Anda di halaman 1dari 26

REVIEW BUKU :

“ILMU HUKUM DI TENGAH ARUS PERUBAHAN”


dan
“ETIKA & TANGGUNG JAWAB PROFESI HUKUM DI INDONESIA”
Untuk Memenuhi Tugas T1 Mata Kuliah Etika Profesi Hukum yang Dibina oleh

Dosen Pengampu :
Dr. Yuliati, S.H., LL.M.

Disusun oleh :
SAMUEL REYNALDI (215010100111157)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
MALANG
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 2
1. IDENTITAS BUKU ........................................................................................................ 3
2. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
3. RINGKASAN BAB ........................................................................................................ 4
Bagian 1 : Dinamika Studi Hukum dalam Arus Perubahan ........................................................ 4
1. Ilmu Hukum di Tengah Arus Perubahan : ..................................................................................... 4
2. Berpikir Hukum Secara Sosial : .................................................................................................... 4
3. Kemajemukan Sebagai Konsep Hukum : ...................................................................................... 5
4. Filsafat Penelitian Hukum Secara Sosial : ..................................................................................... 5
5. Hidup di Luar Hukum Negara (‘Keboromo’,’Comas’, dan ‘Pasargada’) ........................................... 6

Bagian 2 : Lapisan-Lapisan dalam Studi Hukum......................................................................... 7


6. Lapisan-Lapisan dalam Studi Hukum ........................................................................................... 7
7. Berpikir dalam Hukum ................................................................................................................ 8
8. Hukum di Mata bukan Ahli Hukum.............................................................................................. 8
9. Memunculkan Kekuatan Hukum ................................................................................................. 8
10. Perjalanan Panjang “Rule Of Law” .......................................................................................... 8

4. REVIEW KRITIS ........................................................................................................... 9


5. KESIMPULAN ........................................................................................................... 10
1. IDENTITAS BUKU ...................................................................................................... 10
2. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 11
3. RINGKASAN BAB ...................................................................................................... 11
BAB 1 “MAHKLUK BUDAYA” .................................................................................................... 11
BAB 2 ”ETIKA DAN MORAL” .................................................................................................... 12
BAB 3 “PROFESI, PROFESI HUKUM, DAN KODE ETIK PROFESI.” ............................................... 13
BAB 4 “KODE ETIK PROFESI HUKUM“ ...................................................................................... 14
BAB 5 “PEMBERIAN JASA HUKUM DALAM PERSPEKTIF ISLAM.” ............................................. 20

4. REVIEW KRITIS ......................................................................................................... 20


5. KESIMPULAN ........................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 23
LAMPIRAN BUKTI CEK PLAGIASI ...................................................................................... 24
1. IDENTITAS BUKU

a. Judul : Ilmu Hukum Di Tengah Arus


Perubahan
b. Penulis : Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H.
c. Editor : Dr. Rachmad Safa’at, S.H., M.Si.
d. Penerbit : Surya Pena Gemilang
e. Cetakan : Ke-2, 2016
f. Halaman : xxv, 138 halaman

2. PENDAHULUAN
Buku dengan judul ‘Ilmu Hukum Di Tengah Arus Perubahan’ yang ditulis oleh
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H. terdiri dari 2 Bagian yaitu, Bagian Pertama yang
membahas Dinamika Studi Hukum dalam Arus Perubahan dan dijabarkan dalam 5
bab, begitupun Bagian Kedua yang membahas Lapisan-lapisan dalam Studi Hukum
yang juga dijabarkan dalam 5 bab. Awalnya pembuatan buku ini dilatarbelakangi
oleh sudut pandang penulis itu sendiri terhadap gejolak-gejolak pergeseran paradigma
hukum dari masyarakat dahulu dibarengi dengan problematika bagaimana
masyarakat itu mengenal/mengetahui, dan melaksanakan norma dalam hukum
tersebut seiring perkembangan zaman hingga zaman modern sekarang dengan
berbagai perubahan dan pembaharuan hukum tersebut dipandang dengan konsep
sains atau ilmu itu sendiri. Jadi Ilmu Hukum sendiri menciptakan suatu sistem hukum
yang menjadi sandaran bagi pengadministrasian ketertiban dalam masyarakat.
Pembedaan antara subhukum Publik maupun Privat atau Pribadi dan subhukum lain
membuat hukum terklasifikasi dalam berbagai aktualisasi pengilmiahan cara
berhukum itu sendiri menjadikan tentunya dinamika-dinamika perubahan dalam
proses normatif itu sendiri.
Tujuan penulisan buku tersebut untuk memberikan pemahaman dan informasi
secara komprehensif tentang isi buku, mengajak pembaca untuk mendiskusikan dan
memikirkan masalah yang diangkat bahwa dinamika hukum terhadap masyarakat
yang sifat dan parameternya selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan
zaman yang dinamis. Buku ini merupakan Edisi kedua yang diterbitkan pada tahun
2016 dan membahas topik yang sama dengan edisi pertama.

3. RINGKASAN BAB
Buku ini terdiri dari 2 bagian yang masing-masing terdiri dalam 5 bab, yang secara
singkat dapat diuraikan berikut ini :

Bagian 1 : Dinamika Studi Hukum dalam Arus Perubahan


1. Ilmu Hukum di Tengah Arus Perubahan :
Dalam bab ini, penulis menguraikan bagaimana studi tentang ilmu
hukum sangat berkaitan dengan perkembangan hukum di masyarakat
yang berubah sangat cepat sesuai dengan perkembangan zaman. Penulis
juga menjelaskan bahwa ilmu hukum telah mengalami perkembangan
sejak zaman Romawi tentunya, dimana ilmu hukum menjadi “sistem
doktrin yang sangat artifisial” yang melahirkan definisi-definisi yang
akurat terhadap peristilahan hukum. Terjadi konseptualisasi, sistematisasi,
dan strukturasi maka bahasa hukum muncul menjadi bahasa yang khas
(bahasa privat) yang tidak dimengerti oleh rakyat biasa yang tidak belajar
hukum.
2. Berpikir Hukum Secara Sosial :
Dalam bab ini, membahas tentang pentingnya memahami hukum dari
perspektif sosial. Dalam konteks ini, penulis berpendapat bahwa hukum
harus dipahami sebagai suatu fenomena sosial yang kompleks dan
dinamis. Oleh karena itu, pemahaman tentang hukum harus melibatkan
perspektif sosial yang luas dan kritis. Penulis menekankan bahwa
pemikiran kritis dan reflektif sangat penting dalam memecahkan masalah
hukum yang kompleks, karena dapat menghasilkan solusi yang lebih
inovatif dan kreatif. Dalam bab ini, penulis juga menyoroti pentingnya
memahami hubungan antara hukum dan masyarakat, serta bagaimana
perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perkembangan hukum
3. Kemajemukan Sebagai Konsep Hukum :
Dalam bab ini, membahas tentang pentingnya memahami
kemajemukan sebagai konsep hukum. Penulis menjelaskan bahwa
kemajemukan merupakan suatu kondisi yang terjadi di masyarakat yang
memiliki keanekaragaman budaya, agama, dan adat istiadat. Penulis juga
membahas tentang bagaimana kemajemukan dapat menjadi tantangan
bagi hukum, karena hukum harus mampu mengakomodasi
keanekaragaman tersebut. Penulis menekankan bahwa hukum harus
mampu mengakomodasi keanekaragaman tersebut agar dapat
memberikan perlindungan yang sama bagi seluruh warga negara.
Penulis juga menjelaskan bahwa kemajemukan sebagai konsep hukum
dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang positif dan sudut
pandang normatif. Sudut pandang positif melihat kemajemukan sebagai
suatu kenyataan yang harus diterima dan diakomodasi oleh hukum.
Sedangkan sudut pandang normatif melihat kemajemukan sebagai suatu
kondisi yang harus diatur oleh hukum agar tidak menimbulkan konflik di
masyarakat.
Dalam bab ini, penulis juga membahas tentang pentingnya memahami
perbedaan antara kemajemukan dan pluralisme. Kemajemukan
merupakan suatu kondisi yang terjadi di masyarakat, sedangkan
pluralisme merupakan suatu sikap atau pandangan hidup yang menghargai
keberagaman. Penulis menekankan bahwa pemahaman yang tepat tentang
perbedaan antara keduanya sangat penting dalam memahami
kemajemukan sebagai konsep hukum.
4. Filsafat Penelitian Hukum Secara Sosial :
Bab 4 membahas tentang pentingnya memahami filsafat penelitian
hukum secara sosial. Penulis menjelaskan bahwa penelitian hukum harus
dilakukan dengan mempertimbangkan faktor sosial yang mempengaruhi
hukum. Dalam bab ini, penulis juga membahas tentang pentingnya
memahami perbedaan antara penelitian hukum positivistik dan penelitian
hukum non-positivistik. Penulis menekankan bahwa penelitian hukum
positivistik hanya memperhatikan aspek-aspek formal dari hukum,
sedangkan penelitian hukum non-positivistik memperhatikan aspek-aspek
substansial dari hukum.
Penulis juga menjelaskan bahwa filsafat penelitian hukum secara
sosial dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang kritis dan
sudut pandang reflektif. Sudut pandang kritis melihat penelitian hukum
sebagai suatu upaya untuk mengkritisi kebijakan dan praktik hukum yang
ada, sedangkan sudut pandang reflektif melihat penelitian hukum sebagai
suatu upaya untuk merefleksikan kembali praktik-praktik hukum yang ada.
Dalam bab ini, penulis juga membahas tentang pentingnya memahami
bagaimana filsafat penelitian hukum secara sosial dapat membantu dalam
mengembangkan teori-teori hukum yang lebih baik. Penulis menekankan
bahwa pemahaman yang tepat tentang filsafat penelitian hukum secara
sosial sangat penting dalam mengembangkan teori-teori hukum yang
dapat memberikan solusi yang lebih inovatif dan kreatif terhadap
masalah-masalah hukum yang kompleks.
5. Hidup di Luar Hukum Negara (‘Keboromo’,’Comas’, dan
‘Pasargada’)
Pada bab ini penulis membahas tentang keperkasaan dan keunggulan
hukum negara berhadapan dengan ranah yang lain. Tentunya ini
berpengaruh terhadap otoritas hukum itu sendiri yang memang tidak
selalu stabil. Pengaruh monopoli otoritas kekuasaan yang memegang
kendali juga tentunya mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan Hukum
itu sendiri. Sebagai contoh terhadap suatu wilayah di Provinsi Jawa
Tengah yaitu di Keboromo, terjadi illegal logging secara sudut pandang
hukum dikarenakan Kasus Korupsi tersebut tidak diselesaikan sesuai
prosedur yang ada dan resmi. Tindakan main hakim sendiri terhadap
hukuman/pemidanaan itu sendiri tentu menciderai format regulasi formil
hukum itu sendiri walaupun sebenarnya yang dilakukan masyarakat
adalah memaknai teori utilitas dan efisiensi terhadap proses
tersebut.(retorika hukum tidak mengamini perbuatan masyarakat tersebut).
Terhadap salah satu contoh yang ada di Comas, Negara Peru yang
dikutip dari buku salah satu advokat di negara tersebut, terjadi
“ketertutupan hukum” yang dilakukan regulasi hukum kota itu sendiri
terhadap warga migran yang bermayoritas petani di berbagai desa
(termasuk desa terpencil) yang mana hukum kota hanya menjamin dan
memberikan pelayanan terhadap subjek yang sesuai, dan awalnya
sebelum warga desa bermigrasi secara besar ke kota, hanya diberikan
tolerir-tolerir yang itu punya Batasan dan tentunya tetap tidak sepenuh dan
sederajat hak dari warga kota itu sendiri. Dan hal ini memaksa warga
migran mengubah status dan profesinya menyerupai warga kota sehingga
mereka berlari-lari sambil melakukan persaingan terhadap profesi sektor
informal seperti perumahan, tanah , dll.
Pasargada, Nama samaran dari suatu wilayah di Brasil yang juga
kehidupannya 11-12 sekonsep dengan Comas, Peru yang sangat
menginginkan pada akhirnya mengilhami bahwa komunitas mereka
berada di ranah luar hukum, dikarenakan mereka termasuk bukan faktor
dari utilitas hukum yang dibuat itu sendiri (tidak mendapatkan
pelayanan,jaminan, dll)

Bagian 2 : Lapisan-Lapisan dalam Studi Hukum


6. Lapisan-Lapisan dalam Studi Hukum
Dalam hal ini membahas tentang lapisan-lapisan dalam studi hukum.
Studi hukum dapat dibagi menjadi beberapa lapisan, yaitu lapisan
positivistik, lapisan non-positivistik, dan lapisan kritis. Setiap lapisan
memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda dalam memahami
hukum.
7. Berpikir dalam Hukum
Dalam bab ini secara singkat membahas tentang pentingnya berpikir
dalam hukum. Penulis menekankan bahwa berpikir dalam hukum harus
dilakukan dengan mempertimbangkan faktor sosial yang mempengaruhi
hukum.
8. Hukum di Mata bukan Ahli Hukum
Hal ini membahas tentang pandangan masyarakat awam terhadap
hukum. Menurut penulis, masyarakat awam memiliki pandangan yang
berbeda dengan ahli hukum dalam memandang hukum. Masyarakat
awam melihat hukum sebagai sesuatu yang kaku dan formal, sedangkan
ahli hukum melihat hukum sebagai sesuatu yang dinamis dan terus
berkembang. Oleh karena itu, penulis menekankan pentingnya peran ahli
hukum dalam memberikan pemahaman yang benar tentang hukum
kepada masyarakat awam
9. Memunculkan Kekuatan Hukum
Dalam bab ini membahas tentang bagaimana hukum dapat menjadi
kekuatan yang membangun masyarakat. Penulis menekankan bahwa
hukum harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan memberikan
solusi atas masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Penulis juga menyoroti pentingnya peran ahli hukum dalam
memunculkan kekuatan hukum. Ahli hukum harus mampu memahami
kebutuhan masyarakat dan memberikan solusi yang tepat atas masalah-
masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Selain itu, ahli hukum juga harus
mampu berkomunikasi dengan baik dengan masyarakat agar pemahaman
tentang hukum dapat ditingkatkan.
10. Perjalanan Panjang “Rule Of Law”
Bab terakhir ini secara singkat membahas tentang perjalanan hukum
dan konsep “rule of law”. Penulis menekankan bahwa hukum harus
berfungsi sebagai alat untuk membangun masyarakat yang adil dan
merata. Penulis juga menyoroti pentingnya peran pemerintah dalam
menciptakan sistem peradilan yang adil dan merata bagi seluruh lapisan
masyarakat.

4. REVIEW KRITIS
Buku ini memiliki sistematika penulisan yang baik dan mudah dipahami.
Setiap bab diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan kesimpulan. Selain itu,
penulis juga menyajikan kutipan-kutipan yang relevan untuk mendukung argumen
yang disampaikan. Dalam hal pokok pikiran yang disampaikan dalam buku ini sangat
jelas dan terstruktur dengan baik. Penulis membahas tentang perubahan hukum dan
tantangan yang dihadapi dalam menghadapi perubahan tersebut. Selain itu, penulis
juga membahas tentang pentingnya mempertimbangkan aspek sosial dalam
pengembangan hukum. Tidak lupa buku ini dapat memberikan kontribusi yang besar
dalam pengembangan mata kuliah ilmu hukum. Buku ini membahas tentang
perubahan hukum dan tantangan yang dihadapi dalam menghadapi perubahan
tersebut, sehingga dapat memberikan wawasan baru bagi mahasiswa dalam
memahami ilmu hukum. Serta memberikan pengetahuan baru tentang perubahan
hukum dan tantangan yang dihadapi dalam menghadapi perubahan tersebut. Selain
itu, buku ini juga membahas tentang pentingnya mempertimbangkan aspek sosial
dalam pengembangan hukum, sehingga dapat memberikan wawasan baru bagi
pembaca. Namun, meskipun buku ini memiliki banyak kelebihan, ada beberapa
kekurangan yang dapat ditemukan dalam buku ini. Salah satunya adalah kurangnya
pembahasan tentang aspek-aspek tertentu dari perubahan hukum seperti teknologi
dan globalisasi.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan review kritis yang telah dilakukan terhadap buku “Ilmu Hukum
di Tengah Arus Perubahan” karya Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H., dapat
disimpulkan bahwa buku ini memiliki banyak kelebihan, seperti sistematika
penulisan yang baik dan mudah dipahami, pokok pikiran yang jelas dan terstruktur
dengan baik, serta memberikan pengetahuan baru tentang perubahan hukum dan
tantangan yang dihadapi dalam menghadapi perubahan tersebut. Selain itu, buku ini
juga dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan mata kuliah ilmu
hukum dan memberikan wawasan baru bagi pembaca. Namun, buku ini juga
memiliki beberapa kekurangan, seperti kurangnya pembahasan tentang aspek-aspek
tertentu dari perubahan hukum seperti teknologi dan globalisasi. Oleh karena itu,
buku ini dapat direkomendasikan untuk dibaca oleh mahasiswa dan pembaca umum
yang tertarik dengan ilmu hukum.

1. IDENTITAS BUKU

g. Judul : Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum


di Indonesia
h. Penulis : Supriadi, S.H., M.Hum.
i. Penerbit : Sinar Grafika
j. Cetakan : Ke-7, 2018
k. Halaman : i-vii, 352 hlm
2. PENDAHULUAN
Buku dengan judul ‘Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia’
yang ditulis oleh Supriadi, S.H., M.Hum. terdiri dari 5 bab yaitu , Bab Pertama yang
membahas Mahkluk Budaya sampai Bab Terakhir yaitu membahas Pemberian Jasa
Hukum dalam Perspektif Islam. Awalnya pembuatan buku ini dilatarbelakangi oleh
sudut pandang penulis itu sendiri terhadap Minimnya dan Ketidakpahaman para
penegak hukum dalam melaksanakan bagiannya yang dimana itu perlu ada etika
dalam melaksanakannya. Apalagi di zaman sekarang, etika dan kesopanan khususnya
bagi para profesi hukum sudah mulai pudar dan hampir tidak ada. Tujuan penulisan
buku tersebut untuk memberikan pemahaman dan informasi secara komprehensif
tentang isi buku, mengajak pembaca khususnya para penegak hukum untuk
mendiskusikan dan memikirkan masalah yang menjadi problematika mengapa etika
perlu didaur ulang dan diangkat Kembali dikarenakan dinamika hukum terhadap
masyarakat yang sifat dan parameternya selalu berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan zaman yang dinamis. Buku ini merupakan Edisi ketujuh yang
diterbitkan pada tahun 2018 dan membahas topik yang sama dengan edisi pertama.

3. RINGKASAN BAB
Buku ini terdiri dari dalam 5 bab, yang secara singkat dapat diuraikan berikut ini :

BAB 1 “MAHKLUK BUDAYA”


Bab ini secara singkat mengulas pandangan bahwa manusia adalah ciptaan
Allah yang paling sempurna, dengan akal, perasaan, dan kehendak yang unik.
Menurut Abdulkadir Muhammad, akal berfungsi sebagai alat berpikir,
menjadi sumber pengetahuan dan teknologi. Dengan akal ini, manusia dapat
membedakan antara yang benar dan salah, dan mengambil inspirasi dari nilai-
nilai kebenaran.
Perasaan, di sisi lain, digunakan untuk menghargai keindahan dan menjadi
sumber seni. Manusia menggunakan perasaan untuk menilai apa yang indah
(estetis) dan apa yang kurang menarik. Kehendak adalah alat yang
memungkinkan manusia untuk menentukan nilai moral dan membuat
penilaian tentang apa yang baik dan buruk.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menyadari bahwa yang benar, indah,
dan baik cenderung memberikan kebahagiaan, ketenangan, dan kepuasan.
Sebaliknya, yang salah, jelek, dan buruk cenderung menyebabkan penderitaan,
kesulitan, dan kebosanan. Dengan demikian, manusia berperan sebagai
penentu yang berpikir, menilai, dan memilih apa yang paling menguntungkan
dalam hal nilai-nilai moral.
Abdulkadir Muhammad juga menganggap perasaan sebagai sumber daya
yang mencakup aspek jasmani dan rohani. Daya rasa jasmani berkaitan
dengan pengalaman tubuh, sedangkan daya rasa rohani berkaitan dengan
moralitas, yang hanya dimiliki oleh manusia. Contoh daya rasa rohani
mencakup:
 Daya rasa intelektual: Manusia merasa gembira saat mendapatkan
pengetahuan baru.
 Daya rasa estetis: Manusia merasa senang saat menikmati
keindahan dalam bentuk visual, auditif, atau sensoris.
 Daya rasa etis: Manusia merasa bahagia ketika berperilaku baik dan
melakukan kebaikan.

BAB 2 ”ETIKA DAN MORAL”


Dalam ringkasan ini, mengulas pengertian etika, yang dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai ilmu yang membahas konsep baik dan
buruk serta hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika berfokus pada perilaku
manusia dalam pengambilan keputusan moral, menghubungkan pemikiran
individu dengan objektivitas untuk menentukan "kebenaran" dan "kesalahan,"
serta bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Dalam bahasa
Latin, istilah "ethos" atau "ethikos" selalu dikaitkan dengan "mos," yang
membentuk dasar bagi konsep moralitas. Namun, secara umum, etika sering
dianggap lebih luas daripada moral, yang kadang-kadang hanya mengacu
pada tindakan nyata dan perilaku lahiriah.
Bab ini juga membahas pendekatan deskriptif, yang melibatkan
pengumpulan fakta-fakta yang relevan dan spesifikasi untuk memberikan
gambaran tentang unsur-unsur normatif dan konseptual. Pendekatan deskriptif
memberikan informasi tentang perkembangan fakta-fakta, baik di masyarakat
maupun dalam organisasi profesi, sehingga memungkinkan penanganan aspek
normatif dan konseptual dapat dilakukan dengan tepat.
Selanjutnya, bab ini menjelaskan pengertian moral sebagai ajaran yang
umumnya diterima mengenai konsep baik dan buruk terkait dengan perilaku,
sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila, atau kondisi mental yang
memengaruhi keberanian, semangat, disiplin, perasaan, dan keadaan perasaan
seseorang. Moral berperan sebagai panduan dan kontrol penting dalam
mengarahkan kehidupan manusia. Jika moral tidak digunakan dengan baik,
manusia dapat terjerumus ke dalam perilaku yang sesat, merendahkan
martabatnya sendiri.
Terakhir, menjelaskan hubungan erat antara kata "etika" dan "moral."
Meskipun keduanya memiliki makna yang mirip, asal kata etika berasal dari
bahasa Yunani ("ethos"), sementara moral berasal dari bahasa Latin.
Keduanya merujuk pada adat kebiasaan dan prinsip-prinsip moral dalam
masyarakat.
BAB 3 “PROFESI, PROFESI HUKUM, DAN KODE ETIK PROFESI.”
Pada bagian ini, kita akan merangkum pemahaman tentang profesi hukum
yang disampaikan oleh Peradin dalam seminar Pembinaan Profesi Hukum
tahun 1977. Peradin menggambarkan profesi hukum sebagai bidang yang
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk merumuskan
solusi berdasarkan teori akademis. Hal ini memerlukan pendidikan yang kuat
dan diakhiri dengan ujian yang memastikan kompetensi. Profesi hukum juga
mencakup praktik di dalam suatu organisasi yang memungkinkan hubungan
pribadi dengan klien untuk memecahkan masalah pribadi mereka. Selain itu,
profesi hukum juga memiliki fungsi penasihat yang sering diikuti dengan
pelaksanaan tindakan yang sesuai dengan nasihat tersebut.
Budi Susanto menambahkan sepuluh ciri profesi, termasuk organisasi
intelektual yang terstruktur dan berkembang, aplikasi praktis dari pengetahuan
intelektual dalam situasi praktis, pelatihan dan sertifikasi yang terstruktur,
pernyataan etika, kemampuan kepemimpinan dalam profesi, asosiasi yang
erat antara anggota, pengakuan sebagai profesi, perhatian profesional pada
tanggung jawab dalam pekerjaan, dan hubungan yang solid dengan profesi
lain.
Frans Magnis Suseno juga membagi profesi menjadi dua jenis, yaitu
profesi umum dan profesi luhur. Profesi hukum, sebagai salah satu dari banyak
profesi, memiliki karakteristiknya sendiri karena melibatkan hubungan
langsung dengan kepentingan manusia atau klien. Hal ini juga berkaitan
dengan peningkatan penegakan hukum dan isu-isu hak asasi manusia yang
semakin penting dalam masyarakat.
Profesi hukum menuntut pemenuhan dan pengembangan nilai moral. Nilai
moral ini menjadi dasar untuk tindakan etis dalam praktik profesional.
Kejujuran dan otentikasi adalah dua dari lima kriteria nilai moral yang
mendasari kepribadian profesional hukum, menurut Franz Magnis Suseno.
Kode etik profesi dijelaskan oleh Abdul Kadir Muhammad sebagai produk
dari pemikiran etis yang diterapkan dalam suatu profesi. Kode etik dapat
berubah seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan harus
mencerminkan nilai-nilai moral yang hidup dalam komunitas profesi itu
sendiri. Kode etik berfungsi sebagai panduan perilaku etis anggota profesi dan
menjaga reputasi moral profesi di mata masyarakat. Meskipun idealnya, kode
etik harus dihayati oleh anggota profesi, kenyataannya tidak selalu sesuai
dengan praktek yang terjadi dalam profesi.

BAB 4 “KODE ETIK PROFESI HUKUM“


Pada bab ini, Penulis mengklasifikasikan Kode Etik Profesi Hukum
berdasarkan Profesi Hukum itu sendiri yng terbagi menjadi beberapa sub-
bab yaitu :
 UU Notaris dan Kode Etik Notaris
Undang-Undang Jabatan Notaris adalah undang-undang yang mengatur
tentang jabatan notaris, tugas, wewenang, dan tanggung jawab notaris dalam
menjalankan tugasnya. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam UU 2/2014 dan perubahannya atau berdasarkan undang-
undang lainnya.
Kode Etik Notaris adalah seperangkat aturan yang mengatur perilaku dan
tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugasnya. Kode Etik Notaris
adalah kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris
Indonesia berdasarkan keputusan kongres perkumpulan dan/atau yang
ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap
dan semua anggota perkumpulan, dan semua orang yang menjalankan tugas
jabatan sebagai notaris, termasuk di dalamnya para pejabat sementara notaris,
notaris pengganti pada saat menjalankan jabatan. Kode Etik Notaris
menetapkan kewajiban dan larangan bagi notaris dalam menjalankan
tugasnya. Beberapa kewajiban notaris antara lain adalah:
o Menjaga kerahasiaan dokumen yang dibuatnya.
o Menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi
notaris.
o Menjaga integritas, independensi, dan objektivitas
dalam menjalankan tugasnya.
o Menjaga kejujuran, keadilan, dan kesetaraan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara itu, beberapa larangan bagi notaris antara lain adalah:
o Tidak boleh membuat akta palsu atau mengubah isi
akta yang dibuatnya.
o Tidak boleh mempergunakan jabatannya untuk
kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
o Tidak boleh menolak memberikan pelayanan kepada
masyarakat tanpa alasan yang jelas.
Pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris dapat berakibat pada sanksi moral,
administratif, bahkan pidana. Oleh karena itu, notaris harus mematuhi
ketentuan yang terdapat dalam UU 12/2014 dan perubahannya serta Kode
Etik Notaris.
 Advokat
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam
maupun diluar pengadilan, yang memenuhi persyaratan bedasarkan
ketentuan undang-undang, jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat
berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa,
mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain
untuk kepentingan hukum klien.
Kode Etik Profesi Hukum dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan
Kode Etik Notaris tidak secara khusus mengatur tentang Advokat. Namun,
terdapat Kode Etik Advokat Indonesia yang mengatur perilaku dan tanggung
jawab advokat dalam menjalankan tugasnya. Kode Etik Advokat Indonesia
menetapkan kewajiban dan larangan bagi advokat dalam menjalankan
tugasnya. Pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat Indonesia dapat
berakibat pada sanksi moral, administratif, bahkan pidana. Oleh karena itu,
advokat harus mematuhi ketentuan yang terdapat dalam UU 18/2003 tentang
Advokat dan perubahannya serta Kode Etik Advokat Indonesia.
 Kekuasaan Kehakiman dan Kode Kehormatan Hakim
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang diberikan oleh konstitusi
untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara yang diajukan
kepadanya. Kode Etik Profesi Hukum mengatur perilaku hakim dalam
menjalankan tugasnya. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim menetapkan
standar perilaku hakim dalam menjalankan tugasnya, termasuk kode
kehormatan hakim. Kode kehormatan hakim meliputi larangan bagi hakim
untuk bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain yang
dapat menimbulkan kesan memihak, berprasangka, mengancam, atau
menyudutkan para pihak atau kuasanya, atau saksi-saksi. Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim juga menetapkan bahwa hakim harus menerapkan
standar perilaku yang sama bagi advokat, penuntut, pegawai pengadilan atau
pihak lain yang tunduk pada arahan dan pengawasan hakim yang
bersangkutan
 Kejaksaan dan Kode Etik Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan dan kewenangan lainnya yang dilaksanakan
secara merdeka1. Kejaksaan memiliki peran dalam menerapkan supremasi
hukum, perlindungan terhadap kepentingan hukum, penegakan HAM, serta
pemberantasan praktik KKN.
Kode Etik Jaksa adalah regulasi mutlak yang dibuat oleh organisasi profesi
Jaksa yang berlaku pada diri Jaksa itu sendiri. Kode etik ini berguna untuk
menjamin mutu profesi di dalam masyarakat. Dalam menjalankan
kewenangannya, Jaksa memerlukan suatu tata laku, tata pikir, dan tata kerja
yang memuat mengenai nilai dan norma sosial lainnya, selain norma hukum.
Beberapa aturan dalam kode etik Jaksa meliputi larangan untuk
memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan
pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun
orang lain dengan menggunakan nama atau cara apapun; meminta dan/atau
menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun
yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung;
menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau
finansial secara langsung maupun tidak langsung; melakukan permufakatan
secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan
perkara; memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang
berlaku; merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara fisik
dan/atau psikis; dan menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut
diduga telah direkayasa atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui
cara-cara yang melanggar hukum.
 Kepolisian dan Kode Etik Kepolisian
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2011. Kode etik ini adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan
kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun
ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut
dilakukan oleh anggota POLRI dalam melaksanakan tugas, wewenang dan
tanggung jawab jabatan.
Kode etik profesi POLRI meliputi:
o Etika Kenegaraan: Sikap moral anggota POLRI terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan kebhinekatunggalikaan.
o Etika Kelembagaan: Sikap moral anggota POLRI terhadap
institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut
dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan
Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata
dan Catur Parsetya.
o Etika Kemasyarakatan: Sikap moral anggota POLRI yang
senantiasa memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi,
mengayomi, dan melayani masyarakat dengan
mengindahkan kearifan lokal dalam budaya Indonesia.
o Etika Kepribadian: Norma-norma atau aturan-aturan yang
berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-
hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut
dilakukan oleh anggota POLRI dalam melaksanakan tugas,
wewenang dan tanggung jawab jabatan.
Pelanggaran kode etik ini diatur dalam Pasal 34 dan 35 UU No. 2 Tahun
2002.
 Kode Etik Ikatan Penasihat Hukum Indonesia
Kode Etik Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) adalah seperangkat
aturan yang menjadi pedoman bagi penasihat hukum dalam menjalankan
profesinya. Kode Etik ini disahkan pada tanggal 23 Mei 2002 oleh beberapa
organisasi profesi hukum di Indonesia, termasuk IPHI.
Berikut adalah beberapa poin penting dari Kode Etik IPHI:
o Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang
dalam menjalankan profesinya berada di bawah
perlindungan hukum, undang-undang, dan Kode Etik.
o Advokat memiliki kebebasan yang didasarkan kepada
kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang
teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan
Keterbukaan.
o Profesi Advokat adalah selaku penegak hukum yang
sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya.
o Setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat
kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi
Kode Etik dan Sumpah Profesi.
o Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum
tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan
melindungi, tetapi membebankan kewajiban kepada setiap
Advokat yang jujur dan bertanggung jawab dalam
menjalankan profesinya baik kepada Klien, pengadilan,
negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya
sendiri.
 Kode Etik Dosen Hukum
Kode Etik Dosen Hukum adalah seperangkat aturan yang menjadi
pedoman bagi dosen dalam menjalankan profesinya, terutama dalam konteks
pendidikan hukum. Kode etik ini berbeda-beda tergantung pada institusi
pendidikan. Berikut adalah beberapa poin umum yang biasanya ada dalam
Kode Etik Dosen Hukum:
o Melaksanakan proses pendidikan dan pembelajaran
dengan sikap tulus, ikhlas, kreatif, komunikatif, berpegang
pada moral luhur dan profesionalisme.
o Memberi layanan akademik dengan cara terbaik menurut
kemampuannya serta penuh dedikasi, disiplin, dan
kearifan.

BAB 5 “PEMBERIAN JASA HUKUM DALAM PERSPEKTIF ISLAM.”


Sejarah pemberian jasa hukum kepada para pihak yang bersengketa telah
berlangsung sejak lama. Dalam catatan sejarah peradilan Islam, praktik
pemberian jasa hukum telah dikenal zaman pra-Islam. Pada saat itu,
meskipun terdapat sistem peradilan yang terorganisasi, persengketaan
mengenai hak milik, hak waris, dan hak-hak lainnya seringkali diselesaikan
melalui bantuan juru damai atau wasit yang ditunjuk oleh masing-masing
pihak yang berselisih.
Konsep pemberian jasa hukum dilakukan oleh tiga kelompok, yaitu:
Hakam, Mufti dan mushalli-alaih1. Sedangkan dalam hukum positif tidak
membedakan peran ketiga kelompok tersebut, hanya ada satu, yaitu pembela.

4. REVIEW KRITIS
Sistematika penulisan buku ini cukup baik, dengan pembagian menjadi lima
bab yang mencakup berbagai aspek etika dalam profesi hukum. Namun, mungkin
akan lebih membantu jika ada ringkasan atau pengantar singkat di awal setiap bab
untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang topik yang akan dibahas.
Penulis buku ini secara jelas mengidentifikasi permasalahan etika dalam
profesi hukum di Indonesia dan berusaha memberikan pemahaman yang
komprehensif tentang isu tersebut. Penjelasan tentang konsep etika, moral, dan kode
etik profesi dijelaskan dengan baik. Penulis juga berhasil menyajikan pandangan dari
berbagai profesi hukum seperti notaris, advokat, hakim, jaksa, polisi, dan dosen
hukum. Ini membantu pembaca memahami kompleksitas etika dalam berbagai
konteks profesi hukum. Buku ini memberikan kontribusi positif dalam
pengembangan mata kuliah etika hukum di Indonesia. Materi yang disajikan cukup
komprehensif dan relevan dengan isu-isu aktual dalam praktik hukum di Indonesia.
Hal ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran dan penelitian di
bidang etika hukum.
Selain itu, buku ini juga memberikan pemahaman yang lebih baik tentang
pentingnya etika dalam menjalankan profesi hukum. Buku ini tidak sepenuhnya
memberikan pengetahuan baru yang revolusioner dalam domain etika hukum.
Konsep etika, moral, dan kode etik telah lama menjadi perbincangan dalam studi
hukum. Namun, buku ini berhasil menyajikan pandangan yang relevan dan
kontemporer mengenai isu-isu etika dalam konteks hukum Indonesia. Ini mungkin
tidak memberikan pengetahuan baru yang mendasar, tetapi memberikan pemahaman
yang lebih dalam dan konteks yang relevan dengan diadakannya edisi Ke-7 dari buku
ini.

5. KESIMPULAN
Buku "Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia" oleh Supriadi,
S.H., M.Hum. adalah sumber yang baik untuk memahami isu-isu etika dalam praktik
hukum di Indonesia. Meskipun tidak membawa pengetahuan baru yang revolusioner,
buku ini menyajikan materi yang relevan dan komprehensif tentang topik tersebut.
Sistematika penulisan dapat ditingkatkan, tetapi secara keseluruhan, buku ini dapat
menjadi referensi yang berguna bagi mereka yang tertarik dengan etika dalam profesi
hukum.
DAFTAR PUSTAKA

https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/qua-vadis-ilmu-hukum-
oleh-muntasir-syukri-27-3. (n.d.).

Salhihah, F. (2019). Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum. Yogyakarta: Kreasi Total
Media.
LAMPIRAN BUKTI CEK PLAGIASI

Anda mungkin juga menyukai