Anda di halaman 1dari 75

Sistem Hukum

A. Sistem dan Tradisi Hukum


Oleh: Anna Fidellia Elly Erawaty, S.H., LL.M., Ph.D.

-Maria Ulfah- 1
SISTEM
(SYSTEM)
Black’s Law Kamus Besar Bahasa
The New Penguin English Dictionary (2019): Indonesia (2020):
Dictionary (2001): 1. Detailed 1. perangkat unsur
1. Regularly interacting or procedures, methods yang secara teratur
interdependent group of items and routines to carry saling berkaitan
out an activity, sehingga
forming a unified whole;
problem solve or membentuk suatu
2. An organised or established perform a duty.
procedure; totalitas;
2. Purposeful 2. susunan yang
3. Harmonious arrangement organized structure teratur dari
or pattern, order; that is regarded as a pandangan, teori,
4. The body considered as a whole and consists of asas, dsb;
functional unit. interdependent and 3. metode.
interrelated elements.
➔ Sistem selalu merujuk pada susunan beberapa bagian atau unsur yang 2
saling terkait membentuk satu kesatuan utuh.
Sistem Hukum
(Legal System)
John Henry Merryman:
A legal ‘system’, ‘is an operating set of legal institutions, procedures, and rules.
Legal Information Institute: A legal system is a procedure or process for
interpreting and enforcing the law.
US Legal.com: Legal system refers to a procedure or process for interpreting and
enforcing the law. It elaborates the rights and responsibilities in a variety of ways.
University of London: The legal system comprises the law – produced by law-
making bodies (legislatures and judiciary) – and the institutions, processes and
personnel that contribute to the operation and enforcement of those laws.

sistem hukum dalam konteks nasional adalah seperangkat institusi, prosedur,


dan materi hukum yang dibuat atau ditemukan dan diberlakukan atau
diterapkan bagi masyarakat yang berada di dalam suatu negara. 3
o Sistem hukum: kumpulan dari komponen-komponen
atau subsistem-subsistem yang saling berhubungan
sedemikian rupa, sehingga membentuk suatu kesatuan
utuh yaitu hukum.

o Tiga subsistem hukum: substansi hukum (legal


substance), struktur penegakan hukum (legal
structure); budaya hukum (legal culture).

+ eksekutif, legislatif

4
Sistem hukum dapat dipahami dalam konteks hukum nasional (secara umum)
maupun konteks bidang-bidang hukum (secara khusus). 5
± 160 negara di dunia
=
160 sistem hukum nasional?
TIDAK

• 4 rumpun tradisi hukum (legal traditions):


1) Tradisi Hukum Barat atau Western Legal Traditions, yang
dapat dibedakan menjadi tradisi Civil law dan Common law.
2) Tradisi Hukum Agama (Religious law), terutama Hukum
Yahudi, Hukum Kanonik (untuk umat Kristen Katolik), dan
Hukum Islam.
3) Tradisi Hukum Adat atau (Customary Law atau Indigenous
Law), misalnya Hukum Adat negara-negara di Asia Timur
seperti Tiongkok dan Jepang, serta negara di Afrika.
4) Tradisi Hukum Sosialis (Socialist Law) yang lazim berlaku di
negara-negara yang menganut ideologi sosialis komunis. 6
Tradisi Hukum (legal traditions) ≠ Sistem Hukum (legal system)
✓ Tradisi hukum menghubungkan sistem hukum dengan budaya dari
masyarakat tempat sistem hukum berlaku.
✓ Dalam tradisi hukum, sistem hukum ditempatkan dalam perspektif atau
sudut pandang budaya ➔ tradisi hukum bermakna lebih dalam dan luas
serta relevan dengan nuansa kebudayaan daripada sistem hukum.
✓ John Henry Merryman: tradisi hukum sebagai tata nilai dan sikap
tentang bagaimana misalnya persepsi suatu masyarakat tentang hukum,
tentang fungsi dan peran hukum, dan tentang operasionalisasi hukum
dalam masyarakat itu sendiri.
✓ Para ahli bidang perbandingan hukum: menggunakan pendekatan tradisi
hukum untuk kemudian mencari dan mempelajari karakteristik/ ciri-ciri
dari setiap sistem hukum yang berlaku di dunia ➔ Renee David &
Brierly menyatakan bahwa beberapa karakteristik/ ciri-ciri unik yang
dimaksud: faktor sejarah, jenis sumber hukum yang utama, metode
tentang penafsiran dan penerapan hukum, pembagian beberapa bidang
hukum, macam profesi dan pendidikan hukum, serta faktor kolonialisme
atau penjajahan. 7
4 rumpun tradisi hukum (legal traditions):
1) Tradisi Hukum Barat atau Western Legal Traditions: paling
sering digunakan sejak abad 11-12 Masehi hingga abad 21 saat ini
➔ Civil Law & Common Law.
2) Tradisi Hukum Agama (Religious law): hukum agama yang
masih digunakan adalah Hukum Islam, Hukum Hindu, Hukum
Yahudi ➔ bersumber dari ideologi atau keyakinan ajaran agama
masing-masing.
3) Tradisi Hukum Adat atau (Customary Law atau Indigenous
Law): masih eksis di berbagai negara wilayah Asia Timur (Korea,
Jepang), Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia), Asia Selatan,
Afrika ➔ bersumber dari ideologi dengan perekonomian yang
bersifat agraris, komunal, dan feodalistis karena pada masanya
masih menjadi masyarakat yang sangat sederhana.

8
4) Tradisi Hukum Sosialis (Socialist Law): sudah tidak relevan sejak Uni
Soviet sebagai negara kesatuan dibubarkan menjadi beberapa negara
merdeka yang tidak sepenuhnya menganut ideologi sosialis komunis.
➔ Sejarah perkembangan sistem Socialist Law dipengaruhi kuat oleh ideologi
Marxisme-Leninisme. Uni Soviet bermula dari tradisi Civil Law, namun
terjadi Revolusi Bolsevik tahun 1917 yang memunculkan pemerintahan
berideologi Komunisme-Leninisme dan tradisi Civil Law ‘diubah’ secara
revolusioner.
➔ Tradisi hukum ‘baru’ ini oleh para ahli hukum sosialis di era Perang Dingin
diperkenalkan sebagai sistem atau tradisi hukum revolusioner dan sangat
berbeda dari sistem hukum ‘barat’ borjuis dengan ideologi liberalisme-
kapitalisme.
➔ Hukum menurut tradisi Socialist Law semata-mata dipandang sebagai hasil
ciptaan negara dan oleh karenanya harus tunduk pada negara (yakni
penguasa), bukan negara yang harus tunduk pada hukum. Konsep ini
membuat negara dengan tradisi Hukum Sosialis tidak mengenal konsep
Supremasi Hukum (Rule of Law) yang menjadi pilar utama dari demokrasi
dalam bernegara sebagaimana dikenal luas di negara-negara barat yang
menganut Civil Law maupun Common Law. 9
1) Tradisi Hukum Barat
(Western Legal Traditions)
Tradisi Hukum Barat memiliki karakteristik:
1. Pembedaan tajam antara institusi-institusi hukum (legal institutions)
dengan institusi sosial lain ➔ Institusi hukum yang dimaksud bukan
hanya gedung atau lembaga seperti parlemen, tetapi juga proses
penegakan hukum seperti perundang-undangan, penyelesaian
perkara, teori hukum, asas hukum, dsbnya. Walaupun hukum dalam
perkembangannya dapat dipengaruhi oleh ekonomi, agama,
kebiasaan, moral, dsbnya, namun hukum tetap dapat dibedakan dari
berbagai faktor lainnya. Secara singkat, menurut tradisi hukum
barat, hukum bersifat mandiri atau otonom karena memiliki
karakternya sendiri.
2. Penyelenggaraan dan/atau penegakkan berbagai pranata hukum
dalam tradisi hukum barat dipercayakan pada sekelompok
profesional yang sehari-harinya menjalankan aktivitas di bidang
hukum ➔ muncul pengemban profesi hukum (legal professionals). 10
3. Para pengemban profesi hukum harus mengikuti program
pendidikan khusus pada pendidikan tinggi hukum ➔ memiliki
metode pembelajaran khas untuk melatih para calon profesional
hukum.
4. Materi atau bahan ajar bagi para calon pengemban profesi hukum
pada sekolah-sekolah hukum, dalam tradisi hukum barat,
berkembang secara dialektis ➔ ilmu hukum dan institusi-institusi
hukum saling mempengaruhi dan berkembang secara dialektis.
Konsep-konsep, teori, atau pemikiran-pemikiran dari para ahli
hukum pada akhirnya akan mempertajam, memperkaya, dan
menyempurnakan institusi hukum itu sendiri, demikian pula
sebaliknya. Dengan demikian, hukum dalam tradisi hukum barat,
tidak hanya meliputi apa yang disebut dengan institusi/ pranata,
perintah, norma/ kaidah, putusan hakim, undang-undang, atau
sejenisnya, melainkan juga mencakup apa yang dipikirkan atau
digagas oleh para pemikir/ ahli hukum. Ilmu hukum menjadi benar-
benar sebuah bidang ilmu sendiri, memiliki metodenya sendiri, yang
semuanya dapat dianalisis dan dikembangkan. 11
5. Hukum dipandang sebagai sebuah sistem yang koheren, sebuah
sistem yang terintegrasi ➔ Hukum sebagai sebuah sistem yang utuh
berkembang sesuai dengan perkembangan waktu, dari satu generasi
ke generasi berikutnya, terus berkembang seperti itu hingga berabad-
abad kemudian. Sebagai sebuah sistem, hukum dalam pemikiran
tradisi barat diyakini akan terus berevolusi, berkembang sesuai
dengan perubahan dalam masyarakat.
6. Kesejarahan hukum menurut tradisi hukum barat terkait dengan
konsep supremasi hukum atas politik ➔ Pembangunan/
pertumbuhan hukum secara sistemik juga berlaku atau mengikat
negara dan para penyelenggara negara itu sendiri. Mereka adalah
pembuat hukum, namun mereka juga tunduk terhadap hukum.
Prinsip supremasi hukum ini sudah berlaku di negara-negara di
Eropa sejak abad 12, bahkan juga di negara-negara yang menganut
sistem pemerintahan kerajaan absolut sekalipun.
12
7. Tradisi hukum barat di Eropa di masa lampau juga mengenal
pluralisme sistem hukum yang berlaku secara damai bagi kelompok
atau golongan masyarakat yang berbeda-beda. Misal, ada sistem
hukum gereja atau Kanonik (Canon Law) yang mengatur berbagai
hal yang dimasukkan ke dalam urusan gereja (ecclesiastical polity),
dan sistem hukum yang dibuat oleh negara untuk mengatur berbagai
hal yang tidak berkaitan dengan urusan gereja (secular polities).
Selain itu, di beberapa wilayah di Eropa pada masa itu juga
mengenal adanya sistem hukum yang khusus berlaku untuk
golongan bangsawan (Royal Law, Feudal Law), sistem hukum yang
khusus berlaku untuk penduduk di pedesaan (Manorial Law), sistem
hukum khusus untuk kaum pedagang (Mercantile Law) dstnya.
Akibatnya, pada abad 11-16 di Eropa, dapat saja terjadi seseorang
untuk suatu hal tunduk pada yurisdiksi Hukum Gereja, untuk hal lain
tunduk pada yurisdiksi pengadilan niaga yang bertugas menegakkan
mercantile law, lalu untuk hal yang lain lagi ia tunduk pada royal
law, dstnya ➔ pemisahan antara hukum agama dan hukum negara.
13
8. Tradisi hukum barat juga banyak dipengaruhi dan dibaharui oleh
nilai-nilai sosial baru yang lahir sebagai akibat dari berbagai
perubahan atau bahkan revolusi sosial yang terjadi di Eropa ➔
Contoh munculnya Masa Renaisans (Renaissance, sekitar tahun
1300 hingga abad 16 Masehi), Revolusi Agraria (sebelum abad 18
Masehi), Revolusi Industri (di mulai sekitar tahun 1760 di Inggris),
dan Revolusi Perancis (tahun 1789-1799) ➔ adanya revolusi sosial.

14
Civil Law dan Common Law dapat dibedakan dari
lima hal berikut ini:
1. Latar belakang sejarah perkembangannya;
2. Metode hukumnya;
3. Jenis sumber hukum utama;
4. Ideologi;
5. Lembaga/ pranata hukum yang khas.

15
1. Karakteristik Latar Belakang Sejarah

16
C I V I L L A W:
➔ Tradisi/ sistem Romano-Germanic (Romawi memperluas wilayah ke utara
Eropa yang bersistem Germanic) bersumber dari Romawi Kuno (masa
Kekaisaran Romawi).
➔ Masa Kaisar Justinianus (527-565 Masehi) berhasil menghimpun kitab kodifikasi
Hukum Romawi bernama Corpus Juris Civilis atau Codex Justinianus yang terdiri
dari Institutiones-pengantar; Digestae/ Pandectae- materi-materi yang harus
dipelajari mahasiswa; Codex-koleksi peraturan masa Romawi yang tersusun
sistematis; Novelli-peraturuan perundang-undangan tambahan yang disusun setelah
ketiganya selesai dibuat. Kitab tersebut adalah cikal bakal terbentuknya Civil Law.
➔ Lalu terjadi stagnasi beberapa abad, hingga abada 11-12 Masehi berkembang
lagi hukumnya melalui para Glossators (terpelajar yang merekonstruksi kitab
kodifikasi Hukum Romawi seasli mungkin) dan para Commentators (terpelajar
yang menyesuaiakan kitab kodifikasi Hukum Romawi dengan perkembangan
baru saat itu) dengan studi hukum di universitas Bologna-Italia: Hukum
Romawi kembali hidup ke seluruh daratan Eropa, terkecuali Inggris.
➔ Sesuai dengan tradisinya, maka sistem Civil Law dikembangkan oleh para
akademisi hukum di universitas-universitas, untuk kemudian dikompilasi,
dikodifikasi, dan disahkan oleh perangkat legislatif menjadi undang-undang:
kodifikasi kitab hukum atau peraturan perundang-undangan. 17
KODIFIKASI NAPOLEON
→ Napoleon Bonaparte (Perancis) lahir lima jenis kodifikasi:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Code Civil);
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Code Penal);
3. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Code du Commerce);
4. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata;
5. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Kodifikasi ini menyebar melalui penjajahan/ kolonialisme


bangsa Eropa dan resepsi negara-negara yang
membutuhkan.
Faktanya adalah:
#BURGERLIJK WETBOEK (KUHPerdata Belanda) tahun 1838.
#NEDERLANDSCH INDIE BURGERLIJK WETBOEK (KUHPerdata
18
Hindia Belanda-Indonesia) tahun 1848.
Romawi

Perancis Portugis,
Spanyol,
Jepang

Belanda

Hindia Belanda
(Indonesia) 19
C O M M O N L A W:
➔ Bermula dan berkembang di Inggris. Lalu Amerika Serikat
mengembangkan menjadi Anglo Amerika.
➔ Sistem Common Law dikembangkan oleh para praktisi hukum melalui
kasus-kasus hukum yang harus diselesaikan di depan forum pengadilan.
➔ Pengadilan-pengadilan kerajaan meluas dan menggantikan pengadilan-
pengadilan tradisional. Hakim-hakim kerajaan = hakim keliling yang
berkelana ke seluruh penjuru negeri. Mereka mengadili kasus dengan
menerapkan beragam hukum adat setempat.
➔ Dengan keberagaman hukum adat yang dikenal, mereka sering
mendiskusikan keuntungan dan kerugiannya masing-masing. Lalu mulai
timbul situasi di mana hakim-hakim kerajaan sering menerapkan hukum
yang sama di seluruh negeri, sehingga terbentuk lah “COMMON LAW”.
➔ Common Law tercipta melalui pengadilan-pengadilan yang
menggunakan putusan-putusan pengadilan mereka sebagai PRESEDEN
(Yurisprudensi). Preseden tersebut dalam keadaan serupa harus diikuti
dan dihormati = prinsip “STARE DECISIS”. 20
➔ Prinsip Stare Decisis/ the Doctrine of Judicial Precedent:
Dua kasus dengan sebagian besar fakta “relevan sama”, dapat diputuskan
dengan cara sama oleh Hakim (judge made law). “Relevan sama” dapat dilihat
pada ratio decidendi (pertimbangan hakim atas penerapan hukum). Ratio
decidendi yang bersifat mengikat adalah aturan hukum yang dipakai
pengadilan dalam memutuskan kasus yaitu hukum yang diperlukan untuk
mengambil putusan.

➔ Oleh karena perkembangannya didasarkan pada praktik hukum di


pengadilan dalam konteks untuk memecahkan sengketa-sengketa hukum,
maka sistem Common Law memberi penekanan yang kuat pada fungsi dan
peran hakim sebagai pembuat hukum, dan sekaligus menjadikan putusan-
putusannya sebagai sumber hukum paling utama.
➔ Sumber hukum dalam sistem Common Law dari hukum kebiasaan yang
sudah mengalami perkembangan berabad-abad lamanya, bersifat praktis
dengan sistem peradilan yang terpusat/tersentralisir serta pengaruh
(ke)raja(an) yang kuat: sumber utama adalah putusan pengadilan
(yurisprudensi). 21
2. Karakteristik Metode Hukum

22
C I V I L L A W:
➔Mengingat asal mulanya dari para akademisi hukum, maka sistem
Civil Law cenderung bersifat rule-based: menekankan pada aspek
norma/ kaidah/ hukum tertulis yang abstrak dan konseptual.
➔Norma-norma hukum Civil Law dirumuskan untuk mencari solusi
atau pemecahan terhadap problem hukum yang mungkin akan terjadi
dalam masyarakat. Itu sebabnya pola atau cara berpikir para ahli
hukumnya dan metode pendekatan hukumnya bersifat deduktif.
➔Hukum dalam sistem Civil Law dipersepsikan sebagai kaidah-kaidah
yang mengatur perilaku manusia yang berkait erat dengan konsep
tentang keadilan dan moralitas. Dengan demikian, pembentuk hukum
menurut tradisi hukum ini diserahkan pada kalangan akademisi
hukum melalui pemikiran-pemikiran atau doktrin-doktrin mereka.
Pada gilirannya, berdasarkan doktrin-doktrin inilah akan disusun
produk hukum tertulis berupa undang-undang yang akan diterapkan
untuk memecahkan kasus hukum yang terjadi di masa depan
(mengenal aspek hukum prosedural, namunfokus utama pada
23
perumusan secara detail kaidah-kaidah hukum material/ substansial).
C O M M O N L A W:
➔Mengingat asal mulanya berasal dari praktisi hukum (advokat,
hakim), maka sistem Common Law bersifat court-based: menekankan
pada pemecahan masalah hukum secara praktis dan konkrit di forum
pengadilan.
➔Para praktisi hukum mencari dan menggali hukum dari hukum
kebiasaan dalam konteks untuk menjawab kasus-kasus hukum yang
dibawa ke pengadilan oleh para pihak yang bersengketa. Itu sebabnya
pola atau cara berpikir ahli hukumnya dan metode pendekatan
hukumnya pun lebih bersifat pragmatis, konkrit, dan induktif.
➔Hukum dalam tradisi Common Law lebih dipersepsikan sebagai
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antar pihak-pihak
yang berperkara di depan hakim sekaligus sebagai solusi atas sengketa
hukum yang bersangkutan. Ini sebabnya kaidah-kaidah hukum yang
menyangkut aspek prosedural atau proses berperkara di depan
pengadilan, seperti misalnya Evidence dan Administration of Justice,
menjadi sangat penting peranannya menurut tradisi hukum Common 24
Law.
3. Karakteristik Jenis Sumber Hukum

25
C I V I L L A W:
➔Tradisi Civil Law sangat mengutamakan perundang-
undangan atau hukum tertulis sebagai sumber hukum
utama, dan bukan putusan hakim. Lebih lanjut, dalam
tradisi ini Kitab Kodifikasi Hukum, misal Code du Penal
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), Code du Civilis
(Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) memainkan fungsi
amat penting sebagai sumber hukum.

26
C O M M O N L A W:
➔Tradisi Common Law berkembang dari hukum tidak tertulis
yakni hukum kebiasaan yang kemudian ‘dikuatkan’ oleh hakim
dalam memutuskan perkara di depan pengadilan, maka putusan
hakim menjadi sumber hukum yang utama dalam tradisi hukum
ini. Hukum tertulis berupa undang-undang memang juga
menjadi salah satu sumber hukum juga, namun kedudukannya
dan nilainya tidak dapat disamakan dengan putusan hakim.
Undang-Undang hanyalah sebagai pelengkap dan umumnya
apa yang diatur oleh UU itu hanyalah penegasan, konkritisasi
atau formalisasi dari apa yang sebelumnya sudah menjadi
hukum kebiasaan.

27
Catatan Umum dari Civil Law dan Common Law di atas:
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, memperlihatkan kecenderungan
bahwa tradisi Civil Law dan Common Law dalam memandang hukum
tertulis dan tidak tertulis sebagai sumber hukum mulai saling
melengkapi dan bukan saling bertentangan secara frontal. Artinya,
meskipun dalam tradisi Civil Law, kitab kodifikasi hukum dan undang-
undang merupakan sumber hukum paling utama, tidaklah berarti bahwa
dalam tradisi ini putusan hakim tidak mempunyai nilai atau fungsi
sebagai sumber hukum. Sebaliknya, dalam tradisi Common Law yang
memprioritaskan keputusan hakim (case law) sebagai sumber hukum
utama, tidak berarti mereka tidak mengakui undang-undang sebagai
sumber hukum. Putusan hakim maupun undang-undang (hukum
tertulis) keduanya diakui sebagai sumber hukum menurut kedua tradisi
hukum itu, hanya penekanan prioritasnya yang berbeda. Pada sistem
Civil Law, undang-undang menjadi yang terpenting dan dominan,
sedangkan pada sistem Common Law hal sebaliknya yang terjadi. 28
4. Karakteristik Ideologi

Civil Law dan Common Law ➔


sama-sama dipengaruhi ideologi politik dan ekonomi
dalam sistem hukum masyarakat Eropa: ideologi
liberalisme kapitalisme.

29
5. Karakteristik Lembaga/ Pranata Hukum

Civil Law ➔
Dikenal adanya pranata hukum ‘law of obligation’, ‘good faith’,
dan lembaga hukum ‘administrative court’, ‘competition law’.

Common Law ➔
Dikenal adanya pranata hukum ‘trust’, ‘estoppel’, ‘consideration’,
dan lembaga hukum ‘equity’ , ‘competition law’ , ‘tort’.

30
(untuk kepentingan kelas)

31
KARAKTERISTIK CIVIL LAW:
1. Sistem hukum berlandaskan pada sumber hukum tertulis/
perUUan (bentuk kodifikasi maupun non-kodifikasi).
2. Pemikiran hukum berasal dari para akademisi atau ahli hukum →
jurist (legal scholars) berpengaruh besar dalam pembuatan
hukum oleh parlemen, maupun melalui putusan hakim.
3. Pada saat lahirnya terdapat perbedaan tegas antara penggolongan
hukum publik dan hukum privat/ perdata. Akan tetapi, pada
perkembangannya garis pemisah tersebut memudar.
4. Metode hukum bersifat deduktif :
berangkat dari pemikiran asas serta norma hukum secara umum dan
abstrak yang kemudian asas dan norma tersebut diaplikasikan pada
setiap kasus hukum yang terjadi ➔ Asas-asas dan norma hukum
diujikan/ diterapkan pada kasus hukum relevan. Apabila di dalamnya
terdapat unsur-unsur sama seperti yang tercantum di dalam norma
hukum (pasal tertentu), maka pasal tersebut yang menjadi “solusi
hukum". 32
5. Hukum tertulis tidak identik dengan kodifikasi hukum, begitu pula
peraturan perundang-undangan tidak identik dengan kodifikasi
hukum ➔ hukum tertulis: kodifikasi hukum serta peraturan
perundang-undangan.
6. Peran hakim dalam sidang peradilan hanyalah sebagai penafsir
hukum, bukan sebagai pembuat/ pencipta hukum baru (hakim
sebagai corong UU). Artinya, hakim harus menggunakan berbagai
metode penemuan atau penafsiran hukum terhadap hukum tertulis
untuk dapat diaplikasikan pada fakta hukumSistem peradilan atau
hukum acara adalah inquisitorial system dan tidak mengenal sistem
juri (jury). Tidak adanya sistem juri ini membuat hakim menjadi
sangat dominan dan aktif, bahkan dalam banyak kasus persidangan
jumlah hakim yang bersidang harus lebih dari satu orang sehingga
dikenal “majelis hakim”.
7. Adanya konsep pembagian kekuasaan antara eksekutif-legislatif-dan
judikatif, untuk memberi tugas, peran dan fungsi yang berbeda. Pihak
yudikatif hanya berwenang menerapkan hukum yang dibuat legislatif
33
melalui metode penemuan hukum.
KARAKTERISTIK COMMON LAW (INGGRIS):
1. Sistem hukum berlandaskan pada perkara/ kasus hukum →
putusan pengadilan (case law). Kaidah hukum berkembang
melalui putusan hakim sehingga hakim di pengadilan
memegang peranan penting dalam pembentukan/ penciptaan
hukum (jugde made decisional law) → peraturan perundang-
undangan ada, tetapi berjumlah sedikit.
2. Menganut doktrin preseden/ prinsip stare decisis yang
hirarkis. Putusan hakim (case law) yang menjadi preseden
disebut yurisprudensi ➔ dibatasi dengan kebenaran dan
keadilan.
3. Gaya hukum pragmatis dan mengandalkan improvisasi ➔ tata
cara peradilan sangat praktis-operasional.
4. Tidak mengenal pembedaan hukum privat dan hukum publik
secara struktural dan substantif (≠ civil law).
34
5. Metode hukum bersifat induktif: berangkat dari sekumpulan
fakta riil atau kasus konkrit → diteliti dan dibandingkan →
masalah yang kurang lebih sama/ mirip dengan putusan hakim
sebelumnya (preseden) → ditemukan ketentuan hukum
mengikat dan diterapkan pada kasus tersebut (singkatnya adalah
pemikirian dari sesuatu yang khusus diterapkan ke sesuatu yang
sifatnya umum).
6. Pengadilan menggunakan adversarial/ adversary system ➔
masing-masing pihak menggunakan pengacara; hakim menjadi
seperti wasit/ pasif (mengatur alur persidangan), dan apabila ada
sistem juri maka hakim tidak menentukan hasil putusan (juri:
gulty or not guilty; hakim hanya menentukan vonis hukuman).
7. Sistem hukum Inggris sangat mengutamakan atau
menitikberatkan pada aspek hukum acara. Hal ini tampak dari
adanya writ atau breve (sebuah perintah resmi tertulis yang
diterbitkan oleh orang atau lembaga yang memiliki kewenangan
administratif atau yudikatif). 35
Civil Law
Common Law
Islamic Law
Mix Law (Civil Law and Common Law) 36
Sistem Hukum
B. Hukum Adat Indonesia
Oleh: Prof. Dr. Catharina Dewi Wulansari, S.H., M.H.

-Maria Ulfah- 37
o Hukum Adat: bahasa Arab ➔ “Huk’m” dan “Adah” (jamaknya
Ahkam): suruhan atau ketentuan atau kebiasaan. Hukum adat
adalah hukum kebiasaan.

Christiaan Snouck Hurgronje melakukan


penelitian di Aceh tahun 1891-1892 untuk
kepentingan penjajah Belanda ➔ muncul istilah
Adat Recht yang digunakan untuk membedakan
kebiasaan dengan adat yang bersanksi hukum.

o Istilah Hukum Adat yang dipakai sekarang, terjemahan dari


bahasa Belanda, Adatrecht yang digunakan untuk memberi nama
pada suatu sistem pengendalian sosial (social control). 38
o TER HAAR: Pidato Dies tahun 1937 “Het Adatrecht Van
Nederlandsch Indie In Wetenschap, Practijk En Onderwijs” ➔
Hukum Adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam
keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang
memiliki wibawa (macht) serta pengaruh (invloed) dan yang dalam
pelaksanaannya berlaku dengan serta merta dan dipatuhi dengan
sepenuh hati.

o SOEPOMO: Hukum Adat ialah hukum kebiasaan tidak tertulis.


Hukum Adat tidak hanya meliputi hukum yang hidup dan
dipertahankan sebagai peraturan adat di dalam masyarakat saja,
namun termasuk hukum kebiasaan dalam lapangan ketatanegaraan
dan kehakiman.

39
o KOENTJARANINGRAT:
Tiap-tiap masyarakat (berbentuk kompleks maupun sederhana), tentu
mempunyai aktivitas-aktivitas yang berfungsi dalam lapangan
pengendalian masyarakat atau kontrol sosial.

o BERGER: pengendalian sosial adalah “various means used by a


society to bring recalcitrant members back into line”.

➔ Jadi dalam definisi ini pengendalian sosial diartikan sebagai berbagai


cara yang digunakan masyarakat untuk menerbitkan anggota yang
membangkang. 40
Corak Hukum Adat:
1. Tradisional ➔ bersifat turun-temurun dan asli dari zaman nenek
moyang hingga ke anak cucu sekarang yang keadaannya masih tetap
berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat adat yang bersangkutan.
Oleh karena itu, antarhukum adat memiliki sifat dan keunukan dari
sejarah adat masing-masing.

2. Keagamaan ➔ bersifat magis religious: berhubungan erat dengan


kepercayaan pada yang gaib, mistis (mempengaruhi serta
menentukan nasib manusia), berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kaidah Hukum Adat selalu menggantungkan pada apa yang
dikehendaki dan diperintahkan oleh Tuhan untuk memberikan rasa
aman bagi masyarakat adat. Alam semesta adalah keseluruhan
41
(bagian-bagian) yang seimbang.
3. Kebersamaan (bercorak komunal) ➔ Hukum Adat diutamakan untuk
kepentingan bersama, di mana kepentingan pribadi diliputi oleh
kepentingan bersama. Jadi seluruh benda-benda yang merupakan harta
milik atau kekayaan masyarakat adat memiliki fungsi sosial dan segala
sesuatu yang dinikmati dan memiliki daya kegunaan bagi masyarakat
adat secara individu wajib digunakan dan dibagi bagi oleh masyarakat
adat yang lainnya. Setiap individu adalah anggota masyarakat adat,
sehingga segala tingkah laku yang diperbuat dan dilakukan oleh tiap-
tiap individu harus ditempatkan lebih tinggi demi mewujudkan
kepentingan anggota persekutuan dan pada akhirnya menciptakan asas
kebersamaan. Lalu muncul prinsip satu untuk semua dan semua untuk
satu, hubungan hukum antara anggota masyarakat didasarkan pada
kebersamaan, kekeluargaan, tolong-menolong, dan gotong royong.
4. Konkret dan kontan ➔ Konkret: Hukum Adat jelas, nyata, berwujud,
visual dapat dilihat, terbuka, tidak tersembunyi (terang). Kontan:
Hukum Adat harus terjadi pada saat bersamaan antara prestasi dan
kontra prestasi sehingga tidak mengganggu keseimbangan. Perbuatan
hukum yang dilakukan harus seimbang antara pelaksanaan prestasi dan
42
kontra prestasi.
5. Terbuka dan sederhana ➔ Terbuka: hukum adat dapat menerima
unsur-unsur yang datangnya dari luar selama tidak bertentangan dengan
jiwa hukum adat itu sendiri. Hukum adat selalu menjalin sosialisasi dan
berbaur dengan elemen-elemen kaidah lain, tetapi hukum adat harus
mempertahankan jiwa dan identitas sejatinya. Sederhana: hukum adat
bersahaja, tidak rumit, tidak banyak administrasinya bahkan kebanyakan
tidak tertulis, dan mudah dimengerti serta dilaksanakan berdasarkan
saling mempercayai.

6. Dapat berubah dan menyesuaikan ➔ Masyarakat Indonesia sejak


dahulu hingga sekarang yang dalam pertumbuhannya atau
perkembangannya secara terus menerus mengalami proses perubahan,
sehingga terdapat isi atau materi hukum adat yang sudah tidak berlaku
lagi, yang sedang hidup dan berlaku dalam masyarakat serta materi yang
akan tumbuh (yang juga mengalami kemajuan zaman serta menciptakan
43
keserasian dan pembaharuan norma kehidupan).
Asas-Asas Hukum Adat:
1. Gotong Royong ➔ asas kemasyarakatan, asas komunal, asas
kekeluargaan. Solidaritas di antara anggota masyarakat adat sangat
tinggi (merasa senasib dan seperjuangan) dalam suka dan duka, dalam
kehormatan dan kehinaan, dalam kemewahan dan kemelaratan.
2. Fungsi Sosial Manusia dan Milik dalam Masyarakat ➔ Masing-
masing merasa berkewajiban untuk menyumbangkan tenaganya demi
keselamatan kesatuannya. Mereka sama sekali tidak memikirkan soal
balas jasa. Hati nurani mereka masing-masing mengatakan bahwa itu
sudah menjadi kewajiban mereka.
3. Persetujuan sebagai Dasar Kekuasaan Umum (Kepala Adat) ➔ ciri
khas demokrasi asli Indonesia. Kepala Adat atau disebut pula kepala
rakyat bertugas memelihara hidup hukum di dalam persekutuan,
menjaga supaya hukum itu dapat berjalan dengan selayaknya.
4. Perwakilan dan Permusyawaratan dalam Sistem Pemerintahan ➔
Sehubungan dengan asas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum,
asas ini juga ciri khas demokrasi Indonesia asli yang telah ada dan
dibina dalam kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia sejak dulu.
44
Bidang-Bidang dalam Hukum Adat:

Ter Haar: Van Dijk:


1. Hukum Perjanjian Tanah 1. Hukum Tata Negara;
dan yang bersangkutan 2. Hukum Warga meliputi:
dengan tanah;
a. Hukum Kekerabatan, yang
2. Hukum Perhutangan; mencakup:
3. Hukum Kekerabatan; 1) Hukum Perkawinan;
4. Hukum Perorangan; 2) Hukum Waris;
5. Hukum Perkawinan; b. Hukum Tanah;
6. Hukum Waris; c. Hukum Perhutangan.
7. Hukum Pelanggaran. 3. Hukum Delik (Hukum Pidana).

45
Soerjono Soekanto:
1. Hukum Tantra atau Hukum Negara Materil dan Formil, yaitu:
a. Hukum Tata Tantra atau Hukum Tata Negara;
b. Hukum Administrasi Tantra atau Hukum Administrasi Negara;
c. Hukum Pidana.

2. Hukum Perdata Materil dan Formil, yaitu:


a. Hukum Pribadi;
b. Hukum Harta Kekayaan, yang mencakup:
1) Hukum Benda: Hukum Benda Tetap, Hukum Benda Lepas
2) Hukum Perikatan: Hukum Perjanjian, Hukum
Penyelewengan Perdata, Hukum Perikatan lainnya
3) Hukum Hak Immateril: Hukum Keluarga, Hukum Waris
46
Penggolongan Masyarakat Hukum Adat berdasarkan:
❖ ASAS TERITORIAL (Asas Kedaerahan) ➔ lingkungan daerah:
1. masyarakat hukum desa;
2. masyarakat hukum wilayah;
“Ikatan dengan tanah”
3. masyarakat hukum serikat desa.

Aktivitas dipusatkan dalam tangan Kepala Desa yang terbagi dalam:


1. urusan tanah;
2. penyelenggaraan tata tertib sosial dan hukum → preventif;
3. penyelenggaraan hukum serta keseimbangan yang bersumber pada
pandangan religio-magis → represif.

❖ ASAS GENEALOGIS (Asas Keturunan)


Yang terbagi dalam 3 macam pertalian keturunan :
1. Patrilineal;
2. Matrilineal;
3. Parental. 47
Sistem Hukum
C. Sistem Hukum Islam dan
Kedudukan Hukum Islam di Indonesia
Oleh: Dewi Sukma Kristianti, S.H., M.H.

-Maria Ulfah- 48
❑ Hukum Islam berhubungan erat dengan agama Islam. Aturan-aturan
yang diterapkan pada hukum Islam adalah aturan-aturan yang
ditetapkan oleh Allah untuk mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dalam
hubungan sosial dan hubungan dengan alam semesta.

Syariah ➔
Akidah Akhlak Fiqih
49
❑ AKIDAH: ikatan/ sangkutan ➔ mengikat dan menjadi sangkutan/
gantungan segala sesuatu. Akidah ini fundamental dalam Hukum Islam.
Akidah merupakan kumpulan aturan-aturan yang menjadi titik tolak
kegiatan seorang muslim. Akidah dikenal pula sebagai keyakinan mutlak
seseorang terhadap Allah.

❑ AKHLAK: sikap mental yang menimbulkan kelakuan baik atau buruk,


yang dimaksud sebagai akhlak dalam kerangka hukum Islam adalah
akhlak mulia yang harus dilakukan setiap manusia. Akhlak berkenaan
dengan sikap dan perbuatan manusia terhadap Allah, terhadap diri
manusia sendiri, terhadap sesama manusia dan alam semesta. Akhlak di
dalam hukum Islam memiliki posisi yang penting, karena akhlak
merupakan hasil pencerminan dari aturan-aturan di dalam hukum Islam
50
yang dilandasi oleh akidah yang ada pada diri manusia.
SYARIAH (Islamic Law): FIQIH (Islamic Jurisprudence):
➢ aturan yang terdiri dari wahyu ❖ pemahaman atau hasil
Allah dan Sunnah Nabi pemahaman/ interpretasi
Muhammad SAW. tentang syariah.
➢ dalam pengertian etimologi ❖ dalam pengertian etimologi
adalah jalan ke tempat mata adalah pengetahuan atau
air, atau tempat yang dilalui pemahaman.
air sungai. ❖ secara terminologi adalah
➢ secara terminologi adalah hukum syara’ yang bersifat
seperangkat norma ilahi yang praktis yang diperoleh dari
mengatur hubungan manusia dalil-dalil syariah yang
dengan Allah, hubungan terperinci.
manusia dengan sesamanya
dalam kehidupan sosial, dan Istilah Hukum Islam tidak
ditemukan dalam sumber-sumber
hubungan manusia dengan Hukum Islam, istilah yang
mahluk lainnya di alam digunakan: Syariah dan Fiqih.
semesta. 51
Tujuan adanya seperangkat aturan dalam Hukum islam:
1) Memelihara agama;
2) Memelihara jiwa;
3) Memelihara akal;
4) Memelihara keturunan; dan
5) Memelihara harta.

Al-maqasid Al-khamsah
atau
Al-maqasid al-syariah
52
Bidang-Bidang atau Ruang Lingkup dalam Hukum Islam

Ahkam Al-Ibadah Ahkam Al-Mu’amalat


(hukum ibadah) (hukum amaliyah)

1. Ahkam Al-Ibadah (hukum ibadah)


➔ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhannya.
➔ Misalnya:
a) Jenis ibadah yang cara, waktu atau tempatnya sudah ditentukan,
seperti shalat, puasa, zakat, ibadah haji, dan zakat.
b) Semua bentuk pengabdian kepada Allah dan setiap perbuatan
atau perkataan yang memberikan manfaat kepada manusia pada
umumnya, seperti memelihara kebersihan, berbuat gotong
royong di masyarakat, dan lain-lain. 53
2. Ahkam Al-Mu’amalat (hukum amaliyah)
➔ketentuan-ketentuan atau hukum yang mengatur hubungan antar
manusia dan alam semesta, yang terdiri dari:
a. Ahkam al-syahsiyat (hukum orang dan keluarga): hukum tentang
orang dan hukum tentang perkawinan.
b. Ahkam al-madaniyat (hukum tentang benda): hukum tentang
mengatur masalah yang berkaitan dengan benda, seperti utang
piutang, sewa menyewa, jual beli, lingkungan alam semesta, warisan
dan jaminan.
c. Ahkam al-jinayat (hukum tentang sanksi hukum bersifat negatif):
hukum yang berhubungan dengan perbuatan yang dilarang dan
ancaman atau sanksi hukum bagi yang melanggarnya.
d. Ahkam al-qadha wa al-murafat (hukum acara): hukum yang
berkaitan dengan acara di pengadilan (hukum formil), seperti aturan
tentang alat bukti, saksi, pengakuan, sumpah, dan lain-lain yang
berkaitan dengan pelaksanaan hukum acara.
54
e. Ahkam al-dusturiyah (hukum tatanegara, hukum administrasi
negara dan perundang-undangan): hukum yang berkaitan dengan
masalah lembaga negara, sistem negara, politik, kepemimpinan, dan
peraturan perundang-undangan.
f. Ahkam al-dauliyah (hukum internasional): hukum yang mengatur
hubungan antar negara, baik dalam keadaan damai maupun perang.
g. Ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah (hukum perekonomian dan
moneter): hukum tentang perekonomian dan keuangan dalam suatu
negara dan antar negara.
❑ Hukum Islam mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, hubungan
dengan sesama manusia dalam kehidupan sosial, hubungan manusia
dengan benda dan alam semesta.
❑ Pembidangan Hukum Islam tidak membedakan antara hukum privat
dan hukum publik. Hal ini disebabkan sistem hukum Islam pada bidang
hukum privat terdapat segi-segi hukum publik & di dalam bidang hukum
publik terdapat segi-segi privatnya. Oleh karena itu dalam bidang-
bidang/ ruang lingkup hukum Islam hanya menyebutkan bagian-bagian
bidangnya saja tanpa pengelompokan bidang publik/ privat. 55
Ciri-Ciri Hukum Islam
1) Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam.
2) Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan
dengan iman atau akidah dan kesusilaan atau akhlak.
3) Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu: syariah dan fiqih. Syariah
bersumber dari wahyu Allah dan sunnah/hadits Nabi Muhammad SAW,
sedangkan fiqih adalah ahsil pemahaman manusia yang bersumber dari
aturan-aturan umum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah/Hadits.
4) Hukum Islam tidak hanya mengatur bidang ibadah tetapi juga mengatur
tentang bidang-bidang lain yang menyangkut hubungan manusia dalam
masyarakat.
5) Hukum Islam memiliki struktur berlapis, yang terdiri dari: (a) aturan dalam
Al-Qur’an, (b) Sunnah/ Hadits Nabi Muhammad SAW, (c) hasil penemuan
hukum melalui penalaran (Ar-Ra’yu).
6) Hukum Islam berkarakter universal, berlaku di setiap masa untuk umat
Islam dimanapun berada.
7) Memiliki tujuan untuk memelihara agama, akal/pikiran/jiwa, raga, harta
dan keturunan. 56
Asas-Asas dan Prinsip dalam Hukum Islam

Asas-asas Hukum Islam menurut Syekh Muhammad Hadhori:


1. asas meniadakan kesempitan dan kesukaran ➔ asas dalam
hukum Islam yang memberikan kemudahan dan mengurangi
kesukaran terhadap suatu kondisi yang dialami oleh manusia. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk memberikan toleransi dan
memperhatikan beban hukum dengan sangat hati-hati. Untuk
melaksanakan asas ini di dalam hukum Islam dikenal dengan istilah
rukhshah (peringanan hukum). Rukhshah ini disebabkan adanya
dharurah (hukum yang berlaku pada saat keterpaksaan), misal:
rukihsah (meringankan) dalam berbagai aspek ibadah yang dijalani
manusia ketika sedang dalam perjalanan jauh atau darurat, atau
dalam keadaan sakit dan lemah seperti dibolehkan berbuka bagi
musafir (sedang dalam perjalanan jauh) yang merasa tidak kuat
57
2. asas menyedikitkan pembebanan ➔ asas ini merupakan kesimpulan
logis dari asas yang pertama (tidak adanya kesukaran), tiadanya
kesukaran mengakibatkan pembebanan yang diberikan sedikit karena
kesukaran yang dihadapi merupakan suatu pembebanan, misal: pada
waktu peraturan perundang-undangan belum diketahui dan terdapat
masalah yang dihadapi maka untuk sementara dibiarkan saja dan
dipecahkan dengan kaidah yang umum, hal ini merupakan kelonggaran
bagi manusia.

3. asas bertahapan dalam menetapkan hukum ➔ asas yang


menetapkan bahwa setiap masyarakat memiliki adat istiadat/ kebiasaan
yang sudah berakar, maka dalam menetapkan suatu hukum Islam dalam
masyarakat harus bertahap sesuai dengan perkembangan dan kebiasaan
masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat akan menentang apabila
ada hal baru atau sesuatu yang datang kemudian dalam kehidupannya,
terlebih lagi bila hal tersebut bertentangan dengan tradisi yang ada dan
masyarakat cenderung memberikan respon apabila timbul sesuatu di
tengah-tengah mereka. Oleh karena itulah aturan di dalam hukum Islam
ditetapkan secara bertahap sesuai dengan kondisi masyarakat. 58
Asas-asas Hukum Islam menurut Masjfjuk Zuhdi:
1) asas sejalan dengan kepentingan atau kemaslahatan umat manusia
➔ asas yang menekankan kemanusiaan diantara sesama manusia
merupakan manifestasi dari hubungan manusia dengan penciptanya. Di
dalam penetapan hukum tidak dapat meninggalkan masyarakat sebagai
bahan pertimbangan. Dalam menetapkan hukum senantiasa didasarkan
pada 3 (tiga) sendi pokok, yaitu: (a) Hukum-hukum ditetapkan sesudah
masyarakat membutuhkan hukum-hukum itu; (b) Hukum-hukum
ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berhak menetapkan hukum dan
menundukkan masyarakat di bawah ketetapannya; dan (c) Hukum-
hukum ditetapkan menurut kadar kebutuhan masyarakat.

2) asas mewujudkan keadilan ➔ asas yang menempatkan manusia


semua sama dihadapan hukum Islam. Namun dalam mewujudkan asas
keadilan tersebut, di dalam hukum Islam juga harus memperhatikan atau
berorientasi pada moralitas. Keadilan dalam hukum Islam menempatkan
sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada
yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya
59
Asas-asas khusus dalam Hukum Islam

Asas-Asas Hukum Pidana Islam:


➢ Asas Legalitas ➔ asas yang menyatakan bahwa tidak ada
pelanggaran dan hukuman sebelum ada hukum yang mengatur.
Asas legalitas dalam Hukum Islam ini berbeda dengan asas
legalitas dalam pidana konvensional. Dalam hukum pidana
konvensional, asas ini dikaitkan denganadanya aturan dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur pelanggaran dan
hukuman. Sedangkan dalam hukum pidana Islam, asas ini tidak
hanya dikaitkan dengan ada atau tidaknya aturan dalam
peraturan perundang-undangan tetapi berdasarkan hukum yang
terdapat di dalam sumber hukum Islam.
➢ Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Pada Orang Lain ➔
Asas ini mengatur bahwa setiap perbuatan harus
dipertanggungjawabkan bagi setiap pelakunya.
60
Asas-Asas Hukum Perdata Islam:
➢ Asas Kebolehan/ Mubah ➔ asas yang mengatur bahwa setiap
sesuatu dalam hubungan keperdataan boleh dilakukan kecuali
ada dalil atau aturan yang melarangnya dan Allah memudahkan
dan mempersulit kehidupan manusia.
➢ Asas Kemaslahatan ➔ asas yang mengatur tentang tujuan
utama dalam melakukan perbuatan untuk mencapai rahmat
bagi seluruh semesta atau memberi manfaat yang sebesar-
besarnya.
➢ Asas Kebajikan;
➢ Asas Kekeluargaan;
➢ Asas Tidak Merugikan Diri Sendiri dan Orang Lain;
➢ Asas Mendapatkan Hak Karena Usaha dan Jasa;
➢ Asas Hak Milik Berfungsi Sosial;
➢ Asas Tertulis dan Diucapkan di Depan Saksi.
61
Prinsip-Prinsip dalam Hukum Islam

❑ Prinsip: permulaan, titik tolak (al-mubda). Kamus Besar Bahasa


Indonesia, prinsip: landasan/ titik tolak/ pedoman pemikiran
yang menjadi pokok dasar berpikir.
❑ Prinsip-prinsip secara umum dalam Hukum Islam:
1) Prinsip Tauhid/ Ketauhidan/ Ketuhanan Yang Maha Esa ➔
suatu prinsip yang menghimpun seluruh manusia kepada
Tuhan. Inilah prinsip umum atau universal sebagai landasan
prinsip-prinsip hukum Islam lainnya. Prinsip ini bila dikaitkan
dengan pelaksanaan hukum Islam maka segala kegiatan dalam
hukum Islam adalah ibadah.
2) Prinsip Tolong Menolong/ Ta’awun ➔ prinsip bahwa setiap
manusia itu adalah sama sehingga diantara sesama manusia
harus saling membantu dalam hal kebaikan.
62
3) Prinsip Kemerdekaan atau Kebebasan/ Hurriyah ➔ bahwa
dalam hukum Islam setiap manusia memiliki kebebasan atau
kemerdekaan secara umum, baik secara berkelompok maupun
individu.

4) Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar ➔ prinsip di dalam hukum


Islam digerakkan untuk mengendalikan dan merekayasa umat
manusia menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki
oleh Allah.

5) Prinsip Toleransi/ Tasamuh ➔ suatu prinsip yang menjamin


kemerdekaan dan kebebasan beragama dan kepercayaan serta
menjamin kebebasan beribadah menurut agama dan
kepercayaan masing-masing. Sehingga setiap umat manusia
harus hidup rukun dan damai anpa memandang ras, agama,
warna kulit, dan negara.
63
Sumber-Sumber Hukum Islam
Berikut adalah urutan kedudukan dan kepentingan sumber Hukum Islam
yang wajib diikuti:
1. Al-Qur’an ➔
wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan
merupakan sumber utama, pertama dan sumber (dalil) pokok dalam
hukum Islam. Di dalamnya terdapat berbagai aturan menyangkut bidang
Akidah, Akhlak, dan Syariah. Sebagai hukum utama dan pertama, Al-
Qur’an dinomorsatukan dalam menemukan dan menarik hukum, artinya
dalam menjawab permasalahan atau persoalan yang dihadapi individu
atau masyarakat yang muncul ke permukaan harus mendahulukan pada
ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Kaum muslimin tidak
diperkenankan mengambil hukum dan jawaban atas permasalahannya
dari luar Al-Qur’an selama hukum dan jawaban atas permasalahan dapat
ditemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Ayat-ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang
utama dan pertama memiliki 2 (dua) sifat hukumnya, yaitu Qath’i dan
64
Zhanny.
Qath’i adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan ketentuan-ketentuan
hukumnya tidak membutuhkan penafsiran lagi, sedangkan Zhanny adalah
ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan ketentuan-ketentuan hukumnya
mengandung dan menggunakan berbagai penafsiran hukum.
Al-Qur’an dilihat dari sifat di atas maka terdapat 2 (dua) jenis penjelasan
yang akan mempengaruhi ketentuan-ketentuan yang terkait dengan bidang
pengaturan dalam hukum Islam, yaitu jelas dan samar.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berjenis jelas adalah ayat-ayat yang terang,
artinya jelas maksudnya, dan tidak mengandung keraguan, tidak
mengandung pemahaman lain selain pemahaman yang terdapat dalam
lafadz (ejaan/tulisan) ayat Al-Qur’an tersebut. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
berjenis jelas ini berlaku seperti bidang akidah, akhlak, ibadah, ketauhidan,
dan rukun Islam. Sedangkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berjenis samar
adalah ayat-ayat yang tidak jelas artinya sehingga terbuka kemungkinan
adanya berbagai penafsiran atau pemahaman. Ayat-ayat yang berjenis samar
berlaku pada bidang mu’amalah atau bidang-bidang yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan manusia atau masyarakat. 65
2. Sunnah/ Hadits ➔
Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai ajaran Al-Qur’an diberi
otoritas untuk menjelaskan lebih lanjut apa yang telah diwahyukan
padanya. Ia berfungsi sebagai penjelas dan pelaksana dari apa yang di
tulis dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, sunnah/ hadits adalah bentuk
perkataan dan perbuatan/ tindakan (baik tindakan/ perbuatan aktif
maupun diamnya Nabi terhadap suatu hal) merupakan sumber hukum
Islam kedua setelah Al-Qur’an. Hal ini sudah disepakati oleh seluruh
umat Islam. Kedudukan sunnah/ hadits sebagai sumber hukum kedua
setelah Al-Qur’an memiliki fungsi terhadap Al-Qur’an.
Sunnah/ hadits memperkuat apa yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an,
tidak menjelaskan apalagi menambahkan ketetapan Al-Qur’an, contoh:
di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang mengatur tentang kewajiban
melakukan transaksi dengan sukarela sebagaimana yang terdapat dalam
Qur’an Surah An-Nisaa (4): 29 yang kemudian diperkuat/ dipertegas
dengan sunnah/ hadits Nabi Muhammad SAW tentang “Sesungguhnya
dalam berjual beli hanya sah dengan saling merelakan.”
66
Sunnah/ hadits memperjelas atau merinci apa yang telah digariskan dalam
Al-Qur’an. Contoh: di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang mengatur
tentang bahwa Allah menghalalkan transaksi jual beli dan mengaharamkan
riba sebagaimana yang terdapat dalam Qur’an Surah Al-Baqarah (2):275
yang kemudian diperinci dalam sunnah/ hadits nabi tentang macam-macam
bentuk jual beli yang dihalalkan dan diharamkan sebagaimana yang
diriwayatkan dalam berbagai sunnah/ hadits.
Sunnah/ hadits memiliki fungsi menetapkan hukum yang belum di atur di
dalam Al-Qur’an. Contoh: di dalam Al-Qur’an tidak menjelaskan secara
rinci tentang kategori binatang buas yang diharamkan sebagaimana yang
terdapat dalam Qur’an Surah Al-Maidah (5):3 yang kemudian diperinci
melalui sunnah/hadits yang mengatakan tentang macam-macam binatang
buas yang diharamkan untuk dikonsumsi umat Islam.
➔ hukum yang ada pada sunnah/ hadits menetapkan hukum-hukum yang
ada dalam Al-Qur’an atau memberi penjelasan dalam Al-Qur’an, ada pula
penetapan hukum baru yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan dilakukan
secara analogi menurut yang terdapat dalam Al-Qur’an atau menetapkan
pokok-pokok dan dasar-dasar umum. Oleh karena itu, tidak mungkin terjadi
67
kontradiksi antara Al-Qur’an dan Sunnah/Hadits.
3. Penalaran (Ar-Ra’yu) ➔
a) Ijma’: konsensus atau kesepakatan para ahli hukum Islam
(mujtahid) pada suatu masa atas suatu hukum yang akan
diberlakukan terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat
yang dilakukan setelah Nabi Muhammad wafat.
Keabsahan ijma’ sebagai sumber hukum ketiga setelah AL-Qur’an dan
Sunnah/Hadits sebagai dalil hukum yang diakui oleh mayoritas ulama.
Keabsahan ijma’ sebagai dasar hukum terdapat dalam Qur’an Surah
An-Nisaa (4):115. Jadi apabila terjadi suatu kejadian yang dihadapkan
kepada semua ahli hukum Islam (mujtahid) pada waktu kejadian
tersebut mereka sepakat akan hukum yang ditetapkan. Kesepakatan
mereka atas suatu hukum mengenai kejadian/peristiwa tersebut akan
dianggap sebagai dalil yang merupakan hukum mengenai kejadian
tersebut.53 Misal: Kesepakatan para ahli hukum Islam Majelis Ulama
Indonesia terhadap masalah yang dihadapi masyarakat Islam di Indonesia.
68
b) Ijtihad: Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa ijtihad adalah
mempergunakan kesanggupan untuk mengeluarkan hukum yang
berasal dari kitab Allah dan Sunnah Rasul yang dilakukan oleh
seorang ahli hukum. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa ijtihad
dapat dilakukan meliputi masalah-masalah yang secara eksplisit
tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah/ Hadits.
Ijtihad merpakan kegiatan tidak mudah, sehingga terdapat beberapa
syarat bagi orang yang melakukannya, antara lain: pertama, syarat yang
dikelompokkan sebagai syarat utama, yang meliputi penguasaan
terhadap materi hukum yang terdapat dalam sumber utama ajaran
Islam. Kedua, syarat yang dikelompokkan sebagai syarat pelengkap,
yaitu mengetahui cara untuk menyeleksi atau mengklasifikasikan
sunnah/hadits sebagai sumber hukum.

69
c) Qiyas: menyamakan hukum suatu perkara yang belum ada hukumnya
dengan perkara lain yang ditetapkan oleh Al-Qur’an karena adanya
persamaan alasan/illat hukum. Maka apabila suatu ayat Al-Qur’an
telah menunjukkan hukum suatu perkara dan telah diketahui alasan
hukumnya (illat hukumnya) melalui salah satu metode penemuan
hukum tertentu, kemudian terdapat perkara lain yang memiliki alasan
hukum yang sama, maka hukum atas perkara lain tersebut disamakan
dengan perkara yang telah ada aturannya/ nash-nya, karena
sesungguhnya hukum terseut ada disebabkan alasan hukumnya/ illat
hukumnya ada.
Qiyas secara sederhana dapat dicontohkan yakni ketika meminum khamr/
minuman memabukkan adalah perkara yang telah ditetapkan sebagai
sesuatu yang diharamkan sebagaimana yang tercantum dalam Qur’an
Surah Al-Maidah (5):90. Pengharaman ini karena adanya illat/alasan
yakni memabukkan. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa setiap sesuatu
minuman atau makanan yang memiliki illat/ alasan yang sama yaitu sama-
sama memabukkan maka dipersamakan dengan khamr dan hukumnya
haram. 70
Qiyas ini ditempuh sebagai metode penemuan hukum apabila suatu
perkara yang dihadapi tidak ditemukan hukumnya secara rinci
berdasarkan aturan yang ada di dalam Al-Qur’an dan tidak terdapat pula
dalam sunnah/ hadits maupun ijma’, maka ditemukan illat/ alasan yang
sama atas suatu peristiwa yang telah terdapat ketetapan hukumnya.
Penggunaan qiyas ini didasarkan pada asas-asas hukum, yaitu, bahwa
segala ketentuan hukum harus berdasarkan atas tujuan dan kemanfaatan/
kemaslahatan, hal ini yang merupakan alasan hukum dan sebab adanya
hukum. Atas dasar kaidah inilah kemudian membahas ketentuan hukum
yang telah ada untuk mendapatkan unsur-unsur yang menjadi alasan atau
illat pada masalah yang telah ada aturan hukumnya di dalam nash/aturan
itu yang belum ada dasar hukumnya, dengan memberikan hukum yang
sama, yaitu apabila di antara keduanya terdapat unsur-unsur alasan hukum
yang sama

71
Kedudukan Hukum Islam Dalam Tata Hukum Nasional
❑ Periode penjajahan Belanda – Regerings Reglement S 1855-2 diakomodir
3 (tiga) sistem hukum yaitu hukum Barat, hukum Adat, dan hukum Islam.
❑ Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, hukum nasional tetap
dibangun oleh ketiga sumber hukum tersebut, hukum nasional dalam
bentuk hukum positif masih terdiri atas 3 (tiga) unsur tersebut, hanya saja
dasar pembentukkan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
❑ Kedudukan hukum Islam dalam pembinaan dan pembangunan hukum
nasional berdasar pada peraturan perundang-undangan yang
menggunakan sumber dari hukum Islam, antara lain Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk;
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria jo.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; … 72
…; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Agama; Undang-Undang nomor 18 Tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara; Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
tentang Jaminan Produk Halal; Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014
tentang Asuransi; Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, dan lain-lain.

Kehadiran berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia yang


menggunakan hukum Islam sebagai sumber hukum nasional merupakan
suatu tindakan pembaharuan hukum Islam di Indonesia. Sebab, berbagai
peraturan perundang-undangan tersebut merupakan upaya penyesuaian
kondisi dan keadaan masyarakat Indonesia dan ketentuan-ketentuan
dalam hukum Islam.

73
74
Periode Sejarah Tata Hukum Indonesia
1) Masa Verenigde Oost-Indische Compagnie (1602-1799)
2) Masa Transisi (1800-1811)
3) Masa Inggris (1811-1814)
4) Masa Belanda (1814-1942):
A. Masa Besluiten Regering-BR (1814-1855)
→ Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB)
B. Masa Regerings Reglemen-RR(1855-1919; 1920-1925)
C. Masa Indische Staatsregeling-IS (1926 -1942)
5) Masa Jepang (1942-1945)
6) Masa Indonesia Merdeka
75

Anda mungkin juga menyukai