Anda di halaman 1dari 20

Makalah Kelompok XIV

HISTORIS SOSIOLOGI HUKUM DAN PLURALISME


HUKUM DI INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Akhmad Kamil Rizani, S. H, M. H

Oleh

SILVIA ANGGRAINI
NIM. 2112130137
AZIZAH
NIM. 2112130168

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2022 M/1444 H

ii
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmanirrahiim
Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, serta shalawat serta
salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang
sebagaimana sekarang ini.
Dengan rahmat dan hidayah dari Allah SWT, penulis diberikan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas dari Bapak Akhmad Kamil Rizani, S.H,
M.H. selaku dosen mata kuliah Sosiologi Hukum untuk membuat makalah yang
memuat materi mengenai “Historis Sosiologi Hukum dan Pluralisme Hukum
di Indonesia”. Makalah ini sudah selesai penulis susun secara maksimal dengan
bantuan pertolongan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang sudah ikut berkontribusi didalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari seutuhnya bahwa masih jauh
dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, penulis terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca sehingga penulis bisa melakukan perbaikan
makalah dengan baik dan benar.

Palangka Raya, Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan dan Kegunaan....................................................................... 1
D. Metode Penulisan............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
A. Historis Sosiologi Hukum................................................................ 3
1. Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum................................ 3
2. Sejarah Perkembangan Sosiologi Hukum.................................... 3
3. Perkembangan Sosiologi Hukum di Indonesia ........................... 5
B. Pluralisme Hukum di Indonesia ...................................................... 8
1. Pengertian Pluralisme Hukum..................................................... 8
2. Pluralisme Hukum di Indonesia................................................... 9
3. Macam-macam Hukum yang ada di Indonesia............................ 9
4. Relevansi Pluralisme Hukum dalam Pembangunan Hukum
Indonesia......................................................................................
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 12
Kesimpulan ............................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengenai penjelasan yang lebih jelas dan terperinci akan di bahas
pada pemaparan materi yang telah disusun di dalam makalah ini terkait
dengan penjelasan mengenai historis sosiologi hukum dan pluralisme hukum
di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Untuk menguraikan beberapa hal terkait materi, maka rumusan
masalah yang digunakan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penjelasan mengenai historis sosiologi hukum?
2. Bagaimanakah penjelasan mengenai pluralisme hukum di Indonesia?
C. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dan kegunaan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami penjelasan mengenai historis sosiologi
hukum.
2. Mengetahui dan memahami penjelasan mengenai pluralisme hukum di
Indonesia.
D. Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode literatur kajian pustaka
(library research) terhadap buku-buku yang berhubungan dengan tema
makalah yang dibuat, dan juga bersumber dari beberapa jurnal dan artikel dari
internet.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Historis Sosiologi Hukum


1. Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum
Filsafat hukum yang menyebabkan lahirnya sosiologi hukum
tersebut adalah aliran positivisme. Stratifikasi derajat hukum dimaksud
adalah yang paling bawah putusan badan pengadilan, atasnya undang-
undang dan kebiasaan, atasnya lagi konstitusi dan yang paling atas
grundnorm dasar/basis social salah satu objek bahasan dalam sosial
hukum. Hierarki hukum grundnorm konstitusi Undang-undang, kebiasaan
dan putusan pengadilan.1
Aliran filsafat hukum mendorong tumbuh berkembangnya sosiologi
hukum yaitu:2
a. Mazhab sejarah (hukum tumbuh dan berkembang bersama-sama
dengan masyarakat);
b. Aliran utility (hukum harus bermanfaat bagi masyarakat, guna
tercapainya kehidupan bahagia);
c. Aliran sociological jurisprudence (hukum yang harus sesuai dengan
hukum yang hidup dalam masyarakat);
d. Aliran prakmatic legal realism (law as a tool of social engineering).
Ilmu hukum yaitu hukum sebagai gejala sosial, banyak mendorong
pertumbuhan sosiologi hukum. Hans Kelsen menganggap hukum sebagai
gejala normatif. Sosiologi yang berorientasi hukum yaitu bahwa dalam
setiap masyarakat, selalu ada solidaritas organisasi (masyarakat modern,
hukum bersifat restitutif seperti hukum perdata) dan solidaritas mekanis
(masyarakat sederhana, hukum yang bersifat represif seperti hukum
pidana). Max weber, mengatakan ada 4 tipe ideal, yaitu irasional formal,
irasional material, rasional material (berdasarkan konsep-konsep hukum),
dan rasional material. Letak dan ruang lingkup sosiologi hukum, yaitu
1
Muhammad Zainal, Pengantar Sosiologi Hukum (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019), 26.
2
Ibid., 27.

2
dasar-dasar sosial dari hukum/basis sosial dari hukum. Hukum nasional
berdasarkan sosialnya, pancasila (gotong royong, musyawarah, dan
kekeluargaan).
Pendekatan dalam sosiologi hukum, yaitu pendekatan instrumental
atau suatu disiplin ilmu teoritis yang mempelajari keteraturan dari
fungsinya hukum. Tahap ini adalah merupakan tahap penengah dari
perkembangan atau pertumbuhan sosiologi hukum, akan tercapai bila
adanya otonomi dan kemandirian intelektual. Sosiologi hukum tidak
melakukan penilaian terhadap hukum. Akan tetapi perhatiannya adalah
hanyalah pemberian penjelasan terhadap objek fenomena hukum yang
dipelajari dalam masyarakat.
1. Sejarah Perkembangan Sosiologi Hukum
Seorang pakar bernama (Anzilotti), pada tahun 1882 dari Itali yang
pertama kali memperkenalkan istilah Sosiologi hukum, yang lahir dari
pemikiran di bidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun sosiologi,
sehingga sosiologi hukum merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-
disiplin tersebut.
Pengaruh filsafat hukum dan ilmu-ilmu hukum masih terasa hingga
saat ini yang berupa masukan faktor-faktor dari berbagai aliran atau
mahzab-mahzab yang relevan, seperti aliran hukum alam (Aristoteles,
Aquinas, Grotnis).3
Sejarah perkembangan sosiologi hukum antara lain dipengaruhi
oleh beberapa pengikut aliran, yaitu:
a. Pengaruh dari filsafat hukum
Pengaruhnya yang khas adalah dari istilah 'Law In Action',
yaitu beraksinya atau berprosesnya hukum. Menurut Pound, bahwa
hukum adalah suatu proses yang mendapatkan bentuk dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim
atau pengadilan. Dengan maksud yaitu kegiatan untuk

3
Munawir, Sosiologi Hukum (Ponorogo: Lembaga Penerbitan dan Pengembangan Ilmiah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponogoro, 2010), 65.

3
menetralisasikan atau merelatifkan dogmatif hukum. Juga sebagai
sarana untuk mengarahkan dan membina masyarakat.
b. Ilmu Hukum (Hans Kelsen)
Konsep yang dilahirkan oleh aliran positivisme (Hans Kelsen)
yaitu ‘stufenbau des recht’ atau hukum bersifat hierarkis, artinya
hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas
derajatnya. Dimana urutannya yaitu:
1) Grundnorm (dasar sosial daripada hukum)
2) Konstitusi
3) Undang-undang dan kebiasaan
4) Putusan badan pengadilan
Ajaran Kelsen ‘the pure theory of law’ (Ajaran Murni Tentang
Hukum), mengakui bahwa hukum dipengaruhi oleh faktor-faktor
politisi sosiologis, filosofis dan seterusnya. Kelsen juga
mengemukakan bahwa setiap data hukum merupakan susunan
daripada kaidah-kaidah (stufenbau), yang berisikan hal-hal sebagai
berikut:4
a) Suatu tata kaidah hukum merupakan sistem kaidah-kaidah hukum
secara hierarkis.
b) Susunan kaidah-kaidah hukum yang sangat disederhanakan dari
tingkat terbawah ke atas, yaitu: kaidah-kaidah individuil dari
badan-badan pelaksana hukum terutama pengadilan, kaidah-
kaidah umum di dalam undang-undang atau hukum kebiasaan dan
kaidah daripada konstitusi.
c) Sahnya kaidah hukum dari golongan tingkat yang lebih rendah
tergantung atau ditentukan oleh kaidah yang termasuk golongan
tingkat yang lebih tinggi.

c. Sosiologi (Pengaruh ajaran-ajaran Durkheim dan Weber)


4
Ibid., 67.

4
Durkheim berpendapat bahwa hukum sebagai kaidah yang
bersanksi, dimana berat ringan sanksi tergantung pada sifat
pelanggaran, anggapan serta keyakinan masyarakat tentang baik
buruknya perikelakuan tertentu, peranan sanksi tersebut dalam
masyarakat. Setiap kaidah hukum mempunyai tujuan berganda yaitu:
menetapkan dan merumuskan kewajiban-kewajiban, serta
menetapkan dan merumuskan sanksi-sanksi.
Sedangkan ajaran-ajaran yang menarik dari Max Weber adalah
tipe-tipe ideal dari hukum yang sekaligus menunjukkan suatu
perkembangan yaitu:
1) Hukum irrasionil dan materiel, dimana pembentuk undang-undang
dan hakim mendasarkan keputusan keputusannya semata-mata
pada nilai-nilai emosional tanpa mengacu pada suatu kaidah
hukum.
2) Hukum irrasionil dan formil, dimana pembentuk undang-undang
dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah yang didasarkan pada
wahyu dan ramalan-ramalan.
3) Hukum irrasionil dan materiel dimana keputusan para pembentuk
undang-undang dan hakim didasarkan ada kitab suci, ideologi atau
kebijaksanaan penguasa.
4) Hukum irrasionil dan formil, dimana hukum dibentuk atas dasar
konsep-konsep dari ilmu hukum.
2. Perkembangan Sosiologi Hukum di Indonesia
Indonesia merupakan negara hukum yang menganut sistem hukum
campuran dengan sistem hukum utamanya sistem hukum Eropa
Continental yang salah satu cirinya adalah adanya kodifikasi hukum yang
sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam
penerapannya. Akan tetapi di Indonesia juga masih banyak berlaku
hukum-hukum adat yang berbeda-beda sehingga kajian tentang sosiologi
hukum menjadi sangat penting di negara ini.

5
Sosiologi hukum merupakan suatu disiplin ilmu dalam ilmu hukum
yang mulai di kenal pada tahun 60-an. Kehadiran sosiologi hukum di
Indonesia memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat mengenai
hukum yang selama ini dilihat sebagai suatu sistem perundangan atau yang
selama ini di kenal dengan pemahaman secara normatif.
Berikut adalah tokoh-tokoh yang banyak memberikan pengaruh
terhadap perkembangan sosiologi hukum di Indonesia:5
a. Carl Marx
Menurut Marx hukum akan dipengaruhi oleh ekonomi.
Misalnya di masyarakat industri terjadi benturan stratifikasi sosial
antara kelas borjuis (kaum yang mempunyai modal) dengan kaum
priorentar (kaum yang tidak mempunyai modal), maka kaum
borjuislah yang akan selalu menang sedangkan kaum priorentar akan
selalu mengalami kekalahan. Pengusaha akan mempertahankan aset
kemudian mereka masuk ke wilayah legislator dan terbentuklah
Undang-undang yang tidak menyesuaikan dengan kondisi masyarakat,
bahkan cenderung merugikan masyarakat kecil.
b. Henry S. Maine
Menurut Henry S. Maine penghargaan individu bersifat
warisan/turun menurun, dan status sangat berpengaruh tapi dilihat
kenyataan sekarang tidak berlaku karena sekarang menggunakan
penilaian dari kualitas individu jadi terjadilah pergeseran masyarakat
dalam hukum.
c. Emiel Durkheim
Pemikiran Durkheim menggunakan teori solidaritas dalam
memahami masyarakat yakni bahwa masyarakat terbentuk dari
individu-individu sehingga terbentuklah sebuah masyarakat karena
adanya rasa saling membutuhkan dan rasa solidaritas. Solidaritas
dibagi menjadi dua yaitu:

5
Soesi Idayanti, Sosiologi Hukum (Yogyakarta: Tanah Air Beta, 2020), 68.

6
1) Solidaritas Mekanik. Terjadi di masyarakat kecil, yang
masyarakatnya masih homogen. Misalnya bila ada salah satu
masyarakat yang pergi maka tidak mempengaruhi masyarakat
tersebut.
2) Solidaritas Organik. Terjadi di masyarakat besar dan modern, yakni
jika ada yang pergi maka sangat mempengaruhi masyarakat
tersebut.
d. Max Weber
Menurut Max Weber melihat perkembangan hukum dari
masyarakat klasik sampai masyarakat modern sekarang ini atau bisa
dikatakan hukum berdasarkan fatwa sampai hukum berdasarkan
musyawarah seperti sekarang. Max Weber membuat tiga sistem
peradilan, yaitu:
3) Peradilan Kudi yaitu menyelesaikan setiap perkara atau masalah
dengan cara kekeluargaan atau perdamaian.
4) Peradilan Empiris yaitu hakim memutuskan perkara dengan
putusan-putusan terdahulu (yurisprudensi).
5) Peradilan Rasional yaitu peradilan yang bekerja atas asas-asas
organisasi yang sesuai dengan peradilan sekarang.6

A. Pluralisme Hukum di Indonesia


1. Pengertian Pluralisme Hukum
Pluralisme berasal dari bahasa Inggris pluralism, terdiri dari dua
kata plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti beragam
pemahaman, atau bermacam-macam paham. Untuk itu kata ini termasuk
kata yang ambigu (bermakna lebih dari satu). Secara etimologi pluralisme
memiliki banyak arti, namun pada dasarnya memiliki persamaan yang
sama yaitu mengakui semua perbedaan-perbedaan sebagai kenyataan.
Sedangkan pengertian hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi
dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah. Dan

6
Ibid., 69-70.

7
di dalam tujuan pluralisme hukum yang terdapat di Indonesia memiliki
satu cita-cita yang sama yaitu keadilan dan kemaslahatan bangsa.7
Jadi, pluralisme hukum (legal pluralism) diartikan sebagai
keragaman hukum. Pluralisme hukum adalah hadirnya lebih dari satu
aturan hukum dalam sebuah lingkungan sosial.
1. Pluralisme Hukum di Indonesia
Sentralisme hukum memaknai hukum sebagai “hukum negara”
yang berlaku seragam untuk semua orang yang berada di wilayah
yurisdiksi negara tersebut. Dengan demikian, hanya ada satu hukum yang
diberlakukan dalam suatu negara, yaitu hukum negara. Hukum hanya
dapat dibentuk oleh lembaga negara yang ditugaskan secara khusus untuk
itu. Meskipun ada kaidah-kaidah hukum lain, sentralisme hukum
menempatkan hukum negara berada di atas kaidah hukum lainnya, seperti
hukum adat, hukum agama, maupun kebiaasan-kebiasaan. Kaidah-kaidah
hukum lain tersebut dianggap memiliki daya ikat yang lebih lemah dan
harus tunduk pada hukum negara.8
Dalam perjalanannya, pluralisme hukum ini tidak terlepas dari
sejumlah kritik, di antaranya, pluralisme hukum dinilai tidak memberikan
tekanan pada batasan istilah hukum yang digunakan dan pluralisme hukum
dianggap kurang mempertimbangkan faktor struktur sosio-ekonomi makro
yang mempengaruhi terjadinya sentralisme hukum dan pluralisme hukum.
Selain itu, menurut Rikardo Simarmata, kelemahan penting lainnya dari
pluralisme hukum adalah pengabaiannya terhadap aspek keadilan. Lagi
pula, pluralisme hukum belum bisa menawarkan sebuah konsep jitu
sebagai antitesis hukum negara. Pluralisme hukum hanya dapat dipakai
untuk memahami realitas hukum di dalam masyarakat.
1. Macam-macam Hukum yang ada di Indonesia
a. Hukum Adat

7
Myrna A.Safitri, Untuk Apa Pluralisme Hukum?: Konsep, Regulasi, Negosiasi dalam
Konflik Agraria di Indonesia (Jakarta: Epistema Institut, 2011), 4.
8
Murdan, “Pluralisme Hukum (Adat dan Islam) di Indonesia”, Mahkamah: Jurnal Kajian
Hukum Islam, Vol. 1, No. 1 (Juni 2016), 50.

8
Hukum Adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam kehidupan
masyarakat. Sejak manusia itu di turunkan Tuhan ke muka bumi, maka ia
memulai hidupnya dalam aturan hukum adat yang berada di lingkunganya.
Maka hukum adat itu lahir adanya suatu masyarakat yang berada di suatu
lingkungan hidupnya. Bila mulai berlakunya, tidak dapat ditentukan
dengan pasti akan tetapi jika di bandingkan dengan hukum-hukum yang
berlaku di indonesia hukum adatlah yang tertua umurnya.
Hukum adat ialah hukum yang dinamis, berubah sesuai zaman.
Walaupun tidak tertulis di sebuah buku aturan yang jelas, tapi setiap orang
yang mengetahui dan memahaminya akan selalu patuh dibawahnya,
karena hukum adat adalah sesuatu yang sakral dan harus diikuti selama
tidak menyimpang dari rasa keadilan. Dalam sistem ketatanegaraan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Hukum adat sudah tercermin di
banyak aturan perundang-undangan. Sebagai contoh ialah pasal 5 dalam
UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
yang menyatakan:9
“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa
ialah Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan
sosialisme Indonesia serta aturan perundangan lainnya, segala sesuatu
Hukum adat bersumber pada nilai-nilai keadilan dan nilai-nilai luhur
dalam kehidupan masyarakat hukum adat itu sendiri dan seorang pemuka
adat yang merupakan pemimpin yang sangat disegani dan besar
pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat, ada untuk menjaga
keutuhan masyarakat dan mencapai hidup yang sejahtera, aman dan
tentram”.
Setelah amandemen UUDNRI 1945, kedudukan hukum adat
semakin diakui keberadaannya, terbukti dalam Pasal 18B ayat (2) yang
menyatakan: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih

9
Ibid.

9
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Dari penjelasan di atas, sudah jelas bahwa hukum adat merupakan
bagian tak terpisahkan dari Indonesia. Sekarang dengan berbagai macam
hukum adat di Indonesia, kita tidak bisa mengkodifikasikan kesemuanya
dalam sebuah kitab undang-undang karena sifatnya yang fleksibel dan
dinamis serta menyesuaikan dengan kejadian yang terjadi di sekitarnya itu
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandarkan pada hukum
agama.
b. Hukum Islam
Secara umum hukum Islam merupakan hukum yang bersumber
dari agama Islam yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadits. Hukum
Islam ini baru dikenal di Indonesia setelah agama Islam disebarkan di
tanah air, namun belum ada kesepakatan para ahli sejarah Indonesia
mengenai ketepatan masuknya Islam ke Indonesia. Ada yang mengatakan
pada abad ke-1 hijriah atau abad ke-7 masehi, ada pula yang mengatakan
pada abad ke-7 Hijriah atau abad ke-13 masehi.10 Hukum Islam mendarat
di Nusantara di karenakan adanya suatu omest perekonomian di masa
Hindia Belanda, omest perekonomian yang di maksud penulis adalah
perdagangan antara bangsa yang sudah terbentuk adanya suatu ikatan
didalamnya. Maka dari perdagangan antara bangsa itulah, dari omest
perdagangan Islam di sebarluaskan di Indonesia.
Jika semenjak agama Islam masuk ke Indonesia, hukum Islam di
gunakan oleh masyarakat Indonesia, maka dalam omest hukum yang ada
di Indonesia pada saat itu terdapat subsistem hukum Islam. Karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi
hukum atau syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan dan warisan. Al-Qur’an dan Hadist menjadi dasar hukum
bagi umat Islam, aturan-aturan di dalam kehidupan mayarakat Islam
khususnya, berbagai aspek kehidupan telah terperinci dan telah diatur di
10
Mohammmad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 1990), 209.

10
dalamnya, Al-Qur’ran dan Hadist menjadi tumpuan hukum hingga
sekarang.
c. Hukum Barat
1) Civil Law
Civil law dalam satu pengertian merujuk kesuluruh omest
hukum yang saat ini diterapkan pada sebagian besar negara Eropa
Barat, Amerika latin, negara-negara Timur dekat dan sebagian besar
wilayah Afrika, Indonesia dan Jepang.
Sistem diturunkan dari hukum Romawi kuno, dan pertama
kalinya dietrapkan di Eropa berdasarkan jus civile romawi hukum
privat yang dapat diaplikasikan terhdapat negara dalam konteks
omestic. Sistem ini juga disebut jus quirtum, sebagai lawan dari jus
gentium-hukum yang diaplikasikan secara Internasional, yakni antar
negara. Pada waktu yang tepat akhirnya hukum ini dikomplikasikan
dan kemudian dikodifikasikan dan banyak pengamat yang sering
merujuk pada civil law sebagai negara hukum terkodifikasi yang
paling utama.11
2) Common Law
Sistem yang dikembangkan di Inggris karena didasarkan
atas hukum asli rakyat Inggris karena didasarkan atas hukum asli
rakyat Inggris disebut common law.12
4. Relevansi Pluralisme dalam Pembangunan Hukum Indonesia
Pluralisme hukum memang tidak seketika menyelesaikan
permasalahan yang muncul dalam masyarakat. Akan tetapi, pluralisme
hukum hadir untuk memberikan pemahaman yang baru kepada praktisi
hukum, pembentuk hukum negara (para legislator) serta masyarakat secara
luas bahwa disamping hukum negara terdapat sistem-sistem hukum lain
yang lebih dulu ada di masyarakat dan sistem hukum tersebut berinteraksi
dengan hukum negara dan bahkan berkompetisi satu sama lain. Disamping
11
Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum, Common Law, Civil Law dan Socialist Law
(Bandung: Nusa Media, 2010), 20.
12
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2008), 40.

11
itu, pluralisme hukum memberikan penjelasan terhadap kenyataan adanya
tertib sosial yang bukan bagian dari keteraturan hukum negara. Pandangan
sentralistik berpendapat bahwa satu-satunya institusi yang berperan
menciptakan keteraturan sosial adalah negara melalui hukum yang
dibentuk dan ditetapkan oleh negara. Pada realitanya, banyak terdapat
“kekuatan lain” yang tidak berasal dari negara. Diantaranya, hukum adat,
hukum agama, kebiasaan-kebiasaan, perjanjian-perjanjian perdagangan
lintas bangsa dan sebagainya. Kekuatan-kekuatan tersebut sama-sama
memiliki kemampuan mengatur tindakan-tindakan masyarakat yang terikat
di dalamnya, bahkan terkadang anggota atau komunitas dalam masyarakat
lebih memilih untuk mentaati aturan-aturan yang dibentuk oleh
kelompoknya dibanding aturan hukum negara.13
Jika demikian, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pluralisme
hukum masih atau tetap dibutuhkan di negara ini. Terkait dengan itu, pada
tahun 2010 Learning Centre Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum
Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) menyelenggarakan survei di
tiga kabupaten/kota guna mencari tahu kebutuhan masyarakat akan
pluralisme hukum dalam substansi hukum. Dari hasil survei tersebut
terdapat 4 (empat) urusan hukum yang dipandang penting memuat unsur
pluralisme hukum adalah diantaranya; urusan perdata umum, adat, pidana,
dan penguasaan tanah.
Hasil survei tersebut tentunya bisa diperdebatkan lebih lanjut,
tetapi setidaknya menunjukkan bahwa rakyat mempunyai pilihan sendiri
terhadap sistem hukum yang mereka percayai dapat mengatur urusan
kehidupannya dan menyelesaikan konflik diantara mereka. Hal ini
semestinya menjadi bahan pertimbangan yang signifikan bagi pemerintah
dan legislator ketika merumuskan hukum nasional maupun strategi
pembangunan hukum nasional. Disamping itu, juga bagi penegak hukum

13
Della Sri Wahyuni, Pluralisme Hukum dalam Pembangunan Hukum Indonesia: Masalah
dan Tantangan Ke Depan t.dt., 5-6.

12
agar memahami bahwa masyarakat memiliki pilihan cara untuk mengakses
keadilan dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka.14

14
Lidwina Inge Nurtjahyo, Menelusuri perkembangan kajian pluralisme hukum di Indonesia
(Jakarta: Epistesna Institute, 2011), 50.

13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Filsafat hukum yang menyebabkan lahirnya sosiologi hukum tersebut
adalah aliran positivisme. Stratifikasi derajat hukum dimaksud adalah
yang paling bawah putusan badan pengadilan, atasnya undang-undang dan
kebiasaan, atasnya lagi konstitusi dan yang paling atas grundnorm
dasar/basis social salah satu objek bahasan dalam sosial hukum. Hierarki
hukum grundnorm konstitusi undang undang, kebiasaan dan putusan
pengadilan. Seorang pakar bernama (Anzilotti), pada tahun 1882 dari Itali
yang pertama kali memperkenalkan istilah Sosiologi hukum, yang lahir
dari pemikiran di bidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun sosiologi,
sehingga sosiologi hukum merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-
disiplin tersebut. Indonesia merupakan negara hukum yang menganut
sistem hukum campuran dengan sistem hukum utamanya sistem hukum
Eropa Continental yang salah satu cirinya adalah adanya kodifikasi hukum
yang sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam
penerapannya. Akan tetapi di Indonesia juga masih banyak berlaku
hukum-hukum adat yang berbeda-beda sehingga kajian tentang sosiologi
hukum menjadi sangat penting di negara ini.
2. Pluralisme hukum (legal pluralism) diartikan sebagai keragaman hukum.
Pluralisme hukum adalah hadirnya lebih dari satu aturan hukum dalam
sebuah lingkungan sosial. Adapun pluralisme hukum terdapat hanya ada
satu hukum yang diberlakukan dalam suatu negara, yaitu hukum negara.
Hukum hanya dapat dibentuk oleh lembaga negara yang ditugaskan secara
khusus untuk itu. Meskipun ada kaidah-kaidah hukum lain, sentralisme
hukum menempatkan hukum negara berada di atas kaidah hukum lainnya.
Dalam perjalanannya, pluralisme hukum ini tidak terlepas dari sejumlah
kritik. Kemudian, macam-macam hukum yang ada di Indonesia ada tiga
yaitu; Hukum Adat, Hukum Islam, dan Hukum Barat. Selain itu,
pluralisme hukum memang tidak seketika menyelesaikan permasalahan
yang muncul dalam masyarakat. Akan tetapi, pluralisme hukum hadir
untuk memberikan pemahaman yang baru kepada praktisi hukum,
pembentuk hukum negara (para legislator) serta masyarakat secara luas
bahwa disamping hukum negara terdapat sistem-sistem hukum lain yang
lebih dulu ada di masyarakat dan sistem hukum tersebut berinteraksi
dengan hukum negara dan bahkan berkompetisi satu sama lain.

15
DAFTAR PUSTAKA

Safitri, Myrna A. Untuk Apa Pluralisme Hukum?: Konsep, Regulasi, Negosiasi


dalam Konflik Agraria di Indonesia. Jakarta: Epistema Institut, 2011.
Murdan. “Pluralisme Hukum (Adat dan Islam) di Indonesia”, Mahkamah: Jurnal
Kajian Hukum Islam, Vol. 1, No. 1. Juni 2016.
Ali, Mohammmad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press, 1990.
Cruz, Peter De. Perbandingan Sistem Hukum, Common Law, Civil Law dan
Socialist Law. Bandung: Nusa Media, 2010.
Marzuki, Peter Mahmud. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana, 2008.
Zainal, Muhammad. Pengantar Sosiologi Hukum. Yogyakarta: CV Budi Utama,
2019.
Munawir. Sosiologi Hukum. Ponorogo: Lembaga Penerbitan dan Pengembangan
Ilmiah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponogoro, 2010.
Idayanti, Soesi. Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Tanah Air Beta, 2020.
Nurtjahyo, Lidwina Inge. Menelusuri perkembangan kajian pluralisme hukum di
Indonesia. Jakarta: Epistesna Institute, 2011.
Wahyuni, Della Sri. Pluralisme Hukum dalam Pembangunan Hukum Indonesia:
Masalah dan Tantangan Ke Depan. t.dt.

Anda mungkin juga menyukai