Hadi Firmansyah
NIM : 242301074
1
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar
belakang....................................................................................................................3
Rumusan masalah..............................................................................................................4
Tujuan Makalah................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
B. Penjajahan Belanda……………...................................................................................8
C. Penjajahan Jepang……………….................................................................................9
D. Masa Pendudukan
Jepang…………………………....................................................12
A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran.............................................................................................................14
Daftar Pustaka...................................................................................................15
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian hukum sebenarnya tidak terbatas, tetapi konsepnya sangat
luas. Akan tetapi penulis sedikit menulis tentang pengertian hukum menurut Hans
Kelsen, ia menjelaskan bahwa hukum adalah fenomena normatif, hukum adalah
fenomena sosial. Hukum adalah ketertiban (order) sebagai suatu sistem kaidah (rules)
bagi tingkah laku manusia. Tata hukum Indonesia adalah hukum yang dianut oleh
semua orang yang tinggal di wilayah Indonesia. Dalam prakteknya, sistem hukum
Indonesia baru terbentuk setelah kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pada saat itu, lahirlah suatu jenis tata hukum yang disebut tata hukum Indonesia.1
Salah satu faktor pendorong pendirian VOC adalah perlunya memitigasi risiko
dan memanfaatkan peluang dalam perdagangan rempah-rempah di wilayah Asia
Tenggara. Rempah-rempah seperti cengkeh, kayu manis, dan lada adalah komoditas
yang sangat dicari di pasar Eropa, tetapi sulit diperoleh dan diangkut dari wilayah-
wilayah jauh di Asia Tenggara. VOC didirikan sebagai jawaban terhadap tantangan ini
dan untuk mengamankan monopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut.
VOC didirikan pada tahun 1602 oleh pemerintah Belanda dengan tujuan menguasai dan
memperdagangkan rempah-rempah yang berlimpah di wilayah Asia Tenggara,
khususnya di wilayah Indonesia modern. Pada saat itu, rempah-rempah seperti cengkeh,
kayu manis, dan lada sangat berharga dan menjadi komoditas yang sangat dicari di
pasar Eropa. VOC didukung oleh investasi pemerintah Belanda dan memiliki monopoli
de facto dalam perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut. 2
1
https://www.gramedia.com/literasi/tata-hukum
2
https://fahum.umsu.ac.id/voc-sejarah-latar-belakang-dan-tujuan
3
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari Sejarah menurut Tata Hukum
b. Apa tujuan dari hukum pidana?
c. Bagaimana keadaan hukum pidana di Indonesia?
C. Tujuan Penulis
4
BAB II
PEMBAHASAN
4
Aliran legisme mempunyai pandangan hukum terbentuk olehperundang-undangan, di luar
undang-undang tidak ada hukum
5
Aliran Freie Rechtslehre berpandangan bahwa hukum hanya terbentukmelalui peradilan atau
rechtsspraak. Undang-undang dan sumber hukum lainnyahanya sebagai sarana pembantu dalam
menemukan hukum pada kasus-kasuskonkrit di peradilan.
6
https://ditjenpp.kemenkumham.go.id
6
3. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-
alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka dan
didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan,
menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan
upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar
hukum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari
tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.
Dari beberapa pendapat yang telah dikutip tersebut dapat diambil gambaran
tentang hukum pidana, bahwa hukum pidana setidaknya merupakan hukum yang
mengatur tentang:
3. Sanksi pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada seseorang yang melakukan suatu
perbuatan yang dilarang (delik);
Hukum pidana dapat dibagi/dibedakan dari berbagai segi, antara lain sebagai berikut:
1. Hukum pidana dalam arti objektif (jus poenale) dan hukum pidana dalam arti
subjektif (jus puniendi). Menurut Vos, hukum pidana objektif maksudnya adalah
aturan-aturan objektif yakni aturan hukum pidana. Sedangkan hukum pidana
subjektif adalah hak subjektif penguasa terhadap pemidanaan, terdiri dari hak
untuk menuntut pidana, menjatuhkan pidana dan melaksanakan pidana.
2. Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Menurut van Hattum:
a. Hukum pidana materiil yaitu semua ketentuan dan peraturan yang
menunjukkan tentang tindakan-tindakan yang mana adalah merupakan
tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat
dipertanggungjawabkan terhadap tindakan-tindakan tersebut dan hukuman
7
yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut, disebut juga
dengan hukum pidana yang abstrak.
b. Hukum pidana formil memuat peraturan- peraturan yang mengatur
tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus
diberlakukan secara konkrit. Biasanya orang menyebut jenis hukum pidana ini
sebagai hukum acara pidana.
4. Hukum pidana bagian umum (algemene deel) dan hukum pidana bagian khusus
(bijzonder deel).
5. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis. Hukum adat yang
beraneka ragam di Indonesia masih diakui berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Pancasila. Hukum adat pada umumnya tidak tertulis. Sistem hukum
pidana di Indonesia mengenal adanya hukum pidana tertulis sebagai
diamanatkan di dalam Pasal 1 KUHP, akan tetapi dengan tidak
mengesampingkan asas legalitas dikenal juga hukum pidana tidak tertulis
sebagai akibat dari masih diakuinya hukum yang hidup di dalam
masyarakat yaitu yang berupa hukum adat.
8
6. Hukum pidana umum (algemeen strafrecht) dan hukum pidana lokal
(plaatselijk strafrecht). Hukum pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga
disebut sebagai hukum pidana nasional. Hukum pidana umum adalah hukum
pidana yang dibentuk oleh Pemerintah Negara Pusat yang berlaku bagi subjek
hukum yang berada dan berbuat melanggar larangan hukum pidana di seluruh
wilayah hukum negara. Sedangkan hukum pidana lokal adalah hukum pidana
yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang berlaku bagi subjek hukum yang
melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di dalam wilayah
hukum pemerintahan daerah tersebut.
10
Pada tahun 1881 di negeri Belanda dibentuk suatu Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Baru yang mulai diberlakukan pada tahun 1886 yang bersifat nasional
dan sebagian besar mencontoh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Jerman. Sikap
semacam ini bagi Indonesia baru diturut dengan dibentuknya Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana baru dengan firman Raja Belanda tanggal 15 Oktober 1915, mulai
berlaku 1 Januari 1918, yang sekaligus menggantikan kedua Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana tersebut di atas untuk berlaku bagi semua penduduk di Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada hakekatnya hukum
pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Untuk melengkapi hukum pidana yang telah ada sebelumnya,
pemerintahan militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Gun Seirei nomor
istimewa 1942, Osamu Seirei Nomor 25 Tahun 1944 dan Gun Seirei Nomor 14
Tahun 1942. Gun Seirei Nomor istimewa Tahun 1942 dan Osamu Seirei Nomor 25
Tahun 1944 berisi tentang hukum pidana umum dan hukum pidana khusus.
Sedangkan Gun Seirei Nomor 14 Tahun 1942 mengatur tentang pengadilan di Hindia
Belanda.
Pada masa ini, Indonesia telah mengenal dualisme hukum pidana karena
wilayah Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian wilayah dengan penguasa militer
yang tidak saling membawahi.
d. Zaman kemerdekaan.
Indonesia sekarang ini belum mempunyai hukum pidana nasional yang dibuat
sendiri. hukum pidana yang berlaku sekarang ini merupakan produk hukum pidana
peninggalan pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda. Berlakunya Kitab Undang-
Undang Hukum Pidaa Belanda tersebut dimaksudkan untuk tempo sementara. Oleh
karena itu Indonesia sejak Indonesia sejak 1962 telah berusaha melakukan pembaharuan
11
hukum pidana nasional yang sampai sekarang ini belum selesai disahkan oleh lembaga
negara yang berwenang. Pembaharuan hukum pidana, sebagai upaya pembangunan
system hukum nasional. Upaya pembaharuan hukum pidana merupakan tuntutan dan
amanat proklamasi, sekaligus juga merupakan tuntutan nasionalisme dan paling penting
adalah tuntutan kemandirian dari bangsa yang merdeka.
12
“Hukum tumpul ke atas runcing ke bawah”, istilah ini mungkin sudah sering kita
dengar di Indonesia ini. Maksud dari istilah ini adalah bahwa keadilan di Indonesia
lebih tajam dalam menghukum masyarakat yang ada di kelas bawah dan akan kalah
dengan para pejabat tinggi dan penguasa. Ada diskriminasi perlakuan hukum antara
mereka yang memiliki uang dan mereka yang tidak memiliki uang, antara mereka yang
berkuasa dan mereka yang tidak punya kuasa. Karena hal-hal semacam ini yang
membuat banyak masyarakat Indonesia tidak mempercayai hukum yang ada, dan juga
ditambah dengan pemahaman hukum yang kurang.
Oleh karena itu, hukum di Indonesia termasuk hukum pidana harus diperbaiki
dan dilakukan sesuai dengan sumber dan dasar hukum di Indonesia, jika terus dibiarkan
seperti ini maka hukum di Indonesia akan hancur dan berantakan, hukum pidana dengan
seadil-adilnya dengan sesuai hukum yang berlaku.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa hukum pidana
adalah hukum yang membahas mengenai pidana. Di Indonesia hukum pidana sudah
sangat lumrah, hukum pidana tercantum di dalam dan luar KUHP. Hukum pidana
bersifat selektif yang berorientasi pada perlindungan atau kepentingan individu
(pelaku tindak pidana). Hukum pidana saat ini masih kurang dalam hal keadilan,
masih banyak kasus yang mendapat jatuhan hukuman tidak relalistis bila kita
pikirkan. Hukum pidana di Indonesia juga belum bisa maksimal dalam memberikan
efek jera maupun pencegahan untuk para pelaku tindak pidana.
B. Saran
1. Hukum pidana di Indonesia harus lebih diperbaiki dan berkembang, karena semua
itu bisa dikatakan baik untuk masyarakat Indonesia sendiri.
2. Masyarakat juga harus lebih menaati adanya hukum pidana, maka akan lebih baik
negeri ini jika masyarakat melaksanakan larangan-larangan yang ada pada hukum.
3. Para petinggi hukum lebih memberikan edukasi ataupun pembinaan kepada wrga
negara.
4. Penegakan hukum pidana di Indonesia harus memberikan rasa keadilan kepada
seluruh masyarakat dan pelaku tindak pidana mengenai penjatuhan hukuman
tanpa memandang derajat seseorang dan lainnya.
15
Daftar Pustaka
16