yang
kemudian dikenal sebagai hukum Vollenhoven menerangkan bahwa adat. Van
tatkala kapal pertama dengan bendera tiga warna (Belanda) berlabuh, Indonesia
bukan negara yang kosong akan tata hukum, tetapi telah ditemukan kompleks
peraturan dari berbagai tata hukum yang menjadi cikal bakal istilah hukum adat. 1

B. Sejarah Politik Hukum


Sebelum membicarakan tentang sejarah politik hukum adat, perlu kiranya
memahami lebih dahulu mengenai pengertian politik hukum guna memudahkan
kita dalam mempelajari sejarah politik hukum adat. Oleh karena itu, sub bab ini
dibuka dengan mengutip pendapat Loggeman tentang politik hukum yaitu:
”Usaha memilih dan menetapkan tujuan negara, serta memilih dan
menetapkan alat-alat untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian maka politik
hukum adalah tindakan negara yang memilih dan menetapkan tujuan dari pada
hukum yang berlaku dalam negara, serta memilih dan menetapkan alat-alat
untuk mencapai tujuan itu, selanjutnya dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud politik hukum adat adalah tindakan memilih dan menetapkan
daripada tujuan hukum adat, serta memilih dan menetapkan alat-alat untuk
mencapai tujuan tersebut.”

1
Sigit Sapto Nugroho, Op.Cit., hlm.71

4
Perhatian terhadap hukum adat, tidak hanya mengenai ilmu hukum adat, tetapi
juga pengetahuan tentang politik hukum dari masa ke masa yang dipilih atau
ditempuh penguasa dalam kaitannya dengan hukum adat. Berkenaan dengan hal
tersebut, berikut rangkuman singkat mengenai sejarah politik hukum adat dari
masa ke masa.
Sejarah politik hukum adat bermula pada masa V.O.C sekitar tahun 1596
sampai dengan 1800. Sebagai badan perniagaan Belanda sekaligus penguasa atas
nama pemerintah Belanda, V.O.C memberlakukan satu stelsel hukum yaitu hukum
Belanda di pusat pemerintahan terhadap semua orang dari golongan bangsa
manapun, baik dalam bidang tata negara, keperdataan maupun kepidanaan.
Berdasarkan kebijakan tersebut, maka praktis adat pribumi tidak diindahkan sama
sekali atau dianggap tidak berlaku.
Diluar wilayah itupun (pusat pemerintahan) hukum adat pribumi juga tidak
dianggap, jika lambat laun wilayah sekitar tempat kediaman Gubernur, secara de
facto masuk menjadi bagian dari lingkungan kekuasaan V.O.C, maka diwilayah
itupun juga dapat dinyatakan berlaku hukum kompeni (Belanda) untuk orang-
orang pribumi dan Cina.
V.O.C juga membuat peraturan-peraturan mengenai ketetapan hukum adat
diantaranya hukum adat masih belum ditemukan sebagai hukum rakyat.
Sebaliknya hukun adat diidentifikasikan dengan hukum islam atau hukum raja-raja
yang dapat diketahui melalui tulisan-tulisan berupa kitab hukum. Bahkan jika ada
kesempatan hukum adat seharusnya direproduksikan dengan membuat banyak
anaksir hukum barat. Dengan kata lain V.O.C menganggap hukum adat lebih
rendah derajatnya dibandingkan dengan hukum Belanda.
Cara-cara yang demikian oleh C. Van Vollenhoven disebut sebagai "suatu cara
mempersatukan yang sangat sederhana" yaitu hukum yang berlaku disamakan
begitu saja, tidak dipertimbangkan pemecahan sosial dengan jalan yanga lain,
karena mereka beranggapan sudah semestinya dalam suatu daerah yang dikuasai
oleh V.O.C bukan saja terhadap susunannya (organisasi) akan tetapi hukum-
hukum kompeni harus berlaku.
Keadaan ini menggambarkan prinsip yang hendak dipertahankan oleh V.O.C,
yaitu di wilayah yang hendak dikuasai V.O.C harus berlaku hukum V.O.C baik
bagi ornag barat (Belanda) sendiri maupun orang Indonesia (Pribumi) dan orang
Asia lainnya yang berada di wilayah tersebut.
5
Selanjutnya, pada masa pemerintahan Deandels (1800-1811) hukum adata
dianggap dilekati dengan beberapa kelemahan (terutama pada hukum pidana)
namun ia merasa segan mengganti hukum adat tersebut. Oleh sebab itu, ia
menempuh "jalan tengah", yang pada intinya hukum adat akan diberlakukan untuk
bangsa Indonesia. Namun hukum adat tidak boleh diterapkan jika :
1. Hukum berlawanan dengan perintah umum
2. Bertentangan dengan dasar-dasar utama dari keadilan dan kepatuhan.
3. Dalam perkara-perkara pidana, tidak tercapainya kepentingan dari keamanan
umum.
Berdasarkan anggapan itulah, Deandels memutuskan, walaulun golongan
bumiputera di Jawa tetap dibiarkan memakai hukumnya (materil maupun formil)
sendiri, oleh karenanya 'landraaden' serta 'landrgerechten' harus mengikutinya,
namun hukum adat tidak akan diperlakukan terhadap beberapa keadaan yaitu :
1. Jika karena si penjahat dapat melepaskan diri dari pidananya. Oleh karena itu,
keadilan harus dituntut atas nama pemeritah jika hal ini tidak atau tidak dapat
dilakukan orang biasa.
2. Ba pidana yang ditetapkan dalam hukum adat itu tidak sebanding dengan
kejahatannya ataupun tidak cukup berat untuk menjamin keamanan umum,
maka pengadilan harus menetapkan pidana menurut kasus yang dihadapi.
3. Jika hukum acara adat tidak mungkin menghasilkan bukti atau keyakinan
hakim, dalam hal ini pengadilan diberi kuasa untuk memperbaikinya menurut
permufakatan dan contoh dari hukum umum serta praktek.
Beginilah jalan pertengahan yang ditunjukkan oleh Deandels, yang membiarkan
penduduk asli atau orang Indonesia untuk tetap tunduk pada hukum privat adat
yang kemudian memberi keleluasaan besar pada hakim dalam memutuskan
perkara-perkara pidana. Namun secara garis besar, sebagaimana halnya dengan
pimpinan V.O.C, Daendels pun mengidentifikasikan hukum dengan hukum islam
dan memandang rendah hukum adat, sehingga tidak pantas diberlakukan terhadap
orang Eropa.
Pada masa pemerintahan Rafless (1811-1816) dilakukan banyak perubahan
terutama dalam susunan badan-badan pengadilan akan tetapi hukum materilnya
tidak berubah. Dalam perkara antara orang Indonseia diberlakukan hukum adat
dengan syarat tidak bertentangab dengan prinsip-prinsip keadilan yang bersifat
universal serta diakui keberadaannya. Adapun tentang peniliaiannya dibedakan
6
kedalam dua bidang. Pertama, terhadap hukum pidana, ia mencela sanksi pidana
yang tidak sesuai dengan kemajuan zaman seperti bakar hidup-hidup atau ditikam
dengan keris. Kedua, jika terjadi sengketa yang melibatkan orang bumiputera
dengan ornag Eropa, yang mana pihak pribumi menjadi tergugat, maka yang
mengadili adalah landraad, yang memberlakukan hukum adat. Realitas ini
menggambarkan bahwa hukum adat mulai mendapat tempat atau terlihat seharkat-
sederajat dengan hukum Barat.
Seiring dengan rampungnya hasil kodifikasi dan telah menjadi hukum positif
Nederland (1838), maka semakin besar hasrat para penguasa Hindia-Belanda
(Indonesia) untuk mulai mengusahakan membuat peraturan tetal konkordansi
dengan kodifikasi Belanda yang akan menggantikan peraturan lama dan peraturan
baru sementara dalam periode sebelumnya, dengan menerapkan asa konkordansi. 2

C. Teori-Teori Dalam Hukum Adat


Mengacu pada definisi adat istiadat dari Koentjaraningrat maka menggali dasar
dari Hukum Adat haruslah diawali dengan mengkaji apakah sistem nilai budaya,
pandangan hidup dan ideology yang eksis didalam suata kelompok masyarakat.
Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk mengupas apakah dasar dari
hukum adat :

1. Teori Receptio in Complexu, Teori yang dibawa oleh CF Winter dan Salomon
Keyzer ini menyatakan dasar dari hukum adat adalah ketaatan masyarakat
tertentu terhadap hukum agama. Hukum agama sepenuhnya adalah pedoman
hidup dan ideology masyarakat;
2. Teori Receptie, Teori dari Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven ini
menyatakan dasar hukum Adat bukanlah Hukum Agama. Mereka
mengatakan Hukum Adat berbeda dengan Hukum Agama, maka tidak bisa
menjadi dasar bagi masing-masing hukum;
3. Teori Receptio in Contrario, Menurut Hazairin dasar dari hukum adat adalah
kepentingan hidup dari suatu kelompok masyarakat itu sendiri misalnya karena
berdasarkan pertalian keluarga atau karena kesamaan kebutuhan perlindungan
dari sesuatu;

2
Hadikusuma, Hilman. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia (Bandung: Mandar Maju. 1992). Hal. 78

7
Dalam sistem hukum nasional. yang menjadi dasar dari Hukum adat adalah
Pasal 18B (2) UUD 1945) yang menyatakan bahwa Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.3

BAB III
PENUTUP

3
Hamka dalam Yahya Harahap, Kedudukan Janda Duda dan Anak Angkat dalam Hukum Adat, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 63.

8
A. Kesimpulan
Jelaslah bahwa jauh sebelum kehadiran bangsa Eropa terdapat hukum
yang telah hidup dalam realitas sosial masyarakat Indonesia. Hukum inilah yang
kemudian dikenal sebagai hukum Vollenhoven menerangkan bahwa adat. Van
tatkala kapal pertama dengan bendera tiga warna (Belanda) berlabuh, Indonesia
bukan negara yang kosong akan tata hukum, tetapi telah ditemukan kompleks
peraturan dari berbagai tata hukum yang menjadi cikal bakal istilah hukum adat
Seiring dengan rampungnya hasil kodifikasi dan telah menjadi hukum
positif Nederland (1838), maka semakin besar hasrat para penguasa Hindia-
Belanda (Indonesia) untuk mulai mengusahakan membuat peraturan tetal
konkordansi dengan kodifikasi Belanda yang akan menggantikan peraturan
lama dan peraturan baru sementara dalam periode sebelumnya, dengan
menerapkan asa konkordansi.
1. Teori Receptio in Complexu, Teori yang dibawa oleh CF Winter dan
Salomon Keyzer ini menyatakan dasar dari hukum adat adalah ketaatan
masyarakat tertentu terhadap hukum agama. Hukum agama sepenuhnya
adalah pedoman hidup dan ideology masyarakat;
2. Teori Receptie, Teori dari Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven ini
menyatakan dasar hukum Adat bukanlah Hukum Agama. Mereka
mengatakan Hukum Adat berbeda dengan Hukum Agama, maka tidak bisa
menjadi dasar bagi masing-masing hukum;
3. Teori Receptio in Contrario, Menurut Hazairin dasar dari hukum adat
adalah kepentingan hidup dari suatu kelompok masyarakat itu sendiri
misalnya karena berdasarkan pertalian keluarga atau karena kesamaan
kebutuhan perlindungan dari sesuatu;

DAFTAR PUSTAKA

Sigit Sapto Nugroho, Op.Cit.,


9
Hamka dalam Yahya Harahap, Kedudukan Janda Duda dan Anak Angkat dalam Hukum
Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Hadikusuma, Hilman. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia (Bandung: Mandar Maju.
1992).

10

Anda mungkin juga menyukai