Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM DAN


KEKUASAAN DITINJAU DARI MAZHAB
REALIS DAN LEGISME
Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
FILSAFAT HUKUM

Dosen :
Wasis, S.H., M.Si., M.Hum

Disusun Oleh :

ANDIKA CAHYO BINTORO (2012 1011 0311 288)


DIMAS BRAMANTYA (2012 1011 0311 289)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016 / 2017
i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT berkat


limpahan rahmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang
membahas tentang ”Analisis Perbandingan Hukum Dan Kekuasaan Ditinjau Dari
Mazhab Realis Dan Legisme” dari mata kuliah filsafat hukum..

Dengan membaca makalah filsafat hukum ini, diharapkan pembaca dapat


memahami dan mengerti tentang filsafat hukum serta dapat memahami faktor dan hal-
hal yang berhubungan dengan filsafat hukum.

Dalam penulisan makalah ini, Penulis menyadari masih banyak terdapat


kesalahan dan kekurangan. Untuk itu Penulis sangat mengharapkan masukan dan
saran demi kesempurnaan makalah ini.

Demikianlah makalah ini Penulis buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua yang membaca.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan teori .................................................................................. 3
1. Pengertian hukum ......................................................................... 3
2. Pengertian kekuasaan .................................................................... 5
3. Pengertian mahzab realisme ......................................................... 6
a. Realisme hukum Amerika ........................................................ 7
b. Realisme hukum Skandinavia .................................................. 8
c. Perbedaan hukum realisme Amerika dan Skandinavia ............ 8
4. Pengertian mahzab legalisme ....................................................... 9
B. Pembahasan ...................................................................................... 10
1. Hubungan Hukum dan Kekuasaan ............................................... 10
2. Hubungan Hukum dan Kekuasaan Apabila Ditinjau Dari Mazhab
Realisme dan Legisme ................................................................. 12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan
sepanjang perjalan filsafat hukum. Jika kita berbicara filsafat, kita seakan berada pada
ranah yang sangat abstrak, dan filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat, filsafat
hukum mempunyai fungsi yang strategis dalam pembentukan hukum di Indonesia.
Hakikat adalah membawa aturan yang ada dalam masyarakat. Sehingga hal ini
berpengaruh terhadap semua arti lain yang menunjuk kearah ini sebagai arti dasar
segala hukum. Hukum terkait dengan keadilan, oleh karena keadilan hanya bisa
dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum.
Upaya untuk mewujudkan ini merupakan proses dinamis yang memakan waktu.
Upaya ini didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum
untuk mengaktualisasikannya. Sehingga keadilan dapat dianggap sebagai gagasan,
sebagai realita absolute.
Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling
mempengaruhi satu sama lain. Hukum adalah suatu sistem aturan-aturan tentang
perilaku manusia. Sehingga hukum tidak merujuk pada satu aturan tunggal, tapi bisa
disebut sebagai kesatuan aturan yang membentuk sebuah sistem. Sedangkan
kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi
perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan perilaku. Bisa
dibayangkan dampak apabila hukum dan kekuasaan saling berpengaruh. Di satu sisi
kekuasaan tanpa ada sistem aturan maka akan terjadi kompetisi seperti halnya yang
terjadi di alam.
Dalam penemuan hukum terdapat beberapa aliran. pada tahun-tahun
sebelumnya sebagian besar hukum adalah kebiasaan. Dimuka hukum kebiasaan itu
beraneka ragam dan kurang menjamin kepastian hukum. Keadaan ini menimbulkan
gagasan untuk menyatukan hukum dan menuangkan dalam suatu perundang-
undangan, maka timbulah gerakan kodifikasi. Timbulnya gerakan kodifikasi ini
disertai timbulnya aliran legisme.

1
Pengertian realisme, secara etimologi berasal dari bahasa latin, res yang artinya
benada atau sesuatu. Secara umum realisme ini dapat diartikan sebagai upaya melihat
segala sesuatu sebagaimana adanya tanpa idealisasi, sepakulasi, atau idolisasi. Ia
berupaya untuk menerima fakta-fakta apa adanya betapapun tidak menyenangkan.
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan konsteks hukum, realisme itu bermakna
sebagai pandagan yang mencoba melihat hukum sebagaimana adanya tanpa idealiasi
dan spekulasi atas hukum yang bekerja dan yang berlaku. Pandangan yang
mengusahakan menerima fakta-fakta apa adanya mengenai hukum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pendahuluan diatas, maka perumusan masalah dalam
makalah ini yaitu :
1. Apa hubungan hukum dan kekuasaan ?
2. Bagaimana hubungan hukum dan kekuasaan apabila ditinjau dari mazhab
realisme dan legisme ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1. Pengertian Hukum
Hukum dalam konteks sebenarnya belum dapat di definisikan dengan
sempurna karena kajian dari hukum itu sendiri sangatlah kompleks dan memiliki
ruang lingkup yang luas. Namun, walaupun pada kenyataannya hukum masih sulit
untuk di definisikan, beberpa tokoh mendefinisikan hukum sebagai berikut :
1) Van Kan
Menurut Van Kan definisi hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang
bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
2) Utrecht
Menurut Utrecht definisi hokum ialah himpunan peraturan ( baik berupa
perintah maupun larangan ) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan
seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan.
3) Wiryono Kusumo
Menurut Wiryono Kusumo definisi hokum ialah keseluruhan peraturan baik
yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib di dalam masyarakat
dan terhadap pelanggarnya umumnya dikenakan sanksi.
Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum (J.B. Daliyo).
Dengan demikian maka ilmu hukum akan mempelajari semua seluk beluk
mengenai hukum, misalnya mengenai asal mula, wujud, asas-asas, sistem, macam
pembagian, sumber-sumber, perkembangan, fungsi dan kedudukan hukum di
dalam masyarakat. Ditinjau dari segi isinya kaidah hukum dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu :
1. Berisi tentang perintah, artinya kaidah hukum tersebut mau tidak mau harus
dijalankan atau ditaati, misalnya ketentuan syarat sahnya suatu perkawinan,
ketentuan wajib pajak dsb.
2. Berisi larangan, yaitu ketentuan yang menghendaki suatu perbuatan tidak boleh
dilakukan misalnya dilarang mengambil barang milik orang lain, dilarang
bersetubuh dengan wanita yang belum dinikahi secara sah dsb.

3
3. Berisi perkenan, yaitu ketentuan yang tidak mengandung perintah dan larangan
melainkan suatu pilihan boleh digunakan atau tidak, namun bila digunakan akan
mengikat bagi yang menggunakannya, misalnya mengenai perjanjian
perkawinan, pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah
pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang
disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Ketentuan ini boleh dilakukan
boleh juga tidak dilaksanakan.
Dari beberapa perumusan tentang hukum yang diberikan para sarjana hukum
Indonesia diatas, dapatlah disimpulkan bahwa kaidah hukum itu meliputi beberapa
unsur yaitu :
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib
3. Peraturan itu bersifat memaksa
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas
Kemudian secara teori dapat dikatakan bahwa tujuan hukum itu meliputi :
a. Teori etis (etische theorie)
Teori ini mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk
mencapai keadilan. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles filsuf
Yunani dalam bukunya Ethica Nicomachea dan Rhetorica yang
menyatakan ”hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap
orang yang berhak menerimanya”. Selanjutnya Aristoteles membagi keadilan
dalam 2 jenis, yaitu :
1) Keadilan distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang
jatah menurut jasanya.
2) Keadilan komutatif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang
jatah yang sama banyaknya tanpa mengingat jasa masing-masing.
b. Teori utilitas (utiliteis theorie)
Menurut teori ini, tujuan hukum ialah menjamin adanya kemamfaatan atau
kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Pencetus
teori ini adalah Jeremy Betham..
c. Teori campuran

4
Teori ini dikemukakan oleh Muckhtar Kusmaatmadja bahwa tujuan pokok
dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Di samping itu tujuan lain dari
hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya
menurut masyarakat dan zamannya.
d. Teori normatif-dogmatif,
Tujuan hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum
(John Austin dan van Kan). Arti kepastian hukum disini adalah adanya
melegalkan kepastian hak dan kewajiban.
e. Teori Peace (damai sejahtera)
Menurut teori ini dalam keadaan damai sejahtera (peace) terdapat
kelimpahan, yang kuat tidak menindas yang lemah, yang berhak benar-benar
mendapatkan haknya dan adanya perlindungan bagi rakyat. Hukum harus dapat
menciptakan damai dan sejahtera bukan sekedar ketertiban.

2. Pengertian Kekuasaan
Definisi kekuasaan adalah the ability to get someone to do something you
want done or the ability to make things happen in the way you want them
to. Dengan kata lain, usaha yang dilakukan dikendalikan oleh sebuah kekuasaan
yang dimiliki oleh pemimpin organisasi.
Teori yang dikemukakan oleh French dan Raven menyatakan bahwa
kepemimpinan bersumber pada kekuasaan dalam kelompok atau organisasi.
Dengan kata lain, orang atau orang-orang yang memiliki akses terhadap sumber
kekuasaan dalam suatu kelompok atau organisasi tertentu akan mengendalikan
atau memimpin kelompok atau organisasi itu sendiri. Adapun sumber kekuasaan
itu sendiri ada tiga macam, yaitu kedudukan, kepribadian dan politik.
Dalam mempengaruhi perilaku seseorang terdapat berbagai macam unsur-
unsur diantaranya yaitu :
a. Unsur Wewenang
Wewenang merupakan syaraf yang berfungsi sebagai pengerak dari
pada kegiatan-kegiatan. Unsur yang menggunakan paksaan dan
ancaman.Unsur yang menggunakan paksaan dan ancaman.
b. Unsur yang menggunakan paksaan dan ancaman

5
Suatu perintah untuk menghasilkan keinginan dengan cara kekerasan
(memaksa).
c. Unsur manipulatif
Suatu perbuatan curang dengan cara membohongi atau melakukan
dengan cara licik, agar dapat mempengaruhi perilaku.
d. Kerja sama
Suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan adanya
kesepakatan dan tuganya masing-masing.

3. Pengertian Mazhab Realisme


Sebagaimana biasanya suatu aliran dalarn filsafat hukurn, maka aliran
realisme hukum juga lahir dengan dilatarbelakangi oleh berbagai faktor hukum
dan nonhukum, yaitu faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor perkembangan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan
2. Faktor perkembangan sosial dan politik.
Dalam pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-
kekuatan sosial dan control social. Beberapa cirri realisme yang terpenting
diantaranya:
1. Tidak ada mazhab realis; realisme adalah gerakan dari pemikiran
dan kerja tangan hukum.
2. Realisme adalah konsepsi hukumyang terus berubah dan alat untuk
tujuan-tujuan social, sehingga tiap bagian harus diuji tujuan dan
akibatnya.
3. Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum
yang ada dan harusnya ada, untuk tujuan-tujuan studi.
4. Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-
konsepsi hukum, sepanjang ketentuan-ketentuan dan konsepsi
hukum menggambarkan apa yang sebebarnya dilakukan oleh
pengadilan-pengadilan dan orang-orang.
5. Realisme menekankan evolusi tiap bagian hukum dengan
mengingatkan akibatnya.
Seperti telah dijelaskan bahwa aliran realisme hukum ini oleh para
pelopornya sendiri lebih suka dianggap sebagai hanya. sebuah gerakan sehingga
6
mereka. menyebutnya sebagai “gerakan” realisme hukum (legal realism
movement). Nama populer untuk aliran tersebut memang “realisme hukum”
(legal realism) meskipun terhadap aliran ini pernah juga diajukan nama lain
seperti: Functional Jurisprudence. Experimental Jurisprudence. Legal
Pragmatism. Legal Observationism. Legal Actualism. Legal Modesty Legal
Discriptionism. Scientific Jurisprudence. Constructive Scepticism.
Sebenarnya realisme sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam dua
kelompok yaitu Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia :
a. Realisme Hukum Amerika
Gerakan realisme di amerika merupakan reaksi terhadap aliran positivism.
Realisme amerika serikat adalah merupakan pendekatan secara pragmatis dan
behaviouritis terhadap lembaga-lembaga social, aliran realisme ini menekankan
hukum sebagai law in action dan menganggap hukum itu sebagai pengalaman,
sumber hukum dalam aliran realism ini adalah putusan hakim.
Tokoh-tokoh dalam aliran realisme di amerika adalah oliver wendell
holmes, john dewey, jerome frank, k. Llewellyn, axel hagerstrom, w twinning,
jerome frank. Aliran realisme dibagi kedalam dua kelompok :
1. Rule Skeptics, dimana ketidakpastian hukum itu timbul akibat dari
peraturan yang tertulis dan penerapan hukum yang mengutamakan
keseragaman.
2. Factskeptics, memandang bahwa ketidakpastian hukum itu berasal dari
Hakim yang mengambil keputusan hukum berdasarkan fakta-fakta.
Ciri-Ciri Realisme Menurut K Llewellyn:
1. Realisme Tidak Mengakui Adanya Suatu Mazhab Realisme
2. Realisme Adalah Konsep Hukum Yang Terus Berubah
3. Realisme Berpokok Pangkal Pada Pemisahan Das Sain Dan Das Sollen
4. Realisme Tidak Menggantungkan Putusan- Putusan Pada Peraturan
Dan Pengertian Hukum Tradisional
5. Gerakan Realisme Berpendirian Bahwa Setiap Hukum Harus
Memperhatikan Akibat Dari Hukum.

7
b. Realisme hukum Skandinavia
Ciri pendekatan dalam realisme hukum skandinavia lebih dipengaruhi
oleh pendekatan psikologi. Fokus perhatian aliran ini tidak seperti di amerka
yang memersoalkan praktik hukum para pejabat hukumnya tetapi perilaku
orang-orang yang berada di manfaatkan guna menjelaskan fenomena hukum
tersbeut. Pendekatan yang bersifat faktual semata. Karena itu, persoalan
metafisika disingkirkan dalam aliran ini. Konsep=konsep hukum, seperti
validitas hukum, eksistensi hak dan kewajiban hukum, termasuk konsep hak
kebendaan dan laingagasan hukum, termasuk konsep hak kebendaan dan lain
sebagainya. Merupakan gagasan-gagasan imajiner. Gagasan semacam inilah
yang dianggap metafisi. Dengan demikian, aliran ini hanya menaruh perhatian
yang kuat pada prakiraan-prakiraan terhadap setiap tindakan yudisial, yang
didorong oleh alasan-alasan psikologis yang tidak faktual, dimana tindakan
yudisial ini berpengaruh secara nyata terhadap setiap orang.
Secara umum ciri-ciri aliran realisme hukum skandinavia adalah:
1. Pemikiran ini berwatak sosiologis dengan warna penolakan terhadap
pemikiran yang apriori, dan menekankan tentang pentingnya
menempatkan hukum dalam konteks kebutuhan yang faktual dari
social life, oleh sebab itu, mereka menlak konsep-konsep hukum yang
abstrak, karena hal itu adalah metafisika, bukan fakta yang aktual.
2. Kepedulian aliran ini amat tinggi terhadap aspek praktis dari jalannya
proses peradilan, namun hal tersebut dikaji dengan cara yang bersifat
teoretis.
c. Perbedaan Realisme Amerika & Skandinavia Realisme
Amerika lebih memfokuskan diri pada kerja praktis untuk mengkaji proses
hukum, berbeda dengan Realisme Skanidnavia yang lebih berfokus kepada
operasi teoritis atas sistem hukum secara keseluruhan.
Skandinavia memang merepresentasikan aliran empiris yang ekstrem,
namun Amerika justru yang paling depan dalam menekankan pentingnya studi
faktual dalam rangka mencari solusi atas problem hukum. Skandinavia tampak
lebih mengandalkan pada argumen apriori dalam menemukan solusi atas
problem hokum.

8
Gerakan Realisme Skandinavia dipengaruhi oleh tradisi filsafat Eropa,
sedangkan realisme Amerika lebih dipengaruhi oleh karakter empirisme Inggris.

4. Pengertian Aliran Legisme


Pengertian paham legisme yaitu adalah menjujung tinggi azas legalitas
dan atau mengedepankan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam
suatu wilayah tertentu sebagai sumber hukum yang paling utama di dalam
prosese penegakan hukum.
Kelebihan paham legisme yaitu sebagai berikut ini:
1. Kepastian hukum yang akan diperoleh bagi setiap individu akan lebih
terjamin dan memperoleh kepastian hukum yang lebih baik.
2. Jaminan yang akan diperoleh bagi setiap individu untuk memperoleh hak
perorangan terhadap kesewenang-wenangan yang akan dilakukan oleh
penguasa
Kelemahan aliran paham legisme yaitu sebagai berikut ini:
1. Para hakim akan mempelajari, menganalisa, dengan mengunakan deduksi
logis.
2. Banyak peraturan perundang-undangan yang relatif terbatas atau
minimnya undang-undang yang digunakan untuk menghukum.
Pendapat para tokoh terhadap paham aliran legisme yaitu sebagai berikut ini:
1. Semua kaidah hukum yang mengikat penduduk maupun penguasa
ditetapkan didalam undang-undang
2. Undang-undang itu merupakan suatu supremasi hukum
3. Pengadilan hanya bersifat pasif
4. Tidak adanya sumber hukum lain kecuali yang bersumber dan berdasarkan
pada aturan perundang-undangan
5. Kalaupun ada hukum kebiasaan hanya jika diakui oleh peraturan
perundang-undangan
Tokoh-tokoh aliran paham legisme yaitu sebagai berikut ini:
1. Hans Kelsen
2. Nawiasky

9
B. Pembahasan
1. Hubungan Hukum Dan Kekuasaan
Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling
mempengaruhi satu sama lain. Hukum adalah suatu sistem aturan-aturan tentang
perilaku manusia. Sehingga hukum tidak merujuk pada satu aturan tunggal, tapi
bisa disebut sebagai kesatuan aturan yang membentuk sebuah sistem.
Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk
mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan
perilaku. Bisa dibayangkan dampak apabila hukum dan kekuasaan saling
berpengaruh. Di satu sisi kekuasaan tanpa ada sistem aturan maka akan terjadi
kompetisi seperti halnya yang terjadi di alam.
Siapa yang kuat, maka dialah yang menang dan berhak melakukan apapun
kepada siapa saja. Sedangkan hukum tanpa ada kekuasaan di belakangnya, maka
hukum tersebut akan “mandul” dan tidak bisa diterima dengan baik oleh
masyarakat. Hal ini karena masyarakat tidak memiliki ikatan kewajiban dengan
si pengeluar kebijakan. Sehingga masyarakat berhak melakukan hal-hal yang di
luar hukum yang telah dibuat dan di sisi lain pihak yang mengeluarkan hukum
tidak bisa melakukan paksaan ke masyarakat untuk mematuhi hukum.
Dari dasar pemikiran diatas maka bisa disimpulkan bahwa antara hukum
dan kekuasaan saling berhubungan dalam bentuk saling berpengaruh satu sama
lain. Kekuasaan perlu sebuah “kemasan” yang bisa memperebutkan dan
mempertahankan kekuasaan yaitu politik. Yang menjadi permasalahan adalah
mana yang menjadi hal yang mempengaruhi atau yang dipengaruhi. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak bisa satu hal saja yang mempengaruhi
hal yang dipengaruhi. Antara hukum dan kekuasaan saling berpengaruh satu
sama lain atau bisa disebut saling melengkapi. Sehingga di satu sisi hukum yang
dipengaruhi oleh kekuasaan begitu sebaliknya.
Hukum dalam mempengaruhi kekuasaan
Kekuasaan tanpa suatu aturan maka akan mengkondisikan keadaan seperti
hal nya hutan rimba yang hanya berpihak kepada yang kuat dalam dimensi
sosial. Disnilah hukum berperan dalam membentuk rambu-rambu cara bermain
pihak-pihak yang berada di lingkaran kekuasan. Hal tersebut bisa ditemui di

10
konstitusi dimana konstitusi secara garis besar berisi tentang bagaimana
mengatur, membatasi dan menyelenggarakan kekuasaan dan mengatur tentang
Hak Asasi Manusia. Peran hukum dalam mengatur kekuasaan berada dalam
lingkup formil.
Kekuasaan yang diatur hukum merupakan untuk kepentingan masyarakat
luas agar masyarakat yang merupakan objek dari kekuasaan tidak menjadi
korban dari kekuasaan. Selain sebagai kepentingan masyarakat, hukum dalam
mempengaruhi kekuasaan juga berguna sebagai aturan bermain pihak-pihak
yang ingin berkuasa atau merebut kekuasaan. Aturan tersebut berguna sebagai
cara main yang fair yang bisa mngkoordinir semua pihak yang terlibat dalam
kekuasaan. Hukum dalam hal ini tidsak hanya mengatur masyarakat tetapi juga
mengatur pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.
Kekuasaan dalam mempengruhi hukum
Eksistensi hukum tanpa ada kekuasaan yang melatarbelakanginya
membuat hukum menjadi mandul. Oleh karena itu perlunya suatu kekuasaan
yang melatarbelakangi hukum. Muncul pertanyaan bagaimana kekuasaan yang
hanya dipegang oleh segelintir orang bisa dipercaya untuk mempengaruhi
hukum yang bertujuan untuk mengatur masyarakat. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut maka bisa didekati dengan metode konseptual bukan
empiris karena secara empiris kebanyakan hukum hanya digunakan untuk
melegalkan kepentingan penguasa saja.
Secara konseptual, kekuasaan yang dimiliki oleh sebagain pihak berangkat
dari rasa tidak nyaman masyarakat terhadap keadaan-keadaan yang dianggap
bisa menggoyahkan kestabilan masyarakat. Hal ini sama saja baik dalam
masyarakat yang liberal ataupun sosialis. Masyarakat tersebut sepakat untuk
memberikan mandat kepada sekelompok orang untuk berkuasa dan memiliki
kewenangan untuk mengatur mereka agar tetap tercipta kestabilan sosial.
Kewenangan untuk mengatur masyarakat dari penguasa itulah terletak hukum.

11
2. Hubungan Hukum Dan Kekuasaan Apabila Ditinjau Dari Mazhab
Realisme Dan Legisme
Secara mudah, dalam tataran teoritis hubungan hukum dan kekuasaan
dapat dikatakan saling mempengaruhi, hukum ada karena dibuat penguasa yang
sah dan sebaliknya perbuatan penguasa diatur oleh hukum yang dibuatnya.
Namun apabila terjadi pertentangan maka energi hukum sering kalah kuat
dengan energi kekuasaan. Akibatnya model hukum sangat tergantung pada tipe
kekuasaan. Dalam kekuasaan yang bersifat otoriter akan melahirkan hukum
yang bersifat konservatif dan ortodok. Sebaliknya dalam kekuasaan yang
demokratis akan melahirkan hukum yang bersifat responsif dan populis.
Yang dapat dijadikan catatan adalah:
1. Hukum bersifat imperatif, tetapi realitasnya tidak semua taat, sehingga
membutuhkan dukungan kekuasaan, besarnya kekuasaan tergantung pada
tingkat kesadaran hukum masyarakat.
2. Dalam praktek, kekuasaan sering bersifat negatif, yaitu berbuat melampaui
batas-batas kekuasaan, sehingga hukum dibutuhkan sebagai pembatas
kekuasaan (selain kejujuran ,dedikasi dan kesadaran hukum).
3. Betapa eratnya dan pentingnya relasi antara hukum dan kekuasaan, hukum
tanpa kekuasaan adalah angan-angan, tetapi kekuasaan tanpa hukum akan
dzalim.
Dalam makalah ini maka penulis mengambil contoh seorang hakim agar
mudah untuk dipahami. Berbicara mengenai peranan hakim, maka tidak dapat
dilepaskan dari pembicaraan hubungan antara hukum dengan hakim, dalam
mencipta keadilan dan ketertiban dalam dan bagi masyarakat. Antara Undang-
undang dengan Hakim/pengadilan terdapat hubungan yang erat dan harmonis
antara satu dengan lainnya. Dalam hubungan tugas hakim dan perundang-
undangan terdapat beberapa aliran, salah satunya yaitu Aliran Legis (pandangan
Legalisme), menyatakan bahwa hakim tidak boleh berbuat selain daripada
menerapkan undang-undang secara tegas. Hakim hanya sekedar terompet
undang-undang (bouche de la loi). Menurut ajaran ini, undang-undang dianggap
kramat karena merupakan peraturan yang dikukuhkan Allah sendiri dan sebagai

12
suatu sistem logis yang berlaku bagi semua perkara, karena sifatnya rasional.
Tokoh-tokohnya antara lain John Austin, Hans Kelsen.
Dalam mencarikan hukum yang tepat dalam rangka penyelesaian suatu
perkara yang dihadapkan kepadanya tersebut, Hakim yang bersangkutan harus
melakukan Penemuan Hukum. Menurut Mertokusumo ada beberapa istilah
yang berkaitan dengan istilah “Penemuan Hukum”, yaitu ada yang
mengartikannya sebagai “Pelaksanaan Hukum”, “Penerapan Hukum”,
“Pembentukan Hukum” atau “Penciptaan Hukum”. Pelaksanaan hukum dapat
diartikan menjalankan hukum tanpa adanya sengketa atau pelanggaran.
Penerapan hukum berarti menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang abstrak sifatnya pada peristiwa konkrit. Pembentukan Hukum adalah
merumuskan peraturan-peraturan yang berlaku umum bagi setiap orang.
Sedangkan Penciptaan hukum ini memberikan kesan bahwa hukum itu hanya
semata peraturan tertulis saja, sehingga kalau tidak diatur dalam peraturan
tertulis, maka kewajiban hakimlah untuk menciptakannya.
Dari ketiga istilah tersebut, menurut Mertokusumo, istilah yang lebih tepat
adalah Penemuan Hukum, karena sesuai dengan ketentuan pasal 27 UU
Kekuasaan Kehakiman.
Dengan demikian, Hakim berfungsi melengkapi ketentuan-ketentuan
hukum tertulis atau membuat hukum baru (creation of new law) dengan cara
melakukan pembentukan hukum (rechtsvorming) baru dan penemuan hukum
(rechtsvinding), guna mengisi kekosongan dalam hukum dan mencegah tidak
ditanganinya suatu perkara dengan alasan karena hukum tertulisnya sudah ada
tetapi belum jelas, atau sama sekali hukum tertulisnya tidak ada untuk kasus in
konkretto.
Dalam penegakan hukum, Hakim senantiasa dalam putusannya
memperhatikan dan menerapkan serta mencerminkan tiga unsur atau asas yaitu
Kepastian hukum (Rechtssicherheit) , kemamfaatan (Zweckmassigkeiit) dan
Keadilan (Gerechtigkeit) dengan mengusahakan kompromi secara proporsional
seimbang diantara ketiga unsur tersebut.
Sehingga hakim yang bersangkutan itu tidak boleh hanya mengutamakan
atau menonjolkan salah satu unsur saja sedangkan dua unsur lainnya dari ketiga

13
unsur penegakan hukum tersebut dikorbankan atau dikesampingkan begitu
saja. Karenanya dalam suatu sengketa bisnis, pengadilan perlu memperhatikan
lingkungan bisnis Pemohon dan Termohon Pailit yang bersangkutan dan
memperhatikan asas kemanfaatan dengan memperhitungkan untung rugi (cost
benefit analysis) yang timbul sebagai akibat dari putusannya. Misalnya, apakah
putusannya tersebut akan memperlancar ataukah menghambat proses ekonomi.
Oleh karenanya, dapatlah dikatakan bahwa suatu putusan hakim adalah
merupakan hukum dalam arti sebenarnya, karena putusan tersebut di dasarkan
pada suatu perkara konkrit yang diadili, diperiksa dan diputus oleh hakim yang
bersangkutan yang kepadanya dihadapkan perkara tersebut.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dalam penerapannya, antara hukum dan kekuasaan haruslah seimbang, untuk


menjalankan kekuasaan haruslah ada hukum sebagai rambu-rambu dan batasan bagi
pelaksanaan kekuasaan tersebut, dan untuk melaksanakan hukum tersebut haruslah
ada kekuasaan bagi penegak hukumnya agar hukum itu dapat di taati oleh semua
masyarakat hukum.
Berkaitan dengan pandangan aliran hukum positivisme yang mengedepankan
pada prinsip hukum itu ada apabila di wujudkan dalam undang-undang, Hukum itu di
buat oleh penguasa, selain itu hukum bersifat memaksa. Dalam aliran hukum
positivisme adanya pemisahan antara hukum dengan moral. Selain itu peraturan
hukum keseluruhannya diturunkan dari norma dasar yang berada di puncak priamida,
dan semakin ke bawah semakin beragam dalam artian hukum itu berjenjang. Berkaitan
dengan ini jika dikaitkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di
Indonesia jelaslah bahwa aliran ini diterapkan.
Sedangkan realisme hukum muncul karena adanya keputusasaan yang dirasakan
oleh masyarakat atas ketidakmampuan hukum yang ada untuk menjawab segala rasa
keadilan yang diperlukan oleh masyarakat. Banyaknya disparitas putusan serta
tumpulnya hukum yang tidak mampu menjangkau orang yang memiliki harta
melimpah menyebabkan masyarakat menolak adanya hukum secara formil yang
menggeneralisirkan setiap kasus yang ada. Realisme hukum menolak adanya preseden
dan hal ini adalah pemikiran yang wajar karena disertai dengan alasan-alasan yang
kuat.
Dilihat dari pembahasan di atas, posisi hukum jika dipandang dari ilmu filsafat
sudah sangat tepat. Baik ditinjau dari aliran realis dan legalis itu sendiri. Hukum dibuat
untuk terciptanya suatu keadilan di masyarakat. Semua hal yang bersinggungan
dengan hukum sudah diatur sedeminian rupa, sehingga hukum tidak asal mendakwa
sesuatu tanpa landasan yang tepat.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://nurmiliakadimin.wordpress.com/2015/06/30/makalah-aliran-realisme-hukum/

http://kuliahhukum12.blogspot.co.id/p/perkembangan-pemikiran-hukum-dari.html

http://m-alpi.blogspot.co.id/2012/05/realisme-hukum-by-m-alpi-syahrin-dkk.html

http://jamesparinding.blogspot.co.id/2014/11/aliran-atau-mazhab-dalam-filsafat-
hukum.html

http://mansaripayalinteung.blogspot.co.id/2015/03/teori-realisme-hukum.html

http://azharnurfajaralam.blogspot.co.id/2013/11/aliran-aliran-dalam-filsafat-
hukum.html

http://shohibulitmam.blogspot.co.id/2014/02/aliran-aliran-ilmu-hukum.html

http://situscoplug.blogspot.co.id/2011/12/makalah-filsafat-hukum-dan-perannya.html

http://annisawally0208.blogspot.co.id/2016/04/makalah-filsafat-hukum-tentang-
peran.html

http://depande9.blogspot.co.id/2014/07/aliran-pahamlegisme-dalam-ilmu-
hukum.html

https://plus.google.com/109645531635194250393/posts/8r4x8A9fW9c

https://samardi.wordpress.com/2011/11/01/hubungan-hukum-dan-kekuasaan/

http://koleksimakalahalvan.blogspot.co.id/2015/11/makalah-tentang-hukum-dan-
kekuasaan_25.html

https://otoyurangsunda.wordpress.com/2011/11/23/hukum-dan-kekuasaan/

https://salmantabir.wordpress.com/2011/05/05/prospek-dan-tantangan-penegakan-
hukum-progresif/

16

Anda mungkin juga menyukai