Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INDONESIA PADA MASA KLASIK

HINGGA MASA MODERN

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Hardianto Djanggih, SH, MH.

DISUSUN OLEH

Nama Mahasiswa : Herwandy Baharuddin, S.H.

Nim : P2MH 190201006

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmatNya penulis

dapat menyelesaikan paper ini. Penulisan paper ini bertujuan untuk memenuhi

salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah sejarah hukum

dan mengangkat judul sejarah perkembangan hukum Indonesia pada masa klasik

hingga masa modern.

Paper ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Jurnal sebagai refrensi. Tak

lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa yang tealah

mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Penulis berharap, dengan membaca paper ini dapat memberi manfaat bagi

kita semua. Paper ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan

pengangkatan judul paper yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga

makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang tentunya masih perlu

perbaikan dan penyempurnaan maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.

Demikian paper ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang

membacanya, sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini.

Amin

Makassar, 29 April 2020

Penyusun,

HERWANDY BAHARUDDIN, S.H.


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan Paper ........................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Pemberlakuan Burgelijck Wetboek di Indonesia................. 3

B. Pemikiran Hukum Modern.................................................................... 4

C. Konsep Hukum Modern di Indonesia............................................ 4

D. Perkembangan Hukum Indonesia Dalam Menciptakan

Unifikasi Hukum............................................................................. 5

E. Kajian Filosofis terhadap Konsep Keadilan Dari Pemikiran

Klasik Hingga Pemikiran Modern.................................................. 6

F. Perkembangan Hukum Indonesia Pada Masa Klasik Hingga

Masa Modern................................................................................... 7

BAB III KESIMPULAN............................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejarah hukum adalah suatu bagian yang sangat penting dimana sejarah

menyajikan sejarah-sejarah kejadian-kejadian di dunia yang disajikan dalam bentuk

sinopsis suatu keterpaduan seluruh aspek kemasyarakat dari masa ke masa.

Sebagai ilmu pengetahuan, sejarah pergaulan hidup manusia tergolong ilmu

pengetahuan sosial atau ilmu pengetahuan kemanuasiaan yang mempunyai

kesamaan dengan ilmu alam yakni bahwa semua adalah empiris artinya, bertumpu

pada pengamatan dan pengalaman suatu aspek tertentu dari kenyataan.

Perkembangan hukum yang ada di Indonesia tidak terlepas dari sejarah yang

telah berjalan cukup lama. Jika melihat dalam sejarah panjang tersebut, Hukum

yang ada di Indonesia tersebut berasal dari Negara Belanda, yang dulu pernah

menjajah Indonesia. Tidak dipungkiri, bahwa Indonesia telah mengadopsi hukum

yang berasal dari negara Belanda tersebut.

Sistem Hukum Eropa Kontinental adalah sistem hukum yang diterapkan di

negara Belanda. Karena Indonesia adalah bekas jajahan Balanda, jadi sistem Eropa

Kontinental juga telah diterapkan di Indonesia.

Membicarakan Sistem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara

sistemik berarti hukum yang berlaku di Indonesia. Secara sistemik berarti hukum

dilihat sebagai suatu kesatuan, yang unsur-unsur, sub-sub sistem atau elemen-

elemennya saling berkaitan, saling pengaruh mempengaruhi, serta saling

memperkuat atau memperlemah antara satu dengan yang lainnya tidak dapat

dipisahkan.

Melihat dari sistem hukum yang saat ini berlaku di Indonesia, tampak adanya

perpaduan antara satu sistem hukum dengan sistem yang lainnya. Indonesia tidak

hanya menggunakan sistem hukum Eropa Kontinental, akan tetapi juga telah

mengalami perkembangan dalam sistem hukumnya.

1
Perkembangan hukum Indonesia merupakan pengharapan menciptakan

hukum yang menjiwai bangsa. Sebagai Negara yang sedang berkembang, maka

System hukum Indonesia masih terus mengalami perubahan mencari suatu system

hukum yang tepat untuk diterapkan. hal itulah yang menjadi dasar penulisan paper

ini, dimana penulis disini akan menjelaskan mengenai perkembangan hukum

Indonesia pada masa klasik hingga masa modern.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas maka muncul masalah yang akan dibahas dalam

paper ini sebagai batasan dalam pembahasan, adapun rumusan masalah, yaitu:

1. Bagaimanakah Sejarah Pemberlakuan Burgelijck Wetboek di Indonesia

2. Bagaimanakah Pemikiran Hukum Modern

3. Bagaimanakah Konsep Hukum Modern Di Indonesia

4. Bagaimanakah Perkembangan Hukum Indonesia Dalam Menciptakan

Unifikasi Hukum

5. Bagaimanakah Kajian Filosofis terhadap Konsep Keadilan Dari Pemikiran

Klasik Hingga Pemikiran Modern

6. Bagaimanakah perkembangan hukum Indonesia pada masa klasik hingga

masa modern

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui sejarah pemberlakuan Burgelijck Wetboek di Indonesia

2. Untuk mengetahui pemikiran hukum modern

3. Untuk mengetahui konsep hukum modern di Indonesia

4. Untuk mengetahui perkembangan hukum Indonesia dalam menciptakan

unifikasi hukum

5. Untuk mengetahui kajian filosofis terhadap konsep keadilan dari pemikiran

klasik hingga pemikiran modern

6. Untuk mengetahui perkembangan hukum Indonesia pada masa klasik hingga

masa modern

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Pemberlakuan Burgelijck Wetboek di Indonesia

Burgelijck Wetboek atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan KUH

Perdata menurut sejarah adalah berasal dari Belanda yang diberlakukan di

Indonesia berdasarkan azas konkordasi. Walaupun pada awalnya diberlakukan bagi

orang keturunan belanda (termasuk didalamnya orang Eropa dan Jepang), namun

setelah Indonesia merdeka ternyata masyarakat Indonesia tetap

mempergunakannya dalam memecahkan masalah-maslah perdata.

KUH Perdata (BW) yang dibuat pada awal abad 18 dan diberlakukan di

Indonesia pada abad 19 ternyata ada beberapa yang sudah ketinggalan jaman atau

dengan kata lain sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dalam masyarakat.

Dengan demikian diharapkan badan legislatif berupaya semaksimal mungkin

menciptakan hukum perdata nasional atau kalau memang belum mampu mencipta

Undang-undang pengganti BW.

Burgelijck Wetboek (KUH Perdata) yang berlaku di Indonesia berdasarkan asas

konkordansi dalam kenyataannya terdapat beberapa hal yang tidak sesuai nilai-nilai

ataupun dengan perkembangan masyarakat. Karenanya hakim nantinya dalam

menafsirkan pasal-pasal yang terdapat dalam BW tersebut harus mengedepankan

keadilan. Selanjutnya dengan harapan semoga badan legislatif mampu membuat

hukum perdata nasional yang mampu diterima oleh semua kalangan masyarakat,

dimana Belanda sendiri sudah melakukan modernisasi terhadap Burgelijck Wetboek

lamanya.

Namun dalam pembangunan hukum yang akan datang diharapkan tidak

melupakan sejarah, artinya asas-asas yang sudah sesuai tidak perlu dibuang,

adanya Undang-undang Fidusia, Undang-undang perkawinan yang baru, atau

undang-undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan banyak lainnya yang

mengatur masalah perdata maka peran dari KUH Perdata (BW) makin bisa

3
dikurangi yang pada akhirnya akan hanya menjadi naskah akademik bukan lagi

sebagai sebuah Undang-undang yang harus diaati oleh rakyat Indonesia.

2. Pemikiran Hukum Modern

Kharakteristik utama sistem hukum modern adalah liberal-individualistik,

sehingga filosofisnya adalah untuk memberikan perlindungan kepada hak-hak

individu dalam masyarakat. kharakteristik lainnya yang menonjol dari sistem

hukum modern adalah rasionalitas dan uniformitas, yang kemudian menjadi ciri

pemikiran hukum legalistik-positivistik.

Pemikiran hukum legalistik-positivistik mengutamakan peraturan dan prosedur.

Kelemahan pemikiran hukum seperti ini sulitnya mencari keadilan yang bersifat

subtansial. Bahkan banyak kasus yang sudah diajukan ke pengadilan, dan

komunitas hukum umumnya meyakini bahwa kasus tersebut adalah benar, ternyata

gagal baik karena dianggap bukti tidak lengkap atau tidak sesuai prosedur. Untuk

diperlukan pemikiran hukum yang mentransformasikan paradigma deep ecology

(holistik-ekologi), yang tidak hanya melihat hukum secara atomisasi, tetapi secara

utuh-menyeluruh dengan mengedepankan nilai-nilai moral dan keadilan.

3. Konsep Hukum Modern di Indonesia

Negara Indonesia memerlukan suatu sistem hukum modern yaitu seperangkat

atau suatu sistem hukum yang mampu mengantisipasi serta mengatasi berbagai

permasalahan yang mungkin akan timbul. Indonesia sebagai salah satu negara di

dunia ini tidak terlepas dari pengaruh arus globalisasi. Sebagai akibat globalisasi,

juga menimbulkan dampak di bidang hukum. Karena itu salah satu dimensi mutlak

dalam pembentukan sistem hukum Indonesia yang modern adalah senantiasa

mencerminkan rasa keadilan masyarakat Indonesia dan sesuai cita hukum dan cita-

cita moral dalam nilai-nilai Pancasila dan UUD NKRI tahun 1945.

Melalui konsep Three Pillars Sistem Hukum Modern yang integratif tersebut

merupakan konsep hukum yang tepat untuk sistem hukum modern Indonesia saat

4
ini untuk mengintegrasikan keanekaragaman budaya, adat istiadat, dan agama yang

ada di Indonesia. Keberagaman tersebut merupakan suatu potensi yang jika

diberdayakan secara berimbang dan integratif dalam satu sistem hukum nasional

yang diharapkan dapat membangun hukum modern Indonesia di masa yang akan

datang. Apalagi konsep tersebut akan sangat strategis jika di gunakan dalam

menghadapi era globalisasi dewasa ini untuk memfilter masuknya nilai-nilai asing

yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ke Indonesia-an.

4. Perkembangan Hukum Indonesia Dalam Menciptakan Unifikasi Hukum

Sejarah Hukum di Indonesia setelah kekalahan Hindia Belanda meninggalkan

banyak aturan-aturan hukum yang plural dan masih majemuk. Selain itu sistem

peradilan pun masih bersifat plural dan masih terdapat diskriminasi. Seiiring

berjalannya waktu, pada tahun 1950, telah dilakukan unifikasi terhadap peradilan

yaitu pembentukan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung

dan pada tahun 1964, Pengadilan Swapraja tidak diberlakukan kembali dan

semuanya menuju ke Pengadilan Negara. Perkembangan tatanan Indonesia pun

masih bersifat represif.

Sedangkan membangun hukum Indonesia menciptakan suatu unifikasi hukum

masih sangat sulit diterapkan karena sifat pluralistik masyarakat dan hukum yang

ada. selain itu, transformasi terhadap masyarakat baik struktur maupun kultur yang

di fasilitasi oleh hukum juga perlu dilakukan untuk mengubah cara pandang dan

pemikiran masyarakat terhadap pembaharuan hukum. Pembaharuan hukum sangat

diperlukan untuk membangun suatu system hukum yang berdasarkan cita-cita

bangsa yaitu hukum berdasarkan Pancasila. Pembangunan hukum yang di

rencanakan secara cermat harus diarahkan untuk membangun tatanan hukum

nasional yang modern dengan mengacu Cita Hukum Pancasila, yang mampu

memberikan kerangka dan aturan-aturan hukum yang efisien dan responsif bagi

penyelengaraan kehidupan masa kini dan masa depan. Politik hukum dalam bentuk

penciptaan hukum yang diharapkan (ius constituendum) mengarah pada unifikasi

5
hukum sangat sulit terwujud karena respon masyarakat terhadap penyatuan hukum

secara nasional terutama hukum yang ternyata konflik terhadap hukum kebiasaan

menjadi hal yang tidak mudah untuk dicarikan solusi karena peradaban bangsa

Indonesia sangat menghormati hukum kebiasaan yang berlaku di aerah. Oleh

karena itu, para pembentuk kebijakan harus berfikir lebih sistematis dan realistis

ketika akan memberlakukan unifikasi terhadap aturan yang hanya bersifat

pelengkap (komplementer) saja bukan aturan yang bersifat imperative, harus

mempu bersikap fleksible dan tidak memaksakan pemberlakuan aturan tersebut jika

bertentangan dengan hukum kebiasaan setempat.

5. Kajian Filosofis terhadap Konsep Keadilan Dari Pemikiran Klasik Hingga

Pemikiran Modern

Konsep-konsep keadilan selalu didasarkan pada suatu aliran filsafat atau

pemikiran tertentu sesuai dengan kondisi pemikiran manusia pada waktu itu. Dari

definisi dan teori-teori tentang keadilan, dapat diketahui bahwa konsep keadilan

mengandung banyak pengertian. Dari teori-teori dan pengertian keadilan itu,

terdapat dua hal yang bersifat universal dari konsep keadilan yaitu tujuan dan

karakter atau ciri-ciri keadilan. Tujuan adalah hal yang akan dicapai dalam

hubungan hukum baik antara sesama warga, maupun antara warga dengan negara

atau hubungan antar negara. Sedang ciri-ciri atau karakter yang melekat pada

keadilan adalah: adil, bersifat hukum, sah menurut hukum, tidak memihak, sama

hak, layak, wajar secara moral dan benar secara moral. Konsep-konsep keadilan

bersumber dari alam pikiran barat pada zaman klasik dan zaman modern yang

didasarkan pada pandangan dan pemikiran yang berkembang sesuai dengan

jamannya.

Keadilan dapat diartikan sebagai kebaikan, kebajikan dan kebenaran, yaitu suatu

kewajiban moral yang mengikat antara anggota masyarakat yang satu dengan

lainnya. Keadilan sebagai nilai yaitu menjadi tujuan yang disepakati bersama oleh

anggota masyarakat serta diusahakan pencapainnya demi keadilan itu sendiri.

6
Makna lain dari keadilan adalah sebagai hasil atau suatu keputusan yang diperoleh

dari penerapan atau pelaksanaan hukum. Keadilan juga diartikan sebagai unsur

ideal, yaitu sebagai suatu cita atau suatu ide yang terdapat dalam semua hukum.

6. Perkembangan Hukum Indonesia Pada Masa Klasik Hingga Masa Modern

Ketika masa Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1942, akibat kalah

berperang dengan pemerintah Jepang, terpaksa meninggalkan wilayah Indonesia,

maka sistem hukum yang ditinggalkan di Indonesia masih merupakan hukum yang

beraneka warna (Pluralisme Hukum).

Keanekaragaman hukum dan pengadilan, mengakibatkan perlunya pengaturan

yang membantu hakim dan pejabat administrasi pemerintah (birokrasi) eksekutif

untuk menentukan hukum mana yang berlaku.

Pada masa penguasaan Jepang, tata hukum Hindia Belanda masih tetap berlaku

sebagai hukum positif. Perubahanpenting yang dilakukan oleh penguasa militer

Jepang tidak banyak, hanya terbatas pada perubahan susunan badan-badan

pengadilan dengan penyesuaian hukum acaranya serta menetapkan hukuman

yang lebih berat terhadap pelanggaran di bidang hukum pidana. Tatanan hukum

pada masa Interregnum ini dapat dikualifikasi termasuk tipe Tatanan Hukum

represif, seba semua keputusan dan pertimbangannya hanya terarah pada satu

tujuan, yakni kepentingan peperangan Pemerintah Militer Jepang.

Dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 terbentuklah

sebuah negara baru yaitu Indonesia. Dan dengan itu tatanan hukum kolonial

Belanda terhapus dengan sendirinya, dan diatasnya terbentuk tatanan hukum baru.

Tatanan hukum baru tersebut tidak segera terwujud perangkat kaidah hukum

positif yang tertulis, melainkan masih merupakan tatanan hukum tidak tertulis yang

belum memperlihatkan bentuk yang jelas dan, oleh karena itu, memerlukan

pemositivan lebih lanjut. Pada dasarnya, tata hukum Indonesia yang ada dan

berlaku pada saat itu adalah kaidah dan pranata Hukum Adat setempat serta

Hukum Agama sejauh sudah diresapi ke dalam Hukum Adat. Pada tanggal 18

7
Agustus 1945 ditetapkan dan diberlakukan Undang-undang Dasar 1945, dan

dengan itu menjadi jelas sosok kepositivitasan tatanan hukum negara Indonesia.

Pada masa tahun 1950 terjadi perubahan penting dalam bidang penyelenggaraan

hukum pada masa itu adalah penyederhanaan dan unifikasi badan pengadilan ke

dalam Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dengan

penunjukan hukum acaranya. Adanya kehendak untuk mengunifikasikan badan

peradilan yang mencerminkan semangat persatuan nasional. Pada masa itu, mulai

merebak ke permukaan pertentangan antara tiga jajaran penegak hukum yang juga

ikut membawa dampak negative pada perkembangan tatanan hukum dan mutu

pelaksananaan peradilan. Berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara

1950 menetapkan bahwa Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang

demokratis dan berbentuk Negara kesatuan dengan desentralisasi dan

dekonsentrasi, serta menganut system pemerintahanparlementer dan system

multipartai yang liberalistik. Selain itu, UUDS-1950 juga mengharapkan kodifikasi

untuk beberapa bidang hukum tertentu tanpa secara eksplisit mengharuskan

unifikasi hukum. Sehubungan dengan ini, berkenaan dengan politik hukum yang

ditempuh, di kalangan para yuris Indonesia pada masa itu terdapat perbedaan

pendapat yang hingga derajat tertentu. Di bawah pengaruh Mazhab Sejarah dan

relativisme budaya, menghendaki agar bagi rakyat Indonesia tetap berlaku Hukum

Adatnya masing-masing untuk melindungi bangsa Indonesia asli dari

kemungkinan dirugikan dalam dinamika perdagangan liberal. Pandangan yang

bertujuan baik ini dalam dirinya sendiri mengandung dampak merugikan bangsa

Indonesia, karena, dalam implementasinya, menyebabkan bangsa Indonesia

terasing dari perkembangan dunia dan juga menghambat proses interaksi

dan integrasi cultural bangsa Indonesia.

Pada masa 1965, disahkannya undang-undang no 19 tahun 1964

tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman pada pasal 1 Ayat

(1) ditetapkan bahwa:

8
Pasal 1 ayat (1) Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah

peradilan Negara, yang ditetapkan dengan Undang-Undang. Dalam hal ini

dimaksudkan adalah peradilan dimaksudkan sebagai peradilan Negara, yang

menjalankan dan melaksanakan fungsi hukum sebagai pengayoman dalam Negara

Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Manipol/ Usdek yang menuju

masyarakat Sosialis Indonesia. Tidak ada tempat bagi peradilan swapraja yang

bersifat feodalistis, atau peradilan Adat yang dilakukan bukan alat perlengkapan

Negara. Undang-Undang ini juga berdampak besar terhadap proses

penyelenggaraan peradilan dan merosotnya kehidupan hukum di Indonesia.

Ketentuan ini juga membuka jalan untuk adanya campur tangan dari Presiden

untuk mencampuri proses peradilan dengan alasan kepentingan revolusi, yang

dalam praktek berdampak selain melemahkan posisi, juga mempercepat proses

demoralisasi, para hakim dan penegak hukum lainnya.

Perkembangan hukum Indonesia berlanjut pada pemerintahan orde baru.

Keinginan untuk mewujudkan Negara Hukum dengan rule of law-nya

dan pemerintahan yang kuat, bersih dan berwibawa. Berbagai usaha

dilakukan untuk menata ulang penyelenggaraan kehidupan bernegara. Dengan

semangat perjuangan untuk mewujudkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945 secara murni dan konsekuen. Perkembangan hukum Indonesia

memperlihatkan ciri-ciri Tatanan Hukum Represif, yang pada dasarnya

bertentangan dengan cita-cita tentang tatanan hukum yang terkandung dalam

Undang-Undang dasar 1945, yakni tatanan hukum yang mandiri namun responsif

terhadap perkembangan tuntutan kebutuhan hukum Bangsa Indonesia. Namun,

sebaliknya sulit disangkal bahwa rentang waktu sejak Proklamasi Kemerdekaan

hingga tahun 1993 adalah periode formatif tatanan politik Negara Republik

Indonesia yakni periode yang di dalamnya berlangsung berbagai upaya untuk

membangun suatu tatanan politik sebagai pengorganisasian penyelenggaraan

kehidupan suatu bangsa yang baru menghadirkan diri sebagai bangsa yang

merdeka yang berkeinginan untuk mengatur diri sendiri secara mandiri, yang asas-

9
asas pokoknya dan kerangka umum struktur dasarnya dicantumkan dalam UUD

1945.

Sementara itu, dalam keadaan apapun masyarakat akan selalu memerlukan

hukum, meskipun dengan kualitas yang tidak sesuai dengan harapan. Karena itu,

dalam kaitan dengan kenyataan kemasyarakatan dewasa ini, kehadiran tatanan

hukum yang memperlihatkan ciri-ciri yang represif hingga tahun 1993 itu

tampaknya memang tidak dapat dielakkan.

10
BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian diatas, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan dari

pembahasan paper ini adalah sebagai berikut:

Bahwa Hukum di Indonesia tidak terlepas dari konteks sejarah. Hukum yang di

Indonesia menggunakan sistem hukum Belanda karena pada saat itu Indonesia

adalah negara jajahan kolonial Belanda dan karena pada saat yang bersamaan

Indonesia memiliki hukum yang berasal dari tradisinya sendiri.

Dimana awalnya sistem hukum Indonesia menggunakan sistem hukum Eropa

Kontinental, tetapi seiring berkembangnya tradisi dan kebiasaan masyarakat

Indonesia, menyebabkan Indonesia menjalankan sistem perpaduan hukum antara

sistem hukum Eropa Kontinental dan Anglo Saxon. Selain itu Indonesia juga

menjalankan sistem hukum yang sesuai dengan pemikiran para filsuf dengan aliran/

mashab Positivisme.

Penataan sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu adalah dengan

mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui

perundang-undangan warisan kolonial dan nasional yang diskriminatif, termasuk

ketidakadilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui

legislasi.

Karakteristik pemikiran hukum di Indonesia pada awal kemerdekaan

menunjukkan suatu model pemikiran yang mengutamakan komitmen pada hukum

adat. Dalam konteks politik hukum, pemikiran formalistik memperlihatkan

perhatian terhadap suatu orientasi yang cenderung untuk menopang sebuah tatanan

hukum yang dibayangkan, seperti terwujudnya suatu sistem hukum nasional,

ekspresi simbolis dan idiom-idiom hukum yang entitasnya menuju hukum adat

sebagai kharakteristik hukum nasional.

Pada Periode Pemerintahan orde baru, hukum di Indonesia dipengaruhi oleh

aliran hukum Pemerintah Kolonial yaitu hukum harus tertulis. Setelah reformasi

11
terjadi perubahan pemikiran hukum khususnya dalam praktek peradilan. Dalam

praktek peradilan tidak semata-mata mendasarkan pada hukum tertulis, tetapi lebih

menitikberatkan pada perasaan keadilan masyarakat terutama yang dilakukan

dalam peradilan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Peradilan Tata

Usaha Negara.

Oleh karena itu, para pembentuk kebijakan harus berfikir lebih sistematis dan

realistis ketika akan memberlakukan unifikasi terhadap aturan yang hanya bersifat

pelengkap (komplementer) saja bukan aturan yang bersifat imperative, harus

mempu bersikap fleksible dan tidak memaksakan pemberlakuan aturan tersebut jika

bertentangan dengan hukum kebiasaan setempat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Akib. Oktober 2009. Suatu Pemikiran Hukum Modern. Jurnal Hukum Pro

Justitia: Volume 27 No.2

Nasaruddin Umar. Mei 2014. Konsep Hukum Modern. Jurnal Walisongo: Volume 22

No.1

Erie Hariyanto. Juni 2009. Burgelijk Wetboek. Jurnal Al-Ihsam: Volume 1V No.1

Anak Agung Putu Wiwik ugiantari, SH. MH. September 2015. Perkembangan Hukum

Indonesia Dalam Menciptakan Unifikasi Dan Kodifikasi Hukum. Jurnal Advokasi:

Volume V No.2

Bander Johan Nasution. Mei - Agustus 2014. Kajian Filosofis Tentang Konsep Keadilan

Dari Pemikiran Klasik sampai Pemikiran Modern. Jurnal Yustisia: Volume 3 No.2

Martitah. Juli 2013. Reforma Paradigma Hukum Di Indonesia Dalam Perspektif Sejarah.

Jurnal Paramita: Volume 23 No.2

13

Anda mungkin juga menyukai