Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Hukum Pidana dalam Yurisprudensi
pada semester V Tahun Akademik 2017/2018
Prodi: Hukum Pidana Islam (HPI) / V A
Disusun (Kelompok 3) :
Alya Nur Shifa (1153060008)
Elsa Herpiani (1153060016)
Fitrangga Hasan Gumilar (1153060019)
Ilham Firdaus (1153060022)
2017
KATA PENGANTAR
Bandung, 19 November 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Istilah hukum adat adalah istilah dalam bahasa Belanda adatrecht. Berdasarkan
pendapat ter haar dalam pidato dies natalis rechthoge school-batavia 1937 yang berjudul het
adatrecht van nederlandsch indie in wetenchap, pracktijk en onderwijs menyatakan bahwa:
Terlepas dari bagian hukum adat yang tidak penting, terdiri dari peraturan desa, dab
surat perintah raja, maka hukum adat itu adalah seluruh peraturan yang ditetapkan dalam
keputusan-keputusan dengan penuh wibawa dan yang dalam pelaksanaannya diterapkan
begitu saja, artinya bahwa tanpa adanya keseluruhan peraturan yang dalam kelahirannya
dinyatakan mengikat sama sekali. dengan demikian dapat dikatan bahwa hukum adat yang
berlaku itu hanyalah diketahui dan dikenai dari putusanputusan para fungsionaris hukum
dalam masyarakat itu, kepalakepala, hakim-hakim, rapat-rapat desa, wali tanah, pejabat-
pejabat agama, dan pejabat-pejabat desa, sebagaimana hal itu diputuskan di dalam dan di luar
sengketa resmi, putusan-putusan mana yang langsung tergantung dalam ikatan-ikatan
struktural dan nilai-nilai dalam masyarakat, dalam hubungan satu sama lain, dan ketentuan
timbal balik.
Berdasarkan pendapat tersebut melahirkan sebuah teori keputusan. Maka, hukum adat
dapat diartikan sebagai seluruh keputusan para pejabat hukum, baik hakim desa, kerapatan
desa, hakim, pejabat agama dan pejabat desa yang memiliki kewajiban dan dipatuhi secara
serta merta oleh masyarakat hukum adatnya. Keputusan tersebut memiliki nilai kerohanian,
nilai-nilai kemasyarakat yang hidup dalam sebuah persekutuan hukum adat.
Keputusan yang ambil oleh hakim dalam menyelesaikan suatu masalah yang terjadi
yang disebut dengan yurisprudensi. Sebelum hakim menjatuhkan keputusannya dalam
menyelesaikan masalah tersebut, hakim berpedoman pada hukum tertulis, jika dalam hukum
tertulis tidak ditemukan penyelesaiannya, maka hakim dapat mencari penyelesaian dalam
hukum tidak tertulis atau dalam hal ini disebut juga hukum adat. Dimana dalam hukum adat
terdapat sebuah hukum yang hidup dimasyarakat dan masyarakat dalam berperilaku masih
berpedoman pada hukum adat itu.
Jika hukum adat yang dipakai dalam keputusan hakium atau yurisprudensi akan
terkesan lebih relevan karena kehidupan yang dijalani masyarakat itu sendiri. Dikarenakan
hukum adat tersebut telah menjadi nilai-nilai di masyarakat yang dianut dan dihormati, yang
paling penting hukum adat tersebut melekat dan berkembang mengikuti zaman. Sehingga
mampu menyesuaikan dengan kondisi masyarakatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum adat dalam yurisprudensi ?
2. Putusan hakim yang mana yang menjadikan kasus ini sebagai yurisprudensi ?
3. Termasuk kedalam yurisprudensi apa kasus ini ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan yurisprudensi dalam hukum adat
2. Untuk mengetahui putusan hakim terdahulu yang dijadikan ladasan dalam kasus ini
3. Untuk mengetahui termasuk yurisprudensi apa dalam kasus ini.
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Pengertian Yurisprudensi
Kata Yurisprudensi berasal dari bahasa latin Yurisprudentia yang diambil dari kata
Yuriprudens yang artinya adalah sarjana hukum. Secara umum Yurisprudensi berarti
peradilan dan secara khusus berarti ajaran hukum yang tersusun dari dan di dalam peradilan,
yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum.
Pengertian Yurisprudensi adalah keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk
menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam UU dan dijadikan sebagai pedoman
bagi para hakim yang lain untuk menyelesaian suatu perkara yang sama.
Lahirnya Yurisprudensi karena adanya peraturan peraturan UU yang tidak jelas atau
masih kabur, sehingga menyulitkan hakim dalam membuat keputusan mengenai suatu
perkara. Hakim dalam hal ini membuat suatu hukum baru dengan mempelajari putusan hakim
yang terdahulu untuk mengatasi perkara yang sedang dihadapi. Jadi, putusan dari hakim
terdahulu ini yang disebut dengan yurisprudensi.
Yurisprudensi diciptakan berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 Mengenai Kekuasaan
Kehakiman, UU ini menyatakan : pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara,
mengadili perkara dan memutuskan perkara yang diajukan dengan alasan hukum tidak ada
atau kurang jelas (kabur), melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya. Hakim diwajibkan
untuk menggali, mengikuti dan memahami keadilan dan nilai-nilai hukum yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat.
Dengan demikian, yurisprudensi adalah merupakan sumber hukum lain yang dapat
membantu pembentukan hukum. Karena itu, yurisprudensi yang lahir dari adanya putusan
hakim dalam suatu kasus tertentu dapat dijadikan dasar hukum atau sumber hukum untuk
menyelesaikan kasus-kasus yang serupa di kemudian hari.
Terdapat beberapa macam yurisprudensi, macam macam yurisprudensi tersebut
sebagai berikut:
a. Yurisprudensi Tetap
Pengertian Yurisprudensi Tetap adalah suatu putusan dari hakim yang terjadi oleh
karena rangkaian putusan yang sama dan dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan untuk
memutuskan suatu perkara.
b. Yurisprudensi Tidak Tetap
Pengertian Yurisprudensi Tidak Tetap ialah suatu putusan dari hakim terdahulu yang
tidak dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan.
c. Yurisprudensi Semi Yuridis
Pengertian Yurisprudensi Semi Yuridis yaitu semua penetapan pengadilan yang
didasarkan pada permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya pada pemohon.
Contohnya : Penetapan status anak.
d. Yurisprudensi Administratif
Pengertian Administratif adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) yang
berlaku hanya secara administratif dan mengikat intern di dalam lingkup pengadilan.
D. Studi Kasus
Pada tahun 1994 Wazir meninggal dunia, dimana beliau meninggalkan seorang istri
dan 8 anak. Kemudian harta pusaka tinggi Wazir diberikan kepada Hasan Zainal selaku
kakak bertali darah dan dinobatkan sebagai mamak kepala waris dalam kaumnya. Dan pada
tahun 2004 Hasan Zainal meninggal dunia, maka tidak ada lagi waris yang bertali darah
dengan Hasan Zainal Dt. Palentah Bungsu Panjang Gadang Maharajo Lelo, dimana terhadap
Gelar Sako Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo jabatan adat dalam Suku Kampai Nagari
Selayo adalah sebagai Dubalang Adat tidak dilekatkan buat sementara oleh Ninik Mamak IV
Jinis Suku Kampai Nagari Selayo dikarenakan Kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo
putus waris bertali darah, sampai ada keputusan hasil musyawarah Ninik Mamak IV Jinis
Suku Kampai Nagari Selayo yang menentukan siapa ahli waris nan kabuliah, putuih nan
kama uleh menurut adat untuk mewarisi Sako jo Pusako kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo
Lelo, sebab menurut hukum adat Minangkabau tidak ada mengenal suatu kaum punah, tapi
hanya putus waris bertali darah, maka dicari waris nan kabuliah putuih nan kama uleh yaitu
waris menurut adat, sebagaimana yang telah diputus oleh Mahkamah Agung R.I dalam
putusannya No.444 K/Sip/1968 tanggal 9 April 1969, yang telah menjadi Yurisprudensi
tetap.
Selanjutnya sesuai dengan fungsinya Ninik Mamak urang IV Jinis menurut Adat
Minangkabau adalah Ninik Mamak Urang IV Jinis adalah suatu Instansi yang tertinggi dari
suku-suku untuk menyelesaikan soal-soal waris atau gelar sako dalam suku, sebagaimana
yang telah diputus oleh Mahkamah Agung R.I dengan putusannya No.869 K/Sip/K/1974
tanggal 14 Desember 1977. Berdasarkan ketentuan adat tersebut maka Ninik Mamak IV Jinis
Suku Kampai beserta Tuangku Na Tigo Suku Kampai Nagari Selayo telah mengadakan
musyawarah dan mufakat mencari siapa yang patut nan ka buliah, patuih nan kamauleh
tentang kawarisan dari Sako jo Pusako Kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo Suku
Kampai serta Jabatan Dubalang Adat, maka Ninik Mamak IV Jinis beserta Tuangku Nan
Tigo dalam suku Kampai sepakat menurut adat Salingka Nagari Pusako Salingka Suku
menyatakan dan menetapkan bahwa kaum Penggugat sebagai ahli waris Nan Kabuliah,
putuih nan kama uleh menurut adat atas Sako jo Pusako Kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo
Lelo, maka pada bulan Mei tahun 2007 dikukuhkan serta dilewatkan secara resmi menurut
adat yaitu “darah lah bacacah, dagiang balapah, alah bagalanggang mato rang banyak, adek
lah bapakai limbago lah batuang “Kepada Penggugat Gelar/Sako Dt. Panjang Gadang
Maharajo Lelo di rumah gadang Kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo, sesuai pepatah
Adat “Ramo Ramo Sikumbang Janti, Katik Endah Pulang Bakudo, Patah Tumbuh Hilang
Baganti Pusako Lamo Baitu Juo”, maka sah secara adat bahwa kaum Penggugat adalah
sebagai waris dari Kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo yang telah putus waris batali
darah.
Dengan alasan pada saat masih hidup Wazir membawa Bakir Darwis yang berasal
dari pinggiran Nagari atau dari luar nagari atau dari luar kampung atau bisa juga dunsanak
jauh, yang tidak bertali darah, yang tidak sasawah sabateh (bersawah yang tidak sebatas) dan
yang tidak sepandam sapaku buran (tidak satu pandam perkuburan) untuk tinggal dan
menghuni rumah gandang, yang beiau anggap cocok dan sesuai untuk diangkat sebagai
kemenakan yang bertali darah, sehingga kemenakan tidak bertali darah ini telah menghuni
dan menempati rumah gadang tersebut terlebih dahulu untuk disuruh-suruh membantu
pewaris/sang Mamak dalam mengurus dan merawat rumah gadang, mengurus dan atau
mencari orang upahan untuk mengerjakan sawah dan ladang, mengurus tali bandar dan lain-
lain. Selanjutnya merawat dan mengurus Mamak dikala sakit yang berbau busuk dan anyir
sampai Mamak meninggal dunia, mengurus dan merawat mayat Mamak sampai dimakamkan
dipandam perkuburan, mengurus hutang piutang beliau, mengurus dan mengadakan ritual
upacara adat kematian beliau, mengadakan tahlilan dan pengajian 7 hari, 40 hari sampai 100
hari.
Semasa hidupnya, WAZIR Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo (almarhum), cukup
banyak Harta Pusaka Tinggi Kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo baik berupa tanah
sawah maupun tanah gurun yang dikuasai oleh istri dan anak-anaknya hingga sekarang.
Bahwa 1 (satu) piring tanah sawah, benih lebih kurang 15 sukat padi merupakan Harta
Pusaka Tinggi Kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo yang terletak di Bawah Jao, Jorong
Gelanggang Tangah, Nagari Selayo, Kecamatan Kubung Kabupaten Solok, dengan batas-
batas sebagaimana tersebut menjadi perdebatan antara Bakir Darwis dengan Istri dan anak-
anak almarhum Wazir.
Oleh karena Bakir Darwis selaku ahli waris sah menurut adat dari Wazir Dt. Panjang
Gadang Maharajo Lelo (almarhum), dan Hasan Zainal Dt. Palantah Bungsu Panjang Gadang
Maharajo Lelo (almarhum), yang berhak mewarisi Sako jo Pusako telah menjalankan fungsi
adat sebagai waris maupun sebagai Dubalang Adat Suku Kampai sejak tahun 2007, maka
pada tahun 2009 Bakir Darwis meminta harta yang dikuasai oleh istri dan anak-anaknya
untuk dikembalikan guna menjalankan fungsi adat Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo
sebagai Dubalang Adat dalam Suku Kampai Nagari Selayo, akan tetapi istri dan anak-
anaknya tidak mau mengembalikan dan menyerahkan harta tersebut kepada Bakir Darwis
selaku ahli waris.
Karena pihak para istri dan anak-anaknya tidak mau mengembalikan/tidak mau
menyerahkan harta tersebut kepada Bakir Darwis sebagai waris walau telah diminta secara
baik-baik, dan merupakan perbuatan melawan hukum. Maka sangat terpaksa Bakir Darwis
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Koto Baru guna mendapatkan kepastian hukum.
Kemudian Pengadilan Negeri Koto Baru memutuskan bahwa penggugat sah sebagai
ahli waris nan kabuliah, putuih nan kama uleh menurut adat atau sako jo pusako dari Wazir
Dt. Panjang gadang Maharajo Lelo (almarhum), dan Hasan Zainal Dt. Palentah Bungsu
Panjang Gadang Maharajo Lelo (almarhum) Suku Kampai Nagari Selayo. Dan menghukum
para Tergugat untuk mengembalikan objek perkara kepada Penggugat dalam keadaan kosong
dan bebas dari hak milik orang, dan setelah kosong menyerahkan kepada Penggugat.
Namun istri dari almarhum Wazir beserta anak-anaknya tidak merasa puas dengan
keputusan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Kuto Baru, dan mengajukan
mengajukan eksepsi dengan alasan :
1. Bahwa gugatan diatukan oleh orang yang tidak berhak
2. Menurut para tergugat, penggugat bukanlah waris putuih nan kamaule dari pada kaum Hasan
Zainal Dt. Palentah Bungsu Panjang Gadang Maharajo Lelo karena tidak bertalian darah
dengan Hasan Zainal
3. Bahwa penggugat telah kelirumenggugat tergugat 1 Manar (yang benar Mainar) dan telah
keliru menggugat Erlinda Pr (tergugat II) karena dari pihak tergugat tidak ada yang bernama
Erlinda jadi tidak mempunyai hubungan hukum dengan objek perkara.
4. Bahwa menurut para tergugat, gugatan yang dijakukan oleh para penggugat telah kadaluarsa
(lewat waktu) sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima.
5. Bahwa menurut para tergugat batas-batas objek perkara tidak sesuai antara yang tertera
dalam surat gugatan dan fakta yang ada dilapangan.
Menimbang bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Koto Baru telah
mengambil putusan, yaitu putusan No 02/pdt.g/2010/PN.KBR. tanggal 19 oktober 2010 yang
amarnya menolak eksepsi dari tergugat-tergugat.
Dalam pokok perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan syah Penggugat adalah Mamak Kepala Waris dalam kaum Penggugat.
3. Menyatakan Syah Wazir Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo (almarhum), dan Hasan Zainal
Dt. Palentah Bungsu Panjang Gadang Maharajo Lelo (almarhum) putus waris bertali darah.
4. Menyatakan sah Penggugat sebagai ahli waris nan kabuliah, putuih nan kama uleh menurut
adat atau sako jo pusako dari Wazir Dt. Panjang gadang Maharajo Lelo (almarhum), dan
Hasan Zainal Dt. Palentah Bungsu Panjang Gadang Maharajo Lelo (almarhum) suku Kampai
Nagari Selayo.
5. Menyatakan sah objek perkara atau sepiring tanah yang terletak di Bawah Jao, Jorong
Galanggang Tengah, Kanagarian Selayo, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, dengan
batas-batas sebagai berikut :
· Utara : Berbatas dengan Tanah Perumahan Mainar (Tergugat-Tergugat) yang bersuku
Piliang, dahulunya Tanah Kaum Datuk Panjang Gadang Maharajo Lelo (Suku Kampai) dan
Tali Bandar ;
· Timur : Dengan Jalan Besar Solok-Padang ;
· Barat : Dengan Sawah Datuk Panjang Gadang Maharajo Lelo yang dikuasai Tergugat
Tergugat ;
· Selatan : Dengan bangunan rumah Syafri Nur, Nani (Suku Kampai Kaum Datuk Rajo
Kando) dan Sawah Datuk Panjang Gadang Maharajo Lelo yang dikuasai Tergugat-Tergugat ;
adalah Harta Pusaka Tinggi Kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo yang dibawa/atau
harta bawaan oleh Wazir Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo (almarhum) semasa hidupnya
kepada Tergugat-Tergugat ;
6. Menyatakan sah perbuatan Tergugat-Tergugat yang tidak mau mengembalikan dan
menyerahkan objek perkara kepada Penggugat adalah merupakan perbuatan melawan
hukum ;
7. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk mengembalikan objek perkara kepada Penggugat
dalam keadaan kosong dan bebas dari pihak milik orang, dan setelah kosong menyerahkan
kepada Penggugat, jika para Tergugat-Tergugat ingkar dilakukan upaya paksa dengan
bantuan pihak Kepolisan ;
8. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk membayar uang paksa (Dwangsom) sebesar
Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) setiap hari keterlambatan menyerahkan objek
perkara kepada Penggugat ;
9. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini secara
tanggung renteng yaitu sejumlah Rp.1.431.000,- (satu juta empat ratus tiga puluh satu ribu
rupiah) ;
10. Menghukum Tergugat-Tergugat untuk tunduk terhadap putusan ini ;
11. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.
Menimbang bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan
Pengadilan Negeri tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Padang dengan putusan
No. 15/Pdt/2011/PT.PDG. tanggal 2 Februari 2011.
Kemudian pada tanggal 17 Mei 2011 tergugat/pembanding mengajukan permohonan
kasasi secara lisan sebagaimana ternyata dari akte permohonan kasasi
No.02/Pdt.G/2010/PN.KBR. jo No.01/III/KAS/Perd/2011/PN.KBR. yang dibuat oleh
Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Koto Baru permohonan mana diikuti oleh memori
kasasi dan tambahan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut masing masing pada tanggal 29 Maret 2011 dan 2
Mei 2011.
Bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh para tergugat dalam memori kasasinya
tersebut pada pokoknya ialah:
1. Bahwa pengadilan tinggi padang terang-terangan melanggar hukum acara perdata dan
dengan cepat mengadilinya
2. Bahwa judex facti salah menerapkan hukum dan melanggar hukum adat minangkabau yang
berlaku di nagari selayo, kabupaten solok.
3. Bahwa judex facti salah menerapkan hukum khsusnya hukum pembuktian
4. Bahwa judex facti juga salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku.
5. Bahwa termohon kasasi/ penggugat dalam gugatannya secara tegas mengatakan bahwa harta
perkara belum bersertifikat, kemudian fakta yang terungkap dipersidangan harta perkra
ternyata telah bersertifikat hak milik yang dihibahkan kepada istri dan anak-anak Wazir.
6. Bahwa judex facti keliru mempertimbangkan ukuran tanah.
7. Bahwa para pemohon kasasi/tergugat menampilkan tambahan surat bukti dalam perkara a
quo yang membuktikan penunjukan waris putuih nan kamauleuh yang dilakukan Ninik
Mamak IV Jinih adalah perbuatan melawan hukum.
8. Bahwa judex facti telah salah dalam penerapan hukum, karena Majelis Hakim judex facti
lalai dalam mengambil suatu pertimbangan hukum terhadap materi objek sengketa yang telah
memiliki Sertifikat Hak Milik No.36, Gambar Situasi No.340/1979, bahwa gugatan diajukan
oleh orang yang tidak berhak dengan alasan karena Termohon Kasasi/Penggugat menurut
Adat Minangkabau bukanlah waris putus nan kamauleh.
9. Bahwa judex facti telah lalai dalam penerapan hukum, karena Termohon Kasasi/Penggugat
telah menggugat pihak yang tidak ada hubungan hukum dengan objek perkara.
10. Bahwa judex facti telah salah dalam menerapkan pertimbangan hukum terhadap materi
gugatan Termohon Kasasi/Penggugat yang mana sebagian nama-nama orang yang ada dalam
Sertifikat Hak Milik.
11. Bahwa judex facti telah salah dalam menerapkan hukum acara, karena gugatan Termohon
Kasasi/Penggugat tidak memenuhi syarat-syarat formil dari pada suatu surat gugatan.
12. Bahwa judex facti telah salah dalam penerapan hukum terhadap pertimbangan batas-batas
sepadan yang tidak sesuai di dalam gugatan dan fakta yuridis di lapangan (objek perkara).
13. Bahwa judex facti telah salah dalam penerapan hukum tentang mengambil suatu
pertimbangan hukum dalam perkara ini.
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena judex facti tidak salah
menerapkan hukum dan sudah tepat dalam pertimbangannya terhadap Harta Pusaka Tinggi
Datuk Panjang Gadang Maharajo Lelo berupa 1 (satu) piring tanah sawah, benih lebih kurang
15 sukat padi merupakan Harta Pusaka Tinggi Kaum Datuk Panjang Gadang Maharajo Lelo
yang terletak di Bawah Jao, Jorong Gelanggang Tangah, Nagari Selayo, Kecamatan Kubung
Kabupaten Solok.
Bahwa tidak dapat dibenarkan keberatan para Pemohon Kasasi/Tergugat tentang
pengangkatan Bakir Darwis oleh “Rapat Ninik Mamak Empat Jinih” Suku Kampai dan juga
disaksikan oleh Ketua KAN Selayo menjadi Mamak Kepala Waris Kaum Datuk Panjang
Gadang Maharajo Lelo yang kosong sejak meninggal dunia, Hasan Zainal Datuk Palentah
Bungsu Panjang Gadang Maharajo Lelo yang tidak memiliki kemenakan bertali darah.
Pengisian jabatan Mamak Kepala Waris Kaum Datuk Panjang Gadang itu telah memenuhi
persyaratan adat, yaitu dilakukan oleh para Fungsionaris Adat Suku Kampai dan juga
disaksikan Ketua KAN, sehingga memenuhi unsur substansi dan prosedural. Secara
substansi, para fungsionaris adat berwenang menilai siapa-siapa diantara Suku Kampai yang
berhak diangkat sebagai Mamak Kepala Waris Kaum Datuk Panjang Gadang Maharajo Lelo
atas dasar hubungan “bertali adat” setelah pemangku terakhir meninggal dunia dan tidak
memiliki kemenakan bertali darah. Dalam Adat Minangkabau memang dikenal hubungan
“bertali darah” dan hubungan “bertali adat”. Secara prosedural pengangkatan itu telah
memenuhi unsur “terang” dalam prosedur hukum adat atau “basuluah matohari,
bagalanggang di mato urang banyak”.
Dengan sahnya pengangkatan Bakir Darwis sebagai Mamak Kepala Waris Kaum
Datuk Panjang Gadang atau pemegang “Sako”, maka ia berhak pula atas “Pusako” berupa
harta benda pusaka tinggi Kaum Datuk Panjang Gadang, termasuk tanah yang digugat dalam
perkara a quo
Tanah yang dihibahkan oleh almarhum Wazir Datuk Panjang Gadang Maharajo Lelo
kepada anak-anaknya yang telah disetujui oleh anggota kaumnya, yaitu kakaknya Hasan
Zainal Datuk Palentah Gadang Panjang Gadang Maharajo Lelo tidaklah sama dengan Tanah
Pusaka Tinggi yang digugat dan diputus oleh judex facti. Judex facti dalam pemeriksaan
ditempat telah membuktikan adanya perbedaan antara tanah yang dihibahkan dengan tanah
sengketa, dengan demikian hak anak-anak almarhum Wazir Datuk Panjang Gadang Maharajo
Lelo yang diperoleh melalui hibah tetap ada dan sah.
Menimbang, bahwa oleh karena terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion)
diantara para Anggota Majelis dan setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak
tercapai permufakatan, maka sesuai Pasal 30 ayat 3 Undang-Undang No.14 Tahun 1985
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.5 Tahun 2004 dan perubahan kedua
dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2009, Majelis setelah bermusyawarah dan diambil
putusan dengan suara terbanyak, yaitu menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh para
Pemohon Kasasi : Mainar Pr. dan kawan-kawan tersebut.
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi ditolak, maka para Pemohon
Kasasi/Tergugat harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi.
E. Analisis Kasus
Keputusan Mahkamah Agung yang telah menetapkan ketentuan waris menurut hukum
adat Minangkabau, terdapat dalam putusan Nomor 1867 K/Pdt/2011 dalam putusannya
menyatakan bahwa ahli waris dari kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo diberikan
kepada Bakir Darwis yang di tentukan melalui musyawarah karena tidak ada lagi waris
bertali darah oleh Ninik Mamak IV Jinis Suku Kampai Nagari Selayo (hukum adat
Minangkabau) yang merupakan ahli waris nan kabuliah, putuih nan kama uleh.
Dalam Hukum Adat Minangkabau harta pusaka tinggi dalam kaum turun temurun,
tidak mungkin jatuh kepada anak.
Terlebih dahulu orang yang pantas dan patut memenuhi syarat menurut Hukum Adat
Minangkabau untuk diangkat atau diakui sebagai kemenakan yang tidak bertali darah sebagai
dunsanak na ka manjawek (keluaga/ahli waris yang akan menerima), sebagi waris nan ka
buliah (ahil waris yang boleh menerima), sebagai putuih nan ka mauleuh (untuk
menyambung yang putus) guna menerima Sako jo Pusako (Gelar dan Harta Pusaka Tinggi)
Datuk Panjang Gadang Maharajo Lelo harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh Hukum Adat Minangkabau untuk diangkat atau diakui sebagai kemenakan yang tidak
bertali darah, yaitu adat harus dipakai, limbago dituang dan sandi rumah gadang dihuni.
Dimana Bakir Darwis telah terlebih dahulu dibawa ke rumah gadang untuk mengurus
atau mencarikan bantuan untuk mengurus merawat rumah gadang, mengurus dan atau
mencari orang lain untuk mengerjakan sawah dan ladang, mengurus tali bandar dan juga yang
mengurus beliau dikala sakit sampai meninggal dunia. Jadi Bakir Darwis berhak untuk
mewarisi Sako jo Pusako kaum Dt. Panjang Gadang Maharajo Lelo.
Di Minangkabau bila orang menyebut harta, maka sering tertuju penafsirannya
kepada harta yang berupa material saja. Harta yang berupa material ini berupa sawah, ladang,
rumah gadang, emas perak, dan lain-lain. Sebenarnya disamping harta yang berupa material
ini, adapula harta yang berupa moril seperti gelar pusaka yang secara turun-menurun. Sampai
sekarang kasus mengeani harta pusaka berupa sawah, ladang masih ada perbedaan pendapat
mengenai pembagian harta tersebut.
Yang pertama, bahwa harta orang Minangkabau itu hanya terbagi atas dua bagian
yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka pencaharian.
Yang kedua, mengatakan bahwa harta waris di Minangkabau ada pusaka tinggi dan
pusaka rendah. Pendapat umum lebih cenderung, bahwa harta itu dibedakan atas 4 bagian :
1. Harta pusaka tinggi
2. Harta pusaka rendah
3. Harta pencaharian
4. Harta suarang
Dan dalam kasus ini yang dipermasalahkan mengenai harta pusaka tinggi yang mana
adalah harta yang diwarisi secara turun temurun dari beberapa generasi menurut garis
keturunan ibu. Harta pusaka tinggi berupa material seperti sawah ladang, kebun dan lain-lain
disebut juga pusako disamping itu ada pula harta pusaka tinggi yang berupa moril yaitu gelar
pusaka kaum yang diwarisi secara terun-temurun. Harta pusaka tinggi tidak boleh dibagi
diantara para ahli waris, akan tetapi dimiliki secara kolektif, dengan hak-hak untuk
menggunakan dan memanfaatkan secara ganggam buntuak (genggam yang diperuntukkan).
Putusan Terkait
PK 50 PK/Pdt/2014
Kasasi 1867 K/Pdt/2011
Lainnya 02/Pdt.G/2010/PN.KBR
Lainnya 15/PDT/2011/PT.PDG
A.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kedudukan hukum adat dalam yurisprudensi tidak dapat kita temui adanya ketentuan yang
tegas oleh karena yurisprudensi di lapangan hukum adat telah merupakan dan membimbing
perkembangan hukum adat sejalan dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.
Dalam keputusan mengenai hukum adat dalam putusan hakim disebutkan:
a. Hendaklah hukum adat kekeluargaan dan kewarisan lebih dikembangan kearah hukum yang
bersifat bilateral/parental memberikan kedudukan yang sederajat antara pria dan wanita.
b. Dalam rangka pembinaan hukum perdata nasional, hendaklah diadakan publikasi
yurisprusdensi yang teratur dan tersebar luas.
c. Dalam hal terdapat pertentangan antara perundang-undang dan hukum adat hendaknya
hakim memutuskan berdasarkan undang-undang bijaksana.
d. Demi terbinanya hukum perdata nasional yang sesuai dengan politik hukum negara kita,
diperlukan hakim-hakim yang berorientasi kepada pembinaan hukum.
e. Perdamaian dan kedamaian adalah tujuan tiap masyarakat karena itu tiap sengketa hukum
hendaklah diusahakan didamaikan.
2. Kasus ini menganut pada ketetapan terdahuu pada kasus yurisprudensi yang mana ketika
penentuan ahli waris di Minangkabau ketika tidak adanya keturunan yang bertali darah
sementara ada harta yang ditinggalkan maka ditentukan melalui hukum adat.
3. Kasus ini dinyatakan sebagai yurisprudensi tetap yang artinya kasus tersebut pernah ada dan
digunakan kembali pada kasus yang sama dalam adat Minangkabau.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Bushar, Muhammad. 2002. Asas Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramitha
Soekanto, Soerjono. 2011. Hukum Adat Indonesia. 2011. Jakarta Utara: PT. Raja Grafindo
Wulansari, Dewi. 2012. Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar. Bandung; PT. Refika Aditama
Artikel/ Internet :
https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan [diakses pada tanggal 19 November 2017]
https://id.m.wikipedia.org/wiki/hukum_adat [diakses pada tanggal 19 November 2017]
rantaukamparkiriculturecenter.blogspot.co.id/2012/08/hukum-waris-adat-minangkabau.html
[diakses pada tanggal 19 November 2017]
http://nurmaliaandriani95.blogspot.co.id/2014/12/hukum-adat-dalam-yurisprudensi.html [diakses
pada tanggal 19 November 2017]
http://merantiblogs.blogspot.co.id/p/hukum-adat-dalam-yurisprudensi.html [diakses pada tanggal
19 November 2017]
http://enzifebrianti.blogspot.co.id/2013/04/hukum-adat-dalam-yurisprudensi.html [diakses pada
tanggal 19 November 2017]