Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KELOMPOK I

STUDI HUKUM DALAM MASYARAKAT


(SOSIOLOGI HUKUM TEORITIS DAN EMPIRIS)

DISUSUN OLEH :

1. INDAH PRATIWI, SH / 2120113006


2. SERIELI BAWAMENEWI, SH / 2120113008
3. AWILDA, SH / 2120113030
4. YOSSI HARISA, SH / 2120113032
5. SYAHRUL HAMIDI, SH / 2120113056

PRODI S2 ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

TA 2021/2022
KATA PENGANTAR

Menjalani aktivitas sebagai civitas akademika, tentunya kita akan


menyaksikan banyak fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat, dan
itulah realitas yang semestinya kita pikirkan. Banyak hal yang kemudian bisa kita
analisa dan memberikan kontribusi untuk meningkatkan pemahaman kita terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan, tidak terkecuali Sosiologi Hukum.
Makalah ini berupaya menyajikan berbagai gambaran umum serta kajian
materi yang sederhana namun komprehensif, setidaknya dapat membantu teman-
teman mahasiswa untuk memahami proses belajar dan proses penciptaan
pemahaman tentang sosiologi hukum.
Masih banyak hal yang kemudian penulis rasakan belum terakomodir dalam
penulisan makalah ini. Namun melalui kajian-kajian yang telah kami kemukakan
dalam makalah ini, sekiranya ada nilai lebih yang bisa kita dapatkan bersama-
sama, dan semoga juga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Tidak lupa,
penulis harapkan adanya dinamika berpikir yang lebih konstruktif demi perbaikan
dalam makalah ini, maka saran kritik sangat penulis harapkan.

2
DAFTAR ISI

Halaman Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………... 4
B. Rumusan Masalah………………………………………………. 6
C. Tujuan Penulisan Masalah……………………………………. 7

BAB II : PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Kajian Sosiologi Hukum…………………. 8
B. Sejarah Perkembangan Sosiologi Hukum……………….. 9
C. Pengertian Serta Ruang Lingkup Sosiologi Hukum….. 11
D. Aspek-Aspek Hukum Yang Penting Bagi Sosiologi
Hukum……………………………………………………………..... 15
E. Perkembangan Sosiologi Hukum dan Peranan Hukum
dalam Perubahan Sosiologi Masyarakat………………….. 17
F. Pendekatan Kajian Normatif, Kajian Filosofis dan Kajian
Empiris Sosiologis Terhadap Hukum…………………….... 21

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan……………………………………………………….... 25
B. Saran……………………………………………………………….... 26

Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fitrah manusia yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain


adalah keinginan untuk berubah. Perubahan tersebut terbentuk sesuai dengan
keinginan dan juga tergantung dari keadaan lingkungan yang mempengaruhi. Pada
dasarnya keinginan manusia tersebut adalah untuk mendapatkan kehidupan yang
lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Perubahan kehidupan yang dilalui manusia ada yang disebabkan oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang muncul dari
dalam diri manusia sedangkan faktor eksternal muncul dari luar diri manusia
tersebut. Kedua faktor tersebut secara keseluruhan berpengaruh terhadap
perubahan yang terjadi dalam diri manusia tersebut.
Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tidak terlepas dari
interaksi antara manusia yang satu dengan manusia lain, dimana dalam proses
interaksinya tersebut sering terjadi perbenturan. Ada kalanya antara kepentingan
individu yang satu dengan kepentingan individu lainnya terkadang ada kesamaan
seperti kesamaan tugas dalam menjaga keselamatan dari berbagai gangguan, ada
juga kepentingan yang saling sesuai dan saling mengisi dan ada juga bertentangan
satu dengan yang lain. Seluruh kepentingan tersebut haruslah ditentukan batas-
batasnya dan dilindungi. Membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan
manusia dalam pergaulan antar manusia, merupakan tugas hukum.1
Dalam perkembangannya ada sebagian intelektual hukum yang prihatin
dengan ketidakmampuan hukum dalam mengikuti perubahan masyarakat.
Kecenderungan manusia untuk saling berintegrasi lambat laun akan melahirkan
suatu kelompok masyarakat.2
Hukum itu tumbuh dari hubungan-hubungan hukum yang sederhana pada
masyarakat primitif sampai menjadi hukum yang besar dan kompleks dalam

1
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, cet.viii,2003 hal 5
2
Fithriatus Shalihah, Sosiologi Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Depok, 2017 hal v
4
peradaban modern. Kendati demikian, perundang-undangan dan para ahli hukum
hanya merumuskan hukum secara teknis dan tetap merupakan alat dari kesadaran
masyarakat (poular consciousness).3
Sesungguhnya hukum tidak dapat dipandang dari sisi yuridis normatif
semata, karena dengan memahami sosiologi hukum, kita akan mendapatkan
pengetahuan tentang hukum dalam pengertian yuridis empiris. Hal ini menjadi
penting, karena dalam alur rechtsidee atau cita hukum dalam perwujudan
konkretnya selain mengacu kepada formalisme hukum, masyarakat juga menjadi
faktor penting yang menentukan apakah hukum telah berjalan efektif atau tidak.
Sosiologi Hukum lahir dan berkembang bukanlah terjadi secara kebetulan,
akan tetapi sengaja digali dan ditekuni. Pemikiran terhadap perlunya
mengembangkan suatu disiplin atau sub disiplin ilmu ini berawal dari adanya
kesadaran bahwa: Hukum yang merupakan salah satu pedoman hidup manusia
dalam berperilaku menghadapi sesama anggota masyarakat, tidaklah tepat apabila
ditempatkan sebagai berharga mati, yang bersifat harus dilakukan, diikuti, tanpa
kecuali.4
Sosiologi hukum merupakan disiplin ilmu yang sudah sangat berkembang
dewasa ini. Bahkan kebanyakan penelitian hukum saat ini di Indonesia dilakukan
dengan menggunakan metode yang berkaitan dengan sosiologi hukum. Pada
prinsipnya, sosiologi hukum (Sosiology of Law) merupakan derivatif atau cabang
dari ilmu sosiologi, bukan cabang dari ilmu hukum. Memang, ada studi tentang
hukum yang berkenaan dengan masyarakat yang merupakan cabang dari ilmu
hukum, tetapi tidak disebut sebagai sosiologi hukum, melainkan disebut sebagai
sociological jurispudence.
Sosiologi hukum, merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat muda dan
merupakan cabang sosiologi terpenting, yang sampai sekarang masih dicari
perumusannya. Sosiologi hukum menghadapi dua kekuatan yakni dari kalangan
para ahli hukum dan ahli sosiologi, yang terkadang keduanya bersatu untuk
menggugat keabsahan sosiologi sebagai disiplin yang berdiri sendiri. Pandangan
Aubert disatu sisi dan pandangan Johnson disisi lain, sama-sama menyebabkan
3
Ibid, hal 12
4
Soeprapto, SU, Modul 1 Sosiologi Hukum, hal. 36, yang didownload pada hari Jumat tanggal
24 September 2021 pukul 15.30 WIB.
5
kegelisahan banyak ahli hukum dan ahli filsafat hukum. Para ahli sosiologi dan ahli
hukum kemudian mengusulkan untuk menghindarkan pertikaian-pertikaian antara
sosiologi dan hukum. Caranya adalah memberikan batasan-batasan yang jelas
kepada ruang lingkup dan metodologinya.5
Sosiologi hukum sebagai cabang yang termuda pada pohon ilmu
pengetahuan hukum dan usianya yang muda itu tampak pada hasil-hasilnya yang
hingga kini masih sedikit.6 Itu disebabkan karena ilmu pengetahuan yang baru itu
harus mempertahankan diri pada dua kancah perang, sebab hak hidupnya sebagai
ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri ditentang baik oleh para ahli Hukum maupun
oleh para ahli Sosiologi. Sosiologi Hukum tidak pertama-tama hendak mempelajari
hukum sebagai perangkat norma atau sejumlah kaidah khusus yang berlaku, itu
adalah bagian dari kajian-kajian ilmu hukum yang dikonsepkan dan diberi batas
sebagai Jurisprudence. Sosiologi Hukum adalah cabang kajian khusus dalam
keluarga besar ilmu-ilmu sosial yang disebut Sosiologi. Kalaupun Sosiologi Hukum
juga mempelajari hukum sebagai seperangkat kaidah khusus, maka yang dikaji
bukanlah kaidah-kaidah itu sendiri melainkan kaidah-kaidah positif dalam fungsinya
yang diperlukan untuk menegakkan ketertiban di dalam kehidupan bermasyarakat
dengan segala keberhasilan dan kegagalannya.7
Sebelum berbicara terlalu jauh mengenai Sosiologi Hukum, perlu lebih
dahulu memahami mengenai Pengertian Dasar, Ruang Lingkup, dan Aspek-aspek
Sosiologi Hukum. Oleh karena itu, pada bagian ini diuraikan mengenai tiga hal
tersebut di atas. Dengan memahami lebih dahulu mengenai pengertian dasar,
ruang lingkup, dan aspek-aspek Sosiologi Hukum, maka pemahaman terhadap
konsep-konsep berikutnya akan menjadi lebih mudah, dan bahkan lebih dari itu
adalah pengetahuan ini menjadi mudah untuk diterapkan dalam dunia empiris.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah :
1. Apakah yang melatarbelakangi lahirnya kajian tentang sosiologi hukum?
2. Bagaimanakah sejarah perkembangan sosiologi hukum

5
Fitthriatus Shalihah, Op.Cit hal. 52
6
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum. P.T. Pradnya Paramita. 1983 hal. 413
7
Chairul Basrun Umanailo, Buku Ajar Sosiologi Hukum, Fam Publishing, Namlea 2016, hal. 1
6
3. Apakah definisi dari sosiologi hukum dan ruang lingkup dari sosiologi
hukum tersebut?
4. Apa-apa saja Aspek bidang hukum yang penting bagi pengembangan
sosiologi hukum?
5. Bagaimanakah perkembangan sosiologi hukum dan peranan hukum dalam
perubahan sosial masyarakat
6. Bagaimanakah pendekatan kajian normatif, kajian filosofis dan kajian
empiris sosiologi terhadap hukum?

C. Tujuan Penulisan Masalah


1. Maksud
a. Meningkatkan keterampilan menulis efektif Mahasiswa Pascasarjana
Fakultas Ilmu Hukum Universitas Andalas,
b. Meningkatkan kemampuan untuk mengungkapkan gagasan, pendapat,
pikiran kepada orang lain.
2. Tujuan
a. Sebagai tugas kelompok Mata Kuliah Sosiologi Hukum Pada
Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Andalas,
b. Memahami Sosiologi Hukum secara teoritis dan empiris

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kajian Sosiologi Hukum


Sejak lahir, manusia telah lahir dan bergabung dengan manusia lainnya
dalam wadah yang bernama masyarakat. Mula-mula dia bergaul dengan orang
tuanya, kemudian semakin meningkat dan luas daya cakup pergaulannya dengan
manusia lain di dalam masyarakat tersebut. Lama kelamaan. Ia akan sadar bahwa
ada berbagai kaidah-kaidah nilai yang mengatur kehidupan di dalam masyarakat.
Segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat hubungan antar
warga masyarakat sebagian besar diatur oleh kaidah-kaidah hukum, baik yang
tersusun secara sistematis dan dibukukan, maupun oleh kaidah-kaidah hukum
yang tersebar dan juga oleh pola-pola peri kelakuan yang dikualifisir sebagai
hukum. Kaidah-kaidah inilah yang mengatur interaksi di dalam masyarakat.
Dengan demikian terlihatlah bahwa secara relatif, sedikit sekali aspek-aspek
kehidupan masyarakat yang dapat dimengerti seluk beluknya secara menyeluruh
tanpa memperhatikan aspek-aspek hukumnya. Hal inilah yang menyebabkan
bahwa sifat hakikat dan sistem hukum merupakan obyek penelitian yang tidak
dapat diabaikan oleh para sosiolog.
Hukum secara sosiologis adalah penting dan merupakan suatu lembaga
kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-
kaidah dan pola-pola peri kelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan
pokok manusia. Hukum sebagai suatu lembaga kemasyarakatan, hidup
berdampingan dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya dan saling
mempengaruhi.8
Jadi Sosiologi Hukum berkembang dengan anggapan dasar bahwa proses
hukum berlangsung dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan
masyarakat. Artinya, hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami
sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.

8
Mira Hasti Hasmira, Bahan Ajar Sosiologi Huku, Fakultas Sosial Universitas Negeri Padang, Tahun 2015
hal. 3
8
B. Sejarah Perkembangan Sosiologi Hukum
Dalam masyarakat terdapat konstruksi hukum yang terjalin dari kebiasaan
hingga terstruktur menjadi hukum tertulis dengan kesepakatan bahwa konsensus
menjadi kekuatan kepercayaan antar individu. Hukum sendiri berdiri pada tatanan
struktural dimana hukum diciptakan untuk sebuah keteraturan atau keharmonisan
dalam berkehidupan sosial masyarakat tanpa harus menunggu konsensus bersama
dari individu, maka sering disebut hukum memiliki unsur pemaksa.
Ketika kedua disiplin ini dipertemukan, maka harus ada persamaan wilayah
bersama untuk saling mengisi. Sosiologi tidak bisa memaksa Hukum untuk
melepaskan struktural dan mengikuti alur berpikir masyarakat begitu pula Hukum
yang sangat mengikat dan memaksa tidak kemudian mereduksi Sosiologi untuk
menciptakan pola pendekatan masyarakat yang opportunitis.9
Ada hal yang bisa kita simpulkan bersama sebagai ranah bersama untuk
kedua disiplin tersebut yaitu;
1) masyarakat,
2) lembaga,
3) interaksi.
Masyarakat sebagai akumulasi individu yang diikat dengan interaksi menjadi
objek bersama bilamana kemudian Sosiologi beranggapan bahwa masyarakatlah
yang menciptakan dan menghancurkan suatu tatanan hukum, sama ketika hukum
beranggapan bahwa sumber hukum selalu berasal dari masyarakat dan kembali
berpulang masyarakat. Hukum yang diciptakan selalu untuk masyarakat, yang
menjalani hukum tersebut pun adalah masyarakat, serta dampak yang dihasilkan
tentunya akan kembali ke masyarakat.
Sosiologi mencerna lembaga sosial sebagai suatu keinginan bersama dari
masing-masing individu yang terlembaga dimana kemudian akan dipatuhi dan di
jalani bersama apa yang telah di atur oleh lembaga tersebut, hukum melihat
lembaga sosial sebagai elemen penting untuk menjadi konduksi pengawasan
berjalannya hukum dalam masyarakat.

9
Chairul Basrun Umanailo, Op. Cit. Hal. 21
9
Walaupun digolongkan ke dalam bilangan ilmu pengetahuan sosial, namun
akhir-akhir ini hasil kajian Sosiologi Hukum tersebut mulai banyak dirujuk juga oleh
para ahli hukum. Kini banyak ahli hukum yang tidak sekedar berbicara tentang
kesahan-kesahan yuridis suatu aturan hukum saja, akan tetapi juga mulai merasa
perlu mengetahui sejauh mana berlakunya aturan hukum berpengaruh pada
terselenggaranya kehidupan bermasyarakat yang teratur dan tertib.
Kajian seperti itu memberikan kesempatan luas kepada para ahli hukum
untuk menjelajahi alam pengetahuan yang lebih bersifat kontekstual daripada yang
terlalu sempit dan tekstual. Demikian penting alam kontekstual bagi para ahli
hukum, bahkan yang semula hanya berpandangan preskriptif tanpa ragu
berpendapat bahwa Sosiologi Hukum harus diakui dan dimasukkan sebagai bagian
dari ilmu hukum, termasuk beberapa teoretisi hukum di Negeri Belanda seperti
Meuwissen dan Brugink.10 Objektifikasi antara kedua disiplin tersebut hanya bisa
dipahami ketika aktor maupun institusi mau menempatkan kebutuhan pemahaman
pada tataran yang konstruktif, tidak serta merta ada hegemoni suatu disiplin
kepada disiplin lain.
Pada hakikatnya, mulanya sangat sulit dipahami bahwa Sosiologi dan
Hukum dapat dipersatukan, karena para ahli hukum semata-mata memperhatikan
masalah quid juris, sedang para ahli sosiologi mempunyai tugas untuk
menguraikan quid facti dalam arti mengembalikan fakta-fakta sosial kepada
kekuatan hubungan. Inilah yang menyebabkan kegelisahan banyak ahli hukum dan
ahli filsafat hukum yang menanyakan apakah Sosiologi Hukum tidak bermaksud
menghancurkan semua hukum sebagai norma, sebagai suatu asa untuk mengatur
fakta-fakta, sebagai suatu penilaian.
Itu pula sebabnya sebagian ahli Sosiologi tidak membenarkan adanya
Sosiologi Hukum. Mereka khawatir, melalui Sosiologi Hukum akan dihidupkan
kembali penilaian-penilaian baik-buruk (value judgement ) dalam penyelidikan
fakta-fakta sosial. Karena tugas Sosiologi mempersatukan apa yang dipecah-pecah
secara sewenang-wenang oleh ilmu-ilmu sosial, selain itu para ahli Sosiologi
menegaskan ketidakmungkinan mengasingkan hukum dari keseluruhan kenyataan

10
Ibid, Hal. 22
10
sosial, dipandang sebagai suatu totalitas yang tak terbinasakan. 11 Karena Sosiologi
Hukum adalah cabang khusus Sosiologi, maka metode kajian yang dikembangkan
adalah metode yang telah dilazimkan dalam Sosiologi itu.
Sebagaimana diketahui, sosiologi mencoba melihat objek-objek kajiannya
dengan kacamata penglihatan deskriptif. Artinya, ia pertama-tama hanya hendak
mengetahui dan memahami ihwal nyata objeknya itu, tanpa memberikan penilaian
apa-apa tentang baik buruknya. Dari kacamata itu Sosiologi dan Sosiologi Hukum
“hanya” akan memberikan keadaan kualitas dan/atau kuantitas objeknya
sebagaimana “apa adanya”.
Sesungguhnya, Sosiologi Hukum berusaha juga menyelidiki pola-pola dan
simbol-simbol hukum, yakni makna-makna hukum yang berlaku berdasarkan
pengalaman di suatu kelompok dan dalam satu masa tertentu, dan berusaha
membangun simbol-simbol itu berdasarkan sistematika. Dengan demikian, perlu
juga kiranya mengetahui apa saja yang disimbolkan, yang berarti berupaya
mengamati kembali segala sesuatu yang mereka nyatakan dan menganalisis segala
sesuatu yang mereka sembunyikan.
Inilah tugas Sosiologi Hukum, selain itu kriteria-kriteria yang digunakan
mengabstraksikan makna-makna simbol yang normatif, yang lepas sepenuhnya
dari kenyataan hukum, maupun asas-asas yang mengilhami tersusunya suatu
sistem bersifat khusus dari makna-makna yang dibangun oleh ilmu hukum, tidak
dapat terselenggara kecuali dengan dukungan Sosiologi Hukum.12

C. Pengertian Serta Ruang Lingkup Sosiologi Hukum


Dari sudut sejarah sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan
oleh seorang Itali yang bernama Anzilotti, pada tahun 1882. Sosiologi hukum pada
hakikatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli baik di bidang filsafat hukum,
ilmu hukum maupun sosiologi. 13 Sosiologi hukum saat ini sedang berkembang
pesat. Ilmu ini diarahkan untuk menjelaskan hukum positif yang berlaku, dimana
isi dan bentuknya berubah-ubah menurut waktu dan tempat, dengan bantuan

11
Ibid, Hal. 23
12
Ibid hal. 26
13
Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, hlm, 109
11
faktor kemasyarakatan. Adapun pengertian dari sosiologi hukum itu sendiri antara
lain:
1.   Soerjono Soekanto
Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan
empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik antara  hukum
dengan gejala-gejala lainnya.
2. Satjipto Raharjo
Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola
perilaku masyarakat dalam konteks sosial.
3. R. Otje Salman
Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
4. H.L.A. Hart
H.L.A. Hart tidak mengemukakan definisi tentang sosiologi hukum. Namun,
definisi yang dikemukakannya mempunyai aspek sosiologi hukum. Hart
mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang hukum mengandung unsur-unsur
kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di dalam gejala hukum
yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu sistem
hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama ( primary rules) dan aturan
tambahan (secondary rules).14 Aturan utama merupakan ketentuan informal
tentang kewajiban-kewajiban warga masyarakat yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pergaulan hidup sedangkan aturan tambahan terdiri atas :
a) Rules of recognition, yaitu aturan yang menjelaskan aturan utama yang
diperlukan berdasarkan hierarki urutannya;
b) Rules of change, yaitu aturan yang mensahkan adanya aturan utama yang
baru;
c) Rules of adjudication, yaitu aturan yang memberikan hak-hak kepada orang
perorangan untuk menentukan sanksi hukum dari suatu peristiwa tertentu
apabila suatu aturan utama dilanggar oleh warga masyarakat.
5. Piritim Sorokin
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari :

14
Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm, 1-2
12
a) Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala
sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan
moral; hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dsb)
b) Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-
gejala non-sosial (misalnya gejala geografis, biologis, dsb)
c) Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.15

Dalam hukum dan sosiologi sebagai sebuah disiplin intelektual dan bentuk
praktik professional memiliki kesamaan ruang lingkup. Namun, sama sekali
berbeda dalam tujuan dan metodenya. Hukum sebagai sebuah disiplin ilmu
memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial. Perhatian utamanya
adalah masalah preskriptif dan teknis. Sedangkan sosiologi memfokuskan pada
studi ilmiah terhadap fenomena sosial (Roger Cotterrel,2012,6). Meskipun
demikian, kedua disiplin ini memfokuskan pada seluruh cakupan bentuk-bentuk
signifikan dari hubungan-hubungan sosial. Dan dalam praktiknya kriteria yang
menentukan hubungan mana yang signifikan sering kali sama, yang berasal dari
asumsi-asumsi budaya atau konsepsi-konsepsi relevansi kebijakan yang sama.
Sosiologi hukum, mempunyai objek kajian fenomena hukum, sebagaimana
telah dituliskan oleh Curzon, bahwa Roscou Pound menunjukkan studi sosiologi
hukum sebagai studi yang didasarkan pada konsep hukum sebagai alat
pengendalian sosial. Sementara Llyod, memandang sosiologi hukum sebagai suatu
ilmu deskriptif, yang memanfaatkan teknis-teknis empiris. Hal ini berkaitan dengan
perangkat hukum dengan tugas-tugasnya. Ia memandang hukum sebagai suatu
produk sistem sosial dan alat untuk mengendalikan serat mengubah sistem itu.
Kita dapat membedakan sosiologi hukum dengan ilmu normatif, yaitu
terletak pada kegiatannya. Ilmu hukum normatif lebih mengarahkan kepada kajian
law in books, sementara sosiologi hukum lebih mengkaji kepada law in action
(Yesmil Anwar dan Adang, 2008,128). Sosiologi hukum lebih menggunakan
pendekatan empiris yang bersifat deskriptif, sementara ilmu hukum normatif lebih
bersifat preskriptif. Dalam jurisprudentie model, kajian hukum lebih memfokuskan

15
Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1982), Hlm. 310
13
kepada produk kebijakan atau produk aturan, sedangkan dalam sociological model
lebih mengarah kepada struktur sosial.
Sosiologi hukum merupakan cabang khusus sosiologi, yang menggunakan
metode kajian yang lazim dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosiologi. Sementara
yang menjadi objek sosiologi hukum adalah :
1. Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam wujudnya atau Government Social
Control. Dalam hal ini, sosiologi mengkaji seperangkat kaidah khusus yang
berlaku serta dibutuhkan, guna menegakkan ketertiban dalam kehidupan
bermasyarakat.
2. Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang berusaha membentuk warga
masyarakat sebagai makhluk sosial. Sosiologi hukum menyadari
eksistensinya sebagai kaidah sosial yang ada dalam masyarakat.
Dalam kajian ilmu hukum paling tidak ada tiga faktor yang menjadi
parameter sebuah produk hukum dapat berfungsi dengan baik, yakni :
1. Berfungsi secara Filosofis
Setiap masyarakat selalu mempunyai Rechtsidee, yakni apa yang
masyarakat harapkan dari hukum, misalnya hukum diharapkan untuk
menjamin adanya keadilan, kemanfaatan dan ketertiban maupun
kesejahteraan. Cita hukum atau rechtsidee tumbuh dalam sistem nilai
masyarakat tentang baik dan buruk, pandangan mereka tentang
individual dan kemasyarakatan dan lain sebagainya termasuk
pandangan tentang dunia ghaib. Semua ini bersifat filosofis, artinya
menyangkut pandangan mengenai inti atau hakikat sesuatu. Hukum
diharapkan dapat mencerminkan sistem nilai baik sebagai sarana yang
melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkannya dalam
tingkah laku masyarakat.
2. Berfungsi secara Sosiologis/Empiris
Dasar keberfungsian secara sosiologis/empiris maksudnya adalah
jika para warga masyarakat mematuhi hukum dimana hukum itu
diberlakukan. Keberlakuan empiris dapat dilihat melalui sarana
penelitian empiris tentang perilaku warga masyarakat. Jika dalam
penelitian tersebut tampak bahwa masyarakat berperilaku dengan
14
mengacu kepada keseluruhan kaidah hukum, maka terdapat
keberlakuan empiris kaidah hukum. Dengan demikian norma hukum
mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.16

D. Aspek-Aspek Hukum Yang Penting Bagi Sosiologi Hukum


Sosiologi Hukum lahir dan berkembang bukanlah terjadi secara kebetulan,
akan tetapi sengaja digali dan ditekuni. Pemikiran terhadap perlunya
mengembangkan suatu disiplin atau sub disiplin ilmu ini berawal dari adanya
kesadaran bahwa: Hukum yang merupakan salah satu pedoman hidup manusia
dalam berperilaku menghadapi sesama anggota masyarakat, tidaklah tepat apabila
ditempatkan sebagai berharga mati, yang bersifat harus dilakukan, diikuti, tanpa
kecuali atau yang biasa disebut berdasar Das Sollen. Pemikiran itu muncul karena
manusia, sebagai pengguna pedoman itu, selalu mengalami perkembangan,
pedoman yang dianutnya pun haruslah berkembang juga sesuai dengan kenyataan
yang ada, atau mulai berpikir tentang Das Sein, yaitu berpikir tentang kenyataan-
kenyataan. Hukum sebagai pedoman hidup bisa berdampak positif, dan bisa juga
berdampak negatif. Hal ini terjadi karena baik-buruknya suatu pelaksanaan
terhadap hukum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Ada beberapa aspek sosiologi hukum, yang dimaksudkan untuk melihat
hukum sebagai gejala sosiologis dan berusaha menjelaskan bahwa hukum tidak
semata-mata merupakan gejala normatif, yang bersifat statis dan arti perubahan
atau merupakan gejala yang “berharga mati”.
Eugene V. Rostow, adalah seorang ilmuwan yang dengan tekun berusaha
mencari jawab terhadap pertanyaan tentang kedudukan hukum dalam kehidupan
manusia. Melalui tulisannya yang berjudul Is Law Dead? (1971) ia berusaha
mencari jawaban dengan mencoba melihat keterkaitan antara hukum dengan
gejala-gejala sosial. Tulisan Rostow juga mencoba menjelaskan mengenai proses
terciptanya pemikiran mengenai Sosiologi Hukum, yang diawali dengan penjelasan
mengenai didirikannya Asosiasi Pengadilan Kota New York pada tahun 1870 yang
berupaya membersihkan tindak korupsi di perkotaan Amerika Serikat. Serangkaian
upaya untuk membasmi tindakan korupsi tersebut ternyata tidak mudah dan
16
Fitrhriatus Shalihah, Op.Cit Hal. 5
15
bahkan banyak melahirkan berbagai pendapat atau komentar. Satu hal yang dapat
ditangkap dari sana adalah bahwa sesuatu tindakan tidaklah selalu dapat
dikendalikan dengan suatu alat yang dinamakan hukum saja, akan tetapi perlu pula
upaya memahami aspek-aspek sosialnya.
Peter Gay misalnya (sebagaimana diungkap Rostow 1971: 21-37), mencoba
dengan lebih dulu melakukan penjelasan mengenai keterkaitan antara Hukum,
Keteraturan Sosial dan Pencerahan. Sementara Rostow sendiri berupaya
menjelaskan mengenai perubahan pola-pola hubungan sosial dan krisis hukum
dalam konsentrasi sistem pemerintahan. Rostow juga menggambarkan pendapat,
bahwa pada dasarnya antara Hukum dan Kenyataan Sosial itu tidaklah mudah
dipisahkan. Kedua gejala itu ternyata saling mengait.
Hukum diciptakan tentunya untuk keper1uan keharmonisan hidup
masyarakat, sehingga apabila hukum tersebut sudah tidak sesuai lagi, maka
serangkaian penyesuaian tentunya perlu sekali dilakukan. Hal ini mengandung arti
bahwa hukum tidak berharga mati. Ada beberapa aspek-aspek Bidang Hukum,
yang penting bagi pengembangan pengertian Sosiologi terhadap gejala hukum,
baik menurut versi Soerjono Soekanto maupun R. Otje Salman yakni:
1. Menurut SOERJONO SOEKANTO dimana peranan hukum sebagai alat
pengubah masyarakat, sangat berkaitan dengan aspek-aspek :
a. Pengadilan;
b. Efek suatu peraturan perundang-undangan dalam masyarakat;
c. Tertinggalnya hukum di belakang perubahan-perubahan sosial dalam
masyarakat;
d. Difusi hukum dan pelembagaannya;
e. Hubungan antara penegak atau pelaksana hukum dan;
f. Masalah keadilan.
2. Menurut R. OTJE SALMAN beberapa aspek Sosiologi Hukum yang berpengaruh
terhadap perkembangan Sosiologi Hukum, meliputi:
a. Cara pandang terhadap Sosiologi Hukum;
b. Hukum sebagai faktor integrasi;
c. Sosiologi Hukum dan perkembangannya;
d. Kesadaran Hukum;
16
e. Peranan kesadaran hukum dalam pembentukan hukum; dan
f. Peranan hukum dalam perubahan sosial.
E. Perkembangan Sosiologi Hukum dan Peranan Hukum Dalam
Perubahan Sosial Masyarakat.
Sosiologi Hukum dan Sosiologi secara umum baru berkembang setelah
abad ke XX. Sebelum Indonesia merdeka, telah diberikan mata kuliah sosiologi
pada Sekolah Tinggi Ilmu Hukum di Batavia, sebagai pelengkap Ilmu Hukum.
Setelah kemerdekaan, Sosiologi mulai tumbuh di beberapa perguruan
tinggi. Perkembangan yang cukup pesat dimulai pada masa orde baru.
Sosiologi sudah menjadi mata kuliah tersendiri, yang pada giliran berikutnya
melahirkan mata kuliah khusus bertema Sosiologi Hukum.
Pada Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, kelahiran disiplin ilmu ini
dimulai saat Mochtar Kusumaatmadja menciptakan dan mengembangkan
konsep filsafat hukum “hukum sebagai sarana untuk mengubah masyarakat”
yang dimodifikasi dan adaptasi dari konsep law as a tool of social engineering-
nya Roscoe Pound. 17

Dalam melaksanakan konsep itu, disusun teori-teori hukum yang


sosiologis, sehingga pada tahun 1976 resmilah Sosiologi Hukum sebagai mata
kuliah wajib. Mata kuliah tersebut dibina oleh Soerjono Soekanto. Pada tahun
1980 di Fakultas Hukum Univesitas Diponegoro, Semarang, lahir Lembaga
Pusat Studi Hukum dan Masyarakat yang diasuh oleh Guru Besar Sosiologi
Hukum, Satjipto Rahardjo.
Sampai saat ini berbagai fakultas hukum masih mengajarkan hukum
positif. Hal ini disebabkan oleh adanya harapan dan masyarakat tentang
adanya lulusan fakultas hukum yang menghasilkan tenaga-tenaga yang
memiliki keterampilan menggarap masalah-masalah hukum. Sifat preskriptif
dalam pengajaran ilmu hukum masih mendapat perhatian yang besar. Maksud
dan sifat preskriptif di sini adalah suatu sifat yang mendasarkan pada apa
hukumnya bagi suatu kejadian tertentu serta bagaimana untuk
mengoperasikan peraturan-peraturan hukum tersebut.

17
Soeprapto, SU, Op. Cit hal. 26
17
Pengajaran ilmu hukum yang difokuskan pada sifat preskriptif
sebagaimana disebut di atas, memang dapat dibenarkan, karena tujuan dan
pengajaran ilmu hukum adalah mendidik dan memberikan pengetahuan
tentang hukum itu sendiri. Dengan demikian seorang sarjana hukum dapat
memecahkan berbagai masalah hukum yang dihadapinya. Namun demikian di
sisi lain, dalam realitasnya, yang dimaksud dengan hukum di sini tidak selalu
berupa pasal-pasal saja, akan tetapi mencakup juga hukum sebagaimana yang
dijalankan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh:
Masyarakat Indonesia tidak memiliki hukum yang melarang seseorang untuk
merokok, akan tetapi bukan berarti kita boleh merokok di mana saja dan
kapan saja. Dalam kenyataannya, untuk melakukan kegiatan merokok, kita
harus lihat-lihat dulu situasinya, apakah memungkinkan ataukah tidak. Apabila
kita sedang berada di ruang tertutup, apalagi ber-AC, sudah tentu kita tidak
boleh melakukannya.
Uraian di atas membawa kita pada pemahaman bahwa pada
perkembangan selanjutnya, keberadaan suatu hukum haruslah
dipertimbangkan dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat
yang menggunakannya. Pemahaman itu kemudian memacu lahir dan
berkembangnya suatu disiplin atau suatu sub disiplin ilmu yang bernama
Sosiologi Hukum. Suatu ilmu yang menurut Satjipto Rahardjo dinyatakan
18
sebagai ilmu yang mempelajari fenomena hukum secara.
Hukum secara sosiologis merupakan suatu lembaga kemasyarakatan
(Institution), yang diartikan sebagai suatu himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah
dan pola-pola perilaku yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok
manusia.
Dan pemahaman seperti ini Sosiologi Hukum terus mengalami
perkembangannya, yang didasarkan pada suatu anggapan bahwa proses
hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang
dinamakan masyarakat. Hal itu berarti bahwa hukum hanya dapat dimengerti
dengan jalan memahami sistem sosial terlebih dahulu dan bahwa hukum
merupakan suatu proses.
18
Ibid. Hal 30
18
Sosiologi Hukum merupakan suatu disiplin ilmu yang relatif muda. Hal
ini disebabkan karena sosiologi telah menelantarkan salah satu bidang
kemasyarakatan yang penting, yaitu hukum. Kondisi ini tidak hanya terjadi
pada negara-negara yang baru berkembang keilmuan sosiologi-nya, tetapi juga
pada negara-negara yang sudah mapan, termasuk Amerika.
Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa sebab kurangnya perhatian
terhadap sosiologi hukum, yaitu :
1. Sosiologi mengalami kesulitan untuk menempatkan dirinya di alam yang
normatif. Artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini
sebagaimana adanya, bukan menelaah tentang apa yang seharusnya
terjadi.
2. Ada dugaan bahwa para sosiolog dengan begitu saja menerima pendapat
bahwa hukum merupakan himpunan peraturan yang statis, padahal hukum
sama dengan yang lain, sebagai gejala sosial yang selalu berproses.
3. Sosiolog lebih cenderung memperhatikan alat pengendalian sosial yang
informal dari pada yang formal
Pendapat Soekanto tersebut hampir sama dengan yang dinyatakan oleh
Alvin S Johnson, bahwa lambatnya perkembangan Sosiologi Hukum ini
disebabkan oleh ilmu ini dalam mempertahankan hidupnya harus bertempur di
dua front. Sosiologi Hukum menghadapi dua kekuatan, yakni dari kalangan ahli
hukum dan sosiolog yang terkadang keduanya bersatu untuk menggugat
keabsahan Sosiologi Hukum sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Sosiologi
dan hukum sulit disatukan karena ahli hukum semata-mata memperhatikan
masalah quid juris, sedangkan sosiolog mempunyai tugas untuk menguraikan
quid facti. 19

Ahli hukum menyangsikan Sosiologi Hukum akan menghancurkan


hukum sebagai norma, sebagai suatu azas untuk mengatur fakta-fakta. Dilain
pihak, sosiolog juga khawatir Sosiologi Hukum akan menghidupkan kembali
penilaian baik buruk (value judgement) dalam penyelidikan fakta-fakta karena
sosiologi adalah menggeneralisasikan fakta-fakta yang terpecah-pecah.

19
Ibid hal. 32.

19
Permasalahan yang dialami oleh Sosiologi Hukum tersebut akhirnya
teratasi setelah ahli hukum dan sosiolog besar Prancis bernama Maurice
Hauriou menyatakan, bahwa hanya sedikit sosiologi yang menjauh dari hukum,
tetapi banyak bidang-bidang sosiologi membawanya kembali pada hukum.
Begitu juga dengan apa yang dikatakan ahli Sosiologi Hukum terkemuka
asal Amerika, yakni Roscoe Pound, bahwa besar kemungkinan kemajuan
tertinggi dalam ilmu hukum modern adalah karena perubahan pandangan
analitis ke fungsional.
Berkat pemikiran dua ahli ini, pada akhirnya para ahli menyadari
bagaimana sebetulnya antara hukum dan sosiologi adalah dua disiplin ilmu
yang sulit untuk dipisahkan. Pada proses seterusnya, diakui bahwa Sosiologi
Hukum merupakan suatu disiplin ilmu yang sama pentingnya dengan ilmu
sosial lainnya, sehingga kemudian disiplin ilmu ini mulai mendapat tempat dan
berkembang di hampir semua negara, termasuk di Indonesia.
Satjipto Rahardjo (1977:79) , menyatakan bahwa perkembangan minat
terhadap Sosiologi Hukum di kalangan sarjana hukum dapat dipandang
sebagai suatu hal yang menggembirakan, sebab untuk jangka waktu yang
panjang sekali dunia hukum dan profesi hukum memandang dirinya sebagai
lingkungan yang betul-betul otonom tanpa ada pihak-pihak lain di luar dunia
hukum yang berani memasukinya
Dalam kehidupan manusia yang makin berkembang, apabila disadari
betul, pastilah akan banyak membutuhkan serangkaian peraturan untuk
kelangsungan hidupnya. Kesadaran akan perlunya selalu memikirkan
pembentukan hukum-hukum yang baru dan yang sesuai dengan
perkembangan kehidupan masyarakat, akan sangat besar peranannya bagi
kehidupan hukum itu sendiri di satu pihak, serta bagi ketenteraman hidup
bermasyarakat di lain pihak
Apabila masyarakat telah mulai memiliki kesadaran hukum, maka jalan
menuju pada kesadaran terhadap perlunya melakukan pembentukan peraturan
perundangan baru yang diperlukan dan yang bakal diperlukan, tentunya akan
menjadi lebih lancar.

20
Tak ada satu pun di dunia ini yang kekal, kecuali perubahan. Apapun
yang ada dalam kehidupan dunia ini pastilah akan mengalami perubahan-
perubahan. Perubahan-perubahan tersebut, dapat bersifat positif maupun
negatif. Kemajuan hidup seseorang dan tingkat sosial ekonomi rendah ke
tingkat ekonomi yang lebih tinggi, ada kalanya akan membawa kebaikan bagi
seseorang tersebut, akan tetapi tidak jarang juga perubahan itu justru
membawa kesengsaraan bagi dirinya, karena kemudian ia menjadi lupa pada
anak dan istrinya. Ia terlena pada keinginan-keinginan lain yang muncul
berkenaan dengan uang dan kedudukan yang baik itu, seperti: kawin lagi,
main judi dan lain-lain, yang bisa mengakibatkan perceraian dan sebagainya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan buruk dan suatu perubahan sosial,
maka di dalam kehidupan manusia perlu sekali disiapkan suatu peraturan agar
manusia tidak menjadi lupa diri. Sebagai contoh adalah adanya larangan
beristri dua bagi seorang Pegawai negeri, serta larangan izin usaha bagi
Pegawai golongan IV dan sebagainya.

F. Pendekatan Kajian Normatif, Kajian Filosofis dan Kajian Empiris


sosiologis terhadap hukum.
Apabila kita mau melihat hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai
tertentu, pilihan tersebut akan membawa kita kepada metode yang bersifat
idealis. Metode ini akan berusaha untuk menguji hukum yang mau
menunjukan nilai-nilai tertentu, di sisi lain apabila kita memilih untuk melihat
hukum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak, perhatian kita
akan terpusat pada hukum sebagai lembaga-lembaga yang benar-benar
otonom.
Hal ini akan membawa kita kepada metode normatif, sesuai dengan
cara pembahasannya yang bersifat analitis. Sedangkan apabila kita mau
memahami hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat, metode yang
digunakan bersifat sosiologis. Hal ini sangat berbeda dengan pemahaman
hukum dari kedua pendekatan pertama. Pendekatan terakhir ini mengaitkan
hukum kepada usaha untuk mencapai tujuan-tujuan serta memenuhi

21
kebutuhan konkret dalam masyarakat. Oleh karena itu metode ini memusatkan
perhatiannya kepada pengamatan mengenai efektivitas hukum.

Adapun kajian-kajian tersebut antara lain :


1. Kajian normatif (analitis-dogmatis)
Kajian ini memandang hukum sebagai kaidah yang menentukan apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kajian ini bersifat peskriptif,
menentukan apa yang salah dan apa yang benar. Kajian normatif terhadap
hukum dilakukan antara lain pada ilmu hukum pidana positif, hukum tata
Negara positif dan hukum perdata positif.
Dengan kata lain, kajian ini lebih mencerminkan law in book. Dunianya
adalah das sollen, apa yang seharusnya. Kajian hukum normatif ini lebih
ditekankan pada norma-norma yang berlaku pada saat itu atau norma yang
dinyatakan dalam undang-undang. Metode yang digunakan untuk penelitian
terhadap kajian ini adalah metode yuridis-normatif.
Kajian normatif ini merupakan kajian yang sangat menentukan puncak
perkembangan hukum sejak abad ke-19. Pada waktu itu, sebagai akibat
kemajuan teknologi, industri, perdagangan dan transportasi, terjadilah
kekosongan tersebut, hukum memberikan respons yang sangat masif dan
melahirkan suatu orde baru dalam tatanan yang tidak ada tandingannya.
Hal inilah yang membuat metode-metode kajian hukum menjadi sangat
normatif, positivistik, dan legalistik. Metode dogmatis pada hakikatnya
merupakan konsekuensi belaka dari fenomena “the statutoriness of law”
metode tersebut muncul karena kebutuhan dari kehadiran hukum perundang-
undangan tersebut.
Dengan demikian maka segera suatu kaidah menurut proses yang
disepakati menjadi positif, maka segera pula menjadi sah berlaku (inherently
justified). Pembuatan undang-undang (legislation) menjadi sumber mutlak bagi
keabsahan hukum hanya melalui proses itulah ditentukan mana hukum sah
yang berlaku.

22
Dalam penggunaan normatif maka hubungan antara orang yang
melakukan pengkajian dan objek kajiannya adalah erat sekali atau hampir
tidak ada jarak. Hukum sudah melekat belaka dengan diri pengkajinya. Tetapi
sikap dan dasarnya adalah tetap menerima, menjalankan dan memihak kepada
hukum tersebut sebagaimana dapat dilukiskan sebagai berikut:
 Menerima hukum positif sebagai suatu yang harus dijalankan.
 Hukum dipakai sebagai sarana penyelesaian persoalan (problem solving
device)
 Berpartisipasi sebagai pihak sehingga mengambil sikap memihak kepada
hukum positif.
 Bersikap menilai dan menghakimi yang ditunjukkan kepada (para anggota)
masyarakat berdasarkan hukum positif.
Dengan metode tersebut ilmu hukum normatif itu sebetulnya sudah
memihak, yaitu melalui pekerjaan “mempertahankan hukum yang berlaku”
yang mana oleh Donald Black, ilmu hukum dan semua metode demikian itu
20
dimasukkan ke dalam kategori jurisprudential model.
2. Kajian Filosofis (metode transendental)
Kajian ini lebih menitik beratkan pada seperangkat nilai-nilai ideal, yang
seyogyanya senantiasa menjadi rujukan dalam setiap pembentukan,
pengaturan dan pelaksanaan kaidah hukum. Kajian ini lebih diperankan oleh
kajian filsafat hukum atau law in ideas. Kajian filosofis ada dalam kajian
hukum, karena studi hukum dimulai tidak sebagai disiplin yang sifatnya
otonom, melainkan sebagai bagian dari studi filsafat. Filsafat hukum
memusatkan perhatiannya kepada pertanyaan-pertanyaan filosofis dari hukum.
Mempersoalkan hukum dan keadilan, hukum dan keabsahan, hukum dan
kekuasaan. Filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat umum, oleh karena
itu untuk mengetahui filsafat hukum, kita harus mengetahui terlebih dahulu
filsafat secara umum.
Filsafat adalah suatu pendasaran diri dan perenungan diri secara
radikal. Ia mencoba untuk berefleksi tentang segala hal yang ada, tentang hal
ada dalam keumumannya Tujuan utama kajian filosofis ini adalah ingin

20
Fithriatus Shalihah, Op.Cit Hal. 45
23
memahami secara mendalam hakikat dari hukum. Karena itu, filsafat hukum
mengandaikan teori pengetahuan (epistemology) dan etika.21

3. Kajian Empiris
Kajian ini memandang ilmu hukum sebagai kenyataan yang mencakup
kenyataan sosial, kultur. Kajian ini bersifat deskriptif. Metode empiris ini lahir
disebabkan karena metode atau kajian hukum secara normatif, tidak lagi
mendapat tempat. Kajian empiris yang lahir awal abad ke-20 ini bersamaan
lahirnya dengan ilmu baru yang oleh A. Comte (1798- 1857) diberi nama
sosiologi. Olehnya, sosiologi disebut sebagai ilmu tentang tatanan sosial dan
kemajuan sosial. Perkembangan yang akhirnya melahirkan sosiologi hukum
dapat juga diproyeksikan kepada latar belakang pemikiran anti formalisme
dalam hukum Selanjutnya yang dijadikan objek dalam kajian sosiologi hukum
antara lain sebagai berikut :
a. Model kemasyarakatan (sociological Model)
yakni adanya Interaksi Sosial, Sistem sosial dan Perubahan sosial.
b Struktur Sosial
Struktur sosial adalah suatu jalinan yang secara relatif tetap antara
unsur-unsur sosial.
c. Perilaku (behavior)
Perilaku, perangai, tabiat, adat istiadat atau yang disebut behavior
merupakan kenyataan hukum di dalam masyarakat, sehingga
terkadang apa yang dicita-citakan oleh masyarakat dalam
mewujudkan kepastian hukum justru tidak sesuai dari apa yang
diharapkan.22

21
Ibid hal.46
22
Ibid, Hal. 47-48
24
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Hukum secara sosiologis adalah penting dan merupakan suatu lembaga
kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-
kebutuhan pokok manusia. Hukum sebagai suatu lembaga
kemasyarakatan, hidup berdampingan dengan lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya dan saling mempengaruhi.
2. Pada awalnya Sosiologi Hukum sulit berkembang menjadi disiplin ilmu yang
otonom karena kekhawatiran pada masing-masing pihak dan pertentangan
prinsip keilmuan antara ilmu hukum yang quid juris dan sosiologi yang quid
facti. Namun dengan munculnya pernyataan Roscue Pound bahwa sosiologi
dan hukum adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, maka Sosiologi
Hukum mulai berkembang di hampir semua negara.
3. Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara
analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbal balik
antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya dan saling
mempengaruhi produk hukum yang berusaha mengkaji keterkaitan antara
aspek-aspek sosial dan aspek-aspek hukum.
4. Aspek hukum dalam pengembangan sosiologi hukum menurut Soerjono
Soekanto dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi: (1) pengadilan;
(2) efek suatu peraturan perundang-undangan dalam masyarakat; (3)
tertinggalnya hukum di belakang perubahan-perubahan sosial dalam
masyarakat; (4) difusi hukum dan pelembagaannya; (5) hubungan antara
penegak atau pelaksana hukum; dan (6) masalah keadilan, sementara itu
menurut R. Otje Salman faktor-faktor penting yang mempengaruhi
perkembangan sosiologi hukum, meliputi: (1) cara pandang terhadap
25
Sosiologi Hukum; (2) hukum sebagai faktor integrasi; (3) Sosiologi Hukum
dan perkembangannya; (4) kesadaran hukum; (5) peranan kesadaran
hukum dalam pembentukan hukum; dan (6) peranan hukum dalam
perubahan sosial.
5. Sosiologi dan Sosiologi Hukum merupakan disiplin ilmu yang relatif baru di
Indonesia, yang baru berkembang setelah masa orde baru . Pembentukan
hukum-hukum yang baru dan yang sesuai dengan perkembangan
kehidupan masyarakat, akan sangat besar peranannya bagi kehidupan
hukum itu sendiri di satu pihak, serta bagi ketenteraman hidup
bermasyarakat di lain pihak.
6. Pendekatan sosiologi hukum tidak terlepas dari kajian normatif, filosofis
dan juga empiris , dimana ketiga kajian tersebut saling kait berkait dan
tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya karena sosiologi hukum akan
terus berkembang sesuai dengan perubahan tatanan kehidupan
masyarakat.

B. SARAN
Hukum tidak akan pernah berhenti, stagnan, melainkan terus tumbuh,
berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Tipe dan
sistem hukum berkembang dan demikian pula dengan peraturan-peraturan
yang mengatur suatu substansi tertentu. Begitu pun sosiologi hukum juga akan
terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Hukum ternyata memang
perlu berubah mengikuti perkembangan pola kehidupan masyarakat, supaya
tidak sekedar menjadi momen sejarah yang akhirnya gagal mengatur dan
efektif. Hukum berhenti menjadi hukum pada saat tidak lagi mampu melayani
dan memandu kehidupan manusia begitu pun sosiologi hukum.

26
DAFTAR PUSTAKA

Chairul Basrun Umanailo, “Buku Ajar Sosiologi Hukum, Fam Publishing”, Namlea
2016.

Fithriatus Shalihah, “Sosiologi Hukum”, PT. Raja Grafindo Persada, Depok, 2017.

Mira Hasti Hasmira, “Bahan Ajar Sosiologi Hukum, Fakultas Sosial Universitas
Negeri Padang”, Universitas Negeri Padang, Tahun 2015.

Satjipto Raharjo, “Ilmu Hukum”, Semarang: Citra Aditya Bakti. Jakarta , 2006

Soedjono Dirdjosisworo, “Pengantar Ilmu Hukum” Raja Grafindo, Jakarta,


cet.viii,2003

Soeprapto, SU, “Modul 1 Sosiologi Hukum”, hal. 36, didownload pada hari Jumat
tanggal 24 September 2021 pukul 15.30 WIB.

Van Apeldoorn, “Pengantar Ilmu Hukum”, P.T. Pradnya Paramita. 1983.

Yesmil Anwar dan Adang, “Pengantar Sosilogi Hukum”, PT. Grasindo, Jakarta,
2008.

Zainudin Ali, “Sosiologi Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 2006.

27

Anda mungkin juga menyukai