Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA

HUKUM ADAT

DOSEN PENGAMPU: Prayudi Rahmatullah, M.HI

Kelompok 8 :

Farhan Maulana Rahmadani ( 200203110029

Khusaini Ayatullah Afak ( 200203110025 )

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA

MALIK IBRAHIM MALANG


2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Hukum Adat” ini tepat

pada waktunya.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada. selaku dosen pengampu pada mata kuliah

Pengantar Tata Hukum Indonesia Prayudi Rahmatullah, M.HI yang telah memberikan tugas

ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang sedang kami

tekuni. Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada bidang

mata kuliah ini. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan

pengetahuan mengenai Hukum Adat bagi para pembaca dan penulis.

Kami sebagai penulis makalah menyadari bahwa karya yang kami tulis jauh dari kata

sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi

kesempurnaan makalah kami.

Malang, 14 November 2021

Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB 1......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................1

C. Tujuan............................................................................................................1

BAB II.....................................................................................................................2

PEMBAHASAN......................................................................................................2

A. Pengertian Hukum Adat.................................................................................2

B. Sejarah Hukum Adat......................................................................................3

C. Bentuk Hukum Adat......................................................................................5

D. Dasar Hukum Berlakunya Hukum Adat........................................................6

E. Struktur Masyarakat Adat..............................................................................7

F. Hukum Adat Sebagai Sumber Hukum...........................................................8

BAB III....................................................................................................................9

PENUTUP................................................................................................................9

KESIMPULAN...................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Adat merupakan tradisi atau kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun

sejak masa nenek moyang hingga saat ini. Adat yang telah mengakar pada

kebudayaan suatu masyarakat tidak dapat hilang begitu saja. Begitu pula dengan

yang dinamakan hukum adat. Hukum adat adalah hukum yang telah berlaku sejak

masa nenek moyang yang terus dilestarikan secara turun temurun hingga saat ini.

Eksistensi dari hukum adat melekat sangat kuat pada jiwa masyarakat bangsa

Indonesia. Hukum adat tidak mudah tergoyahkan meski banyak hukum baru yang

lebih rasional dan spesifik dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Karena telah

menjadi adat dan tidak dapat hilang, hukum adat menjadi salah satu sumber hukum

negara sebagai kontrol sosial masyarakat. Oleh sebab itu, makalah ini akan

membahas mengenai Hukum Adat di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Hukum Adat dalam masyarakat Indonesia?

2. Mengapa Hukum Adat Menjadi Salah Satu Sumber Hukum Negara?

C. Tujuan Penulisan

1. Penulis dan pembaca memahami eksistensi Hukum Adat dalam masyarakat

Indonesia.

2. Penulis dan pembaca mengetahui sebab Hukum Adat menjadi sumber hukum

dalamnegara.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Adat

Istilah hukum adat sudah lama dikenal di Indonesia lebih tepatnya di Aceh

pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Hukum adat berarti

aturan yang menjadi kebiasaan. Kemudian istilah ini dicatat dan dikemukakan oleh

Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “de

Atjehers” saat melakukan penelitian mengenai masyarakat Aceh untuk

kepentingan pemerintah Belanda. 1 Ia menyebut hukum adat sebagai “Adat Recht”

yakni pemberian nama pada suatu sistem pengendalian sosial yang hidup dalam

masyarakat Indonesia atau hukum kebiasaan yang memiliki sanksi. Istilah ini

dikembangkan oleh Cornelis van Vollenhoven untuk menjelaskan kepada Belanda

mengenai hukum yang menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia.2 Sebelum

menggunakan istilah hukum adat, Peraturan Perundang-undangan Pemerintah

Hindia Belanda menyebutnya sebagai kebiasaan masyarakat atau kebiasaan

lama/kuno.3

Hukum adat merupakan hukum tidak tertulis yang berfungsi sebagai

pedoman suatu masyarakat dalam suatu wilayah dan dipertahankan dalam

kehidupan sehari-hari. Hukum adat meliputi peraturan yang tidak ditetapkan

1
Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, SH., MH., SE., MM., Hukum Adat Indonesia Suatu
Pengantar , (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), h. 1

2
Dr. Yulia, SH., MH., Buku Ajar Hukum Adat, (Lhokseumawe: Unimal Press, 2016), h. 2

Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, SH., MH., SE., MM., Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar,
3

(Bandung: PT.
Refika Aditama, 2010), h. 2

2
oleh pihak berwajib namun ditaati dan dijalankan oleh masyarakat berdasarkan

keyakinan masyarakat tersebut. 4

B. Sejarah Hukum Adat

Hukum Adat dikemukakan pertama kali oleh Prof. Snouck Hurgrounje

seorang Ahli Sastra Timur dari Belanda (1894). Sebelum istilah Hukum Adat

berkembang, dulu dikenal istilah Adat Recht. Prof. Snouck Hurgrounje dalam

bukunya de atjehers (Aceh) pada tahun 1893-1894 menyatakan hukum rakyat

Indonesia yang tidak dikodifikasi adalah de atjehers. Kemudian istilah ini

dipergunakan pula oleh Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, seorang Sarjana

Sastra yang juga Sarjana Hukum yang pula menjabat sebagai Guru Besar pada

Universitas Leiden di Belanda. Ia memuat istilah Adat Recht dalam bukunya yang

berjudul Adat Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia Belanda) pada

tahun 1901-1933.

Perundang-undangan di Hindia Belanda secara resmi mempergunakan istilah

ini pada tahun 1929 dalam Indische Staatsregeling (Peraturan Hukum Negeri

Belanda), semacam Undang Undang Dasar Hindia Belanda, pada pasal 134 ayat

(2) yang berlaku pada tahun 1929. Dalam masyarakat Indonesia, istilah hukum

adat tidak dikenal adanya. Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa istilah tersebut

4
Ahmad Tahali, Hukum Adat di Nusantara Indonesia, Jurnal Syariah Hukum Islam, 2, (2018), h. 5

3
hanyalah istilah teknis saja. Dikatakan demikian karena istilah tersebut hanya

tumbuh dan dikembangkan oleh para ahli hukum dalam rangka mengkaji hukum

yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikembangkan ke dalam

suatu sistem keilmuan. Dalam bahasa Inggris dikenal juga istilah Adat Law,

namun perkembangan yang ada di Indonesia sendiri hanya dikenal istilah Adat

saja, untuk menyebutkan sebuah sistem hukum yang dalam dunia ilmiah dikatakan

Hukum Adat.

Pendapat ini diperkuat dengan pendapat dari Muhammad Rasyid Maggis Dato

Radjoe Penghoeloe sebagaimana dikutif oleh Prof. Amura: sebagai lanjutan

kesempuranaan hidup selama kemakmuran berlebih-lebihan karena penduduk

sedikit bimbang dengan kekayaan alam yang berlimpah ruah, sampailah manusia

kepada adat. Sedangkan pendapat Prof. Nasroe menyatakan bahwa adat

Minangkabau telah dimiliki oleh mereka sebelum bangsa Hindu datang ke

Indonesia dalam abad ke satu tahun masehi. Prof. Dr. Mohammad Koesnoe, S.H.

di dalam bukunya mengatakan bahwa istilah Hukum Adat telah dipergunakan

seorang Ulama Aceh yang bernama Syekh Jalaluddin bin Syekh Muhammad

Kamaluddin Tursani (Aceh Besar) pada tahun 1630. Prof. A. Hasymi menyatakan

4
bahwa buku tersebut (karangan Syekh Jalaluddin) merupakan buku yang

mempunyai suatu nilai tinggi dalam bidang hukum yang baik.

C. Bentuk Hukum Adat

Hukum adat bersifat tradisional yang berpangkal pada kebiasaan nenek5

moyang.Namun hukum adat dapat berubah sesuai dengan keadaan waktu dan

tempat karena hukum adat dapat menerima sistem hukum lain bila hukum tersebut

sesuai dan diperlukan dalam suatu masyarakat tersebut. Hukum adat juga bersifat

sederhana dan mudah dipahami bagi masyarakatnya karena berdasar pada rasa

saling percaya. Masyarakat hukum adat mengutamakan musyawarah mufakat

dalam pengambilan keputusan pula. Sifat-sifat ini menjadi living law yang tidak

dapat hilang begitu saja. Hukum adat di Indonesia memiliki ragam corak

diantaranya :

1. Religius Magis. Menurut masyarakat tradisional Indonesia mereka

mempercayai adanya kekuatan ghaib yang harus dipelihara agar terhindar dari

malapetaka sehingga mereka hidup aman dan tenteram. Beberapa kegiatan

dalam masyarakat biasanya diadakan upacara religius dengan maksud agar

membawa berkah

2. Komunal atau Kemasyarakatan. Masyarakat Indonesia hidup berkelompok

dalam satu kesatuan utuh. Masing-masing individu merasa tidak dapat

hidup sendiri sehingga kepentingan bersama lebih diutamakan daripada

kepentingan perseorangan dan bersifat gotong royong.

5
Ahmad Tahali, Hukum Adat di Nusantara Indonesia, Jurnal Syariah Hukum Islam, 2, (2018), h. 73-
77

5
3. Konkret. Maksud dari konkret adalah hukum ini jelas dan nyata. Hukum

adat berlaku secara nyata dan dapat dilihat oleh mata. Setiap tindakan hukum

harus dilakukan secara nyata.

4. Demokrasi. Dalam kehidupan bermasyarakat segala keputusan selalu

diselesaikan secara kebersamaan dan berdasarkan kepentingan bersama

sesuai dengan asas permusyawaratan dan perwakilan sebagai sistem

pemerintahan.

5. Kontan atau Tunai. Kontan berarti peralihan atau penyerahan. Pengertian

kontan dalam hukum adat mengandung arti bahwa peralihan atau penyerahan

hak dan kewajiban harus dilaksanakan secara serentak saat itu juga kepada

penerima hak dan kewajiban. Hal ini dimaksudkan untuk memnjaga

keseimbangan dalam masyarakat. 6

D. Dasar Hukum Berlakunya Hukum Adat

Di dalam mempelajari hukum adat, salah satu yang harus diketahui adalah

dasar hukum berlakunya hukum adat itu sendiri, hal ini untuk meykinkan bahwa

keberadaan hukum adat memang benar-benar diakui didalam perundang-undangan

yang berlaku di negeri ini. Adapaun perundang-undangan yang menjadi dasar

hukum berlakunya hukum hukum adat itu adalah :

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. UUDS Tahun 1950

3. I.S. Pasal 131 jis R.R. Pasal 75 Baru dan Lama

4. I.S. Pasal 134

5. Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951, LN Nomor 9

6
Dr. Yulia, SH., MH., Buku Ajar Hukum Adat, (Lhokseumawe: Unimal Press, 2016), h. 16 -18.

6
6. Undang-Undang Nomor 19 tahun 1964 dan

7. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

Untuk lebih jelasnya dan guna melengkapi pengetahuan kita tentang Dasar

Perundang-Undangan yang mendasari berlakunya Hukum Adat di lingkungan Tata

Hukum positif di Indonesia, maka berikut disampaikan kajian dan paparan lebih

jauh tentang Perundang-Undangan tersebut.

a. Undang-Undang Dasar 1945

Apabila kita kaji dan kita teliti kita tidak akan pernah mendapatkan di dalam

pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan dengan jelas dan

tegas mengenai dasar berlakunya hukum adat.

b. UUDS Tahun 1950

Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 dalam pasal 104 ayat 1

menyatakan : “Segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya

dan dalam perkara hukuman menyebut aturan-aturan undang-undang dan

aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukuman itu “

c. I.S. Pasal 131 jis R.R. Pasal 75 Baru dan Lama

Menurut ketentuan Pasal 131 ayat 2 sub b I.S., maka bagi golongan hukum

Indonesia asli dan golongan TimurAsing berlaku hukum Adat mereka, tetapi

bilamana kepentingan sosial mereka membutuhkannya, maka pembuat

Ordonansi dapat menentukan bagi mereka

d. I.S. Pasal 134

Mengenai berlakunya Hukum Adat, di dalam I.S. selain pasal 131 kita

jumpai lagi di pasal 134, yang menyebutkan : “Dalam hal timbul perkara

hukum perdata antara orang-orang Islam, dan Hukum Adat mereka meminta

7
penyelesaiannya, maka penyelesaian perkara tersebut diselenggarakan oleh

Hakim Agama, kecuali ordonansi telah menetapkan lain”.

e. Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951

Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1951 disebutkan

bahwa, pada saat yang berangsur-angsur akan ditentukan oleh Menteri

Kehakiman, dihapuskan :

1) Segala pengadilan Swapraja (Zelfbestuurs-Rechtspraak) dalam

negara Sumatra Timur dahulu, Karesidenan Kalimantan Barat dahulu

dan Negara Indonesia Timur dahulu, kecuali peradilan Agama, jika

peradilan itu menurut hukum yang hidup merupakan suatu bagian

tersendiri dan peradilan swapraja.

2) Segala Pengadilan Adat (Inhemse Rechtspraak in Rechtstreeks

Bestuurd Gebied) kecuali peradilan Agama, jika peradilan itu

menurut hukum yang hidup merupakan suatu bagian tersendiri dari

peradilan Adat. Tetapi menurut pasal 1 ayat 3 UU Darurat ini,

Dorpsrechter (Hakim Desa) tetap diperthankan. Peradilan yang

dilakukan oleh Hakim Swapraja dan Hakim Adat yang telah

dihapuskan itu diteruskan oleh Pengadilan Negeri.

f. Undang-Undang No. 19 tahun dan tahun 1970

Ketentuan dan tuntutan dalam pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

yang berbunyi : “ Kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman” telah dipenuhi

penyelenggaraannya oleh pasal 3 Undang-Undang No 19 tahun 1964. Dalam

pasal 3 Undang-Undang tersebut memang tidak disebut dengan tegas adanya

8
Hukum Adat, tetapi hanya dalam penjelasan pasal 10 dinyatakan adanya

hukum yang tertulis dan hukum yang tidak tertulis

E. Struktur Masyarakat Hukum Adat

Masyarakat Hukum Adat adalah sekumpulan warga memiliki kesamaan

leluhur (geneologis), tinggal di suatu tempat (geografis), memiliki kesamaan

tujuan hidup untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai dan norma-norma,

diberlakukan sistem hukum adat yang dipatuhi dan mengikat dimpimpin oleh

kepala-kepala adat tersediany

tempat dimana administrasi kekuasaan dapat dikoordinasikan tersedia

lembaga- lembaga penyelesaian sengketa baik antara masyarakat hukum adat

sesama suku maupun sesama suku berbeda kewarganegaraan. Masyarakat Hukum

Adat, sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga

bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas

dasar keturunan.

Berikut ini adalah beberapa Hak-hak tradisional Masyarakat Hukum Adat di

Indonesia yang keberadaanya ditetapkan dalam beberapa peraturan perundangan :

1. Hak Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan

Dalam Undang-undang Nomor 41` Tahun 1999 Tentang Kehutanan

dijelaskan bahwa Hutan negara ialah hutan yang berada pada tanah yang

tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun

1960, termasuk di dalamnya hutan-hutan yang sebelumnya dikuasai

masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga, atau sebutan

lainnya.

2. Hak Ulayat dan Penguasaan Tanah Ulayat

9
Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagaimana yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air dalam Pasal 6 ayat tetap diakui sepanjang masih ada dimana penguasaan

negara atas sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah

dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.

3. Hak Pengelolaan atas Ladang atau Perkebunan

Pengelolaan hak atas tanah untuk usaha perkebunan sebagaimana yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan tetap

harus memperhatikan hak ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang

kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan hukum yang lebih

tinggi serta kepentingan nasional.

4. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup

Dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam

Pasal 63 ayat (1) huruf t yang berbunyi Pemerintah bertugas dan berwenang

untuk menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan

masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang

terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

5. Pengelolaan Wilayah Pesisi

Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang

Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa

Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat

adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara turun temurun7

7
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan Pusat Studi Wawasan
Nusantara, (Bandung: Alumni, 2002), h. 13-14.

1
0
F. Hukum Adat Sebagai Sumber Hukum Nasional Indonesia

Dalam konteks pemberlakuan hukum adat sebagai bagian dari hukum

nasional, nampaknya perlu diketengahkan dua aliran filsafat hukum yang sangat

kontras tajam mempertentangkan kedudukan hukum adat dalam sistem hukum,

yaitu positivisme hukum dan historical jurisprudence (mazhab sejarah).

Positivisme menghendaki bahwa pembuatan hukum dapat begitu saja dilakukan

dengan undang-undang. Bukti kuatnya pengaruh positivisme dalam sistem hukum

Indonesia adalah kuatnya keinginan melakukan unifikasi dan kodifikasi hukum.

Sedangkan mazhab sejarah menentang penyamaan hukum dengan undang-

undang sebab hukum itu tidak mungkin dibuat melainkan harus tumbuh dari

kesadaran hukum masyarakat. von Savigny menegaskan bahwa seperti halnya

bahasa, juga konstitusi dan perilaku masyarakat, hukum pun ditentukan oleh

karakter khas dari masing-masing negara atau bangsa. Savigny menyebut karakter

ini dengan jiwa bangsa (national spirit, volksgeist).

Mazhab sejarah yang dipelopori Von Savigny cukup besar pengaruhnya

dalam membentuk aliran tentang pembangunan hukum di Indonesia yang pada

awalnya juga terbelah atas aliran yang menghendaki kodifikasi dan unifikasi serta

aliran yang menghendaki dipertahankannya hukum adat yang tidak dikodifikasi

dan tidak diunifikasikan. Mazhab sejarah menghendaki agar hukum adat yang

merupakan pencerminan nilai-nilai kebudayaan asli Indonesia dipertahankan

untuk mencegah terjadinya pembaratan dalam hukum. Pada sisi lain

mempertahankan hukum adat juga berimplikasi negatif yaitu terisolisasinya

bangsa Indonesia dalam perkembangan hukum modern sehingga mengakibatkan

keterbelakangan dan menimbulkan problem terutama dalam bersaing dengan

bangsa lain.

1
1
Adapun Corak nilai-nilai budaya hukum adat yang pada dasarnya dapat

dijadikan pedoman bagi pembentukan dan pelaksanaan hukum nasional terutama

terdapat pada nilai-nilai hukum adat sebagai berikut :

1. Tradisional, bersifat turun temurun dari zaman nenek moyang hingga ke anak

cucsekarang ini yang keadaannya masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh

masyarakat:

2. Keagamaan, bersifat magis religius artinya perilaku hukum atau kaidah-

kaidah hukum berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang ghaib dan

berdasarkan padaTuhan Yang Maha Esa

3. Kebersamaan, bersifat komunal maksudnya bahwa dalam hukum adat

lebih diutamakan kepentingan bersama di mana kepentingan pribadi diliputi

dalam kepentingan bersama:

4. Konkret dan visual, artinya hukum adat ini jelas, nyata, berwujud sedangkan

corak visual dimaksudkan hukum adat itu dapat dilihat, terbuka, dan tidak

tersembunyi:

5. Terbuka dan sederhana, artinya hukum adat itu dapat menerima unsur-unsur

yang datangnya dari luar asal saja tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat

itu sendiri:

6. Dapat berubah dan menyesuaikan, hukum adat merupakan hukum yang hidup

dan berlaku di dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang yang

dalam pertumbuhan dan perkembangannya secara terus menerus mengalami

proses perubahan, menebal dan menipis:

7. Tidak dikodifikasi, tidak tertulis oleh karena itu hukum adat mudah berubah

dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat:

1
2
8. Musyawarah dan mufakat, hukum adat pada hakekatnya mengutamakan

adanya musyawarah dan mufakat, baik dalam keluarga, hubungan kekerabatan,

ketetanggaan, memulai suatu pekerjaan maupun mengakhiri pekerjaan, apalagi

yang bersifat “peradilan” dalam menyelesaikan perselisihan antara yang satu

dengan yang lain, diutamakan jalan penyelesaiannya secara rukun dan damai

dengan musyawarah dan mufakat, dengan saling memaafkan tidak begitu saja

terburu-buru pertikaian itu langsung dibawa atau disampaikan ke

pengadilannegara8

8
C.DewiWulansari.HukumAdatIndonesia:SuatuPengantar,(Bandung:PenerbitRefikaAditama),h.15-
21

1
3
BAB III

PENUTUP

Hukum adat merupakan hukum kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat dan

bersifat turun temurun sejak zaman nenek moyang hingga saat ini. Masyarakat Indonesia

merupakan masyarakat hukum adat. Masyarakat Hukum Adat adalah sekumpulan warga

memiliki kesamaan leluhur (geneologis), tinggal di suatu tempat (geografis), memiliki

kesamaan tujuan hidup untuk memelihara dan melestarikan nilai- nilai dan norma-norma,

diberlakukan sistem hukum adat yang dipatuhi dan mengikat dimpimpin oleh kepala-kepala

adat tersedianya tempat dimana administrasi kekuasaan dapat dikordinasikan tersedia lembaga-

lembaga penyelesaian sengketa baik antara masyarakat hukum adat sesama suku maupun

sesama suku berbeda kewarganegaraan.

Hukum adat juga merupakan salah satu sumber hukum negara Indonesia. Hal ini

dikarenakan masyarakat Indonesia memegang teguh hukum yang pernah berdiri sejak sebelum

Indonesia merdeka ataupun sejak zaman kerajaan dahulu kala. Teguhnya masyarakat dalam

menaati hukum adat membuat hukum adat menjadi salah satu sumber hukum yang berdiri di

Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Wulansari, Dewi. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung: PT. Refika Aditama,

2010.

Yulia. Buku Ajar Hukum Adat. Lhokseumawe: Unimal Press, 2016. Tahali, Ahmad. Hukum

Adat di Nusantara Indonesia. Syariah Hukum Islam, Vol. 1 No. 2. 2018.

Ragawino, Bewa. Pengantar dan Asas - Asas Hukum Adat Indonesia, Buku Ajar Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran,

Kusumaatmadja, Mochtar. Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan Pusat Studi Wawasan

Nusantara, Bandung: Alumni, 2002.

Anda mungkin juga menyukai