Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENGERTIAN DAN DASAR – DASAR HUKUM ADAT


Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Hukum Adat
Dosen Pengampu: Dwi Joko Rahmadi,M.H.

Disusun Oleh:
Ahmad Syahrul Fatori (23010001)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH DARUSY SYAFAAH
LAMPUNG TENGAH
2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini
dengan judul “PENGERTIAN DAN DASAR-DASAR HUKUM ADAT”.

Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi kita nabi muhammad S.A.W. yang
telah menuntun umatnya menuju jalan kebenaran dengan semua ilmu dan sauritauladan
beliau. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen selaku pembimbing
mata kuliah ini serta segala pihak dan sumber yang telah membantu terwujudnya makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah HUKUM ADAT. Penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat baik bagi diri penulis sendiri maupun pembaca pada
umumnya.

Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para
pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.

Kotagajah,06 Februari 2024

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
A. Latar belakang.............................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
A. Pengertian..................................................................................................................... 2
1. Pengertian Adat........................................................................................................ 2
2. Pengertian Hukum Adat........................................................................................... 2
B. Dasar berlakunya hukum adat...................................................................................... 4
1. Dasar Berlakunya Hukum Adat dari Sudut Pandang Filosofis................................ 4
2. Dasar Berlakunya Hukum Adat dari Sudut pandang Sosiologis.............................. 6
3. Dasar Berlakunya Hukum Adat dari Sudut Pandang Yuridis.................................. 7
BAB III PENUTUP................................................................................................................. 9
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 10

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di
Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok.
Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena
peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki
kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.

Keberadaan hukum adat tidak pernah akan mundur atau tergeser dari percaturan
politik dalam membangun hukum nasional, hal terlihat dari terwujudnya kedalam hukum
nasional yaitu dengan mengangkat hukum rakyat/hukum adat menjadi hukum nasional
terlihat pada naskah sumpah pemuda pada tahun 1928 bahwa hukum adat layak diangkat
menjadi hukum nasional yang modern.

B. Rumusan masalah

1. Apa Pengertian Adat?


2. Apa Pengertian Hukum Adat?
3. Apa Dasar-Dasar Berlakunya Hukum Adat?
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

1. Pengertian Adat

Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam
Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah menganal
dan menggunakan istilah tersebut. Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut
: “Tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan cara tertentu dan
diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”. Dengan demikian unsure-unsur
terciptanya adat adalah :

a. Adanya tingkah laku seseorang


b. Dilakukan terus-menerus
c. Adanya dimensi waktu.
d. Diikuti oleh orang lain/ masyarakat.

Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti


oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu
luasnya pengertian adat- iatiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan
Negara memiliki adat-istiadat sendiri- sendiri, yang satu satu dengan yang lainnya
pasti tidak sama.

2. Pengertian Hukum Adat

Istilah Hukum Adat Istilah “Hukum Adat” dikemukakan pertama kalinya oleh
Prof.Dr. Cristian Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers”
(orang-orang Aceh), yang kemudian diikuti oleh Prof.Mr.Cornelis van Vollen Hoven
dalam bukunya yang berjudul “Het Adat Recht van Nederland Indie”. Dengan adanya
istilah ini, maka Pemerintah Kolonial Belanda pada akhir tahun 1929 meulai
menggunakan secara resmi dalam peraturan perundang-undangan Belanda.

Istilah hukum adat sebenarnya tidak dikenal didalam masyarakat, dan


masyarakat hanya mengenal kata “adat” atau kebiasaan. Adat Recht yang
diterjemahkan menjadi Hukum Adat dapatkah dialihkan menjadi Hukum Kebiasaan.
3

Van Dijk tidak menyetujui istilah hukum kebiasaan sebagai terjemahan dari
adat recht untuk menggantikan hukum adata dengan alasan : “Tidaklah tepat
menerjemahkan adat recht menjadi hukum kebiasaan untuk menggantikan hukum
adat, karena yang dimaksud dengan hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan
hukum yang timbul karena kebiasaan, artinya karena telah demikian lamanya orang
biasa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehingga timbulah suatu peraturan
kelakuan yang diterima dan juga diinginkan oleh masyarakat, sedangkan apabila
orang mencari sumber yang nyata dari mana peraturan itu berasal, maka hampir
senantiasa akan dikemukakan suatu alat perlengkapan masyarakat tertentu dalam
lingkungan besar atau kecil sebagai pangkalnya. Hukum adat pada dasarnya
merupakan sebagian dari adat istiadat masyarakat. Adat-istiadat mencakup konsep
yang luas. Sehubungan dengan itu dalam penelaahan hukum adat harus dibedakan
antara adat-istiadat (non-hukum) dengan hukum adat, walaupun keduanya sulit sekali
untuk dibedakan karena keduanya erat sekali kaitannya.”

Untuk mendapatkan gambaran apa yang dimaksud dengan hukum adat, maka
perlu kita telaah beberapa pendapat sebagai berikut:

a. Prof. Dr. Supomo, SH:


Hukum adat merupakan sinonim dari hukum tidak tertulis dalam peraturan
legislatif (unstatutory law), hukum yang timbul karena putusan hakim (judge
made law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di
dalam pergaulan hidup baik dikota maupun di desa (customary law).
b. Prof. Dr. Hazairin
Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah-kaidah
kesusialaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam
masyarakat itu.
c. Dr. Sukanto, SH:
Hukum adat sebagai kompleks adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak
dikodifikasi dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi (akibat hukum).
d. Mr. JHP. Bellefroid:
Hukum adat adalah peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh
penguasa tetapi dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa
peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
4

e. Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven


Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku
dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.
f. Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan dari kepala- kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat.
Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah
sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari
sikap penguasa masyarakat hukum terhadap si pelanggar peraturan adat-istiadat.
Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap si pelanggar maka
adat- istiadat itu sudah merupakan hukum adat.

Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari


pada hukum adat sebagai berikut :

1) Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyaraka.


2) Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
3) Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral
4) Adanya keputusan kepala adat
5) Adanya sanksi/ akibat hukum
6) Tidak tertulis
7) Ditaati dalam masyarakat

B. Dasar berlakunya hukum adat

Hukum adat yang mengandung kajian peraturan dan hukum memiliki upaya
penyesuaian yang tak terlepas dari latar belakang keagamaan kesukuan, latar belakang
dari pengesahan dari perundang-undangan dan juga dari hal keadaan sosial masyarakat.
Sehingga, hukum dan peraturan dari adat itu tidak boleh secara tegas bertentangan dengan
hukum positif, karena pada dasarnya hukum adat merupakan penyokong dari hukum
positif. Berikut ini adalah beberapa dasar-dasar berlakunya hukum adat:

1. Dasar Berlakunya Hukum Adat dari Sudut Pandang Filosofis

Hukum adat secara filosofis merupakan hukum yang berlaku sesuai Pancasila
sebagai pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang
5

terkandung dalam hukum adat yang sebenarnya sangat identik dan bahkan sudah
terkandung dalam butir-butir Pancasila. seperti religio magis, gotong royong,
musyawarah mufakat dan keadilan. Dengan demikian Pancasila merupakan
kristalisasi dari Hukum Adat. Dan inilah yang merupakan filosofi berlakunya hukum
adat.

Masyarakat hukum adat dibentuk oleh sifat dan corak fundamental yang
sangat menentukan yaitu cara hidup gotong-royong, dimana kepentingan bersama
lebih diutamakan, sedangkan kepentingan individu diliputi oleh kepentingan bersama
(bermuatan publik). Cara hidup ini berawal dari adanya asumsi masyarakat tentang
persatuan atau kerukunan yang akan menjadikan masyarakat tetap berada pada alur
kebersamaan atau dapat pula disebut pandangan komunalistik. Hal ini seperti yang
diungkapkan Hazairin:1

"Masyarakat hukum adat adalah kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang


mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu
mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup
berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya, semua
anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri komunal,
dimana gotong-royong, tolong- menolong, serasa dan semalu mempunyai peranan
yang besar".

Selain dalam kegiatan kemasyarakatan, cara hidup komunal juga dapat dilihat
dalam prosesi perkawinan, perceraian, dan juga mengenai kewarisan. Masyarakat
pada umumnya telah mengikuti ketentuan agama yang dianutnya, seperti dalam
agama Islam yang menganggap sahnya sebuah perkawinan melalui cara akad nikah,
yaitu suatu ijab yang dilakukan oleh wali dari mempelai perempuan yang kemudian
diikuti kabul oleh calon suami, dan dengan sedikitnya dua orang saksi. Namun, dalam
pelaksaaan upacara perkawinan dalam masyarakat dilakukan menurut adat setempat
dan ketententuan- ketentuan yang diatur oleh agama dimasukan dalam proses upacara
perkawinan menurut adat setempat tersebut. Dengan upacara- upacara menurut adat,
maka pertalian yang diadakan oleh masyarakat akan menjadi nyata. Perceraian atau
putusnya perkawinan juga dapat terjadi dalam masyarakat, misalnya di Jawa yang

1
Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia. Jakarta. Raja Wali Press, 1983, Hlm. 91
6

dikenal dengan istilah pegatan. Pegatan dilakukan atas dasar permufakatan dan
kemauan dari kedua belah pihak.

Menurut hukum adat (Batak- Karo), perceraian dari perkawinan


diperbolehkan, dengan alasan karena tidak bisa hidup bersama dengan rukun dan oleh
karena kelakuan- kelakuan yang tidak baik oleh suami. Menurut Mahkamah agung,
pihak istri dapat meminta perceraian apabila terdapat alasan tersebut. (Keputusan
Mahkamah Agung No. 438K/ Sip/ 1959 6 Januari dan No. 75K/ Sip/ 1963 10 Januari
1963)2. Dalam hal pembagian waris secara adat, secara umum dapat diselesaikan
melalui musyawarah keluarga yang dihadiri oleh seluruh anggota keluarga, terutama
mereka yang tertua dalam keluarga yang bersangkutan. Dan apabila dalam
musyawarah keluarga tidak dicapai kesepakatan, maka dilakukan musyawarah adat.
Jika ternyata dalam musyawarah adat pun tidak dapat tercapai kesepakatan, barulah
kemudian sengketa tersebut diselesaikan melalui jalur pengadilan.

Contoh-contoh di atas merupakan manifestasi dari nilai-nilai luhur yang


terkandung dalam Hukum Adat yang sebenarnya sangat identik dan bahkan sudah
terkandung dalam butir-butir Pancasila. seperti religio magis, gotong royong,
musyawarah mufakat dan keadilan.

Hukum Adat yang hidup, tumbuh dan berkembang di Indonesia sesuai dengan
perkembangan zaman yang bersifat luwes, fleksibel sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila seperti yang tertuang dalam pembukaan

UUD 1945 yang meliputi pokok pokok pikiran yang menjiwai cita-cita hukum
negara baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis3.

Penegasan Pancasila sebagai sumber tertib hukum sangat berarti bagi hukum
adat karena Hukum Adat berakar pada kebudayaan rakyat sehingga dapat
menjelmakan perasaan hukum yang nyata dan hidup dikalangan rakyat dan
mencerminkan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia.4

2
Ibid. Hlm.238
3
Ibid. Hlm.154
4
Muhammad, Bushar, Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1977, Hlm.33
7

2. Dasar Berlakunya Hukum Adat dari Sudut pandang Sosiologis

Telah diketahui bahwa masyarakat Indonesia pada sekarang ini berada pada
masa transisi. Artinya, suatu masa atau periode dimana terjadi pergantian nilai-nilai
atau kaidah- kaidah di dalam masyarakat yang kehidupannya lebih baik. Dari sudut
kebudayaan dan struktur sosialnya, maka masyaraktnya bersifat pluralistik atau
majemuk. Sedangkan dari tatanan hukumnya sedang terjadi perubahan dari tatanan
hukum tidak tertulis ke dalam hukum tertulis. Meskipun eksistensi hukum tidak
tertulis tetap hidup dan berkembang di sebagian besar masyarakat hukum adat. Aspek
pokok yang menyebabkan hukum adat tetap berlaku, diantaranya yaitu:

a. Hukum adat menjadi Pembina dalam hukum nasional.


b. Hukum adat sebagai sebagai sarana sosial kontrol.
c. Hukum adat sesuai dengan fungsi hukum, yaitu sebagai alat untuk mengubah
masyarakat.5

Pada masyarakat dengan kebudayaan dan struktur sosial yang sederhana, maka
hukum timbul dan tumbuh sejalan dengan pengalaman warga masyarakat didalam
proses interaksi sosial. Dengan kata lain, hukum merupakan konsolidasi dari keadaan
hukum masyarakat. Hukum lebih banyak berfungsi sebagai sarana sistem
pengendalian sosial, artinya hukum merupakan sarana untuk mengusahakan
konformitas warga- warga masyarakat, dan sebagai faktor integrasi masyarakat. Di
dalam sosiologis, masalah kepatuhan terhadap kaidah- kaidah telah menjadi pokok
permasalahan, yang pada umumnya menjadi pusat perhatian adalah dasar- dasar dari
kepatuhan tersebut. Dengan adanya masalah kesadaran hukum sebenarnya merupakan
masalah nilai- nilai, maka kesadaran hukum sebenarnya merupakan masalah nilai-
nilai, maka kesadaran hukum adalah konsepsi- konsepsi abstrak di dalam diri
manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau
yang sepantasnya.

Hukum adat mempunyai ikatan dan pengaruh yang sangat kuat dalam
masyarakat. Kekuatan mengikatnya pada masyarakat yang mendukung hukum adat
tersebut yang terutama berpangkal pada perasaan keadilannya. Menurut ter Haar

5
Wiratama, I Gede, Hukum Adat Indonesia. Pt. Citra Aditya Bakti, 2005, Hlm.201
8

bahwa didalam mengambil keputusan di dalam hukum adat, harus dilakukan dengan
memperhatikan sistem hukum, kenyataan sosial dan prikemanusiaan6.

3. Dasar Berlakunya Hukum Adat dari Sudut Pandang Yuridis

Beberapa dasar Yuridis mengenai hukum adat, dimana Hukum adat dikaji dari
segi Pasal Undang-undang dari Pasal II aturan peralihan UUD 1945 dan UU No. 19
tahun 1964 L.N No. 107 tahun 1964 tentang pokok kekuasaan kehakiman, dimana
disebutkan " Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini" [9]. Pada
tanggal 10 Oktober 1945 dirumuskannya Peraturan No. 2 yang hukum perdata
materiil berlaku secara konkordansi bagi hukum eropa, yakni dimana secara jelas
akan berlaku hukum-hukum itu bagi orang eropa melainkan ketika berada pada posisi
pensejajaran dengan kondisi di Indonesia yang mungkin tak dapat diselesaikan oleh
hukum materiil.

Dasar Yuridis yang digunakan sebagai pendasaran dan pengakuan keabsahan


hukum adat untuk berlaku ditengah-tengah masyarakat adalah sebagai berikut7:

a. Pada Masa Kedudukan Belanda yang menjadi sandaran sebagai : Indische


Statsregeling (IS), sistem hukum pluralism, Pasal 131 ayat (2) point a dan point b.
b. Pada Masa Pendudukan Jepang yang menjadi Poin penting Pasal 3 UU No.1
Tahun 1942 (7 Maret 1942) isi: "Semua badan-badan pemerintah &
kekuasaannya, hukum & UU dari dahulu, tetap diakui sah untuk sementara waktu
bertentangan dengan peraturan militer".
c. Pada Masa setelah Kemerdekaan yang menjadi penguat posisi hukum adat adalah
pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi "Segala badan negara &
peraturan yg ada masih berlaku selama belum diadakan yg baru menurut UUD
ini" dan Pasal 104 ayat (1) UUDS 1950 yaitu "Segala kputusan pengadilan harus
berisi alasan-alasannya & dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan UU &
aturan- aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu".
d. Pada Masa sekarang yang menjadi dasar hukum adalah Undang- undang No. 4
tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman Pasal 25 ayat (1) "Segala putusan
pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula

6
Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia. Jakarta. Raja Wali Press, 1983, Hlm. 321
7
Wingnjodipoero, Soerojo, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: Pt. Gunung Agung, 1995, Hlm.53
9

pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber


hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili". (Penjelasan cukup
jelas) dan Pasal 28 ayat (1) "Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat." Ketentuan ini
dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat8.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh
orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya
pengertian adat- iatiadat tersebut.

Hukum adat adalah peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa
tetapi dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan
tersebut berlaku sebagai hukum.
Hukum adat di Indonesia memiliki dasar-dasar yang dilihat dari beberapa sudut
pandang yaitu sudut pandang filosofis, sosiologis, dan yuridis. dasar-dasar berlakunya
hukum adat diantaranya yaitu:
1. Pancasila merupakan kristalisasi dari hukum adat sehingga, nilai-nilai yang
terkandung dalam hukum adat sama dengan yang terkandung dalam bulir-bulir
Pancasila.
2. Hukum adat yang di kondisikan sebagai Solusi kekosongan hukum disyaratkan
sebagai hukum yang tidak bertentangan dengan perundang-undangan.
3. Hukum adat memiliki fungsi dan tujuan yang sama dengan hukum positif Indonesia,
yaitu untuk keadilan, pengendalian social, dan mengusahakan kemaslahatan sebagai
tujuan Bersama.

8
Ibid. Hlm.54
10

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia. Jakarta. Raja Wali Press, 1983, Hlm. 91
Ibid. Hlm.238
Ibid. Hlm.154
Muhammad, Bushar, Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1977, Hlm.33
Wiratama, I Gede, Hukum Adat Indonesia. Pt. Citra Aditya Bakti, 2005, Hlm.201
Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia. Jakarta. Raja Wali Press, 1983, Hlm. 321
Wingnjodipoero, Soerojo, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: Pt. Gunung
Agung, 1995, Hlm.53
Ibid. Hlm.54

Anda mungkin juga menyukai