Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE PADA PEMBAHARUAN


HUKUM DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Hukum

Oleh :
Hisyam Hadi
Jamaliah Hadiroh

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. H. A. Salman Manggalatung, S.H., M.H.
Dr. Nahrowi, S.H., M.H.

PROGRAM MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2022 M/1443 H
PERAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE PADA PEMBAHARUAN
TATANAN HUKUM DI INDONESIA

ABSTRAK

Hukum merupakan satu hal yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Seiring dengan berkembangnya zaman, kebutuhan manusia akan hukum pun juga
meningkat. Keterkaitan antara hukum dan masyarakat melahirkan suatu aliran dalam
filsafat hukum yang disebut Sociological Jurisprudence. Aliran ini merupakan
elaborasi antara hukum dengan nilai-nilai yang telah hidup di masyarakat sehingga
hukum yang ada dapat dianggap hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai solusi
penyelesaian masalah. Negara berkembang seperti Indonesia tentunya memiliki
banyak warisan hukum yang membutuhkan banyak pembaharuan sesuai
perkembangan tatanan hukum pada masyarakat sosial. Proses pembaharuan hukum
atau amandemen tersebut melibatkan aliran Sociological Jurisprudence yang tentu
implikasinya tidak menyimpang dari UUD 1945 dan tetap memiliki tujuan mencapai
keadilan dan cita-cita masyarakat hukum.

Kata kunci: Sociological Jurisprudence, pembaharuan hukum, hukum.


KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Alhamdulillah segala puji dan rasa syukur kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala.
Tuhan semesta alam yang dengan karunia dan rahmatNya kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan tulisan makalah ini sebagai bentuk tanggung jawab untuk
melaksanakan tugas Mata Kuliah Teori Hukum.

Shalawat dan Salam teriring untuk baginda mulia Rasulullah Saw. Begitu juga
kepada para keluarganya, sahabat, dan siapapun yang meniti jejak langkah beliau
hingga akhir kiamat nanti.

Kata terima kasih diucapkan, begitu juga dengan penghargaan yang terdalam penulis
haturkan kepada:

1. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. H. A. Salman Manggalatung S.H., M.H. dan
Bapak Dr. Nahrowi S.H., M.H. selaku Dosen Pengampu Mata Teori Hukum
2. Rekan-rekan satu angkatan mahasiswa Program Studi Magister Hukum
Ekonomi Syariah.

Dalam penyusunan makalah ini, disadari ataupun tidak pastinya tak bisa lepas dari
segala kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan kemampuan penulis di masa mendatang.

Jakarta, 14 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK…………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR…….…………….………………………………………….ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..ii
BAB I
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan Rumusan Masalah..............................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sociological jurisprudence.........................................................................3

B. Tokoh Aliran Sociological jurisprudence......................................................................6

C. Aliran Sociological Jurisprudence dan Perannya Terhadap Pembaharuan Tatanan


Hukum di Indonesia ……………………………………………………………......…8

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................................14

B. Saran............................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA…………………….………………………………………………...16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai ungkapan bahwa ilmu bukanlah soal
teori melainkan praktik. Akan tetapi, pada kenyataannya dua hal tersebut tak bisa
dipisahkan karena teori tanpa praktik tidak akan membuahkan hasil dan sebuah praktik
tanpa didasari teori adalah kesalahan. Setiap hal ataupun bidang ilmu yang kita pelajari
tentunya memliki aspek teori di dalamnya, tak terkecuali dengan ilmu hukum. Dalam
dunia hukum teori menjadi suatu hal yang wajib diketahui dan dikaji khususnya bagi
mereka yang bergelut dalam bidang hukum. Sebagaimana sebuah pemikiran yang tentu
masing-masing individu memiliki pandangan dan hasil yang berbeda-beda begitu juga yang
terjadi pada teori hukum. Immanuel Kant berkata bahwa tak ada seorang ahli hukum pun
yang mampu mendefinisikan hukum secara tepat sebab hukum sendiri mempunyai cakupan
yang begitu luas dan beragam macam sudut pandang sehingga dari sini menjadikan
lahirnya banyak teori-teori hukum yang dikemukakan oleh para ahli hukum.

Mengenai pentingnya mendalami teori hukum, seorang pemikir hukum, Meuwissen,


mnyebutkan tiga ruang lingkup kajian dan tugas dari teori hukum, yaitu pertama,
menganalisis terkait pengertian hukum dan lainnya yang bersifat relevan. Kedua,
menganalisis korelasi antara hukum dan logika. Ketiga, menganalisis filsafat ilmu dari ilmu
hukum serta ajaran mengenai metode dan praktik hukum yang penting untuk menciptakan
perundang-undangan dan peradilan.1 Namun, sebelum mendapatkan sebuah teori yang
matang, seorang ahli pastinya sudah mendalami ilmu yang berkaitan dengan teori tersebut
terutama dari sisi filsafat. Hal ini tentu dikarenakan filsafat sendiri ibarat induk keilmuan
yang darinya melahirkan banyak cabang-cabang ilmu salah satunya ilmu hukum.

1
B. Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat
Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm.31.

1
Berangkat dari filsafat hukum muncul beragam pertanyaan seperti apa hakikat hukum,
bagaimana cara memahami sebuah hukum, atau mengapa ilmu hukum itu penting dan
sebagainya yang menuntut seseorang untuk berpikir kritis dan filosofis. Oleh karena itu
tercipta lah banyak aliran-aliran dalam filsafat hukum yang didalamnya tentu memuat teori-
teori hukum yang dikemukakan oleh masing-masing penganut aliran hukum tersebut. Salah
satu aliran filsafat hukum yang akan dibahas pada tulisan ini ialah aliran sociological
jurisprudence.

Sociological jurisprudence sebagai salah satu aliran dalam filsafat hukum tentu sangat
menarik untuk dibahas begitu juga dengan teori di dalamnya yang dikemukakan oleh para
tokoh serta ahli hukum guna melihat seberapa besar pengaruh dari teori dalam aliran
tersebut pada tatanan hukum secara praktis di masyarakat terkhusus masyarakat Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sociological jurisprudence ?
2. Bagaimana pendapat para tokoh hukum mengenai sociological jurisprudence?
3. Bagaimana implikasi sociological jurisprudence pada hukum di Indonesia?

C. Tujuan Rumusan Masalah


1. Menjelaskan pengertian dari sociological jurisprudence.
2. Menjelaskan pendapat para tokoh hukum mengenai sociological jurisprudence.
3. Menjelaskan implikasi sociological jurisprudence pada hukum di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sociological Jurisprudence

Sebagai makhluk sosial setiap manusia pasti memiliki kepentingan dan keinginan baik
yang bersifat pribadi maupun kelompok. Demi menjaga kepentingan dan keinginan tersebut
maka diperlukan adanya aturan dan hukum bagi manusia. Maka tak heran dalam kehidupan
sosial seorang atau sekelompok manusia pasti terdapat sebuah norma ataupun kaidah-
kaidah hukum yang mengikat di masyarakat. Seiring berjalannya waktu dan kebutuhan
manusia yang sangat tinggi terhadap hukum pada akhirnya memunculkan sebuah istilah
yang cukup terkenal yaitu “ubi societas ibi ius”2 yakni dimana ada masyarakat maka disitu
ada hukum yang mengatur. Begitupun sebaliknya dimana ada hukum disitu ada masyarakat
“ubi ius ibi societa”.3 Ungkapan-ungkapan tadi secara tidak langsung menggambarkan
fungsi hukum sendiri yaitu bagaimana sebuah hukum dapat menciptakan ketertiban-
ketertiban dalam masyarakat guna mengendalikan kehidupan sosial. Berangkat dari tidak
bisa dipisahkannya hukum dengan masyarakat, pada dasarnya dampak hukum yang efektif
atau tidak dapat dilihat dari perilaku masyarakat yang menjadi objeknya. Sehingga untuk
mengatakan bahwa hukum yang tercipta sudah berjalan efektif tidak cukup hanya mengacu
pada fungsi dari hukum semata, namun juga perlu melihat dari sisi fungsi masyarakat atau
manusianya. Begitu juga tidak bisa hanya melihat dari aspek adanya hukum tersebut akan
tetapi perlu juga melihat kesiapan masyarakat atau manusia untuk menjalankan dan patuh
terhadap hukum.4

2
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Libert, 2008), hlm.1-4.
3
Andrea Salvatore, A Counter Mine That Explodes Silently: Romano and Schmitt on The Unity Of Legal
Order, Ethics and Global Politics Vol.11, No.1, (2018), hlm.51.
4
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku: Hidup Baik Adalah Dasar Hidup Yang Baik, (Jakarta: Kompas
Media Nusantara, 2009), hlm.93

3
Dalam filsafat hukum terdapat beberapa aliran atau madzhab pemikiran yang dimana
masing-masing aliran mempunyai pandangan terhadap hakikat hukum yang berbeda-beda.
Mengenai hubungan antara hukum dengan masyarakat tertuang dalam aliran sociological
jurisprudence. Sociological jurisprudence atau disebut juga aliran hukum fungsional
(functional anthropological) merupakan bagian dari ilmu filsafat hukum yang berfokus
pada pembahasan terkait sebab akibat antara hukum dengan masyarakat. Oleh karena itu,
apabila hukum dikaji melalui sudut pandang Sociological jurisprudence akan melahirkan
pemahaman bahwa hukum secara hakikat adalah hukum yang sesuai dengan nilai-nilai
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Kemudian agar sebuah hukum dapat
dijalankan dengan baik dan penuh ketaatan maka harus lah sejalan dengan nilai-nilai yang
sudah hidup di masyarakat.

Sebagaimana uraian diatas, terkait teori dan konsep pada sociological jurisprudence,
seorang pemikir sosiologis Austria Eugen Ehrlich (1862-1922) mengungkapkan bahwa
“Positive law cannot be understood apart from the social norms of the living law.” “At the
present as well as at any other time, the center of gravity of legal development lies not in
legislation, nor in juristic science, nor in judicial decision, but in society it self.”5 Selain itu,
aliran ini juga berpandangan agar bagaimana memasukan suatu hukum kedalam stuktur
sosial tempat hukum tersebut dijalankan sehingga hukum dapat efektif berjalan tanpa
adanya paksaan.6

Dewasa ini, secara sadar atau tidak banyak terjadi kesalahpamahan sehingga disamakan
antara sociological jurisprudence dengan sociology of law (sosiologi hukum). Meskipun
memang terdapat sedikit persamaan diantara keduanya yaitu sama-sama menggunakan
perspektif sosial akan tetapi secara hakikat keduanya berbeda. Secara garis besar perbedaan
keduanya terletak sebagai berikut;
5
Bodenheimer, E. Jurisprudence: The Philosophy and Method Of the Law, (London: Harvard University
Press, 1947), hlm.114.
6
Muhammad Junaidi, Semangat Pembaharuan Dan Penegakan Hukum Indonesia Dalam Perspektif
Sociological Jurisprudence, Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol.3, No.1, (2016), hlm.53

4
a. Perbedaan yang cukup mendasar bahwa sociological jurisprudence bersumber
dari ilmu filsafat sementara sociology of law bersumber dari ilmu sosiologi.
b. sociological jurisprudence berfokus dalam meneliti pengaruh hukum terhadap
masyarakat, sementara sociology of law berfokus dalam meneliti pengaruh
masyarakat terhadap hukum.
c. Dalam sisi pendekatan pun keduanya jelas berbeda dimana sociological
jurisprudence menggunakan pendekatan hukum kepada masyarakat sementara
sociology of law adalah sebaliknya.7
d. Asal tempat munculnya kedua aliran ini pun berbeda, sociological jurisprudence
muncul pertama kali di Amerika, sedangkan sociology of law pertama kali
muncul di Eropa.8

Setelah mengetahui perihal sociological jurisprudence dan konsep atau teori di


dalamnya serta perbedaannya dengan sociology of law, maka bisa katakan bahwa
sociological jurisprudence merupakan sebuah aliran cabang dari filsafat hukum yang
mengupayakan singkronisasi hukum positif dengan living law (hukum yang hidup di
masyarakat) sebagai bentuk pemenuhan akan kebutuhan masyarakat terhadap hukum serta
sebagai penghargaan akan pentingnya masyarakat dalam pembentukan sebuah hukum.9
sociological jurisprudence lahir sebagai sintesa dari dua aliran hukum yakni aliran
positivisme hukum dan madzhab sejarah. Aliran positivisme hukum memandang bahwa
segala persoalan yang terkait hukum di masyarakat harus diatur dalam hukum tertulis maka
bagi penganut aliran ini tidak ada norma hukum kecuali hukum positif. Sementara madzhab
sejarah menganggap bahwa hukum mengalami perubahan sejalan dengan berubahnya pola
kehidupan masyarakat dari masa ke masa sehingga rasanya tidak mungkin ada hukum yang
bisa berlaku untuk semua bangsa, kemudian juga hukum bukan lah berasal dari perintah
penguasa, akan tetapi hukum tumbuh dan berkembang bersama rakyat. Oleh karenanya,
7
Sucipto, U. Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Deepublish, 2013), hlm.54.
8
Gurvitch, G. Sociology of Law (London: K. Paul, Tench, Trubner Press, 1947), hlm.9.
9
Fuadi, M. Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana,2013), hlm.248.

5
sebagai upaya peleburan dari dua aliran yang berbeda yaitu positivisme hukum dan
madzhab sejarah maka keduanya diterima dengan modifikasi tertentu pada sociological
jurisprudence. Berdasarkan penjelasan tersebut, aliran ini mengemukakan teori atau konsep
dasar bahwa “hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di
dalam masyarakat.”10

B. Tokoh Aliran Sociological Jurisprudence

Pada pembahasan sebelumnya sudah kita singgung terkait teori dan konsep pada
sociological jurisprudence yang dicetuskan seorang pemikir sosiologis Austria Eugen
Ehrlich (1862-1922) mengungkapkan bahwa “Positive law cannot be understood apart
from the social norms of the living law.” “At the present as well as at any other time, the
center of gravity of legal development lies not in legislation, nor in juristic science, nor in
judicial decision, but in society it self.” Pendapat Ehrlich tersebut menjadikannya sebagai
tokoh utama dalam penggagasan teori sociological jurisprudence. Menurut Erlich, hukum
yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Maka dari itu hakim
sebagai salah satu penegak hukum, ketika membuat sebuah keputusan hukum harus
mempunyai pertimbangan yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Hal ini
selaras dengan yang terkandung dalam pasal 5 undang-undang nomor 48 tahun 2009
sebagai perubahan atas Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, yaitu: Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.11

Selain Eugen Ehrlich, masih ada beberapa tokoh yang menganut aliran sociological
jurisprudence antara lain Friedrich Carl Von Savigny (1804-1961), Rosce Pound (1870-
1964), George Whitecross Paton (1902-1985), dan Laurence M.Friedmann (1930-
10
Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung: Citra Adityas Bakri, 2000),
hlm.66.
11
Theo Hujibers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001), hal.213.

6
sekarang). Para tokoh tersebut dinilai telah berperan besar dalam mendefinisikan dan
memperkenalkan apa yang dimaksud dengan sociological jurisprudence. Sebagai contoh
Rosce Pound misalnya, sebagai tokoh besar dalam filsafat sosiologi hukum Pound
berpendapat bahwa hukum secara filosofis sosisologis dapat diartikan sebagai “adat
kebiasaan sosial yang bertujuan untuk memuaskan masyarakat.”12 Kepuasan masyarakat
dapat terlihat melalui nilai-nilai yang berasal dari norma yang sudah hidup dan mendarah
daging dalam masyarakat. Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tadi diharapkan
menjadi salah satu pondasi dan akar hukum bagi bangsa yang menerapkan hukum modern
yang dimana menilai masyarakat sebagai subjek hukum yang patut diterima dan diakui hak,
keinginan, dan kepentingannya.13

Rosce pound juga terkenal dengan konsepnya yang berbunyi “law as a tool of social
engineering.” Dalam konsep ini, hukum harus dipandang dari sisi fungsinya yakni hukum
sebagai alat untuk merubah atau merekayasa masyarakat. Jika melihat hukum sebagai alat
untuk merubah atau merekayasa masyarakat maka hukum harus digunakan untuk
mewujudkan perubahan sosial.14 Kemudian untuk bisa mengoptimalkan hukum sebagai alat
untuk merubah kondisi sosial masyarakat maka hukum yang ada harus sesuai dengan nilai-
nilai sosial yang hidup di masyarakat.

C. Aliran Sociological Jurisprudence dan Perannya Terhadap Pembaharuan


Tatanan Hukum di Indonesia

Keadilan merupakan hal yang akan terus dibutuhkan dalam segala lini kehidupan..
Seseorang yang mendahulukan keadilan dianggap memiliki budi pekerti yang baik.
12
Morrison, W., Jursiprudence: From the Greek to Post-Modernism, (London: Routledge, 2015), hlm.19.
13
Ibid., hlm.19.
14
Mochtar Kusuma Atmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, (Bandung: Kumpulan Karya
Tulis Alumni, 2002), hlm.83.

7
Keadilan bisa dianggap ada dalam suatu keadaan dengan terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan atau tuntutan-tuntutan manusia secara adil dan layak. Pada bidang ekonomi dan
politik berbicara tentang keadilan sosial sebagai suatu sistem yang menjamin kepentingan-
kepentingan atau kehendak manusia yang selaras dengan cita-cita kerakyatan. Di dalam
hukum berbicara tentang pelaksanaan keadilan yang berarti mengatur hubungan-hubungan
dan menerbitkan kelakuan manusia melalui aturan-aturan tentang tingkah laku.

Tatanan hukum suatu negara yang digagas para pendiri bangsa ini dengan dilandasi
prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial, artinya hukum dan segala wujud nilai-nilai
yang kemudian diimplementasikan kedalam peraturan perundang-undangan tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi maupun keadilan sosial. Posisi keadilan pada
suatu tatanan hukum sudah sepatutnya menjadi dasar pertama dan utama bagi nilai-nilai
demokrasi dan keadilan sosial. Sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945, negara
mempunyai peran untuk menegakkan keadilan, melindungi hak-hak sosial dan politik
warga negara dari pelanggaran-pelanggaran, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun
warga negara sehingga warga negara yang ada dapat hidup secara damai dan sejahtera.
Perbaikan tatanan hukum merupakan suatu upaya kontribusi yang dilakukan untuk
merubah sutu kondisi yang dianggap kurang baik atau bahkan buruk ke kondisi atau
keadaan yang baik. Tatanan hukum yang ada dilaksanakan tentu saja dengan berpijak pada
dasar hukum yang jelas, dapat dipertanggungjawabkan, tertib dan terarah.
Negara demokratis yang mempunyai tananan hukum yang baik dan terbuka identik
dengan ciri amandemen undang-undang. Regulasi dapat berinovasi mengikuti
perkembangan keadaan sosial. Oleh karena itu, bagaimanapun diartikan atau dimaknai
serta apapun ukuran yang digunakan oleh masayarakat dalam pembaharuan pasti
didasarkan atas tujuan untuk kesejahteraan masyarakat dengan menjamin bahwa hal
tersebut berjalan secara adil, damai dan teratur.
Dalam proses pembaharuan membawa konsekuensi terjadinya perubahan di beberapa
aspek sosial termasuk pranata hukum. Artinya perubahan yang dilakukan dalam

8
perjalannya menuntut adanya perubahan-perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan
tersebut memiliki arti positif dalam rangka menciptakan sistem hukum baru yang sesuai
dengan kondisi nilai-nilai yang ada pada masyarakat.
Pada dasarnya pembaharuan hukum merupakan upaya untuk mengevaluasi hukum
lama yang dianggap sudah tidak relevan saat ini sedangkan dilain pihak pembaharuan
sistem hukum dilaksanakan dalam rangka untuk memenuhi tuntutan perkembangan
masyarakat yang sangat kompleks serta cenderung untuk berubah kapan saja.
Pembaharuan hukum diakui memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam
memacu percepatan pembaharuan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam
rangka memenuhi tuntutan pembaharuan jangka pendek tetapi juga jangka menengah serta
jangka panjang walaupun disadari setiap saat hukum dapat berubah sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Pada negara berkembang seperti Indonesia pembaharuan hukum menjadi prioritas
utama, terlebih lagi jika negara yang dimaksud merupakan negara yang baru merdeka dari
penjajahan bangsa lain. Oleh karena itu pembaharuan hukum di negara berkembang
senantiasa mengesankan adanya peranan ganda. Pertama, sebagai upaya untuk melepaskan
diri sendiri dari lingkaran struktur kolonial. Upaya tersebut terdiri dari penghapusan,
penggantian dan penyesuaian ketentuan hukum warisan kolonial guna memenuhi tuntutan
masyarakat nasional. Kedua, pembaharuan hukum berperan pula dalam mendorong
proses perkembangan negara, terutama perkembangan dalam bidang ekonomi yang
memang diperlukan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari negara maju, dan demi
kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Hukum sebagai sistem norma yang berlaku bagi masyarakat Indonesia, senantiasa
dihadapkan pada perubahan sosial yang sedemikian dinamis seiring dengan perubahan
kehidupan masyarakat, baik dalam konteks kehidupan individual, soaial maupun politik
bernegara. Pikiran bahwa hukum harus peka terhadap perkembangan masyarakat dan
bahwa hukum harus disesuaikan atau menyesuaikan diri dengan keadaan yang telah

9
berubah, sesungguhnya terdapat dalam alam pikiran manusia Indonesia15
Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological
Jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada kenyataan hukum daripada
kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya
adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books (hukum
tertulis). Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum
tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum
(positivism law) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan
masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum .16
Aliran Sociological Jurisprudence dalam ajarannya berpokok pada pembedaan antara
hukum positif dengan hukum yang hidup (living law) , menekankan perbedaan antar
kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial. Faktanya hukum positif hanya akan
efektif apabila sejalan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Bahwa pusat
perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan-
keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum, akan tetapi justru terletak di dalam
masyarakat itu sendiri .17
Roscoe Pound menyatakan dan menjelaskan sebuah ringkasan antinomi lain yang
berwujud ketegangan antara hukum dan aspek-aspek lain dari kehidupan bersama. Filsafat
hukum mencerminkan keadaan bersitegang antara tradisi dan kemajuan, stabilitas dengan
perubahan serta kepastian hukum. Sebegitu jauh, karena salah satu tugas hukum adalah
untuk menegakkan ketertiban. Pound juga menjelaskan bahwa tugas pokok pemikiran
modern mengenai hukum adalah tugas rekayasa sosial. Pound berusaha untuk
memudahkan dan menguatkan tugas rekayasa sosial ini. Dengan merumuskan dan
menggolongkan kepentingan-kepentingan sosial yang keseimbangannya menyebabkan
15
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Prinsip-Prinsip dan Implementasi Hukum di Indonesia, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo,2004). Hlm. 58
16
Rasjidi Lili dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung: Citra AdityaBakti,
2007). Hlm.27
17
Soerjono Soekanto. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,2007) Hlm.19

10
hukum berkembang.
Dalam paham sosiologi hukum, yang dikembangkan oleh aliran Pragmatic Legal
Realism yang dipelopori antara lain oleh Roscoe Pound memiliki keyakinan bahwa hukum
adalah “a tool of social engineering” atau “alat pembaharuan masyarakat” atau “sarana
perubahan masyarakat”, dalam konteks perubahan hukum di Indonesia harus diarahkan
ke jangkauan yang lebih luas, yang berorientasi pada :
1. Perubahan hukum melalui peraturan perundangan lebih bercirikan sikap hidup
serta karakter bangsa Indonesia, tanpa mengabaikan nilai-nilai universal manusia sebagai
warga dunia, sehingga kedepan akan terjadi transformasi hukum yang lebih bersifat
Indonesia (mempunyai seperangkat karakter bangsa yang positif).
2. Perubahan hukum harus mampu membimbing bangsa Indonesia menjadi bangsa
yang mandiri, bermartabat dan terhormat dimata pergaulan antar bangsa, karena hukum
bisa dijadikan sebagai sarana mencapai tujuan bangsa yang efektif.
Perubahan hukum di Indonesia pada kenyataannya berlangsung, baik yang dilakukan
oleh penyelenggara negara yang berwenang (lembaga legislatif dan

eksekutif) melalui penciptaan berbagai peraturan perundangan yang menjangkau


semua fase kehidupan baik yang berorientasi pada kehidupan perorangan, kehidupan
sosial maupun kehidupan bernegara (politik) atau yang diusulkan oleh berbagai lembaga
yang memiliki komitmen tentang pemabruan dan pembinaan hukum, sehingga mampu
mengisi kekosongan atau kevakuman hukum dalam berbagai segi kehidupan.
Dengan perencanaan yang baik, maka perubahan hukum harus diarahkan sesuai
dengan konsep pembaharuan hukum di Indonesia, yakni haruslah dilakukan dengan jalan
sebagai berikut:
1. Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan antara lain
mengadakan pembaharuan, kodifikasiserta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu
dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum masyarakat.
2. Menertibkan fungsi lembaga hukum menurut proporsinya masing-masing.

11
3. Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum.
4. Memupuk kesadaran hukum masyarakat, serta
5. Membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah/ negara ke arah
komitmen yang kuat dalam penegakan hukum, keadilan serta perlidungan terhadap
manusia.18
Sebagaimana telah dijelaskan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dan diperhatikan
pada pembaharuan hukum di Indonesia. Sejatinya, pada praktik pembaharuan hukum
tersisip nilai-nilai teoritis dari aliran sociological jurisprudence yang menjunjung tinggi
kepantasan hukum dengan kondisi sosial di masyarakat. Di Indonesia, Mahkamah Agung
RI sebagai badan tertinggi pelaksana kekuasaan kehakiman telah menentukan terkait
putusan hakim haruslah memenuhi pertimbangan aspek yuridis, filosofis, dan juga
sosiologis. Aspek-aspek tersebut bertujuan agar keadilan yang diraih dan diwujudkan
adalah keadilan yang berorientasi bukan hanya kepada keadilan hukum (legal justice) saja,
melainkan juga terkandung didalamnya keadilan moral (moral justice), dan keadilan
masyarakat (social justice).19

Hal demikian tentu bertentangan dengan aliran positivism hukum yang mengagungkan
hukum positif dan mengesampingkan hukum moral. Dengan begitu, dalam pembaharuan
tatanan hukum di Indonesia seorang penegak hukum perlu memastikan bahwa hukum yang
ditetapkan negara haruslah sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat dan
kesemuanya merupakan pertimbangan pada teori yang dikenalkan melalui aliran
sociological jurisprudence. Sehingga aliran ini bisa dikatakan cukup berperan dalam
putusan hukum yang dikeluarkan para hakim ataupun lembaga-lembaga yang berwenang
dalam mengeluarkan hukum di Indonesia.

18
Marwan Mas. Pengantar Ilmu Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014). Hlm.59
19
Mahkamah Agung RI, Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah
Berkaitan, (Jakarta: Pusdiklat MA RI, 2006), hlm2.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sociological jurisprudence atau disebut juga aliran hukum fungsional (functional
anthropological) merupakan bagian dari ilmu filsafat hukum yang berfokus pada

13
pembahasan terkait sebab akibat antara hukum dengan masyarakat. Oleh karena itu,
apabila hukum dikaji melalui sudut pandang Sociological jurisprudence akan
melahirkan pemahaman bahwa hukum secara hakikat adalah hukum yang sesuai
dengan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Kemudian agar sebuah
hukum dapat dijalankan dengan baik dan penuh ketaatan maka harus lah sejalan
dengan nilai-nilai yang sudah hidup di masyarakat.
2. Para tokoh aliran sociological jurisprudence antara lain: Eugen Ehrlich, Friedrich Carl
Von Savigny, Rosce Pound, George Whitecross Paton,dan Laurence M.Friedmann.
3. Peran aliran Sociological jurisprudence turut berperan pada pembaharuan tatanan
hukum di Indonesia. Indonesia yang mempunyai tatanan hukum dari warisan kolonial
tentu perlu pembaharuan untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini.
Aliran Sociological jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada kenyataan
hukum masyarakat membuat para pemangku jabatan dan pelaku hukum m enyematkan nilai-
nilai teoritis dari aliran sociological jurisprudence yang menjunjung tinggi kepantasan
hukum dengan kondisi sosial di masyarakat. Oleh karena itu para pemangku jabatan
haruslah memenuhi pertimbangan aspek yuridis, filosofis, dan juga sosiologis dalam
pembaharuan tatanan hukum guna mencapai keadilan yang diraih mencakup keadilan
hukum (legal justice) saja, keadilan moral (moral justice), dan keadilan masyarakat
(social justice).

B. Saran
Pembaharuan tatanan hukum yang melibatkan aliran sociological
jurisprudence tidak mesti dipahami sebagai upaya mengubah kontrol sosial
yang bersifat formal dan hanya berpusat pada penyelesaian konflik, alangkah
baiknya jika pembaharuan tatanan hukum juga memiliki social engineering atau
pembaharuan masyarakatnya. Sedangkan peran hakim jangan hanya dipahami
sekedar sebagai penerap undang-undang terhadap peristiwa konkrit tetapi juga

14
sebagai penggerak social engineering. Hal demikian harus diperhatikan agar aspek
fungsional dengan melakukan pembaharuan hukum tercapai keadilan moral dan
keadilan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Bisri, Ilhami, Sistem Hukum Indonesia, Prinsip-Prinsip dan Implementasi Hukum


di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004.
Bodenheimer, Jurisprudence: The Philosophy and Method Of the Law, London:
Harvard University Press, 1947.

Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Jakarta: Kencana,2013.

15
Gurvitch, Sociology of Law, London: K. Paul, Tench, Trubner Press, 1947.

Hujibers, Theo, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta: Penerbit


Kanisius, 2001.

Junaidi, Muhammad Semangat Pembaharuan Dan Penegakan Hukum Indonesia


Dalam Perspektif Sociological Jurisprudence, Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol.3, No.1,
2016.

Atmadja , Kusuma Mochtar, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembaharuan,


Bandung: Kumpulan Karya Tulis Alumni, 2002.

Mahkamah Agung RI, Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik
Hakim dan Makalah Berkaitan, 2006.

Mas, Marwan, Pengantar Ilmu Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2014.


Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Libert,
2008.

Morrison, Jursiprudence: From the Greek to Post-Modernism, London: Routledge,


2015.
Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Perilaku: Hidup Baik Adalah Dasar Hidup Yang
Baik, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2009.

Lili, Rasjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung:
Citra Adityas Bakri, 2000.

Salvatore,Andrea, A Counter Mine That Explodes Silently: Romano and Schmitt on


The Unity Of Legal Order, Ethics and Global Politics Vol.11, No.1, 2018.

Sidharta, Arief, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori


Hukum, dan Filsafat Hukum, Bandung: Refika Aditama, 2009.
Soekanto, Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2007.
Sucipto, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Deepublish, 2013.

16
17

Anda mungkin juga menyukai