Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HUKUM ADAT

Disusun oleh :
1. Amalia Eka Putri
2. Iza Nur Lailiya
3. Khasanatul Fitriah
4. Lina Agustiana
5. Cendra Ajeng Pramesti

Guru Pengampu :

Fathonah, S.Pd., M.Pd.I.

MAN 2 GROBOGAN
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan


nikmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Pelajaran Geografi.
Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan
Jurnal sebagai refrensi. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan
rekan mahasiswa yang tealah mendukung sehingga dapat diselesaikannya
makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua. Makalah ini secara fisik dan substansinya
diusahakan relevan dengan pengangkatan judul makalah yang ada,
Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan yang tentunya masih perlu perbaikan dan
penyempurnaan maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan
yang membacanya, sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang
bab ini. Amin.

Gubug, 13 Februari 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Adat, jika kita mendengar kata itu yang terlintas di fikiran
kita mungkin adalah suatu Corak kedaerahan yang begitu kental
didalamnya. Karena sifatnya yang tidak tertulis, majemuk antara
lingkungan masyarakat satu dengan lainnya, maka sangat perlu dikaji
perkembangannya. Pemahaman ini akan diketahui apakah hukum adat
masih hidup , apakah sudah berubah, dan ke arah mana perubahan itu.
Di era Modern ini terkadang kita lupa akan latar belakang
lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di
Indonesia dan negara-negara asia asia lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia.
Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan
tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat
hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena
kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Ada banyak istilah yang dipakai untuk menamai hukum lokal:
hukum tradisional, hukum adat, hukum asli, hukum rakyat, dan khusus
di Indonesia – hukum “adat“.Bagaimana tempat dan bagaimana
perkembangannya hukum adat dalam masyarakat tergantung kesadaran,
paradigma hukum, politik hukum dan pemahaman para pengembannya-
politisi, hakim, pengacara, birokrat dan masyarakat itu sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Hukum Adat?
2. Bagaimana Sejarah penemuan Hukum Adat?
3. Apa Ciri-ciri Hukum Adat?
4. Apa Sumber-sumber Hukum Adat?
5. Apa Asas-asas Hukum Adat?
6. Bagaimana Sistem Hukum Adat?
7. Apa Corak dan Sifat Hukum Adat?
8. Bagaimana Lingkungan dan Masyarakat hukum adat?
9. Bagaimana Kedudukan Hukum Adat?

C. TUJUAN
1. Agar pembaca mengetahui dan memahami sejarah penemuan
hukum adat sehingga pembaca dapat melestarikan hukum adat di
Indonesia ini pada era Modern.
2. Agar pembaca memahami bagaimana kedudukan Hukum Adat di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Istilah hukum adat dikemukakan pertama kali oleh
Prof.Dr.Christian Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De
Accheers”(Orang-orang Aceh), yang kemudian diikuti oleh
Prof.Mr.Cornelis Van Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul
“Het Adat Recht Van Nederland Indie”
Dengan adanya istilah ini, maka pemerintah kolonial Belanda
pada akhir tahun 1929 mulai menggunakan secara resmi dalam
peraturan perundangan Belanda. Hukum adat pada dasarnya merupakan
sebagian dari adat istiadat masyarakat. Adat istiadat mencakup konsep
yang sangat luas.
Hukum Adat adalah Hukum Non Statuir yang berarti Hukum
Adat pada umumnya memang belum/ tidak tertulis. Oleh karena itu
dilihat dari mata seorang ahli hukum memperdalam pengetahuan
hukum adatnya dengan pikiran juga dengan perasaan pula. Jika dibuka
dan dikaji lebih lanjut maka akan ditemukan peraturan-peraturan dalam
hukum adat yang mempunyai sanksi dimana ada kaidah yang tidak
boleh dilanggar dan apabila dilanggar maka akan dapat dituntut dan
kemudian dihukum.
Definisi dari hukum adat sendiri adalah suatu hukum yang hidup
karena dia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai
dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan
tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.

B. Sejarah Penemuan Hukum Adat


Pemahaman mengenai hukum adat selama ini, yang terjadi, bila
meminjam istilah Spradley dan McCurdy (1975), ialah adanya sikap
legal ethnocentrism, yakni: the tendency to view the law of other
cultures through theconcepts and assumptions of Western. Padahal,
sikap legal ethnocentrism itu mengundang kritik, antara lain: a)
cenderung meniadakan eksistensi dari hukum pada pelbagai
masyarakat; dan b) cenderung mengambil bentuk sistem hukum barat
sebagai dasar dari penelaahan dan penyusunan kebijakan.
Hukum adat dieksplorasi secara ilmiah pertama kali dilakukan oleh
William Marsden (1783), orang Irlandia yang melakukan penelitian di
Bengkulu, semasa dikuasai Inggris, kemudian diikuti oleh Muntinghe,
Raffles. Namun kajian secara sistimatis dilakukan oleh Snouck
Hourgronye, yang pertama kali menggunakan istilah “adatrecht”
(hukum adat), dan ia sebagai peletak teori Receptie, ia memandang
hukum adat identik dengan hukum kebiasaan. Istilah Hukum Adat atau
adatrecht pertama kali digunakan pada tahun 1906, ketika Snouck
Hurgronye menggunakan istilah ini untuk menunjukkan bentuk-bentuk
adat yang mempunyai konsekwensi hukum.
Kemudian dilanjutkan oleh van Vallenhoven dengan pendekatan
positivisme sebagai acuan berfikirnya, ia berpendapat ilmu hukum
harus memenuhi tiga prasyarat, yaitu: (1) memperlihatkan keadaan
(gestelheid), (2) kelanjutan (veloop), dan (3) menemukan keajekannya
(regelmaat), berdasarkan itu, ia mempetakan Hindia Belanda
(Indonesia-sekarang) ke dalam 19 lingkungan hukum adat secara
sistematik, berdasarkan itu ia sering disebut Bapak Hukum Adat. Ia
mengemukakan konsep hukum adat, seperti: masyarakat hukum atau
persekutuan hukum (rechtsgemeenschap), hak ulayat atau pertuanan
(beschikings-rechts), lingkaran hukum adat (adatrechtskringen).

C. Ciri-Ciri Hukum Adat


1. Bercorak Relegiues-Magis
Menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, tiap-tiap
masyarakat diliputi oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara agar
masyarakat itu tetap aman tentram bahagia dan lain-lain. Tidak ada
pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada
pemisahan antara berbagai macam lapangan kehidupan, seperti
kehidupan manusia, alam, arwah-arwah nenek moyang dan
kehidupan makluk-makluk lainnya.
Adanya pemujaan-pemujaan khususnya terhadap arwah-
arwah darp pada nenek moyang sebagai pelindung adat-istiadat
yang diperlukan bagi kebahagiaan masyarakat. Setiap kegiatan atau
perbuatan-perbuatan bersama seperti membuka tanah, membangun
rumah, menanam dan peristiwa-pristiwa penting lainnya selalu
diadakan upacara-upacara relegieus yang bertujuan agar maksud
dan tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan dan selalu
berhasil dengan baik.
2. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan
Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam
wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu
dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah
makluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan
bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan perseorangan.
3. Bercorak Demokrasi
Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan dengan rasa
kebersamaan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada
kepentingan-kepentingan pribadi sesuai dengan asas
permusyawaratan dan perwakilan sebagai system pemerintahan.
Adanya musyawarah di Balai Desa, setiap tindakan pamong
desa berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.
4. Bercorak Kontan
Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus
dilakukan pada saat yang bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan
penerimaan harus dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar
menjaga keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.
5. Bercorak Konkrit
Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap
perbuatan atau keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum
tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud.
Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai
tindakan nyata, tidak ada saling mencurigai satu dengan yang
lainnya.

D. Sumber-Sumber Hukum Adat


Yang dimaksud dengan sumber hukum adat disini adalah sumber
mengenal hukum adat, atau sumber dari mana hukum adat kita ketahui,
atau sumber dimana asas-asas hukum adat menyatakan dirinya dalam
masyarakat, sehingga dengan mudah dapat kita ketahui. Sumber-
sumber itu adalah :
1. Kebiasaan atau adat kebiasaan
Sumber ini merupakan bagian yang paling besar yang
timbul dan tumbuh dalam masyarakat yang berupa norma-norma
aturan tingkah laku yang sudah ada sejak dahulu. Adat kebiasaan
ini meskipun tidak tertulis tetapi selalu dihormati dan ditaati oleh
warga masyarakat, sebagai aturan hidup manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu tidak tertulis,
maka adat kebiasaan ini hanya dapat dicari dalam kehidupan
masyarakat yang bersangkutan, atau dalam berbagai peribahasa,
Pepatah, kata-kata mutiara atau dalam perbuatan simbolik yang
penuh dengan arti kiasan.
2. Keputusan para petugas hukum
Hukum adat juga dapat diketahui dari berbagai macam
keputusan para petugas hukum adat, seperti Kepala Adat, Kepala
Suku, Hakim Adat, rapat Desa (rembug Desa) dan sebagainya.
3. Hukum Islam
Norma hukum islam atau yang lebih dikenal dengan istilah
Hukum FIQH, juga merupakan sumber hukum adat, terutama
mengenai ajaran hukum Islam yang sudah meresap dalam
kesadaran hukum masyarakat yang sebagian besar beragama Islam.
Misalnya mengenai perkawinan, warisan, wakaf dsb.
4. Piagam Raja-raja dan kitab Hukum Adat
Hukum Adat Indonesia sekarang ini ada juga yang
bersumber pada hukum tertulis dalam Piagam dan Pranatan Raja-
raja dahulu seperti : Pranatan Bekel dari Kraton Yogyakarta,
Angger-angger Arubiru dari Surakarta, kitab hukum kertagama dari
Majapahit, kitab hukum Kutaramanawa dari Bali dsb.
5. Peraturan-peraturan Perkumpulan Adat
Beberapa perhimpunan yang dibentuk oleh masyarakat juga
sering membuat ketentuan-ketentuan yang mengikat para
anggotanya, awig-awig untuk para anggota perkumpulan
pengairan/subak di Bali, Perkumpulan kematian, Perkumpulan
arisan dsb.
6. Buku-buku standart mengenai hukum adat
Buku-buku mengenai hukum adat, terutama yang
merupakan hasil penelitian dan pengamatan para sarjana hukum
adat yang terkenal, merupakan sumber adat yang penting, terutama
bagi para pelajar dan mahasiswa yang sedang mempelajari hukum
adat, seperti misalnya: Beginselen en Stelsel van Het Adatrecht
susunan Ter Haar, Het Adatrecht van Nederlansch Indie susunan
van Vollen Hoven, Het Adatsprivaat recht van Middel java susunan
Joyodiguno dan Tirawinata. Het Adatsprivaat recht van West Java
susunan Soepomo dan sebagainya.

E. Asas-Asas Hukum Adat


Di dalam hukum pidana ini terdapat beberapa Asas-asas yang
memiliki kompleksitas antara satu dengan yang lain, dalam makalah ini
kami akan menybutkan beberapa asas-asas Hukum Adat, yang
diantaranya adalah:
1. Asas Hukum Perorangan
2. Asas Hukum Kekeluargaan
3. Asas Hukum Perkawinan
4. Asas Hukum Adat Waris
5. Asas Hukum Tanah
6. Asas Hukum Hutang Piutang
7. Asas Hukum Adat Delik

F. Sistem Hukum Adat


Sistem hukum adat pada dasarnya bersendikan pada alam
fikiran bangsa Indonesia yang tidak sama dengan alam pikiran
masyarakat Barat. Oleh karena itu sistem hukum adat dan sistem hukum
Barat terdapat beberapa perbedaan diantaranya :
1. Hukum Barat
2. Hukum Adat
 Mengenal hak suatu barang dan hak orang seorang atas sesuatu
objek yang hanya berlaku terhadap sesuatu orang lain yang
tertentu
 Tidak mengenal dua pembagian hak tersebut, perlindungan hak
 ditangan hakim
 Mengenal Hukum Umum dan Hukum Privat
 Berlainan daripada batas antara lapangan public dan lapangan
privat pada Hukum Barat
 Ada Hakim Pidana dan Hakim Perdata
 Pembetulan hukum kembali kepada hakim (kepala adat) dan
upaya adat (adat reaksi)

G. Corak Dan Sifat Hukum Adat


1. Corak Hukum Adat
Hukum adat sebagai hasil budaya bangsa Indonesia bersendi
pada dasar pikiran dan kebudayaan Barat, dan oleh karena itu untuk
dapat memahami hukum adat kita harus dapat menyelami dasar
alam pikiran yang hidup pada masyarakat Indonesia.
Hukum adat yang bersendi pada alam pikiran Indonesia itu
mempunyai corak yang khusus, yaitu :
1) Corak Komunal (communal)
Corak komunal atau kebersamaan terlihat apabila warga
desa melakukan kerja bakti ataugugur gunung, Nampak sekali
adanya kebiasaan hidup bergotong-royong, tolong-menolong
atau saling bantu-membantu. Rasa solidaritas yang tinggi
menyebabkan orang selalu lebih mengutamakan kepentingan
umum daripada diri sendiri.
2) Corak Religio Magis (magisch-religieus)
Corak religio magis terlihat jelas sekali pada upacara-
upacara adat dimana lazimnya diadakan sesajen-sesajen yang
ditujukan kepada roh-roh leluhur yang ingin diminta restu serta
bantuannya. Juga selamatan pada setiap kali menghadapi
peristiwa penting, seperti : kelahiran, khitanan, perkawinan,
kematian, mendirikan rumah, pindah rumah, dan sebagainya.
3) Corak Konkrit (concreeto)
Corak konkrit, tergambar dalam kehidupan masyarakat
bahwa : pikiran penataan serba konkrit dalam realitas
kehidupan sehari-hari menyebabkan satunya kata dengan
perbuatan (perbuatan itu betul-betul merupakan realitasi dari
perkataannya).
4) Corak Visual
Corak visual atau kelihatan menyebabkan dalam
kehidupan sehari-hari adanya pemberian tanda-tanda yang
kelihatan sebagaibukti penegasan atau peneguhan dari apa yang
telah dilakukan atau dalam waktu dekat akan dilakukan.
Disamping Coraknya yang berbeda, hukum adat juga
mempunyai sifat-sifat yang berbeda pula dengan hukum Barat,
karena adanya perbedaan alam pikiran dan corak yang
mendasari hukum tersebut.
2. Sifat Hukum Adat
Dr. Holleman, dalam pidato inaugurasinya yang berjudul
De Commune trek in Indonesische rechtsieven, menyimpulkan
adanya empat sifat umum hukum adat Indonesia, yang hendaknya
dipandang juga sebagai suatu kesatuan. yaitu sifat religio-magis.,
sifat komunal, sifat contant dan sifat konkret. "Religio-magis" itu
sebenarnya adalah pembulatan atau perpaduan kata yang
mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir seperti
prelogis, animisme, pantangan, ilmu gaib, dan lain-lain.
Koentjaraningrat dalam tesisnya menulis bahwa alam pikiran
religio-magis itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1) Kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus, roh-roh dan
hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta dan
khusus.
2) Gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh
manusia dan benda- benda;
3) Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan sakti yang meliputi
seluruh alam semesta dan khusus terdapat dalam peristiwa-
peristiwa yang luar biasa, binatang yang luar biasa, tumbuh-
tumbuhan yang luar biasa, tubuh manusia yang luar biasa,
benda-benda yang luar biasa dan suara yang luar biasa;
4) Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan
sebagai magische kracht dalam berbagai perbuatan-perbuatan
ilmu gaib untuk mencapai kemauan manusia atau untuk
menolak bahaya gaib;
5) Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam
menyebabkan keadaan krisis, menyebabkan timhulnya
berbagai macam bahaya yang hanya dapat dihindari dengan
berbagai macam pantangan.
F. D. Hollemen juga memberikan uraian yang menjelaskan
tentang sifat-sifat Hukum Adat yaitu :
1) Sifat Commune, kepentingan indibvidu dalam hukum selalu
diimbangi dengan kepentingan umum.
2) Sifat Concreet, yang menjadi objek dalam hukum adat itu
harus konkret atau harus jelas
3) Sifat Constant, penyerahan masalah transaksi harus dilakukan
dengan konstan
4) Sifat Magisch, hukum adat mengandung hal-hal yang gaib
yang apabila dilanggar akan menimbulkan bencana terhadap
masyarakat.

H. Lingkungan Dan Masyarakat Hukum Adat


Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia
menjadi 19 lingkungan Hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang
garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya
sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut di bagi lagi
dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw).
1. Lingkungan hukun adat tersebut adalah sebagai berikut :
1) Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2) Tanah Gayo, Alas dan Batak
 Tanah Gayo (Gayo Lueus)
 Tanah Alas
 Tanah Batak (Tapanuli)
 Tapanuli Utara : Batak Pakpak (Barus), Batak Karo, Batak
Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti,
Lumbun Julu).
 Tapanuli Selatan : Padang Lawas (Tano Sepanjang),
Angkola Mandailinag (Sayurmatinggi).
 Nias (Nias Selatan).
3) Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh
Kota, Tanah Kampar, Kerinci).
4) Mentawai (Orang Pagai)
5) Sumatra Selatan
 Bengkulu (Renjang).
 Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Reban,
Gedingtataan, Tulang Bawang).
 Palembang (Anak Lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah,
Semendo)
 Jambi (Orang Rimba, Batin dan Penghulu).
 Enggano.
6) Tanah Melayu (Lingga-Riau,Indragiri, Sumatra Timur, Orang
Banjar)
7) Bangka dan Belitung
8) Kalimantan ( Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir,
Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak
Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt,
Dayak Maayan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayat
Ot Danum, Dayak Penyambung Punan).
9) Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo).
10) Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja
Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang,
Kep. Banggai).
11) Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre,
Mandar, Makasar, Selayar, Muna).
12) Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Kep.
Sula).
13) Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua,
Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar).
14) Irian
15) Kep. Timor (Kep. Timor-timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba,
Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu
Bima).
16) Bali dan Lombok (Bali Tanganan-pagrisingan, Kastala,
Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa).
17) Jawa Pusat, Jawa Timur, serta Madura (Jawa Pusat, Kedu,
Purworejo, Tulungagug, Jawa Timur, Surabaya, Madura).
18) Daerah Kerajaan (Surakarta dan Yogyakarta)
19) Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan
prilaku yang ketiga hal ini mendorong timbulnya “kebiasaan pribadi “,
dan apabila kebiasaan ini ditiru oleh orang lain, maka ia akan menjadi
kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai kebiaasaan itu menjadi adat,
jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh
masyarakat yang bersangkutan.
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan
sangat lokal, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan
lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu aturan
tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut
soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk
dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat
budaya, adat istiadat, dll.
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas
nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan
lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang
sangat kuat, yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa ditaati
dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat
tertentu.

B. Saran
Saya berharap kepada pembaca khususnya mahasiswa Fakultas
Hukum bahwa kita harus melihat Hukum Adat sebagai latar belakang
Historis dari kelahiran Hukum itu sendiri dari aspek psikologis Hukum
adat tidak bisa dihilangkan dan dipisahkan dengan hukum yang ada
sekarang ini. Dan diadakannya studi khususnya mahasiswa Hukum
untuk langsung turun ke lapangan Hukum Adat yang ada dalam
masyarakat agar pendatailan data dan esensi Hukum Adat sendiri lebih
nyata.
DAFTAR PUSTAKA

Bushar, Muhammad. 1981. Asas-Asas Hukum Adat (suatu pengantar).


Jakarta: _______Pradnya Paramitha.

H.A.M. Effendy. 1994. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Mahdi Offset.


Id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
Keebet von Benda-Beckmann. 2006. Pluraisme Hukum. Jakarta: Ford
Fondation.
Lukito, Ratno. 1998. Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Adat Di
Indonesia. ______Jakarta: INIS.

Soekanto. 1981. Meninjau Hukum Adat Indonesoia. Jakarta: CV.Rajawali.


Soepomo. 1993. Hukum Adat. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Sudiyat, Imam. 1978. Asas-asas Hukum Adat, sebagai Bekal Pengantar.


________Yogyakarta: Liberty.

Wignjodipoero, Soerojo. 1967. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat.


Jakarta: _____________CV. Haji Masagung.
Warjiyati, Sri. 2006. Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai