Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Assallamuallaikum.wr.wb...Puji syukur atas rahmat Allah Swt, serta karunia-


Nya sehingga makalah dengan berjudul "Sejarah Tata Hukum di Indonesia" dapat
diselesaikan.Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas ujian tengah semester
(UTS) dari dosen pengampu ibu Maya Sri Novita. SH., MH. pada bidang studi
Pengantar Hukum Indonesia. Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah
wawasan kepada pembaca tentang pengetahuan sejarah masa penjajahan, masa
penjajahan belanda, masa penjajahan jepang dan masa kemerdekaan.
Bangsa Indonesia memiliki nasionalisme dan patriotisme yang kuat berkenaan
dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, sehingga pada masa awal
kemerdekaan muncul sikap “ anti” terhadap unsur – unsur yang berkaitan dengan
Belanda. Tidaklah heran, apabial tata hukum Indonesia dipengaruhi oleh tiga sistem
hukum yang berlaku secara serempak. Ketiga sistem itu adalah sistem hukum adat
(Adat law system), sistem hukum islam (Islam law system) dan sistem hukum barat
( Western law system) pada saat itu dan diketahui oleh masyarakat dan mudah
dipahami.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu Maya Sri Novita. SH.,
MH selaku dosen studi Pengantar Hukum Indonesia. Berkat tugas yang diberikan ini,
dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan.
Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan
saran yang konstruktif dari pembaca sekalian.

Bojonegara, November 2023


Penulis/Penyusun

Hadi Firmansyah
NIM : 232401074

1
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR......................................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar
belakang....................................................................................................................3

Rumusan masalah..............................................................................................................4

Tujuan Makalah................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Sejarah Tata Hukum Indonesia......................................................................5


1.1.1 Arti Tata hukum di
Indonesia…………………………………………………..
1.1.2 Fungsi Tata Hukum Indonesia……………………………………………..
B. Sejarah Tata Hukum Masa Prapenjajahan.................................................8

C. Sejarah Tata Hukum masa Penjajahan....................................................................9

D. Sejarah Tata Hukum Masa Pasca Kemerdekaan…....................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran.............................................................................................................14

Daftar Pustaka...................................................................................................15

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengertian hukum sebenarnya tidak terbatas, tetapi konsepnya sangat
luas. Akan tetapi penulis sedikit menulis tentang pengertian hukum menurut Hans
Kelsen, ia menjelaskan bahwa hukum adalah fenomena normatif, hukum adalah
fenomena sosial. Hukum adalah ketertiban (order) sebagai suatu sistem kaidah (rules)
bagi tingkah laku manusia. Tata hukum Indonesia adalah hukum yang dianut oleh
semua orang yang tinggal di wilayah Indonesia. Dalam prakteknya, sistem hukum
Indonesia baru terbentuk setelah kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada saat itu, lahirlah suatu jenis tata hukum yang disebut tata hukum Indonesia.1

Tata Hukum Indonesia diterapkan oleh masyarakat hukum Indonesia (Negara


Republik Indonesia). Tata Hukum Indonesia adanya sejak saat Proklamasi
Kemerdekaan, yaitu tanggal 17 Agustus 1945, sebab dengan Proklamasi Kemerdekaan
berarti. Negara Republik Indonesia dibentuk oleh bangsa Indonesia.

Salah satu faktor pendorong pendirian VOC adalah perlunya memitigasi risiko
dan memanfaatkan peluang dalam perdagangan rempah-rempah di wilayah Asia
Tenggara. Rempah-rempah seperti cengkeh, kayu manis, dan lada adalah komoditas
yang sangat dicari di pasar Eropa, tetapi sulit diperoleh dan diangkut dari wilayah-
wilayah jauh di Asia Tenggara. VOC didirikan sebagai jawaban terhadap tantangan ini
dan untuk mengamankan monopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut.
VOC didirikan pada tahun 1602 oleh pemerintah Belanda dengan tujuan menguasai dan
memperdagangkan rempah-rempah yang berlimpah di wilayah Asia Tenggara,
khususnya di wilayah Indonesia modern. Pada saat itu, rempah-rempah seperti cengkeh,
kayu manis, dan lada sangat berharga dan menjadi komoditas yang sangat dicari di
pasar Eropa. VOC didukung oleh investasi pemerintah Belanda dan memiliki monopoli
de facto dalam perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut. 2

1
https://www.gramedia.com/literasi/tata-hukum
2
https://fahum.umsu.ac.id/voc-sejarah-latar-belakang-dan-tujuan
3
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari Sejarah menurut Tata Hukum
b. Apa tujuan dari hukum pidana?
c. Bagaimana keadaan hukum pidana di Indonesia?

C. Tujuan Penulis

a. Memahami mengenai hukum pidana.


b. Mengetahui maksud dan tujuan dari hukum pidana.
c. Mengetahui cara kerja hukum pidana di Indonesia.
d. Membuka pikiran mengenai bagaimana hukum pidana ditetapkan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Sejarah Tata Hukum Indonesia


Sejarah hukum adalah studi tentang bagaimana hukum berkembang dan
mengapa hal itu berubah. Sejarah hukum berhubungan erat dengan perkembangan
peradaban dan diatur dalam konteks sejarah sosial yang lebih luas. Diantara para ahli
hukum dan ahli sejarah proses hukum tertentu, telah dilihat sebagai rekaman evolusi
undang - undang dan penjelasan teknis tentang bagaimana undang - undang ini telah
berevolusi dengan pandangan untuk memahami asal-usul berbagai konsep hukum;
Beberapa menganggapnya sebagai cabang sejarah intelektual. Ahli sejarah abad ke-20
telah melihat sejarah hukum dengan cara yang lebih kontekstualisasi lebih sesuai
dengan pemikiransejarawan sosial. Mereka telah melihat institusi hukum sebagai
sistem peraturan, pemain dan simbol yang kompleks dan telah melihat elemen-elemen
ini berinteraksi dengan masyarakat untuk mengubah, menyesuaikan, menolak atau
mempromosikan aspek-aspek tertentu dari masyarakat sipil.Sejarawan hukum
semacam itu cenderung menganalisis sejarah kasus dari parameter penyelidikan sains
sosial,dengan menggunakan metode statistik, menganalisis perbedaan kelas antara para
pemohon, pemohon dan pemain lain dalam berbagai proses hukum. Dengan
menganalisis hasil kasus, biaya transaksi, jumlah kasus yang diselesaikan, mereka telah
memulai analisis terhadap institusi,praktik, prosedur dan briefing hukum yang
memberi kita gambaran hukum dan masyarakat yang lebih kompleks daripada studi
yurisprudensi, perkara kasus dan kode sipil yang dapat dicapai.3
Kegunaan sejarah hukum di atas dapat dijadikan frame atau kerangka dalam
melihat pembentukan dan perkembangan hukum yang ada di Indonesia. Akan
tetapi,untuk melihat sejarah pembentukan hukum di Indonesia,terlebih dahulu perlu
memahami kondisi geografis dan etnis atau bangsa Indonesia sebelum merdeka.
Kegunaan sejarah hukum di atas dapat dijadikan frame atau kerangka dalam melihat
pembentukan dan perkembangan hukum yang ada di Indonesia. Akan tetapi,untuk
melihat sejarah pembentukan hukum di Indonesia,terlebih dahulu perlu memahami
kondisi geografis dan etnis atau bangsa Indonesia sebelum merdeka. Selain itu pada
3
Moh Hasbullah dan Dedi Supriyadi, Filsafat Sejarah. Bandung, CVPustaka Setia 2012., hal 21
5
saat Indonesia merdeka, sedang berkembang pandangan /teori / Aliran pemberlakuan
hukum, paling tidak terdapat 3 aliran besar, yaitu legisme, Freie Rechtslehre dan
Rechtsvinding Ketiga aliran ini dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap
pembentukan dan perkembangan hukum di Indonesia. Sebagai berikut
1. Aliran legisme adalah aliran hukum yang menganggap bahwa undang-undang
adalah satu-satunya sumber hukum. Sedangkan peradilan hanya menerapkan
undang-undang. Dalam aliran ini, hakim hanya sebagai corong undang-undang.
Dengan demikian, tidak ada hukum di luar undang-undang.4
2. Aliran freire chtsbewengung adalah aliran penemuan hukum yang bebas, artinya
hakim dalam menemukan hukum tidak terikat secara kaku pada undang-undang,
namun berdasarkan asas kepatutan.5
3. Aliran Recht vinding adalah proses pembentukan hukum oleh hakim/aparat
penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum
yang konkrit dan hasil penemuan hukum menjadi dasar untuk mengambil keputusan.6
2.1.1 Arti Tata Hukum Indonesia
Tata hukum suatu Negara adalah tata hukum yang ditetapkan atau disahkan oleh
Negara itu. Jadi tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah Negara Indonesia. Tata hukum Indonesia juga terdiri atas aturan – aturan
hukum yang ditata atau disusun sedemikian rupa, dan aturan – aturan itu antara satu dan
lainnya saling berhubungan dan saling menentukan. Aturan – aturan hukum yang
berlaku di Indonesia berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan zaman
dan perkembangan kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya suatu aturan yang sudah
tidak memenuhi kebutuhan masyarakat perlu diganti dengan yang baru. Perkembangan
masyarakat tentu diikuti perkembangan aturan – aturan yang mengatur pergaulan hidup
sehingga tata hukumpun selalu berubah – ubah, begitu pula tata hukum Indonesia. Suatu
tata hukum yang selalu berubah – ubah mengikuti perkembangan masyarakat ditempat
mana tata hukum itu berlaku untuk memenuhi perasaan keadilan berdasarkan kesadaran
hukum masyarakat, disebut tata hukum yang mempunyai struktur terbuka. 7 Demikian
halnya tata hukum Indonesia saling berhubungan dan saling menentukan, sebagaimana
disinggung dimuka, dapat dibuktikan dengan contoh sebagai berikut:

4
Aliran legisme mempunyai pandangan hukum terbentuk olehperundang-undangan, di luar
undang-undang tidak ada hukum
5
Aliran Freie Rechtslehre berpandangan bahwa hukum hanya terbentukmelalui peradilan atau
rechtsspraak. Undang-undang dan sumber hukum lainnyahanya sebagai sarana pembantu dalam
menemukan hukum pada kasus-kasuskonkrit di peradilan.
6
https://ditjenpp.kemenkumham.go.id
7
Hasim Purba ( Pengantar Imu Hukum Indonesia ) Diktat USU – 2007
6
 Hukum pidana saling berhubungan dengan hukum acara pidana dan salingf
menentukan satu sama lain, karena hukum pidana tidak akan dapat diterapkan
tanpa adanya hukum acara pidana. Sebaliknya jika tidak ada hukum pidana, hukum
acara pidana tidak akan berfungsi.
 Hukum keluarga berhubungan dan saling menentukan dengan hukum waris.
Agar harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia
dapat dibagikan kepada para ahli warisnya perlu dibuat peraturannya. Siapa ahli
warisnya, berapa bagianmnya, dan apa kewajibannya ditentukan oleh hukum
waris.

2.1.2 Fungsi Tata Hukum Di Indonesia

Tata hukum sendiri memiliki fungsi untuk menata, menyusun, dan mengatur
kehidupan masyarakat. Maka dari itu, sehubungan dengan fungsi ini, sebuah tata hukum
harus bisa mengatur norma hukum.
Peraturan-peraturan ini harus bisa dikelompokkan dan disusun ke dalam struktur norma
hukum. Adapun struktur yang dimaksud adalah sinkron dan tidak boleh saling
bertentangan. Dalam hal ini, peraturan yang berlaku antara lain UUD, undang-undang,
dan peraturan lain yang tidak boleh bertentangan.8
Beberapa fungsi tata hukum bagi sebuah negara yang penting untuk diketahui adalah
sebagai berikut.

 Menetapkan norma dan/atau kaidah hukum.


 Menata, menyusun, dan mengatur norma-norma hukum.
 Menyelesaikan sengketa antar norma hukum.
 Menyesuaikan dengan perubahan-perubahan.

Fungsi Pertama, berkaitan dengan norma hukum sebagai kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar (basic, need) untuk mengatur kehidupan antar pribadi.Khususnya,
dalam memperlancar interaksi dan komunikasi .Norma – norma hukum yang diterbitkan
pada hakikatnya untuk menjadi pedoman dalam kehidupan bersama atau bermasyarakat,
interaksi sosial yang cenderung meningkat intensitasnya mendorong munculnya norma
hukum. Dengan demikian, semakin tinggi intensitas interaksi sosial, maka semakin
tinggi pula desakan dan tuntutan untuk dibuatnya norma hukum Berkenaan hal ini, tata
hukum mengakui dan menetapkan norma hukum yang muncul.

8
https://kumparan.com/berita-terkini/pengertian-tata-hukum-indonesia-lengkap-dengan-
fungsinya pukul 11.17 wib tanggal 30/11/2023
7
3. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-
alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka dan
didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan,
menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan
upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar
hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari
tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.

Menurut Hazewinkel-Suringa, hukum pidana adalah sejumlah peraturan


hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap
pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa yang
membuatnya.

Dari beberapa pendapat yang telah dikutip tersebut dapat diambil gambaran
tentang hukum pidana, bahwa hukum pidana setidaknya merupakan hukum yang
mengatur tentang:

1. Larangan untuk melakukan suatu perbuatan;

2. Syarat-syarat agar seseorang dapat dikenakan sanksi pidana;

3. Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan suatu
perbuatan yang dilarang (delik);

4. Cara mempertahankan/memberlakukan hukum pidana.


8
Hukum pidana dapat dibagi/dibedakan dari berbagai segi, antara lain sebagai berikut:

1. Hukum pidana dalam arti objektif (jus poenale) dan hukum pidana dalam arti
subjektif (jus puniendi). Menurut Vos, hukum pidana objektif maksudnya adalah
aturan-aturan objektif yakni aturan hukum pidana. Sedangkan hukum pidana
subjektif adalah hak subjektif penguasa terhadap pemidanaan, terdiri dari hak
untuk menuntut pidana, menjatuhkan pidana dan melaksanakan pidana.
2. Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Menurut van Hattum:
a. Hukum pidana materiil yaitu semua ketentuan dan peraturan yang
menunjukkan tentang tindakan-tindakan yang mana adalah merupakan
tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat
dipertanggungjawabkan terhadap tindakan-tindakan tersebut dan hukuman
yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut, disebut juga
dengan hukum pidana yang abstrak.
b. Hukum pidana formil memuat peraturan- peraturan yang mengatur
tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus
diberlakukan secara konkrit. Biasanya orang menyebut jenis hukum pidana ini
sebagai hukum acara pidana.

3. Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) dan hukum pidana yang


tidak dikodifikasikan (niet gecodificeerd).

a. Hukum pidana yang dikodifikasikan misalnya adalah: Kitab Undang-undang


Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, dan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

b. Hukum pidana yang tidak dikodifikasikan misalnya berbagai ketentuan


pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti UU Tindak Pidana Korupsi (UU
No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi)

4. Hukum pidana bagian umum (algemene deel) dan hukum pidana bagian khusus
(bijzonder deel).

a. Hukum pidana bagian umum ini memuat asas-asas umum sebagaimana


yang diatur di dalam Buku I KUHP yang mengatur tentang Ketentuan Umum;

9
b. Hukum pidana bagian khusus itu memuat/mengatur tentang Kejahatan-
kejahatan dan Pelanggaran-pelanggaran, baik yang terkodifikasi maupun yang
tidak terkodifikasi.

5. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis. Hukum adat yang
beraneka ragam di Indonesia masih diakui berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Pancasila. Hukum adat pada umumnya tidak tertulis. Sistem hukum
pidana di Indonesia mengenal adanya hukum pidana tertulis sebagai
diamanatkan di dalam Pasal 1 KUHP, akan tetapi dengan tidak
mengesampingkan asas legalitas dikenal juga hukum pidana tidak tertulis
sebagai akibat dari masih diakuinya hukum yang hidup di dalam
masyarakat yaitu yang berupa hukum adat.

6. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana lokal


(plaatselijk strafrecht). Hukum pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga
disebut sebagai hukum pidana nasional. Hukum pidana umum adalah hukum
pidana yang dibentuk oleh Pemerintah Negara Pusat yang berlaku bagi subjek
hukum yang berada dan berbuat melanggar larangan hukum pidana di seluruh
wilayah hukum negara. Sedangkan hukum pidana lokal adalah hukum pidana
yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang berlaku bagi subjek hukum yang
melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di dalam wilayah
hukum pemerintahan daerah tersebut.

B. Tujuan Hukum Pidana


Secara umum hukum pidana berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat agar
dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Manusia dalam usaha untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupannya yang berbeda-beda terkadang
mengalami pertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang dapat
menimbulkan kerugian atau mengganggu kepentingan orang lain. Agar tidak
menimbulkan kerugian dan mengganggu kepentingan orang lain dalam usaha
memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut maka hukum memberikan aturan-aturan
yang membatasi perbuatan manusia, sehingga ia tidak bisa berbuat sekehendak hatinya.
a. Tujuan Hukum Pidana di Indonesia
Mengenai perkembangan hukum adat yang ada di Indonesia Supomo
mengatakan : “Tiap-tiap peraturan hukum adat timbul, berkembang dan selanjutnya
lenyap dengan lahirnya peraturan baru sedangkan peraturan baru itu berkembang juga,
10
akan tetapi kemudian akan lenyap dengan adanya perubahan perasaaan keadilan yang
menimbulkan perubahan peraturan”.
Sesudah Indonesia merdeka sudah selayaknya dan seharusnya hukum pidana
Indonesia (bukan hukum pidana di Indonesia) disusun dan merumuskan sedemikian
rupa, agar semua kepentingan negara, maysrakat dan individu diayomi dalam
keseimbangan dan keserasian berdasarkan Pancasila. Demikian juga tujuan hukum
pidana Indonesia adalah pengayoman semua kepentingan secara seimbang dan serasi.

Tujuan lain yang dapat kita ketahui adalah sebagai berikut :

1. Melindungi kepentingan bersama


Pada dasarnya, setiap manusia membutuhkan perlindungan dari manusia lain
sehingga bisa disimpulkan bahwa tujuan dari hukum pidana juga memberikan
perlindungan untuk kepentingan bersama. Tentu saja rasa terlindungi dan
berkeadilan bisa tercapai jika manusia menegakkan hukum dengan baik dan benar.
2. Mencegah terjadinya konflik
Hukum sengaja diciptakan dalam rangka melindungi sekaligus menjaga kepentingan
bersama supaya keadilan sosial bisa terwujud secara nyata, hukum pidana juga
bertujuan untuk mengatur hubungan manusia supaya ketertiban bisa tercipta.

C. Hukum Pidana Indonesia

a. Sejarah Hukum Pidana Indonesia

Sejarah hukum pidana Indonesia dibagi kedalam empat babak yaitu:25


a. Zaman VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)
b. Zaman Hindia Belanda
c. Zaman pendudukan Jepang
d. Zaman kemerdekaan.

a. Zaman VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)


Hukum Barat (Belanda) masuk ke Indonesia seiring dengan gerakan
kolonialisme. Dengan dalih memperluas wilayah perdagangan, maksud semula
untuk berdagang berubah menjadi menjajah. Agar maksud ini lancar, Pemerintah
Hindia Belanda memberi wewenang penuh kepada perusahaan perdagangan
Belanda, VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) untuk mendirikan benteng-
benteng pertahanan dan mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Indonesia.

11
Kedatangan pedagang-pedagang Belanda (VOC) di Indonesia membawa
suasana penjajahan. Hukum yang berlaku pada waktu itu adalah sistem hukum
Belanda. Pada mulanya hanya berlaku bagi orang Eropa saja, tetapi dengan
berbagai peraturan dan upaya, akhirnya dinyatakan berlaku bagi bangsa Asia,
termasuk Indonesia yang menundukkan diri pada hukum Barat secara sukarela atau
karena ada perbuatan hukum yang berkenaan dengan keuangan dan perdagangan.
Hukum Belanda yang diberlakukan oleh VOC pada waktu itu antara lain hukum
tatanegara, perdata dan pidana. Kodifikasi hukum pidana itu oleh pemerintah
Belanda dikandung maksud untuk menyapu bersih dan menghapuskan hukum adat,
sehingga hanya berlaku hukum pidana asing yang didatangkan untuk penduduk
negara jajahan.

b. Zaman Hindia Belanda

Pada tahun 1881 di negeri Belanda dibentuk suatu Kitab Undang-Undang


Hukum Pidana Baru yang mulai diberlakukan pada tahun 1886 yang bersifat nasional
dan sebagian besar mencontoh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Jerman. Sikap
semacam ini bagi Indonesia baru diturut dengan dibentuknya Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana baru dengan firman Raja Belanda tanggal 15 Oktober 1915, mulai
berlaku 1 Januari 1918, yang sekaligus menggantikan kedua Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana tersebut di atas untuk berlaku bagi semua penduduk di Indonesia.

c. Zaman pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada hakekatnya hukum
pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Untuk melengkapi hukum pidana yang telah ada sebelumnya,
pemerintahan militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Gun Seirei nomor
istimewa 1942, Osamu Seirei Nomor 25 Tahun 1944 dan Gun Seirei Nomor 14
Tahun 1942. Gun Seirei Nomor istimewa Tahun 1942 dan Osamu Seirei Nomor 25
Tahun 1944 berisi tentang hukum pidana umum dan hukum pidana khusus.
Sedangkan Gun Seirei Nomor 14 Tahun 1942 mengatur tentang pengadilan di Hindia
Belanda.

Pada masa ini, Indonesia telah mengenal dualisme hukum pidana karena
wilayah Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian wilayah dengan penguasa militer
yang tidak saling membawahi.

d. Zaman kemerdekaan.

12
Masa pemberlakukan hukum pidana di Indonesia setelah proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945, dibagi menjadi empat masa sebagaimana dalam
sejarah tata hukum Indonesia yang didasarkan pada berlakunya empat konstitusi
Indonesia, yaitu pertama masa pasca kemerdekaan dengan konstitusi UUD 1945,
kedua masa setelah Indonesia menggunakan konstitusi negara serikat (Konstitusi
Republik Indonesia Serikat), ketiga masa Indonesia menggunakan konstitusi
sementara (UUDS 1950), dan keempat masa Indonesia kembali kepada UUD 1945.

Indonesia sekarang ini belum mempunyai hukum pidana nasional yang dibuat
sendiri. hukum pidana yang berlaku sekarang ini merupakan produk hukum pidana
peninggalan pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda. Berlakunya Kitab Undang-
Undang Hukum Pidaa Belanda tersebut dimaksudkan untuk tempo sementara. Oleh
karena itu Indonesia sejak Indonesia sejak 1962 telah berusaha melakukan pembaharuan
hukum pidana nasional yang sampai sekarang ini belum selesai disahkan oleh lembaga
negara yang berwenang. Pembaharuan hukum pidana, sebagai upaya pembangunan
system hukum nasional. Upaya pembaharuan hukum pidana merupakan tuntutan dan
amanat proklamasi, sekaligus juga merupakan tuntutan nasionalisme dan paling penting
adalah tuntutan kemandirian dari bangsa yang merdeka.

b. Keadaan Hukum Pidana Indonesia


Indonesia dalah negara hukum, semua orang sama di depan hukum yang juga
disebutkan dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945. Dengan adanya pasal ini pada UUD 1945
menunjukkan semakin besar kekuatan dasar hukum serta menjadi amanat negara, ini
menandakan bahwa segala bentuk aktivitas di negara Indonesia diatur oleh hukum yang
berlaku. Setiap manusia berhak mendapatkan keadilan dalam hukum, baik dari
masyarakat itu sendiri maupun dari negara. Seperti yang tercantum dan tercermin dalam
Pancasila ke-5 yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Hal
inilah yang menguatkan bahwa masyarakat Indonesia harus dan berhak mendapatkan
keadilan di mata hukum tanpa terkecuali. Seperi yang kita ketahui hingga saat ini
keadilan masyarakat di mata hukum belumlah terjalankan dengan baik dan
menyebabkan masalah yang pelik. Kita selalu ditunjukkan oleh adanya permasalahan
mengenai penegakkan hukum di Indonesia yang tak pernah ada habisnya ini.
Ada beberapa contoh kasus mengenai kasus penegakan hukum di Indonesia
yang dirasa cukup aneh untuk kita pahami, yaitu :
1. Kasus menebang 1 pohon mangrove yang dihukum 2 tahun dan denda 2 miliyar.
2. Kasus seorang nenek yang mencuri tiga buah kakao dihukum satu bulan.

13
3. Kasus pelajar yang membunuh pelaku begal untuk menyelematkan diri terancam
hukuman seumur hidup.

Dari contoh tersebut tercerminkan betapa penegaakan hukum di Indonesia


masih tebang pilih, karena ketika para koruptor yang merampok uang rakyat masih bisa
bebas berkeliaran dan mendapatkan hukuman yang kurang setimpal. Bisa kita rasakan
bahwa hukum pidana di Indonesia masih belum bisa untuk memberikan efek jera
maupun pencegahan bagi para pelaku maupun masyarakat. Hukum pidana di Indonesia
juga kurang dalam memberikan keadilan, karena hukum di Indonesia dijadikan alat olh
para petinggi dan pemegang kuasa untuk berbuat dan bertindak semena-mena terhadap
orang yang dibawah. Seharusnya sebagai mana yang tercantum di dalam UUD 1945
bahwa hukum itu harus adil, maka hukum pidana di Indonesia harus bisa memberi
keadilan untuk semua masyarakat Indonesia.

“Hukum tumpul ke atas runcing ke bawah”, istilah ini mungkin sudah sering kita
dengar di Indonesia ini. Maksud dari istilah ini adalah bahwa keadilan di Indonesia
lebih tajam dalam menghukum masyarakat yang ada di kelas bawah dan akan kalah
dengan para pejabat tinggi dan penguasa. Ada diskriminasi perlakuan hukum antara
mereka yang memiliki uang dan mereka yang tidak memiliki uang, antara mereka yang
berkuasa dan mereka yang tidak punya kuasa. Karena hal-hal semacam ini yang
membuat banyak masyarakat Indonesia tidak mempercayai hukum yang ada, dan juga
ditambah dengan pemahaman hukum yang kurang.

Oleh karena itu, hukum di Indonesia termasuk hukum pidana harus diperbaiki
dan dilakukan sesuai dengan sumber dan dasar hukum di Indonesia, jika terus dibiarkan
seperti ini maka hukum di Indonesia akan hancur dan berantakan, hukum pidana dengan
seadil-adilnya dengan sesuai hukum yang berlaku.

D. Penetapan Hukum Pidana Indonesia


Hukum ada pada setiap masyarakat dimana pun di muka bumi ini, Primitif dan
modernnya suatu msyarakat pati memiliki hukum. Oleh karena itu, keberadaan hukum
sifatnya universal. Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat, keduanya
mempunyai hubungan timbal balik. Membicarakan hukum pidana seringkali membuat
orang membayangkan yang bersifat jahat, kotor, dan penuh tipu daya. Pada dasarnya
hukum pidana memang berfokus pada pengaturan tentang masalah kejahatan yang
terjadi di tengah masyarakat, hukum pidana menjadi penjaga agar masyarakat terhindar
dari kejahatan. Hukum pidana dalam hubungannya dengan kejahatan layak disebut

14
sebagai The Guardian of Security yang berusaha memberikan jaminan agar masyarakat
tidak menjadi korban kejahatan.
Saat ini di Indonesia banyak terjadi aksi kejahatan yang amat meresahkan dan
menakutkan masyarakat, seperti pembegalan dijalan, pencurian, pencopetan,
pembunuhan, pemerkosaan, kejahatan seksual seksual, pornografi, narkotika, korupsi
semakin tidak terkendali. Kendala yang dirasakan pemerintah adalah untuk membuat
jera atas kejahatan yang telah, penegakan hukum pidana di Indonesia dalam tindak
Pidana Umum Yang Terdapat di Dalam KUHP dan Penerapan Hukum Islam Dalam
Tindak Pidana Yang Terdapat di Dalam KUHP.
Maka dari itu untuk menanggulangi suatu kejahatan yang ada maka diperlukan
suatu perumusan suatu kebijakan hukum pidana dalam bentuk hukum tertulis. Hukum
adalah hasil tarik-menarik berbagai kekuatan politik yang ada dalam produk hukum.
Setiap tindak pidana yang umum sudah diatur oleh KUHP Indonesia yang lama mulai
dari kejahatan yang ringan sampai dengan kejahatan yang berat, serta pelanggaran yang
ringan sampai dengan pelanggaran yang berat. Semua tindak pidana yang dicantumkan
di dalam KUHP itu juga memiliki stelsel pemidanaan/ancaman yang berbeda-beda
sesuai dengan kejahatan yang dilakukan oleh si pembuat tindak pidana.
Secara keilmuwan, bentuk pidana dapat dibedakan berdasarkan objek yang dapat
dipidana. SR. Sianturi membagi bentuk-bentuk pidana ke dalam beberapa bentuk,
yaitu :
1. Pidana jiwa; pidana mati
2. Pidana badan pelaku; pencambukan dengan rotan, pemotongan bagian badan
(potong jari tangan), dicap bara, dan sebagainya
3. Pidana kemerdekaan pelaku; pidana penjara, pidana tutupan, pidana kurungan,
pembuangan, pengasingan, pengusiran, dan sebagainya
4. Pidana kehormatan pelaku misalnya pencabutan hak tertentu, pencabutan izin
mengemudi, pengumuman putusan hakim, teguran, dan sebagainya
5. Pidana atas harta benda/kekayaan; pidana denda, perempasan barang tertentu,
membayar harga suatu barang yang tidak belum dirampas sesuai taksiran dan
lain sebagainya

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa hukum pidana
adalah hukum yang membahas mengenai pidana. Di Indonesia hukum pidana sudah
sangat lumrah, hukum pidana tercantum di dalam dan luar KUHP. Hukum pidana
bersifat selektif yang berorientasi pada perlindungan atau kepentingan individu
(pelaku tindak pidana). Hukum pidana saat ini masih kurang dalam hal keadilan,
masih banyak kasus yang mendapat jatuhan hukuman tidak relalistis bila kita
pikirkan. Hukum pidana di Indonesia juga belum bisa maksimal dalam memberikan
efek jera maupun pencegahan untuk para pelaku tindak pidana.

16
B. Saran
1. Hukum pidana di Indonesia harus lebih diperbaiki dan berkembang, karena semua
itu bisa dikatakan baik untuk masyarakat Indonesia sendiri.
2. Masyarakat juga harus lebih menaati adanya hukum pidana, maka akan lebih baik
negeri ini jika masyarakat melaksanakan larangan-larangan yang ada pada hukum.
3. Para petinggi hukum lebih memberikan edukasi ataupun pembinaan kepada wrga
negara.
4. Penegakan hukum pidana di Indonesia harus memberikan rasa keadilan kepada
seluruh masyarakat dan pelaku tindak pidana mengenai penjatuhan hukuman
tanpa memandang derajat seseorang dan lainnya.

Daftar Pustaka

1. Wahyuni, Fitri. 2017. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Tangerang:


PT Nusantara Persada Utama.

2. Harefa, Safaruddin. 2019. “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di


Indonesia Melalui Hukum Pidana Positif Dan Hukum pidana Islam” dalam
UBELAJ Volume 4 Number 1 (hlm. 35-41). Bukittinggi : Fakultas Hukum
Universitas Mohammad Natsir Bukittinggi.

17
3. Batubara, Leonardo Andreas. 2020. “Apakah Penegakan Hukum di Indonesia
Sudah Berjalan dengan Baik?”,
https://www.kompasiana.com/leonardo09024/600803978ede4812665e4742/
apakah-penegakan-hukum-di-indonesia-sudah-berjalan-dengan-baik, diakses
pada 28 September 2021.

4. Kuncoro, Hanan. 2021. “Hukum Pidana Adalah : Pengertian, Tujuan, dan


Fungsi”, https://www.jojonomic.com/blog/hukum-pidana-adalah/ , diakses
pada 29 September 2021.

5. Syamsuddin, Rahman. 2019. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta:


Prenamedia Group.

18

Anda mungkin juga menyukai