Anda di halaman 1dari 27

HALAMAN DEPAN

MAKALAH

SOSIOLOGI HUKUM

‘”Hakikat Sosiologi Hukum”

DI SUSUN OLEH :

Nama : Putri Anisa Anwar

Nim : D 101 19 120

Kelas : BT 7/H

Dosen Pengampu : Dr. Nurul Miqaf, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa yang telah
memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Hakikat sosiologi
hukum” ,ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah sosiologi hukum, Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi yang bermanfaat bagi


masyarakat , dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan bagi kita semua , Amin.

Palu, 30 Maret 2021

Putri Anisa Anwar


DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN...............................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………..……3
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN...................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................5
1.3 Tujuan masalah.........................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................
PEMBAHASAN......................................................................................................................6
2.1 Pengertian Hakikat Sosiologi Hukum.......................................................................6
2.2 Fungsi dan Tujuan Hukum.....................................................................................13
2.3 Penyebab Hukum tidak dapat berjalan dengan baik...............................................16
2.4 Hubungan antara hukum dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat…..22

BAB III PENUTUP.............................................................................................................26


3.1 Kesimpulan............................................................................................................26
3.2 Saran......................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dari sudut sejarah, sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan
oleh seorang Itali yang bernama Anzilotti, pada tahun 1882.Sosiologi hukum
pada hakekatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli, baik di bidang
filsafat hukum, ilmu maupun sosiologi (Yesmil Anwar dan Adang,2008,109).
Sosiologi hukum saat ini sedang berkembang pesat. Ilmu ini diarahkan untuk
menjelaskan hukum positif yang berlakuartinya isi dan bentuknya berubahubah
menurut waktu dan tempat, dengan bantuan faktor kemasyarakatan.
Menurut Ronni Hanitijo Soemitro ilmu hukum dapat dibedakan ke dalam 2
(dua) cabang spesialisasi, yaitu Studi tentang Law in Books dan Studi tentang
Law in Actions. Law in books disebutkan bagi studi/kajian tentang hukum
sebagaimana tercantum di dalam kitab Undang-Undang atau sebagaimana di
dalam peraturan Perundang-undangan, dengan kata lain studi tentang hukum
sebagai norma atau kaedah. Hukum sebagai norma atau kaedah bersifat
otonom, artinya bahwa hukum tersebut berdiri sendiri dan bebas dari segala
pengaruh.
Sedangkan Law in Actions disebutkan bagi studi/kajian tentang hukum
sebagai gejala/proses sosial. Hukum sebagai gejala/proses sosial sifatnya
heteronom, artinya hukum tersebut memiliki pengaruh dan hubungan timbal
balik dengan gejala sosial lainnya seperti ekonomi, politik, sosial, budaya,
agama dan lainlain. Hukum sebagai gejala sosial yang bersifat empiris, dapat
dipelajari sebagai independent variable maupun sebagai dependent variable.
Hukum sebagai gejala sosial yang bersifat empiris, dapat dipelajari sebagai
independent variable maupun sebagai dependent variable. Hukum yang
dipelajari sebagai dependent variable merupakan resultante (hasil) dari
berbagai kekuatan dalam proses sosial dan studi tersebut dikenal sebagai
Sosiologi Hukum. Dilain pihak, hukum dipelajari sebagai independent variable
menimbulkan pengaruh dampak kepada berbagai aspek kehidupan sosial dan
studi yang demikian dikenal sebagai hukum masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Menjelaskan secara lengkap apa itu Hakikat Sosiologi Hukum?

2. Apa fungsi dan tujuan Hukum ?

3. Apa yang menyebabkan Hukum tidak dapat berjalan dengan baik?

4. Bagaimana hubungan antara hukum dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di


masyarakat, jelaskan?

1.3 Tujuan masalah


1. Untuk mengetahui apa saja pengertian dari Hakikat Sosiologi Hukum

2. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan hukum

3. Untuk memahami apa yang menyebabkan Hukum tidak dapat berjalan dengan
baik.

4. Untuk mengetahui hubungan antara hukum dengan nilai-nilai social yang


berlaku dalam masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Sosiologi Hukum


Sosiologi berawal dari filsafat yang dianggap sebagai induk ilmu (Master
scientiarum). Filsafat adalah ilmu mengenai pengetahuan, kritik, dan sistematika
pengetahuan, penyimpulan ilmu pengetahuan empiris, pengajaran rasional, akal
pengalaman, dan seterusnya. Sosiologi berasal dari kata latin socius yang berarti
“kawan” dan kata Yunani logos yang berarti “kata” atau “berbicara”. Dapat dikatakan
bahwa sosiologi berarti “berbicara mengenai masyarakat”. Menurut Auguste Comte
(1798-1857) sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang
merupakan hasil terakhir perkembangan ilmu pengetahuan.
Secara etimologis, sosiologi berasal dari kata socius (bahasa Latin: teman) dan
logos (bahasa Yunani: kata, perkataan, pembicaraan). Jadi dapat diartikan sebagai ,
sosiologi adalah membicarakan, memperbincangkan teman pergaulan.
Istilah dari ‘sosiologi’ pertama kali digunakan oleh Auguste Comte pada tahun
1839 , Auguste Comte adalah seorang ahli filsafat kebangsaan Prancis. Selain itu, dia
juga memberi sumbangan yang begitu penting terhadap sosiologi. Oleh karena itu
para ahli sepakat untuk menyebutnya sebagai ‘Bapak Sosiologi’.
Dalam hukum dan sosiologi sebagai sebuah disiplin intelektual dan bentuk
praktik professional memiliki kesamaan ruang lingkup. Namun, sama sekali berbeda
dalam tujuan dan metodenya. Hukum sebagai sebuah disiplin ilmu memfokuskan
pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial. Perhatian utamanya adalah masalah
preskriptif dan teknis.Sedangkan sosiologi memfokuskan pada studi ilmiah terhadap
fenomena sosial (Roger Cotterrel,2012,6). Meskipun demikian, kedua disiplin ini
memfokuskan pada seluruh cakupan bentuk-bentuk signifikan dari hubungan-
hubungan sosial. Dan dalam praktiknya kriteria yang menentukan hubungan mana
yang signifikan seringkali sama, yang berasal dari asumsi-asumsi budaya atau
konsepsi-konsepsi relevansi kebijakan yang sama.
Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ialah sebagai berikut :

 Sosiologi ialah ilmu sosial,yang bukan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu


pasti (eksakta) sebab yang dipelajari yaitu gejala-gejala kemasyarakatan.

 Sosiologi ialah termasuk disiplin ilmu kategori,yang bukan merupakan


disiplin ilmu normatif sebab sosiologi ini membatasi diri pada apa yang
terjadi, bukan apa yang seharusnya akan terjadi.

 Sosiologi ialah termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) serta dalam


perkembangannya sosiologi menjadi ilmu pengetahuan terapan (applied
science).

 Sosiologi ialah  ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu pengetahuan


konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola peristiwa
dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri.

 Sosiologi ialah bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta


mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia,
sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.

 Sosiologi ialah ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini


menyangkut metode yang digunakan.

 Sosiologi ialah ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala-


gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia.

- Menurut Para Ahli

Pandangan para ahli tentang pengertian dan subjek sosiologi? Ada banyak tokoh
yang berusaha mendefinisikan sosiologi. Di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Soerjono Soekanto mengutip ciri-ciri sosiologi dari Harry M.


Johnson, sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri, sebagai
berikut.
o Empiris, ialah berdasarkan pada observasi (pengamatan) dan juga akal
sehat yang hasilnya tidak akan bersifat spekulasi (menduga-duga).
o Teoritis, ialah dengan selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil
observasi yang telah konkret di lapangan, dan juga abstraksi tersebut
merupakan sebagai kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara
logis serta bertujuan untuk menjalankan hubungan sebab akibat
sehingga menjadi suatu teori.
o Komulatif, ialah disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, yang
setelahnya diperbaiki, diperluas sehingga dapat memperkuat teori-teori
yang lama.
o Nonetis, ialah pembahasan tentang suatu masalah yang tidak
mempersoalkan baik ataupun buruk masalah tersebut, namun lebih
bertujuan untuk dapat menjelaskan masalah tersebut secara  lebih
mendalam.
2. Charles Ellwood mengemukakan bahwa sosiologi merupakan pengetahuan
yang menguraikan hubungan manusia dan golongannya, asal dan
kemajuannya, bentuk dan kewajibannya.
3. Gustav Ratzenhofer mengemukakan bahwa sosiologi merupakan pengetahuan
tentang hubungan manusia dengan kewajibannya untuk menyelidiki dasar dan
terjadinya evolusi social serta kemakmuran umum bagi anggota-anggotanya.
4. Herbert Spencer mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari tumbuh,
bangun, dan kewajiban masyarakat.
5. Emile Durkheim menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
fakta-fakta yang berisikan cara bertindak berfikir, dan berperasaan yang ada di
luar individu. Fakta-fakta tersebut mempunyai kekuatan untuk mengendalikan
individu.

- Perkembangan Sosiologi di Indonesia


Sosiologi di Indonesia sebenarnya telah berkembang sejak zaman dahulu.
Walaupun tidak mempelajari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, para pujangga dan
tokoh bangsa Indonesia telah banyak memasukan unsure-unsur sosiologi dalam
ajaran-ajaran mereka. Sosiologi di Indonesia pada awalnya, yakni sebelum perang
dunia II hanya di anggap sebagai ilmu pembantu bagi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
Dengan kata lain, sosiologi belum di anggap cukup penting untuk di pelajari dan di
gunakan sebagai ilmu prngetahuan, yang terlepas dari ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya.
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945, sosiologi di indinesia
mengalamiperkembangan yang cukup signifikan. Adalah Soenario Kolopaking yang
pertama kali memberikan kuliah sosiologidalam bahasa Indonesia pada tahun 1948 di
akademi ilmu politik Yogyakarta (sekarang menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
UGM). Akibatnya, sosiologi mendapat tempat dalam insane akademis di Indonesia
apalagi setelah semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat Indonesia menuntut
ilmu di luar negri sejak tahun 1950. Banyak para pelajar Indonesia yang khusus
memperdalam sosiologi di luar negri, kemudian mengajarkan ilmu itu di Indonesia.
- Kedudukan Sosiologi
Kedudukan Sosiologi di antara ilmu-ilmu lain diantaranya sebagai berikut :
1. SOSIOLOGI DAN ILMU POLITIK
Ilmu politik pada dasarnya mempelajari daya upaya untuk memperoleh,
mempertahankan, dan menggunakan kekuasaan, sementara sosiologi memusatkan
perhatiannya pada segi-segi masyarakat yang bersifat umum dan berusaha untuk
mendapatkan pola-pola yang juga umum.
2. SOSIOLOGI DAN EKONOMI
Ekonomi mempelajari usaha –usaha manusia dalam memenuhi keinginan dan
kebutuhan materiilnya, sementara sosiologi mempelajari unsur-unsur dalam
masyarakat secara keseluruhan.
3. SOSIOLOGI DAN ILMU SEJARAH
Sosiologi dan sejarah merupakan ilmu social yang mempelajari kejadian dan
hubungan yang di alami manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.
Sejarah melihat berbagai kejadian atau peristiwa yang di alami manusia pada masa
silam dan mencari hubungan antar pristiwa tersebut.Sedangkan ilmu sosiologi hanya
memperhatikan peristiwa yang merupakan proses kemasyarakatan yang timbul dari
hubungan antar manusia dalam situasi berbeda.
4. SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
Antropologi, khususnya antropologi social, agak sulit di bedakandengan sosiologi.
Namun, sekarang ini antropologi juga menaruh perhatian pada masyarakat modern,
seperti munculnya kajian antropologi perkotaan. Demikian pula dengan sosiologi,
yang mulai melihat masyarakat pedesaan. Menurut Koentjaraningrat, yang
membedakan sosiologi dan antropologi adalah metode ilmiahnya.
5. SOSIOLOGI DAN ILMU-ILMU PASTI
Sosiologi juga memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu pasti, terutama dengan
matematika. Dalam suatu penelitian, sosiologi menggunakan angka-angka matematis,
seperti data-data statistik, sebagai salah satu alat analisisnya.
- Sifat dan Hakikat Sosiologi
Menurut Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi sosiologi merupakan ilmu
yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-
perubahan sosial. Roucek and Warrant mengemukakan bahwa sosiologi merupakan
ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok.
Pitirim Sorokin mengatakan bahwa Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
1) hubungan dan pengaruh timbal balik gejala-gejala sosial
2) hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial;
ciri-ciri umum semua gejala-gejala sosial.

Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam (Soekanto, 1982:20-23)


mengungkapkan mengenai beberapa sifat hakikat sosiologi sebagai berikut:

 Sosiologi termasuk ilmu sosial karena yang dipelajari adalah gejala-gejala


kemasyarakatan dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu
pengetahuan kerohanian. Pembedaan tersebut adalah pembedaan mengenai metode,
akan tetapi menyangkut pembedaan isinya yang gunanya untuk membedakan ilmu-
ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan gejala-gejala alam dengan ilmu-ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan gejala-gejala kemasyarakatan.

 Sosioloagi merupakan ilmu pengetahuan yang kategoris, artinya sosiologi


membatasi diri dengan apa yang terjadi dan bukan pada apa yang harus terjadi.

 Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif, bukan merupakan disiplin


ilmu kategoris yang membatasi diri pada kejadian saat ini. Artinya sosiologi
membatasi pada apa yang terjadi dewasa ini, bukan mengenai apa yang terjadi dan
seharusnya terjadi. Sebagai suatu ilmu pengetahuan, sosiologi membatasi diri
terhadap persoalan penilaian, artinya sosiologi tidak menetapkan kearah mana
seharusnya berkembang dalam arti memberikan petunjuk-petunjuk yang menyangkut
kebijaksanaan masyarakat.

  Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang rasional, terkait dengan metode


yang digunakannya.

 Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science) dan bukan


merupakan ilmu pengetahuan terapan yang terpakai 
(applied science). Pure science adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan membentuk ilmu pengetahuan secara abstrak hanya untuk
mempertinggi mutunya, tanpa menggunakannya dalam masyarakat. 

 Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu
pengetahuan yang konkret. Artinya, bahwa yang diperhatikan adalah bentuk dan
pola-pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh tetapi bukan wujudnya
yang konkret.

 Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola


umum. Serta meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum
umum dari interaksi antar umat manusia dan juga perihal sifat, hakikat, bentuk, isi,
dan struktur masyarakat manusia.

 Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris. Hal ini berkaitan denngan
soal metode sosiologi yang digunakan.

 Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum dan bukan merupakan ilmu


pengetahuan khusus. Artinya, sosiologi mempelajari gejala umum yang ada dalam
setiap interaksi antar manusia.

- Sifat dan Hakikat Ilmu Sosiologi 

– Untuk dapat memahami ilmu sosiologi dengan baik, maka kita dapat mempelajari
sifat dan hakikat sosiologi, sebagai berikut:

 Sosiologi bagian rumpun ilmu sosial yang mempelajari masyarakat sebagai


objek kajiannya.

 Sosiologi adalah disiplin ilmu yang katagoris, mempelajari apa yang terjadi
sekarang dan bukan apa yang seharusnya terjadi .

 Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure-science) yaitu merupakan


pencarian ilmu pengetahuan bukan pada praktis penggunaanya. Sosiologi juga
merupakan ilmu terapan (aplied science), yaitu pencarian cara-cara untuk
mempergunakan pengetahuan ilmiah guna memecahkan pengetahuan praktis.
Sebagai contoh seorang peneliti sedang melakukan peneltian tentang struktur
sosial masyarakat Suku di Papua, peneliti menggunakan sosiologi sebagai
ilmu pengetahuan murni. Apabila peneliti melanjutkan pada penelitian
bagaimana menyelesaikan konflik antar suku di masyarakat Papua maka
kajian ilmu sosiolgi tersebut menjadi ilmu pengetahuan terapan.

 Sosiologi bersifat abstrak bukan konkret, maksudnya yang menjadi perhatian


sosiologi adalah bentuk dan pola-pola peristiwa dalam masyarakat secara
menyeluruh.

 Sosiologi menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum manusia


dan masyarakatnya, serta mencari prinsip-prinsip dan hukum- hukum umum
dari interkasi manusia, sifat, hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat
manusia.

 Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional, hal ini
menyangkut metode yang digunakan.

- Hakikat sosiologi ilmu pengetahuan

Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan antara lain:

1. Sosiologi merupakan suatu ilmu sosial dan bukan merupakan ilmu


pengetahuan alam. Ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari berbagai macam
aspek dari manusia dan masyarakat. Sedangkan ilmu alam adalah ilmu yang
mempelajari ciri-ciri fisik dari alam.
2. Sosiologi bersifat kategoris, artinya mempelajari apa yang terjadi bukan apa
yang seharusnya terjadi.
3. Tergolong ke dalam ilmu murni.
4. Merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak bukan kongkret. Artinya, bahwa
yang diperhatikannya adalah bentuk dan pola-pola peristiwa dalam
masyarakat, tetapi bukan wujudnya yang kongkret.
5. Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola umum manusia dan
masyarakat.
6. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya mempelajari gejala
umum pada umat manusia
2.2 Fungsi dan tujuan Hukum
- FUNGSI HUKUM

Dalam sejarah pemikiran ilmu hukum terdapat dua paham yang berbeda, yaitu: 1.
Mazhab sejarah dan kebudayaan (cultuur histirische school) oleh Frederich Carl Von
Savigny (1799-1861), seorang ahli hukum Jer-man. Frederich mengatakan bahwa
fungsi hukum hanyalah meng-ikuti perubahan-perubahan dan sedapat mungkin
mengesahkan perubahan--perubahan yang terjadi dalam masyarakat. 2. Jeremy
Bentham (1748-1852) ahli hukum Inggris, dan dikembang-kan oleh Roscoe Pound
(1870-1964) ahli hukum Amerika Serikat dari aliran sociological jurisprudence.
Mereka mengatakan bahwa hukum berfungsi sebagai sarana untuk melakukan
perubahan-per-ubahan dalam masyarakat.

Keterangan yang telah dikemukakan memiliki sebuah kesimpulan bahwa hukum


selalu melekat pada manusia bermasyarakat. Dengan berbagai peran hukum, maka
hukum memiliki fungsi untuk menertib-kan dan mengatur pergaulan dalam
masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. Lebih perincinya,
fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat dapat terdiri dari:

1) Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat; artinya, hu-kum


berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga
segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.

2) Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin; Dikarenakan
hukum memiliki sifat dan ciri-ciri yang telah disebut-kan, maka hukum dapat
memberi keadilan, dalam arti dapat me-nentukan siapa yang salah dan siapa yang
benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi
pelang-garnya.

3) Sebagai sarana penggerak pembangunan; Daya mengikat dan me-maksa dari


hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Di
sini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.

4) Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh


melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang
memilih sanksi yang tepat dan adil, seperti konsep hukum konstitusi negara.
5) Sebagai alat penyelesaian sengketa; Seperti persengkataan harta waris dapat
segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang su-dah diatur dalam hukum
perdata.

6) Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri de-ngan kondisi


kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumus-kan kembali hubungan-
hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat

Fungsi dan Pembagian Asas Hukum Asas hukum mempunyai dua fungsi, yakni:

1.Asas hukum dalam, asas ini mendasarkan eksistensinya pada ru-musan


pembentukan undang-undang dan hakim (yang bersifat me-ngesahkan) dan mengikat
para pihak.

2.Asas dalam ilmu hukum, asas ini hanya bersifat mengatur dan men-jelaskan. Adapun
asas hukum sendiri dibagi menjadi dua, yaitu: ƒ

- Asas hukum umum, ialah asas yang berhubungan dengan selu-ruh bidang hukum, seperti:
asas bahwa apa yang lahir tampak benar, untuk sementara harus dianggap demikian sampai
dipu-tuskan yang lain oleh pengadilan. ƒ

- Asas hukum khusus, asas ini berfungsi dalam bidang yang lebih sempit, seperti dalam
hukum perdata, hukum pidana, dan se-bagainya. Yang mana merupakan penjabaran dari
asas hukum umum.

- TUJUAN HUKUM

Apeldoorn mengatakan tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib


masyarakat secara damai dan adil. Prof. Soebekti, S.H., mengata-kan bahwa hukum
mengabdi pada tujuan negara yang pada pokoknya untuk mendatangkan kemakmuran
dan kebahagiaan rakyat. Melayani tujuan negara tersebut dengan menyelenggarakan
keadilan dan keter-tiban yang merupakan syarat pokok untuk mendatangkan
kemakmuran dan kebahagiaan. Oleh Soebekti ditegaskan bahwa yang dimaksud de-
ngan keadilan ialah suatu keadaan keseimbangan yang membawa ke-tenteraman di
dalam hati dan jika diusik atau dilanggar akan menimbul-kan kegelisahan dan
kegoncangan.
Mengenai keadilan ini, Aristoletes mengatakan bahwa ada dua ma-cam keadilan,
yaitu keadilan yang bersifat distributif dan keadilan kumulatif. Keadilan bersifat
distributif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang bagiannya sesuai
dengan jasanya masing-masing. Adapaun keadilan kumulatif ialah keadilan yang
memberikan kepada setiap orang sama banyak tanpa memperhitungkan jasanya.
Seperti yang telah disebutkan di bab sebelumnya, bahwa tujuan hu-kum ada dua
macam teori, yaitu teori etis dan teori utilitis. Teori etis me-ngatakan bahwa tujuan
hukum ini semata-mata hanya untuk keadilan.

Menurut teori ini, isi hukum harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai
apa yang adil dan apa yang tidak adil. Menurut van Apeldorn, teori ini berat sebelah
karena hanya memperhatikan keadilan saja, ti-dak cukup memperhatikan keadaan
yang sebenarnya sehingga hukum hanya akan bertujuan memberikan tiap-tiap orang
apa-apa yang patut diterima, sehingga hukum tidak membentuk peraturanperaturan
yang bersifat umum. Adapun teori utilitis mengatakan bahwa tujuan hukum untuk
mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang-orang, tujuan hukum
menjamin adanya kebahagiaan sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya.
Teori ini tidak memperhatikan pada unsur keadilan.

Sebuah peraturan hukum merupakan produk dari norma hukum.


Pengertianpengertian hukum itu ada yang diangkat dari pengerti-an sehari-hari ada
pula yang diciptakan secara khusus sebagai sebuah pengertian. Jual beli,
penganiayaan, ganti rugi dan yang semacam itu, merupakan pengertianpengertian
hukum yang diangkat dari pengerti-an sehari-hari. Hukum sebagai pengertian-
pengertian khusus, misalnya seperti: surat tolakan, keputusan sela, tanggung rentang,
dan sebagai-nya.2 Perbedaan dalam penilaian kita mengenai keabsahan dari hukum
itu mengandung arti, bahwa dalam menilainya kita harus membuat per-bandingan.
Hal ini berarti penilaian keabsahan berlakunya hukum dari segi peraturan hanyalah
satu segi bukan satu-satunya penilaian. Hukum juga mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut:

a. Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam ma-syarakat.


Peraturan berisi perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak
bersinggungan dan merugi-kan kepentingan umum.
b. Peraturan hukum ditetapkan oleh lembaga atau badan yang berwe-nang.
Peraturan hukum tidak dibuat oleh setiap orang melainkan oleh lembaga atau badan
yang memang memiliki kewenangan unTuk menetapkan suatu aturan yang bersifat
mengikat bagi masyara-kat luas.

c. Penegakan aturan hukum bersifat memaksa. Peraturan hukum di-buat bukan


untuk dilanggar namun untuk dipatuhi. Untuk mene-gakan hukum diatur pula
mengenai aparat yang berwenang untuk mengawasi dan menegakannya meskipun
dengan tindakan yang represif. Terdapat pula norma hukum yang bersifat fakultatif
atau lengkap. Hukum memiliki sanksi dan setiap pelanggaran atau per-buatan
melawan hukum akan dikenakan sanksi yang tegas. Sanksi tersebut diatur dalam
peraturan hukum.

2.3 Penyebab Hukum tidak dapat berjalan dengan baik

Salah satu indikator negara hukum adalah keberhasilan dalam penegakan


hukumnya. Dikatakan berhasil karena hukum yang telah diaturnya, sudah seharusnya
dan sudah waktunya, dijalankan dan ditaati oleh seluruh elemen masyarakat.
Ketiadaan dan kurang maksimalnya penegakan hukum dapat berimplikasi terhadap
kredibilitas para pembentuk aturannya, pelaksana aturan dan masyarakat yang terkena
aturan itu sendiri, sehingga seluruh elemen akan terkena dampaknya.

Untuk itulah, maka menjadi penting untuk diketahui apakah penegakan hukum itu
sesungguhnya. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk dapat
tegak atau berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dan telah diatur sebagai
pedoman perilakunya dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara. Untuk itulah, maka ketentuan
yang telah mengaturnya tidak akan berhenti dalam arti aturan yang tidak bergerak
atau mati, tetapi tetap akan tegak bediri dan berjalan ke depan sebagaimana yang
ditentukan oleh lembaga resmi dan diakui negara untuk mengaturnya.

Dalam arti  luas, maka penegakan  hukum    mencakup pula adanya nilai-nilai
keadilan yang  terkandung dalam bunyi  aturan  formal  atau nilai-nilai  keadilan
yang  hidup di dalam  masyarakat. Hal yang berbeda di dalam arti yang sempit, maka
penegakan hukum hanya terbatas kepada menyangkut penegakan peraturan yang
formal dan tertulis saja dan dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang untuk
mengeluarkan aturan tersebut. Namun di lapangan penegakan hukum itu tidak
seindah yang digambarkan oleh teori-teori hukum dan peraturan yang telah
mengaturnya. Terdapat lebih dari satu masalah-masalah penegakan hukum dan untuk
dapat membahas penegakan hukum lebih dalam dan dapat lebih jelas
permasalahannya, maka dengan memperhatikan faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi efektifitas dari penegakan hukum.

Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1.Faktor Hukumnya itu sendiri. 

Faktor hukum yang dimaksud adalah bermula dari undang-undangnya itu sendiri
yang bermasalah. Penegakan hukum yang berasal dari UU itu disebabkan oleh:

a). tidak diikutinya azas-azas berlakunya, UU

b). belum ada peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan UU
Ketidak jelasan arti kata-kata dalam UU yang akan berakibat  kesimpang siuran
dalam penafsiran serta penerapannya. Disamping itu adalah ketidakjelasan  dalam
kata-kata yang dipergunakan dalam perumusan pasal-pasal tertentu.

Hal itu disebabkan, karena penggunaan kata-kata yang artinya dapat ditafsirkan
secara luas sekali. Konsekuensi ini peraturan yang memuat pasal dengan kata-kata
yang dapat ditafsirkan secara luas (multiinterpretasi) dan menyebabkan kesimpang
siuran dalam penafsiran atau penerapannya sehingga pada akhirnya menimbulkan
konflik. Artinya, faktor hukum yaitu peraturan yang memiliki ketidakjelasan kata-
kata dalam perumusan pasal-pasalnya terbukti telah mempengaruhi penegakan
hukum terhadap sengketa di Indonesia.

 Hal ini yang tidak jelas maksudnya, sehingga ketidakjelasan arti kata-kata itu di
dalam UU yang mengakibatkan terjadinya kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta
penerapannya di dalam prakteknya. Dengan kondisi ini menjadikan dilemma yang
tidak mudah bagi para penegak hukum untuk menjalankan ketentuan yang telah
diatur dalam UU tersebut dan dampak negatif dari hal ini adalah UU hanya mengatur,
tetapi dijalankan. Yang menjadikan demikian ini adalah UU itu sendiri yang menjadi
penyebabnya. Mengatur, tetapi tidak berjalan dan berhenti sendirinya.

2.Faktor penegak hukumnya.

Yang dimaksudkan dengan penegak hukum itu adalah pihak-pihak yang langsung
maupun tidak langsung terlibat dalam penegakan hukum mulai dari Polisi, Jaksa,
Hakim, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Penasehat Hukum (Advokat) dan
hingga petugas-petugas sipir pemasyarakatan. Setiap profesi penegak hukum
mempunyai wewenang atau kekuasaan tugas masing-masing. Hakim berada dalam
peranan yang sangatlah menentukan ketika suatu keputusan diharapkan untuk lahir
dan pelaksanaan tugas tersebut, hakim berada di dalam kemandiriannya sendiri,
sedangkan tugas dari penegak hukum yang lainnya adalah meyakinkan dan
menjelaskan kepada hakim apa dan bagaimanakah permasalahan hukumnya, sehingga
akan diperoleh suatu keyakinan hakim untuk dapat memutuskanya secara adil dan
juga bijaksana.

Namun permasalahannya tidak sesederhana itu, sebab kenyataannya penegakan


hukum tidak berjalan dalam koridor yang benar, sehingga penegakan hukum
mengalami kendala dalam tingkatan teknis operasional di masing-masing penegak
hukum. Penyebabnya antara lain:

- Pertama rendahnya kualitas hakim, jaksa, polisi dan advokat;

- Kedua, Tidak diindahkannya prinsip the right man in the right place

- Ketiga, rendahnya komitmen mereka terhadap penegakan hukum

- Keempat, tidak adanya mekanisme penegakan hukum yang terintegrasi, baik dan
modern

- Kelima, kuatnya pengaruh dan intervensi politik dan kekuasaan ke dalam dunia
caturwangsa, terutama ke badan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman ,

Terakhir hal yang kuatnya tuduhan tentang adanya korupsi dan organized crime
antaranggota penegak hukum dengan tuduhan mafia peradilan. Praktek penegakan
hukum semakin sulit, karena kurang lemahnya koordinasi di antara penegak hukum,
baik pada tataran teroritis dan kaidah, maupun dalam tingkat operasionalnya. Padahal,
koordinasi hukum itu adalah salah satu faktor penting bagi pemberdayaan hukum
kepada masyarakat. Berpijak pada kurang baiknya koordinasi antarpenegak hukum
ini, maka kemudian bergemalah keinginan mewujudkan pendekatan hukum terpadu
pada keadilan (integrated justice system). Dengan keadaan demikian ini, maka
penegak hukum yang tidak dapat menjalankan UU sebagaimana yang seharusnya
telah diamanatkan di dalam UU dan akan berdampak negatif terhadap penegakan
hukumnya.
3. Faktor Sarana dan Fasilitas

Tanpa adanya atau dukungan sarana atau fasilitas yang memadai, maka tidaklah
mudah penegakan hukum berlangsung dengan baik, yang antara lain mencakup
tenaga manusia yang berpendidikan tinggi dan terampil, organisasi yang baik,
peralatan yang cukup memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal
tersebut tidak dipenuhi, maka sulitlah penegakan hukum dapat mencapai tujuannya. 

  Proses penerimaan menjadi penegak hukum sebenarnya sudah memenuhi syarat


menghasilkan, misalnya, aparat kepolisian yang memiliki kemampuan baik melayani
masyarakat. Tetapi di dalam kenyataannya, sering kali proses penerimaan tersebut
dinodai dengan adanya suap atau jumlah orang yang sedikit untuk mau menjadi
anggota penegak hukum. Sehingga, kualitas daripada anggota penegak hukum
tersebut perlu dipertanyakan dan banyak yang tidak sesuai dengan yang telah
ditentukan. Akibatnya para penegak hukum cenderung lebih sedikit daripada jumlah
masyarakatnya yang terus bertambah banyak, sehingga aparat penegak hukum tidak
dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal sebagai sarana penegakan hukum.

Sebagai contoh dapat  dilihat dalam faktor-faktor penghambat lamanya proses


penyelesaian dalam peradilan yaitu banding dan kasasi :

terlampau banyak kasus, berkas yang tidak lengkap, rumitnya perkara, kurangnya
komunikasi antar lembaga pengadilan, kurangnya sarana atau fasilitas dan adanya
tugas sampingan para hakim menambah sulitnya penegakan hukum. Terdapatnya
hambatan di dalam penyelesaian perkara bukan semata-mata disebabkan karena
banyaknya perkara yang harus segera  diselesaikan, sedangkan waktu untuk
mengadilinya dan juga usaha menyelesaikannya adalah terbatas. Kalau yang
dilakukan hanyalah dengan menambah jumlah hakim untuk menyelesaikan perkara,
maka hal itu hanyalah mempunyai dampak yang sangat kecil terutama dalam jangka
panjang.

Oleh karena itu, yang perlu diperhitungkan tidaklah hanya biaya yang harus
dikeluarkan apabila terjadi hambatan dalam penyelesaian perkara, akan tetapi yang
juga perlu diperhitungkan dengan matang adalah biaya yang harus ada kalau
hambatan penyelesaian perkara itu tidak terjadi lagi, sehingga dimanfaatkan secara
maksimal oleh para pencari keadilan. Termasuk juga penguasaan bidang-bidang
tertentu yang berkaitan dengan teknologi adalah tantangan besar kebutuhan akan
hadirnya sarana dan prasana dalam bidang kejahatan berdimensi internet. Untuk
itulah, maka kemampuan menguasai sarana teknologi terbarukan adalah kewajiban
yang tidak dapat ditolak sarana dan prasana untuk maksud itu.

4. Faktor Masyarakat

Seorang penegak hukum harus mengenal stratifikasi sosial atau pelapisan


masyarakat yang ada dalam suatu lingkungan beserta tatanan status/kedudukan dan
peranan yang ada. Setiap stratifikasi sosial pasti ada dasar-dasarnya. Hal lainnya yang
perlu diketahui dan dipahami adalah perihal lembaga-lembaga sosial yang hidup,
serta sangat dihargai oleh bagian terbesar warga-warga masyarakat yang ada. Dengan
mengetahui dan memahami hal-hal tersebut, maka dapat memudahkan penegak
hukum untuk mengidentifikasikan nilai-nilai dan norma-norma atau kaidah-kaidah
yang berlaku di lingkungan tersebut.

Dalam garis besar, masyarakat di Indonesia terbagi dua yaitu masyarakat kalangan
atas (orang kaya) dan kalangan bawah (orang miskin). Penegakan hukum diantara
keduanya pun sangat berbeda penyelesaiannya. Hal ini karena pola pikir dan
pengetahuan yang jelas berbeda. Jika orang kalangan bawah, keinginan atau taatnya
pada suatu hukum oleh seseorang sangat kecil kemungkinannya atau tidak mau
mematuhi hukum yang telah diatur. Hal ini, disebabkan kurang pengetahuan dan
pendidikan yang mereka miliki sangat terbatas, dan tidak dapat mengetahui bahwa
ada sanksi yang akan mengikat jika dilanggar (blue collar crime). Sedangkan, orang-
orang kalangan atas cenderung mengikuti hukum atau aturan-aturan yang ada, karena
mereka lebih memiliki pengetahuan yang banyak tentang hukum dan mengetahui
sanksinya. 

Hal ini terjadi cenderung lebih bersifat tertib. Pada kalangan atas ini jika terjadi
kejahatan, maka dapat dikatakan white collar crime (untuk kepentingan semata).
Masyarakat di Indonesia semakin lama, jumlah masyarakat miskinnya semakin
banyak. Sehingga jika dilihat dari faktor masyarakat, maka masalah kejahatan atau
penegakan hukum ini ada di lapisan ini. Setiap stratifikasi sosial memiliki dasar-
dasarnya tersendiri, sehingga dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
pemberian pengetahuan hukum kepada masyarakat yang mungkin tidak begitu
mengerti akan hukum sehingga memudahkan mereka untuk mengidentifikasikan
nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di lingkungannya.
5.Faktor Kebudayaan

Pada dasarnya, kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang


berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa
saja yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga
dihindari). Sebenarnya, faktor kebudayaan memiliki kemiripan dengan faktor
masyarakat. Hanya saja, di dalam faktor kebudayaan lebih ditekankan mengenai
masalah sistem nilai-nilai yang ada di tengahnya masyarakat. Dalam faktor
masyarakat, dikatakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat terhadap ketataan aturan
masyarakat masih rendah. Hal ini, dikarenakan adanya budaya kompromistis sering
terjadi masyarakat Indonesia. Kenyataannya, akan terdapat kecenderungan budaya
masyarakat untuk meloloskan diri dari aturan yang berlaku menjadi-jadi.

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari


hukum yang berlaku, maka nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai-nilai tersebut
lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim
yang harus diserasikan. Pasangan nilai-nilai konservatisme dan nilai inovatisme,
senantiasa berperan di dalam perkembangan hukum, oleh karena di satu pihak ada
yang menyatakan bahwa hukum hanya mengikuti perubahan yang terjadi dan
bertujuan untuk mempertahankan status quo. Dengan kondisi demikian, maka
penegakan hukum harus juga dapat memahami permasalahan unsur budaya yang
dapat mempengaruhi tegaknya hukum. 
2.4 Hubungan antara hukum dengan nilai-nilai social yang berlaku di
masyarakat
Secara umum hubungan yang terjadi antara hukum dengan nila-nilai sosial/budaya
adalah bahwa budaya lahir dari kebiasaan masyarakat yang memiliki interaksi antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, dan menimbulkan adanya
kepatuhan dan menjadi aturan (hukum adat) dan pada perkembangannya hukum adat
tersebut menjadi salah satu referensi bagi hukum positif Indonesia.

Setiap kelompok masyarakat selalu ada permasalahan sebagai akibat perbedaan


antara yang ideal dan yang actual, antara yang standar dan yang praktis, antara yang
diharapkan atau yang seharusnya untuk dilakukan dan apa yang dilakukan dan apa
yang dalam kenyataan dilakukan. Standar dan nilai-nilai kelompok dalam masyarakat
mempunyai variasi sebagai faktor yang menetukan tingkah laku individu. 
Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat seperti, pencurian, penzinaan,
ketidakmampuan membayar hutang, melukai orang lain, pembunuhan dan
sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan perilaku menyimpang dan menimbulkan
persoalan didalam masyarakat yang sederhana maupun yang modern. Dalam situasi
demikian masyarakat dihadapkan dengan problem untuk menjamin ketertiban apabila
kelompok itu menginginkan mempertahankan eksistensinya.

Fungsi hukum sebagai control sosial, hal ini hubungan hukum dengan nilai-nilai
sosial adalah saling berkaitan dimana hukum sebagai penyelesai sedangakan nilai
sosial adalah suatu hal yang dianggap sebagai problem yang harus diselesaikan.
Hukum Nampak memiliki fungsi rangkap disatu pihak merupakan tindakan yang
mungkin demikian melembaga yang kemudian dipakai oleh masyarakat untuk
mecapai suatu tujuan. Dilain pihak sebagai tindakan yang berwujud reaksi kelompok
itu terhadap perilaku menyimpang dan diadakan untuk mengendalikan tingkah laku
yang menyimpang.

Jika suatu masyarakat mengalami kehancuran, atau bercerai berai atau punah
maka bukanlah disebabkan oleh gagalnya mengfungsikan hukum melainkan tugas
hukum harus dijalankan untuk menjadi sosial control dan sosial engeneering didalam
kehidupan sosial masyrakat. Tugas dan fungsi hukum tidak merupakan tujuan itu
sendiri melainkan menjadi sebuah instrument yang tidak dapat digantikan untuk
mecapai keseimbangan dalam aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat.
- Hukum sebagai pembaharuan masyarakat

Indonesia sedang mengalami masa transisi yang terjadi perubahan dari masyarakat
yang tradisional menjadi masyarakat modern. Namun dalam perkembangannya
terjadi berbagai hambatan dikarenakan akan diganti nilai sepertia apa untuk merubah
masyarakat. Mengubah masyarakat seperti yang dikemukakanoleh Rosceo Pound
yang menganalogikan sebagai suatu proses mekanik.

Hal ini terjadi karena adanya industry dan transaksi bisnis yang memperkenalkan
nilai dan norma baru. Peran pengubah tersebut dipegang oleh hakim melalui
intrepretasi dalam mengadili kasusu yang dihadapinyasecara seimbang “balance”.
Intrpretasi tersebut dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

a. Studi tentang aspek sosial yang actual dari lembaga hukum

b. Tujuan dari pembuat peraturan hukum yang efektif

c. Studi tentang sosiologi dalam memersiapkan hukum

d. Studi tentang metedologi hukum

e. Sejarah hukum

f. Arti penting tentang alasan dan solusi dari kasus individual yang pada angktan
terdahulu berisi tentang keadilan yang abstrak dari suatu hukum yang abstrak.

Keenam langkah ini perlu diperhatikan oleh hakim atau praktisi hukum dalam
melakukan intrepretasi maka perlu ditegaskan bahwa memperhatikan temuan-temuan
tentang keadaan sosial masyarakat melalui bantuan ilmu sosiologi, maka perlu adanya
nilai atau norma tentang hak individu yang harus dilindungi. Melihat keberadaan
hukum pada masa perkembangannya natural law atau hukum alam, maka Pound
menganjurkan agar konsepsi tentang norma dan nilai ditemukan dan disusun dari
hasil pelaksanaan intreperetasi analogi dapat dikembangkan, sehingga dapat
dilakukan usaha untuk menagembangkannya kedalam sistem hukum (legal sistem).
Dengan adanya sistem hukum maka terwujudlah proses administrasi hukum dan
mengembangkan peradilan.

Maka untuk mengembangkan ilmunya maka menggunakan cara sebagai berikut:

a. Menetapkan suatu keputusan dengan dasar keadilan, penemuan hukum sangat


penting bagi kasus yang harus diputuskan serta kekuatan ahli hukum untuk
mempertahankan keputusan yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan
individu.

b. Memperhatikan prosos sosial control dan prosese peradilan.

c. Hukum memuat prinsip, konsep, aturan, standar tingkah laku, dan etika profesi
serta yang dilakoni oleh individu.

Pound mengemukakan bahwa agar hukum dijadikan sebagai perubahan sosial (agen
of sosial change), maka pendaptnya dikuatkan oleh William James yang menyatakan
bahwa ditengah-tengah dunia sangat terbatas dengan kebutuhan, manusia terus
berkembang sehingga dunia tidak akan memuaskan kehidupan manusia. Selain
hukum sebagai sosial control, korelasi atau hubungan hukum dengan nilai sosial juga
ditemukan sebagaimana nilai itu merupakan suatu keadaan yang kita ketahui, namun
sifatnya abstrak. Dalam situasi hukum nilai tersebut diturunkan lagi dalam benttuk
pilihan yang diberi nama asas hukum, sehingga nilai ini menjadi landasan dari
keberadaan asas hukum. Asas hukum pada dasarnya berbentuk prinsip-prinsip umum,
sehingga belum pula langsung dioperasionalkan. Untuk dapat dikonkritkan dalam
masyarakat, maka sas hukum dijelmakanlah kedalam norma yang dikenal dengan
nama peraturan hukum.

- Nilai-nilai dasar dalam hukum menurut Franz Magnis-Suseno yang mengutip dari
Reinhold Zippelius bahwa terdapat tiga nilai dasar yang harus direalisir di dalam
hukum yaitu nilai kesamaan, kebebasan, dan solidaritas.

a. Nilai Kesamaan, nilai ini mendasarkan pada kriteria objektif yang berlaku bagi
pihak kuat dan pihak yang lemah. Ini memandang bahwa setiap pihak dinggap sama
dihadapan hukum. Hukum berlaku umum tidak berlaku bagi pihak-pihak terentu saja
serta mempunyai kedududukan yang sama bagi anggota masyarakat. Sesuatu yang
diinginkan  adalah keadilan

b.Nilai Kebebasan, hukum sangat melindungi kebebasan manusia, fungsinnya


sebagai penjamin kebebasan manusia. Inti kebebasan adalah bahwa nbaik setiap
orang atau kelompok orang berhak untuk mengurus dirinya sendiri dari dominasi
pihak lain. Nilai kebebasan mencakup hak untuk hidup, kebutuhan jasmani, hak
memilih dserta memiliki pekerjaan dan sebagainya.

c.Nilai kebersamaan. Hukum adalah institusional dari kebersamaan manusia


sebagai makhluk sosiaal dan hidup bersama berdampingan dengan masyarakat lain.
Sehingga memerlukan tatanan hukum untuk mengatur hubungannya dengan sesame
manusia.

Jadi hukum merupakan perwujudan nilai-nilai sosial budaya yang dianut dalam
lingkungan suatu kebudayaan pada masyarakat tertentu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sosiologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami,
mempelajari, menjelaskan secara analiti sempiris tentang persoalan hukum
dihadapkan dengan fenomena-fenomena lain dimasyarakat. Hubungan timbal balik
antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam mempelajari sosiologi hukum. Jadi, titik tekan Sosiologi hukum ini
lebih mengarah kepada pola perilaku masyarakat dalam memandang hukum yang
terjadi disekitar mereka. Bagaimana suatu masyarakat mentaati hukum, dan
melanggar hukum, dan menjalani hukum tersebut. Sosiologi hukumpun sangat
dibutuhkan oleh masyarakat karena sosiologi hukum ini akan memberi penjelasan
dari setiap objek yang dipelajarinya,

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan membelajaran baru. Dan
semoga makalah ini dapat menjadi tempat mendapatkan ilmu pengetahuan baru.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Sosiologi Hukum, Penulis Umanailo, M. Chairul Basrun

http://alfarabi1706.blogspot.com/2013/01/hubungan-hukum-dengan-nilai-nilai.html

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali


Press, Jakarta, 1983.

Anwar, yesmil dan Adang, 2008. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Gransindo.

Konsep Dasar Ilmu Hukum Penulis Dr. Sri Warjiyati, S.H., M.H.

https://www.gurupendidikan.co.id/hakikat-sosiologi/

Anda mungkin juga menyukai